Eko Prasetyo
Pemimpin Redaksi MediaGuru
Daftar Pustaka
Lampiran
Menulis Buku;
Tujuan & Target Pasar
Setiap orang bisa menulis, namun tidak semua orang mampu menulis dengan
baik. Tak heran jika banyak yang mengatakan bahwa menulis itu sulit. Bahkan, ada
yang menyebut bahwa aktivitas menulis ini merupakan bakat. Benarkah demikian?
Asma Nadia, penulis produktif sekaligus pendiri Forum Lingkar Pena (FLP),
menyebut, dalam menulis bakat itu tidak dibutuhkan. Hal senada disampaikan oleh
para penulis ternama lainnya seperti Dahlan Iskan (menteri BUMN), Helvy Tiana
Rosa, Sirikit Syah, ataupun A. Fuadi. Sejatinya, menulis termasuk keterampilan.
Karena itu, kegiatan menulis bisa dipelajari. Semakin sering berlatih, semakin baik.
Semakin sering menulis, keterampilannya pun terasah. Namun, untuk menjadi
seorang penulis, dibutuhkan modal penting. Apa itu? Yakni, membaca!
Mengapa aktivitas menulis sangat penting? Sebab, ada banyak manfaat yang bisa
didapatkan. Berikut ini beberapa manfaat kegiatan menulis.
a. Terbiasa berpikir sistematis
Tak bisa dimungkiri, menulis tidak lebih mudah daripada berbicara. Tidak
sedikit orang yang piawai berkomunikasi secara lisan, namun tidak mampu
menyampaikan dengan baik lewat bahasa tulisan. Menulis merupakan bentuk
satu arah. Karena itu, seseorang yang menulis sejak dini akan terbiasa berpikir
sistematis.
b. Membagikan keahlian
Seorang pakar atau ahli dapat memvalidasi keahliannya --kemampuan (skill),
pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude)— lewat menulis. Hal ini jelas
bisa memberikan manfaat kepada orang lain.
c. Aktivitas menyehatkan
Tidak semua orang memiliki sikap terbuka (ekstrovert). Kecenderungan ini
membuat seseorang sulit menumpahkan unek-unek jika mengalami suatu
masalah. Hal ini bisa berdampak pada stres. Untuk itu, dibutuhkan suatu
pengalihan yang positif. Dengan menulis, seseorang bisa menumpahkan
Berdasar pemaparan Sutanto (2010), ada tigal hal yang menggambarkan keadaan
perbukuan di tanah air saat ini.
Buku ini bisa dibilang terbit dengan ala kadarnya. Bisa jadi penjilidannya
kurang baik, materinya tidak berbobot, kajiannya terlalu dangkal, dan banyak
kesalahan teknis (misalnya kebahasaan) yang mengganggu kenyamanan
membaca.
Harus diakui bahwa belum banyak buku bagus dan lengkap (informasi
maupun data). Kalaupun ada, harganya cukup tinggi sehingga hanya
terjangkau oleh kalangan tertentu saja.
Tak jarang ada buku terjemahan yang kurang sesuai dengan kondisi
masyarakat pembaca di Indonesia. Misalnya, buku berjudul Sukses
Berselingkuh. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan adat dan budaya
ketimuran yang dianut oleh bangsa kita.
Langkah awal untuk memulai penulisan yang sederhana dan mudah adalah menentukan
topik. Topik bisa bersifat umum dan spesifik. Cakupan pembahasan pada topik umum tentu
lebih luas, sedangkan topik spesifik lebih sempit sehingga bahasannya lebih terarah dan
pengerjaan lebih mudah.
Seorang pengarang buku tentu tidak menulis untuk tidak dibaca oleh orang lain. Demikian
pula dalam menulis buku populer, seorang penulis perlu memetakan dan menentukan
pembaca yang menjadi target. Hal ini sangat berkaitan dengan peluang naskah yang dibuat
saat hendak ditawarkan ke penerbit. Target pembaca ini menjadi salah satu syarat mutlak
yang diberlakukan penerbit. Semakin banyak pembaca yang menjadi sasaran, semakin
besar naskah bisa diterbitkan.
Untuk itu, saat membuat naskah buku populer, penulis perlu mengetahui siapa saja
pembacanya, apakah terbatas pada kalangan tertentu atau pembaca umum. Berikut bagan
pemetaan target pembaca.
