Anda di halaman 1dari 7

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA Malang, 2015

Daftar Isi Daftar


Isi .................................................................................................................................... 1 1.10
Langkah Dalam Membuat Buku ........................................................................................ 3 2.
Semua Orang Bisa Jadi Penulis Buku .................................................................................... 6
3. Proses Penerbitan Buku (Dari Naskah Hingga Jadi Buku) ..................................................
10 4. Perjalanan
Naskah ................................................................................................................ 14 5. Alur
Proses Naskah .............................................................................................................. 16 6.
Prosedur Penerbitan ............................................................................................................. 18

1. 10 Langkah Dalam Membuat Buku Sumber: arinvsfayra. 6/6/09. 10 Langkah Dalam


membuat Buku. https://arinvsfayra.wordpress.com/. Di akses tanggal 26/03/15

Sebuah buku, berfungsi untuk mempresentasikan informasi yang terkandung dalam buku
kepada pembacanya. Setiap buku harus memiliki isi yang menarik sehingga pembaca tertarik
untuk mendalami isi dari buku tersebut. Isi dari buku panduan pun, harus memiliki nilai
manfaat yang dapat diaplikasikan oleh para pembacanya. Buku yang baik, adalah buku yang
mampu mentransformasikan isinya dari penulis ke pembacanya. Oleh karena itu, seorang
penulis buku yang baik, hendaknya dapat memposisikan dirinya sendiri sebagai pembaca,
sehingga ia dapat mengevaluasi tulisannya apakah tulisan tersebut mampu dimengerti oleh
pembaca, atau justru sebaliknya. Membuat buku tidak dapat dikatakan mudah atau sulit.
Hanya saja, dalam pembuatannya ada beberapa langkah yang apabila diikuti akan
mempermudah dalam penulisan sebuah buku. 10 langkah dalam membuat buku. 1. Gagasan
atau ide Langkah pertama yang harus diambil adalah mengumpulkan ide atau gagasan dalam
membuat sebuah buku. Misalnya, ide untuk membuat buku paduan praktik kerja lapangan.
Gagasan ini mucul dikarenakan adanya fenomena yang berlangsung di tempat bekerja.
Fenomena yang berlangsung adalah tidak adanya pelatih untuk memberi pelatihan kepada
siswa maupun mahasiswa yang mengikuti program PKL di tempat kerja tersebut. Fenomena
tersebut melahirkan sebuah gagasan menarik yaitu membuat buku panduan kegiatan praktik
kerja lapangan yang harus dilakukan oleh peserta PKL. Dengan demikian, peserta PKL
mendapatkan informasi tertulis dari buku panduan tersebut, tanpa perlu melibatkan terlalu
banyak karyawan yang masih harus melakukan tugas lain. 2. Fokus pada gagasan Tahap
selanjutnya, saat membuat buku, kita harus fokus pada gagasan yang telah diciptakan. Fokus
pada gagasan ini berarti menyelami lebih dalam tentang ilmu dan pemahaman dari gagasan
yang akan kita tulis dalam buku. Apabila kita telah menetapkan gagasan apa yang akan kita
bahas, untuk memperkuat ilmu yang akan kita representasikan dalam buku yang 3