1. Mutu naskah
Sudahkah Anda mengerjakan naskah Anda sebaik-baiknya?
2. Pasar naskah
Sudahkah Anda menyesuaikan naskah Anda dengan kebutuhan pasar?
3. Ide naskah
Sudahkah Anda pikirkan apa yang akan Anda sampaikan di buku Anda?
4. Salah sasaran
Sudahkah Anda mengirim naskah Anda ke penerbit yang benar?
Sudah barang tentu hal yang paling utama dan terpenting dari menulis buku
populer (ataupun buku teks) adalah menetapkan topik. Ini bertujuan untuk
menentukan kerangka (outline) konten dan alur ide. Menuliskan topik umumnya
memberi clue yang jelas tentang arah yang hendak dibicarakan dalam buku.
Sebelum kita membuat suatu paragraf, sangat dianjurkan terlebih dahulu membuat
rencana-rencana atau ancang-ancang tentang apa yang kita tulis yang digunakan
sebagai kerangka dalam menuangkan alur ide. Bentuk kerangka yang berupa
ancang-ancang ide ini disebut outline.
Outline dapat didefinisikan sebagai deskripsi umum yang mencakup poin-poin
utama, bagian-bagian, atau gagasan-gagasan tentang suatu permasalahan. Outline
dalam penulisan buku dapat diibaratkan dengan suatu blue print atau design
rancang bangun suatu rumah/gedung dari seorang arsitek. Seorang arsitek
merencanakan suatu rumah sebelum membangun supaya dia yakin dan terpetakan
semua poin atau bagian-bagian siap untuk kontruksi. Seperti arsitek, penulis harus
merencanakan rancang bangun (outline) dari buku yang dikarang. Outline akan
memungkinkan penulis untuk melihat apakah semua ide yang akan kita tulis cukup
lengkap, apakah semua ide kohesif, dan apakah urutan ide-ide sudah mencapai
kelogisan tertentu.
Outline suatu buku tidak perlu memuat semua kalimat yang akan dimunculkan
dalam paragraf-paragraf. Cukup garis besarnya saja. Ada banyak cara untuk
membuat outline suatu buku dan bukan suatu keharusan untuk hanya mengikuti
salah satu bentuk secara loyal.
Secara teknis, misalnya, jika ada 1 dalam suatu outline, pasti ada 2. Jika ada A,
maka pasti ada B. Ketika kita diminta untuk menulis outline yang formal untuk
makalah atau skripsi yang formal, kita memang harus mengikuti aturan ini. Namun,
untuk kebanyakan tujuan lain, suatu outline dapat dibuat tidak formal, terutama
Data yang lengkap dan informatif menjadi syarat mutlak dan penting dalam
sebuah buku. Salah satu strategi sederhana untuk menggali data adalah membaca.
Dengan membaca, kita akan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya sebagai
bahan untuk menulis. Bacalah dengan cepat semua sumber informasi tentang subjek
yang diminati. Ketika membaca, mulailah dari sumber bacaan yang bersifat umum,
kemudian berangsur-angsur ke bacaan yang lebih khusus. Tujuannya, informasi
yang kita peroleh menjadi lebih focus dan detail sehingga gagasan yang kita
kembangkan menjadi lebih informatif.
Dalam aktivitas menulis apa pun, jodohnya adalah membaca. Dua hal ini terkait
erat karena kegiatan menulis membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang
memadai. Ketika menulis, seseorang dipersyaratkan memiliki wawasan dan
pengetahuan yang luas. Karena itu, menulis merupakan kerja intelektual yang harus
dikembangkan pada diri seseorang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan gagasan pada karangan
adalah sebagai berikut.
a. Menarik perhatian Anda dan khalayak
b. Isu-isu yang masih hangat (faktual)
c. Peristiwa-peristiwa nasional maupun internasional yang menjadi
perhatian masyarakat
d. Data dan faktanya jelas sehingga mudah ditelusuri.
e. Masalah-masalah umum yang dikaitkan dengan politik, pendidikan,
agama, seni, sastra, dan budaya
f. Kejadian-kejadian atau budaya yang terjadi di masyarakat
g. Memiliki sumber dan acuan pustaka
Penguasaan bahan bacaan yang luas dan mendalam sangat esensial kalau kita
hendak menulis sebuah buku populer yang baik. Tanpa bahan bacaan yang luas,
seorang penulis tidak akan memiliki panduan pengetahuan yang memadai untuk
mengevaluasi materi-materi berharga dan meletakkannya dalam perspektif yang
benar. Riset yang efektif sangat tergantung pada penulis, yaitu “penulis mengetahui
apa yang kita cari”. Karena itu, selalu ingat-ingatlah outline yang sudah dibuat.
Pastikan bahwa kita membaca untuk menjawab bagian-bagian tertentu dari outline.
Riset bisa dilakukan lewat pengamatan, percobaan, atau penelitian. Dalam buku
Demonstrasi Sains Kimia (Nuansa, 2012) yang disusun oleh Drs. Hiskia Achmad dan
Dra. Lubna Baraja, hampir seluruh materi yang ada ditulis setelah melalui
serangkaian penelitian dan percobaan. Misalnya, pembuatan gas oksigen dari zat
pemutih pakaian. Bahan yang dibutuhkan untuk penelitian dan percobaan itu adalah
gelas kimia 250 ml, zat pemutih pakaian, lidi, pembakar spirtus, dan kobalt (II)
klorida. Cara kerjanya, (1) masukkan 10 mL zat pemutih pakaian ke dalam gelas
kimia 250 ml; (2) tambahkan 1 mL larutan kobalt (II) klorida; (3) periksa gas yang
terbentuk dengan lidi yang membara. Hal ini untuk membuktikan reaksi yang terjadi.
Yakni, zat pemutih pakaian mengandung natrium klorat (I) (hipoklorit). Endapan
hitam yang terbentuk mungkin CO2O3 yang terurai menjadi O2 yang bereaksi dengan
ion klorat (I). (Hal. 48-49).
Percobaan atau praktik umumnya dilakukan untuk pengayaan materi buku yang
terkait dengan bidang sains dan teknologi. Hal ini tentu dibutuhkan untuk
memberikan informasi yang detail dan mendalam guna menunjang pengetahuan
yang diberikan kepada pembaca segmennya. Bagaimana halnya dengan buku,
misalnya, yang bertopik motivasi? Riset bisa cukup dilakukan dengan teknik
pengumpulan data lewat membaca.
Halaman Judul
Halaman Copyright
Bagian/Bab I
Bagian/Bab II
Bagian/Bab III
Daftar Pustaka
Lampiran
Profil Penulis
Eko Prasetyo
BAB IV MOTIVASI
Tidak Ada Kata Tidak Bisa
Jangan Remehkan Blog, Please…
Mahasiswa Sudah Punya Bekal
Belum Pede, Ikut Proyek Keroyokan
Dahlan Iskan; Sakit pun Jadi Buku
Berawal dari Diskusi Milis, Lahir Buku
Satu Biografi Dihadiahi Honda Accord
Anak Yatim pun Bisa Berkarya
Berkumpul dengan Penulis
Belajar dari Sejarah dan Runtuhnya Surabaya Post
Sang Dokter yang Menginspirasi Dunia
Kisah Empat Tikus
Berawal dari Catatan Harian
Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat
Serial Satu Menit
No Arms, No Legs, No Worries!
Proses Kreatif Buku Kekuatan Pena
Mari Berkicau di Twitter
Royaltinya Rp 1,5 Miliar!
Klub Guru Menulis
Bahasa dan Kisah Bom Atom
Kartini: Berjuang lewat Tulisan
Sukses Wikipedia yang Bikin Merinding
Pesan Moral Haji Nunut
Kalimat Sakti Omjay
64 Positive Ways
Organisasi/Struktur Buku
Sebelum memulai menyusun atau menulis buku populer, kita perlu mengetahui
organisasi/struktur buku tersebut. Hal ini juga bisa disebut anatomi buku (Dadan Darusman,
2008). Perlu diketahui bahwa bagian dari satu buku tidak selalu sama dengan buku yang
lainnya. Tetapi, pada dasarnya hal itu terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut.
1. Sampul
Sampul atau cover adalah bagian paling luar dari sebuah buku. Sampul buku
berfungsi untuk melindungi isi dan memperkokoh buku. Jenisnya ada yang tebal
(hard cover) dan standar/biasa (soft cover). Bagi sebagian pembeli, sampul buku
merupakan salah satu faktor pemikat. Sebab, tak bisa dimungkiri ada orang yang
membeli buku setelah melihat sampulnya saja. Jadi, semakin menarik sebuah sampul
buku, semakin memikat pula bagi pembeli.
a. Sampul depan
Sampul depan umumnya berisi judul buku, nama pengarang/penulis, kutipan
pengantar dari tokoh (endorsement), serta logo dan nama penerbit.
b. Sampul belakang
Sampul belakang biasanya berisi judul buku, sinopsis (ulasan singkat tentang isi
naskah), biografi singkat pengarang/penulis, ISBN (international standard book
number) plus barcode, nama penerbit beserta alamat dan logonya.