akan ditulis, kita dapat menambah referensi dari sumber lain, tentunya dengan
mencantumkan sumber tulisan agar tidak dianggap sebagai pelagiator. 3. Membuat kerangka
buku Seperti halnya sebuah karangan, dalam menulis buku hendaknya dibuat kerangkanya
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar penulisan terarah dan tetap fokus pada gagasan yang
akan disampaikan, tidak melenceng ke persoalan lain yang sebetulnya tidak perlu dibahas
dalam buku tersebut. Kerangka juga mempermudah dalam penulisan dan penyusunannya.
Dengan adanya kerangka dari buku yang akan dibuat, penulis akan lebih terarah dalam
menulis buku, sehingga isi dari buku tersebut akan tertuju jelas pada hal-hal yang akan
dijelaskan. 4. Mulai menulis konsep Saat pertama menulis satu buku, buku tersebut belum
tentu berhasil ditulis dengan baik. Penulis sebaiknya menulis apa-apa yang ingin ia
sampaikan melalui tulisan. Akan tetapi jangan terlalu berbangga pada apa-apa yang telah ia
tulis. Tulisan pertama pada dasarnya masih merupakan tulisan „kasar‟ artinya tulisan tersebut
masih perlu dipelajari dan juga masih perlu dibenahi agar menjadi tulisan yang lebih baik,
yang dapat menginformasikan isinya dengan efektif. Buku yang konsepsional akan memiliki
hasil yang lebih baik daripada buku yang tidak dilandasi oleh konsep sama sekali. 5. Pelajari
tulisan Hal yang paling sulit dilakukan oleh seorang penulis, adalah menilai tulisannya
sendiri. Secara alamiah mereka dapat menilai bahkan mengritik tulisan orang lain, akan tetapi
mereka terkadang kurang dapat menilai tulisan mereka apalagi mengritik tulisan mereka
sendiri. Kendati demikian, setelah menulis suatu buku, sebaiknya tulisan itu dibaca kembali.
Biasanya, saat membaca kembali isi buku yang telah kita tulis, kita akan menemukan banyak
kesalahan dalam tulisan tersebut. Untuk lebih meyakinkannya, sebagai penulis dari sebuah
buku, ada lebih baiknya kita meminta beberapa orang untuk membaca buku yang telah kita
tulis. Orang-orang tersebut dapat kita minta pendapatnya dan memberitahu kesalahan-
kesalahan yang ada pada buku, dengan demikian kita akan lebih mudah dalam
memperbaikinya. 6. Improvisasi tulisan Setelah mempelajari tulisan yang telah ada dan
mengetahui adanya kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam tulisan, atau justru dalam
tulisan tersebut terdapat hal-hal yang kurang perlu sehingga harus dieliminasi dari isi buku.
Kita harus mengimprovisasi tulisan tersebut. 4

Caranya, tentu saja dengan mengeliminasi hal yang dianggap kurang penting, memperbaiki
kesalahan-kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan buku, serta memilih kosakata
yang lebih baik, lebih efisien namun tidak mengurangi estetika dalam pengemasan
tulisannya. 7. Revisi Revisi perlu dilakukan untuk memperbaiki semua tulisan. Dalam
beberapa kasus, biasanya saat revisi banyak penulis mengatakan revisi sama dengan
penulisan ulang sebagian maupun seluruh isi buku. Revisi ini bertujuan untuk membuat suatu
karya tulis agar lebih baik dari sebelumnya. 8. Pengeditan Ketika revisi telah dilakukan, hal
terakhir dalam menulis adalah „editing‟ atau pengeditan. Pengeditan dilakukan untuk
membenahi penulisan (apabila ada penulisan ataupun penggunaan kosakata yang salah) juga
membenahi tata letak tulisan dan penyusunan tulisan tersebut agar memiliki estika yang dapat
menarik minat pembacanya. Ketika pembaca telah memiliki minat untuk mengetahui isi dari
tulisan tersebut, maka akan lebih mudah bagi mereka mengerti maksud dari tulisan yang kita
buat. 9. Merancang lay-out isi, background, dan cover Penampilan dari sebuah buku,
sangatlah mempengaruhi penyampaiam informasi yang terkandung di dalamnya. Untuk
itulah, selain isi, kemasan dari buku tersebut perlu diperhatikan lebih serius. Paduan warna,
kesesuaian jenis huruf, ketepatan ukuran huruf, penggunaan table, grafik, gambar dan lain
sebagainya juga menentukan kualitas buku yang dibuat. Tampilan isi buku yang menarik
(dengan adanya perpaduan warna, pengaplikasian animasi dsb) akan merangsang indera
pelihat agar tidak bosan saat membaca buku tersebut. Dengan demikian, isi pun akan mudah
tersampaikan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah desain cover. Jilid buu, harus
dirancang mewakili informasi yang terkandung dari isi buku tersebut. Cover yang menarik
dapat menumbuhkan minat untuk mengetahui lebih lanjut apa yang disampaiakan dalam isi.
10. Penjilidan Setelah penyususnan buku telah selesai, maka buku pun siap dijilid. Telah
banyak tempat yang memberikan jasa penjilidan sehingga Anda dapat menggunakan jasa
tersebut, misalnya di tempat foto kopi atau percetakan. Atau bila memungkinkan, Anda dapat
menjilid sendiri (apabila Anda mampu untuk itu.)
5