2. Punggung buku
Punggung buku umumnya berisi judul buku dan nama pengarang. Kadang nama
penerbit juga ditampilkan, namun hal ini tidak selalu ada di semua buku populer.
4. Halaman judul
5. Halaman copyright
Bisa dibilang inilah halaman penting dari sebuah buku. Sebab, halaman ini berisi
informasi dan data dari penerbit. Yaitu, nama penulis, edisi dan cetakan, nama editor,
nama ilustrator, penata letak halaman (layouter), desainer sampul, nama penerbit,
nama perusahaan percetakan, serta kota tempat terbit dan tahun terbit. Karena
bersifat informatif, halaman ini sangat penting dalam katalogisasi.
6. Halaman persembahan
Tidak setiap buku memiliki halaman persembahan. Biasanya, halaman persembahan
ditujukan si penulis terhadap orang terdekat dan berjasa. Misalnya, anggota keluarga
seperti istri/suami, anak, atau tokoh tertentu.
7. Kata pengantar
Kata pengantar biasanya terdapat tiga bagian. Yaitu, kata pengantar dari penerbit,
kata pengantar dari penulis, dan kata pengantar dari tokoh terkenal. Meski demikian,
kata pengantar dari penerbit tidak selalu ada. Yang hampir pasti ada ialah kata
pengantar dari pengarang.
8. Daftar isi
Daftar isi terletak setelah kata pengantar serta memuat judul bab/bagian (chapter)
dan subbab. Dalam buku populer, subbab tidak selalu ada atau dimunculkan.
9. Pendahuluan
Pendahuluan di dalam buku populer lebih bersifat memberikan keterangan selayang
pandang terhadap bab-bab atau bagian-bagian yang hendak diulas secara rinci dan
detail. Biasanya halaman pendahuluan terletak sebelum halaman yang memuat judul
bab.
10. Penomoran
Dalam buku populer ada dua jenis penomoran. Penomoran tersebut terdiri atas angka
Romawi kecil dan angka Arab. Angka Romawi kecil umumnya dicantumkan pada
halaman kata pengantar sampai daftar isi. Untuk pendahuluan sampai naskah teks
terakhir, biasanya digunakan angka Arab.
Secara keseluruhan, kita juga perlu mengetahui aspek-aspek yang terkait dalam
perwajahan buku. Sebagaimana dikutip dari Titah S. (2012), perwajahan sebuah buku terdiri
atas poin-poin sebagai berikut.
1. Ukuran buku
Ukuran buku sangat terkait dengan isi atau naskah. Ukuran novel biasanya berbeda
dengan buku pelajaran. Buku pelajaran umumnya lebih panjang dan lebih lebar.
2. Bidang cetak
Di setiap halaman buku, baik buku populer maupun buku teks pelajaran, terdapat
bagian yang kosong di setiap pinggir atau margin. Fungsinya adalah mengamankan
materi dari kesalahan cetak (misalnya terpotong). Nah, bagian yang berisi tulisan
(materi) disebut bidang cetak.
3. Pemilihan huruf
Jenis huruf (font), ukuran huruf (size), dan jarak antarbaris (lead) sangat penting
dalam pembuatan buku. Selain menentukan estetika sebuah buku, pemilihan huruf
akan menentukan nyaman atau tidaknya sebuah buku saat dibaca.
4. Pemilihan warna
Beberapa buku populer terkadang membutuhkan pewarnaan pada bagian gambar
tertentu untuk penegasan atau sekadar pendukung estetika (keindahan).
5. Kesesuaian ilustrasi
Pada beberapa buku, terutama buku populer anak, dibutuhkan banyak ilustrasi yang
menggambarkan materi. Tujuannya adalah membantu imajinasi pembaca dalam
memahami pesan.
Tidak semua buku dicetak dengan menggunakan kertas yang sama. Pada buku
anak-anak yang mengandung banyak ilustrasi dan berwarna, biasanya dibutuhkan
kertas yang lebih tebal. Hal ini memengaruhi penjilidan di akhir proses penerbitan
buku.