2. Semua Orang Bisa Jadi Penulis Buku Sumber: Tri Prasetyo. 09/06/14. Semua Orang Bisa
Jadi Penulis. http://www.indonesiatera.com/. Diakses tanggal 6/03/15

Dalam berbagai kesempatan dan diskusi penulisan, beberapa pertanyaan mendasar yang
senantiasa muncul dari para peserta (calon penulis maupun para penulis) pada dasarnya
hampir sama. Misalnya tentang anggapan menulis adalah bakat, adanya anggapan penulis
baru susah menembus penerbit, kompetensi penulis yang berbasis praktisi dan akademisi, dan
banyak hal lainnya. Mungkin inilah berbagai hal yang selama ini menjadi semacam stigma
dalam dunia penulisan buku. Sehingga dunia penulisan buku seakan menjadi ruang yang sulit
ditembus. Padahal ruang dan kesempatan untuk jadi penulis buku masih sangat terbuka lebar.
Bahkan menurut kami semua orang pada dasarnya punya kesempatan jadi penulis buku.
Untuk itu, di edisi ke-3 ini kami akan bahas tentang berbagai pertanyaan mendasar penulis /
calon penulis (X) ke penerbit (Y) tentang berbagai hal tersebut. X : “Apakah penerbit Anda
tidak takut menerbitkan naskah dari para penulis baru?” Y : “Sama sekali tidak. Sebab tolak
ukurnya sebuah naskah bisa kami terbitkan bukan pada persoalan ia penulis baru atau lama,
namun lebih pada kompetensi bidang pada naskah yang dimiliki penulis. Artinya sepanjang si
penulis memiliki potensi dan kompetensi bidang yang sesuai dengan kebutuhan pasar
pembaca yang disasar penerbit, maka tidak menutup kemungkinan naskahnya bisa
diterbitkan.” X : “Tapi sebuah buku kan salah satunya ditentukan dari nama besar penulis?”
Y : “Tidak semua katagori buku ditentukan hanya dari nama besar penulis. Namun
dominasinya tetap dari konten isi buku yang benar-benar bisa memberikan informasi yang
dibutuhkan pembaca secara luas. Sebab buku yang baik adalah buku yang bisa menemukan
pasar pembacanya secara luas. Memang nama besar juga tetap mengambil peran di situ, tapi
sifatnya tidak mutlak. Jadi pendekatannya tetap harus ke kualitas naskah yang harus sesuai
dengan kebutuhan pasar pembaca yang disasarnya.” X : “Bagaimana jika si penulis hanya
seorang praktisi yang tidak memiliki basic akademik?” Y : “Praktisi yang fokus di bidangnya,
mau terus menerus belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya secara serius, pasti akan
jauh lebih memahami persoalan riel seluk beluk pasar pembacanya dibandingkan akademisi
yang hanya di belakang meja dan tidak 6

berinteraksi dengan lingkungannya. Lagian, kalau si penulis adalah seorang praktisi, pasti
akan kami imbangi dengan editor ahli yang basicnya akademisi agar tetap bisa seimbang.
Begitu juga sebaliknya.” X : “Bagaimana jika si praktisi tersebut belum punya bakat
menulis ? Bahkan mungkin belum

mempunyai

pemahaman

menulis

yang

baik

dan
benar?”