Halaman Judul : i
Halaman Copyright : ii
Kata Pengantar : v
Halaman Isi
Pendahuluan : 1
Bab I : 3, 5, 7, 9, dst.
Kecil 14 cm x 21 cm 10 cm x 16 cm
Spesial
Bahasa Populer
Bagaimana ragam bahasa populer itu? Perlu diketahui, buku populer diorientasikan
ke pembacanya. Seperti diketahui, pembaca buku populer bisa beragam. Ada
akademisi, pengusaha, dosen, guru, mahasiswa, pelajar, pekerja, dan ibu rumah
tangga. Termasuk, masyarakat secara umum.
Dari sisi kebahasaan, tulisan dalam buku populer dipandang sebagai wacana utuh.
Di dalamnya, ada ide, pesan, atau data yang hendak disampaikan kepada
pembacanya.
Wujud wacana itu berupa judul, paragraf, kalimat, frasa (kelompok kata), kata,
angka, dan berbagai tanda baca. Berbagai unsur –paragraf, kalimat, frasa (kelompok
kata), kata, angka, dan berbagai tanda baca– ini saling terkait dan
memiliki/menghadirkan makna tertentu.
I. Alur
Wacana buku populer menghadirkan sejumlah isi, ide, dan pesan. Pesan yang terwujud
dalam kalimat ini tersusun secara runtut. Kalau kalimat pertama wacana itu disebut A,
susunan berikutnya adalah B, C, D, dan seterusnya.
Masing-masing kalimat itu saling terkait/terpaut, baik bentuk maupun maknanya. Pengaitan
antara bagian tersebut memerlukan anafora (peranti bahasa yang merujuksilangkan satu hal
atau kata yang dinyatakan sebelumnya). Bentuknya bisa kata ganti persona seperti saya,
aku, kami, kamu, engkau, ia, dia, mereka.
bagi, untuk, guna, dengan, karena, oleh, pada, tentang, sejak, selama, bagaikan,
sepanjang, mengenai, terhadap, daripada, kepada, sampai, dan, atau, tetapi, sesudah,
sebelum, ketika, tatkala, sewaktu, sambil, seraya, selagi, sehingga, jika, kalau, jikalau,
asalkan, bila, manakala, andaikan, agar, supaya, agar supaya, biar, biar (pun), meski (pun),
sekalipun, walau (pun), sungguhpun, kendati (pun), seakan-akan, seolah-olah,
sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, bahwa
a. biarpun demikian/begitu
sekalipun demikian/begitu
sungguhpun demikian/begitu
walaupun demikian/begitu
b. meskipun demikian/begitu
kemudian
sesudah itu
setelah itu
selanjutnya
d. sebaliknya
e. sesungguhnya, bahwasannya
f. malah(an), bahkan
h. kecuali itu
i. dengan demikian
k. sebelum itu
dan lain-lain
……
Kapolres Lumajang AKBP Syafril Nursyal SH mengutuk tindakan bejat tersangka, yang
memperkosa anak di bawah umur. ’’Kami akan segera serius menangani masalah itu.
tindakannya sangat keji,’’ tegasnya.
……
……
Suroso tidak bisa menjanjikan. Sebab, yang menentukan pemberian bingkisan bukan
dipenas. Lembaganya hanya menyalurkan. Sedangkan penentunya lembaga lain. ’’Kami
hanya menyalurkan. Yang menentukan lembaga lain.’’ Tambahnya.
…..
Meski begitu, ada toleransi. Pengulangan dapat dilakukan terhadap lead (kepala
tulisan/paragraf utama). Tetapi, pengulangan lead pada bagian/paragraf sebaiknya disertai
bagian/kalimat lain yang berfungsi sebagai penjelasan atau keterangan.
Paragraf panjang biasa ditemui pada ’’paragraf utuh’’, yakni paragraf yang meliputi kalimat
utama, (sejumlah) kalimat penjelas, dan kalimat kesimpulan. Bentuk panjang ini terjadi
karena, misalnya, pada satu kalimat, keterangannya berpanjang-panjang. Penyebab lain,
penjelas dalam paragraf itu terdiri atas sejumlah kalimat.
Buku populer tidak selalu menganut paragraf panjang seperti itu. Panjang-pendek paragraf
di buku populer relatif “seragam”, antara satu sampai empat kalimat, bergantung panjang
pendeknya kalimat. Karena itu, kalimat utama bisa menjadi satu paragraf tersendiri.
(Sejumlah) kalimat penjelas pun bisa menjadi paragraf lain. Begitu pula, kesimpulan dapat
menjadi paragraf berikutnya.
Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan paragraf adalah kaitannya dengan konsep buku
populer tentang ’’wacana berirama”. Maksudnya, wacana yang paragrafnya terdiri atas
sejumlah kalimat jika memang lebih dari satu dengan panjang pendek variatif. Polanya
bisa ’’panjang- pendek-panjang-pendek”, pendek-pendek-panjang, pendek-panjang-pendek,
atau variasi lain. Intinya, tidak melulu panjang atau pendek.
Kalimat dalam buku populer umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan
kaidah yang berlaku. Unsur-unsurnya diupayakan lengkap. Dalam kalimat verbal (kalimat
yang predikatnya kata kerja), misalnya, ada unsur apa atau siapa yang dalam bahasa sering
disebut subjek. Ada juga unsur mengapa atau bagaimana yang biasa disebut predikat.
Selain dua unsur itu, biasa pula ditambahkan unsur keterangan. Setiap unsur dipandang
sebagai satu kelompok kata. Isinya bisa hanya satu kata, bisa pula beberapa kata.
Yang perlu diperhatikan, tidak semua kalimat dalam buku populer lengkap. Terkait dengan
keinginan mencapai konsep ’’wacara berirama’’, terkadang terbentuk ’’kalimat’’ yang tidak
lengkap. Kalimat ini sebenarnya bukan kalimat melainkan hanya kelompok kata keterangan.
Bentuk tidak lengkap seperti ini bisa ditoleransi asalkan isinya benar-benar kelanjutan atau
terkait dengan bagian (kalimat) sebelumnya.
Unsur-unsur dalam kalimat (subjek, predikat, objek, keterangan) terdiri atas frasa
(kelompok kata). Frasa bisa terdiri atas satu atau sejumlah kata. Dalam hal penyusunan
frasa dengan sejumlah kata, perlu diperhatikan struktur dan kehematannya.
Hal lain yang juga diperhatikan menyangkut kalimat adalah kata. Setiap kata termasuk
kelas kata atau kategori kata dan memiliki fungsi dalam kalimat. Pengurutan kata dan
macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan.
Kata dikelompokkan berdasarkan bentuk dan perilakunya. Kata dengan bentuk dan perilaku
sama atau mirip dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang bentuk dan
perilakunya sama atau mirip sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok pertama,
dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata itu termasuk dalam
kategori kata yang berbeda-beda.
Dalam bahasa Indonesia, ada empat kategori utama: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina
atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, dan (4) adverbia. Di samping itu, ada satu
kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkelompok yang
lebih kecil, misalnya, preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung), dan partikel.
Pada umumnya, kata masuk ke dalam kategori tertentu dan tidak sekaligus masuk ke
kategori yang lain. Kata meja, agama, dan kertas, misalnya termasuk kategori nomina. Kata
lain seperti pergi, tidur, dan datang termasuk kategori verba. Namun, ada pula kata yang
memiliki keanggotaan rangkap. Kata seperti jalan dan telepon dapat masuk ke dalam
nomina (di jalan itu; tidak mempunyai telepon) dan verba (mesin ini tidak jalan; telepon dia
sekarang!).
Nomina, verba, dan adjektiva sering dikembangkan dengan tambahan pembatas tertentu.
Nomina, misalnya, dapat dikembangkan dengan nomina lain, dengan adjektiva, atau dengan
kategori lain (gedung gedung bagus, gedung yang bagus itu). Verba dapat
dikembangkan, antara lain, dengan adverbia seperti telah (makan telah makan), dan
adjektiva dapat dikembangkan, antara lain, dengan adverbia seperti sangat (manis sangat
manis).
Setiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata
atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya
berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat.
Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan
keterangan. Selain itu, ada data fungsi lain seperti atributif (menerangkan), koordinatif
(menggabungkan secara setara), dan subordinatif (mengabungkan secara bertingkat ).
Predikat dalam bahasa dapat berwujud frasa verbal, adjektival, nominal, dan preposisional.
Berikut beberapa contohnya.