Y : “Kami percaya jika menulis bukanlah bakat. Menulis ini murni hanya persoalan latihan
saja. Begitu juga dengan persoalan tata bahasa, itu bisa dilatih dan dipertajam sepanjang kita
mau. Toh materi tersebut pasti pernah kita terima di bangku sekolah maupun kampus. Tapi
yang penting bagi seorang praktisi dalam konteks penulisan buku ini adalah dia harus mampu
mengkomunikasikan gagasan, pikiran dan ilmu yang dimiliki ke orang lain, sehingga orang
lain tersebut bisa memahaminya dengan baik. Memang, dalam hal ini sangat ditentukan oleh
sejauh mana ia mau berproses. Tapi intinya ini hanya persoalan pemahaman bahasa
komunikasi saja. Sebab buku pada dasarnya merupakan media informasi dan komunikasi
bagi pembaca. Selain itu, dalam teknis proses penyempurnaan tulisannya nanti akan dibantu
pula peran editor dan tim redaksi penerbit dalam menggawangi naskah tersebut sebelum
sampai ke tangan pembaca.” X : “Tapi bagaimana jika penulis belum memahami kebutuhan
pasar buku nasional ?” Y : “Memang, pemahaman terhadap peta pasar buku juga menjadi hal
penting bagi penulis, namun itu tidaklah mutlak dan hanya bersifat pendukung. Justru
pemahaman terhadap bidang yang dikuasai penulis itu yang bersifat mutlak . Sebab untuk
urusan pemahaman terhadap peta pasar buku ini menjadi bagian peran dan fungsi pentingnya
penerbit. Artinya, penerbitlah yang cenderung akan menggali kebutuhan pasar buku yang
sesuai bidang garapannya dengan berbagai analisa yang ada. Biasanya dirumuskan dalam
bentuk konsep buku. Setelah itu, kebutuhan pasar pembaca haruslah dipertemukan dengan
orang yang memiliki kompetensi di bidang tersebut (baik praktisi atau akademisi) yakni si
penulis. Soal teknisnya bisa dilakukan 2 arah. Penulis yang menjajaki penerbit ataupun
sebaliknya. Sehingga penerbit ada dasarnya adalah mediator dan fasilitator bagi penulis dan
pembaca. Sementara itu, penulis fokusnya justru harus diarahkan bagaimana memaksimalkan
potensi dan kompetensinya untuk menghasilkan karya yang berkualitas sesuai dengan
bidangnya.” X : “Lalu apa yang harus dilakukan penulis maupun calon penulis untuk ke
sana?” Y : Kekuatan sebuah buku sangat ditentukan oleh kekuatan isi yang dilatarbelakangi
kompetensi si penulis dan si penerbit dalam memahami kebutuhan pembacanya. Sehingga
pendekatan kualitas tulisan menjadi sangat utama. Sementara kekuatan dalam percaturannya
7

di pasar buku sangat ditentukan dari seberapa cerdas si penulis dan si penerbit memainkan
kreatifitasnya secara optimal di tengah persaingan buku yang ada di pasar. Sebab, jika sudah
bicara pasar maka sebenarnya banyak hal yang berperan di dalamnya. Bukan hanya kekuatan
isi, namun juga kekuatan konsep buku, kemasan, jaringan distribusi dan pemasaran (baik
toko buku maupun non toko buku), display, kekuatan promosi, jaringan penulis dan lain
sebagainya. Intinya para penulis haruslah kompeten dan fokus pada bidangnya. Sebab dari
situlah yang menentukan ketajaman ilmu, pengetahuan, skill yang ia miliki untuk menjawab
kebutuhan pembacanya. Selain itu, penulis harus mampu mengkomunikasikan dengan baik
serta kreatif dalam berbagai hal. Sebab kekuatan kreatifitas inilah yang sejatinya menjadi
salah satu penentu kebertahanannya karyanya di tengah banyaknya karya di sekelilingnya.
Ya, semua orang pada dasarnya bisa jadi penulis. Jika saja mereka bisa menyadari, menggali,
dan mengoptimalkan potensi serta kompetensi yang ada pada dirinya, lalu mau berbagi
informasi ke orang lain apapun motifnya. Semua orang pada dasarnya bisa menjadi penulis
dan menerbitkan bukunya, jika ia mempunyai naskah dan tidak ragu-ragu untuk
mengirimkannya ke penerbit yang tepat. Kesempatan itu terbuka lebar, namun tidak semua
orang bisa memanfaatkan dengan optimal. Percayalah, ini murni hanya persoalan kemauan
dan latihan. Menulis satu paragraf buruk tetap lebih baik bagi penulis, daripada banyak ide
dan gagasan menarik namun hilang karena tidak dituangkan dalam tulisan. Salam Kreatif !
Tips Kirim Naskah Penulis ke Penerbit : -

Kirimlah naskah penulis ke penerbit yang fokus bidang garapannya benar-benar sesuai
dengan kompetensi si penulis.