Selain predikat, kalimat umumnya juga memiliki subjek. Dalam bahasa Indonesia, subjek
biasanya terletak di muka predikat. Subjek dapat berupa nomina, tetapi pada keadaan
tertentu kategori kata lain juga dapat menduduki fungsi subjek. Dari contoh di atas
tampaklah bahwa subjek untuk kalimat (11 a, b, c) adalah ibu, kita, masalah koperasi, untuk
kalimat (12 a, b, c) Gempa minggu yang lalu, harga makanan, rumah usahawan itu. Lalu
untuk kalimat (13 a, b, c) ayah saya, pembantu kami, pengalaman, dan untuk kalimat 14 a,
b, c) dia, Pak Anwar, saya.
Orang itu adalah objek karena nomina (a) berdiri di belakang predikat verbal dan (b)
menjadi subjek bila kalimat (6) menjadi kalimat pasif seperti yang terlihat pada kalimat (6a).
Sebaliknya, masalah besar pada kaliamat (7) bukanlah objek, melainkan pelengkap;
sebabnya, meskipun frasa nominal tersebut berada di belakang predikat verbal, frasa itu
tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Kalimat (7a) dalam bahasa Indonesia tidak
gramatikal.
Yang dinamakan pelengkap atau komplemen mirip dengan objek. Pelengkap pada umumnya
berupa frasa nominal, dan frasa nominal itu juga berada di belakang predikat verbal.
Perbedaan yang penting ialah pelengkap tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat. Dengan
kata lain, kalimat yang mempunyai pelengkap (dan tidak memiliki objek) tidak dapat
dijadikan kalimat pasif. Dari segi lain, pelengkap mirip dengan keterangan juga. Kedua-
duanya membatasi acuan konstruksi yang bergabung dengannya. Perbedaannya ialah
pelengkap pada umumnya wajib hadir untuk melengkapi konstruksinya, sedangkan
keterangan tidak. Tempat keterangan biasanya bebas, sedangkan tempat pelengkap selalu
di belakang verba (beserta objeknya). Akhirnya, cakupan semantis keterangan lebih luas,
yaitu mewatasi unsur kalimat atau seluruh kalimat. Ada keterangan yang menyatakan alat,
tempat, cara, waktu, kesertaan, atau tujuan. Contoh:
IV. Kata
Pendukung lain wacana adalah kata. Dalam hal kata, yang perlu dicermati adalah pemilihan
sesuai dengan konteksnya. Selain itu, harus diperhatikan proses pembentukannya (bentukan
yang benar).
Yang tidak kalah penting adalah perhatian atas bentuk dan konsistensi penulisan ejaannya.
Ada sejumlah kosakata yang ditulis secara tidak konsisten. Contohnya berikut.
akte akta
aktifis aktivis
…. Dan lain-lain
Pembentukan Kata
A. Gabungan kata
Dua pokok kata, misalnya tanggung dan jawab, bisa digabungkan menjadi satu. Jika
imbuhan disertakan dalam penggabungan ini, penulisannya variatif. Kalau dua pokok kata
itu hanya mendapatkan awalan, misalnya ber-, penulisan dua kata itu dipisahkan, menjadi
bertanggung jawab. Dua pokok kata itu dirangkai bila mendapatkan awalan dan akhiran
sekaligus (per-, -an), menjadi pertanggungjawaban.
B. Ragam mengkonsumsi
Kata-kata tertentu akan berubah bentuk jika ditambah awalan me-N (Baca: me nasal).
Misalnya, kata yang berhuruf awal k berubah menjadi meng-. Karena itu, bentuk yang benar
adalah mengonsumsi. Begitu pula kata kalkulasi dan kudeta, yang menjadi mengalkulasi
dan mengudeta.
Tetapi, ada perkecualian pada kata kaji. Untuk makna belajar huruf Arab atau Alquran
dengan aktivitas penelitian, digunakan bentuk mengaji dan mengkaji.
Pada gugus konsonan yang diawali huruf k, semacam klaim dan klasifikasi, penambahan
me-N tidak mengubah bentuk itu. Bentukannya menjadi mengklaim dan mengklasifikasi.
Tambahan
Bertepuk tagan
Menganak sungai
Garis bawahi
Sebar luaskan
Antarkota
Biokimia
Dasawarsa
Dekameter
Dwiwarna
Mancanegara
Narapidana
Paripurna
Purnawirawan
purnabakti
Saptakrida
Semiprofesional
Serbabisa
Tritunggal
Ultramodern
Ibu kota
Budi daya
Kambing hitam
Kerja sama
Mata pelajaran
Meja tulis
Ditulis serangkai:
Acapkali
Belasungkawa
Darmabakti
Darmawisata
Halalbihalal
notabene
Huru-hara
Lauk-pauk
Mondar-mandir
Porak-poranda
Sayur-mayur
Tunggang-langgang
Terdiri atas
Sesuai dengan
Berhubung dengan
Diperuntukkan bagi
Didasarkan pada
Diberikan kepada
Bergantung kepada
8. Dalam judul, kata-kata berikut diawali dengan huruf kecil (bukan kapital)
bagi, di, ke, dari, dalam, untuk, guna, dengan, karena, oleh, pada, tentang, sejak, selama,
bagaikan, sepanjang, mengenai, terhadap, bagaikan, daripada, kepada, sampai, dan, atau,
tetap, sesudah, setelah, sebelum, ketika, tatkala, sewaktu, sambil, seraya, selagi, sehingga,
jika, kalau, jikalau, asalkan, bila, manakala, andaikan, agar, supaya, agar supaya, biar,
biar(pun), meski(pun), sekalipun, walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), seakan-akan,
seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, bahwa, sang
Sebagai penulis, kita mesti memahami bahwa penerbit memiliki prioritas dalam
menerbitkan buku tertentu. Masing-masing penerbit memiliki keunggulan tertentu
dan spesialisasi dalam hal-hal tertentu pula.
Untuk itu, penulis perlu mengetahui lingkup produk penerbit. Caranya,
mempelajari katalog buku yang secara reguler dirilis penerbit. Penulis juga perlu
mempelajari dan mengetahui profil penerbit. Dari mana bisa didapatkan? Kita bisa
mendapatkannya lewat sumber internet dan survei langsung di toko-toko buku.
Selain itu, penulis perlu mempelajari contoh-contoh kerja sama untuk memahami
mekanismenya antara penulis dan penerbit. Yang perlu dicatat: penerbitan berbeda
dengan percetakan.
Percetakan adalah badan usaha yang memperbanyak suatu tulisan dan gambar
dengan mesin cetak. Penerbitan ialah badan usaha yang berinvestasi pada hasil
Menyetujui
Jika naskah langsung disetujui penerbit, bisa dipastikan bahwa naskah tersebut
dianggap sudah sempurna. Artinya, naskah itu sesuai dengan standar yang
ditetapkan penerbit. Apabila ada perbaikan yang bersifat minor, penerbitlah yang
akan melakukannya. Perbaikan naskah yang dilakukan oleh penulis profesional
biasanya sedikit.
Naskah
Penjilidan
dan Pengepakan
Kembali ke penulis
Strategi Pemasaran-Pendistribusian
Akhadiah, S., Arsjad, M.G., Ridwan, S.H. Pembinaan Kemampuan Bahasa Indonesia.
1998. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IV. 2008.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Karimi, Achmad Faizin. Siapapun Bisa Menerbitkan Buku. 2012. Gresik: MUHI Press.
Leo, Sutanto. Kiat Jitu Menulis dan Menerbitkan Buku. 2010. Jakarta: Erlangga.
Nadia, Asma. “Menulis Wahana Ekspresi Diri”. 2004. Percikan Iman. 08 : 20-21.
Tulisan-tulisannya yang berupa artikel opini, resensi, cerpen, dan puisi dimuat di
berbagai media cetak seperti Jawa Pos, Republika, Koran Sindo, Suara Karya, Sinar
Harapan, Surya, Suara Merdeka, Analisa, Pikiran Rakyat, Tribun Jogja, dan lain-lain.
Ia telah menulis puluhan buku, di antaranya Menembus Batas Logika (2009), Karena
Ukhuwah Begitu Indah (2010), Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat (2011), Kekuatan
Pena (2011), Keterampilan Berbahasa: Tepat Memilih Kata (2012), Jangan Cuma
Pintar Menulis (2015), serta Membaca atau Binasa! (2017).
Lulusan S-2 Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Surabaya ini juga aktif
berorganisasi. Selain berkegiatan di Forum Aktif Menulis Indonesia, ia membidani
komunitas pencinta buku lawas bernama Griya Literasi di Sidoarjo. Selain aktivitas
mengajar dan menulis, saat ini ia menggawangi Media Guru Indonesia
(mediaguru.id). Ia bisa dihubungi di editor.eko@gmail.com.