Perhatikan syarat pengiriman naskah yang ada di tiap-tiap penerbit. Hal ini biasanya bisa
dilihat penulis di web penerbit.

Kemaslah naskah penulis semenarik mungkin agar bisa mencuri perhatian redaksi penerbit.
Biasanya bentuk naskah yang unik diantara tumpukan naskah yang masuk, paling bisa
mencuri perhatian redaksi.

Infokan ke penerbit jika penulis sudah mengirimkan naskahnya. Hal ini bisa dilakukan
penulis via email, kontak redaksi atau yang lainnya agar menjadi perhatian penerbit.

Pastikan agar naskah penulis sudah benar-benar di terima penerbit. Biasanya penerbit akan
memberikan tanda terima naskah (jika langsung) atau menginformasikan ke penulis (jika via
email) bahwa naskah sudah diterima penerbit.

Pastikan gambaran waktu dari penerbit untuk memberikan tanggapan kepastian dari
pengajuan naskah tersebut dan kontak person yang bisa dihubungi penulis. Jika sudah dapat
gambaran waktu, maka bersabarlah. Jika memang naskahnya bagus, pasti redaksi akan
menghubungi lebih awal dari waktu yang ditentukan. Begitu juga sebaliknya.

umum: Misalkan anda sebagai pengarang ingin mengajukan naskah kumpulan puisi ke
Penerbit A.1.Yang anda ajukan cukup naskahnya dalam bentuk ketikan (misalnya Ms Word)
dan bisa disertai print outnya agar memudahkan Penerbit dalam memproses naskah tsb.
Spoiler for naskah: Penerbit biasanya memberikan banyak kemudahan bagi pengarang yg
sudah banyak mengarang buku. Penerbit mau saja menerima kiriman naskah melalui email
dsb. Eits, jangan lupa untum mencantumkan biodata selengkap-lengkapnya kalau bisa.
Kontak

Person

juga

selengkap-lengkapnya

kalau

bisa,

nomor

HP,

email,

dll.

2.Penerbit akan menentukan apakah naskah tsb layak diterbitkan dan kira2 dibutuhkan
masyarakat (ada penilaian terhadap isi naskah maupun kwalitas/bobot pengarangnya) Spoiler
for cek kelayakan: contoh beberapa penilaian penerbit terhadap naskah : Spoiler for contoh
beberapa penilaian penerbit terhadap naskah: 10

3.Lalu Penerbit akan mengontak pengarang dan membicarakan isi naskah maupun honor.
Spoiler for penerbit mengontak penulis Sistem

honor

tergantung

sistem

yg

dianut

oleh

Penerbit.

Bisa

bersifat
langsam (seolah naskah tsb dibeli oleh Penerbit) dengan memberi harga pada naskah tsb,
misalnya sekaligus

dibeli atau

seharga

bertahap.

Rp

3.000.000.-

Tergantung

pengajuan

dan Penerbit

dibayar dan

secara

disetujui

oleh

pengarang. Kerugian sistem ini bagi pengarang adalah : Penerbit bisa mencetak naskah tsb
dalam jumlah banyak dan bisa dicetak beberapa kali, tanpa memberi honor tambahan
pengarang. Bisa juga dengan sistem Royalti dimana pengarang memperoleh persentase
terhadap harga naskah/ buku tsb. Rata2 nilai royalti: 10% s/d 15% dari harga buku yang
terjual. Pengarang2 yg sudah terkenal sering ditawari honor yang tinggi Misalnya: buku tsb
akan dicetak sebanyak 5.000 buah/eksamplar dan dijual dengan harga Rp 15.000.- per
eksamplar. Maka pengarang akan memperoleh honor (dianggap semua buku terjual): 10% x
5.000 x Rp 15.000.- Sering pembayaran ini pun dilakukan secara bertahap misalnya

Anda mungkin juga menyukai