Anda di halaman 1dari 31

JURUS JITU

MENULIS BUKU AJAR


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta

Pengertian Hak Cipta


Pasal 2
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana (Pasal 72)


1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan
Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00
(lima rarus juta rupiah).
Jurus Jitu Menulis Buku Ajar

Mukodas
Jurus Jitu Menulis Buku Ajar
Mukodas

ISBN: 978-623-7705-12-3
Editor Miranti
Penata Letak Gozali
Desain Sampul Andri Novadina.
Diterbitkan oleh Penerbit Langit Arbitter

Alamat Redaksi
Jln. Raya Leuwiliang, Ds. Cibeber II
Kampung Cibeber IV. RT 02/02
Leuwiliang, Bogor. 16640
www.langitarbitter.co.id
naskah@langitarbitter.co.id
085691698717

Cetakan Pertama Juli 2020

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini tanpa izin dari penerbit.
Kata Pengantar

Jurus Jitu Menulis Buku Ajar bukanlah buku motivasi


yang biasa di pasaran. Bahkan tidak ada satupun kutipan-
kutipan orang terkenal yang bisa Anda temukan dalam buku
ini. Sebab buku ini adalah kumpulan jurus. Cara atau teknik
untuk pembaca agar bisa menulis buku ajar.
Awalnya buku ini ditulis sebagai penunjang kegiatan
pendampingan menulis buku ajar. Ada banyak dosen dan
pakar yang masih kesulitan ketika menulis. Karena itulah
dibutuhkan pendampingan kepada mereka untuk mampu
menulis secara lihai.
Jurus terbaik tidak diajarkan oleh guru, melainkan lahir
dari dalam diri. Seorang guru berperan sebagai mentor, agar
murid bisa mencapai kemampuan maksimalnya.
Pengalaman dan latihan akan menempa kita mampu
menemukan jurus terbaik.

Mukodas

v
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................. v

Daftar Isi ...................................................................... vi

Mengenal Buku Ajar .................................................... 1

Anatomi Buku Ajar ...................................................... 19

RPS sebagai Out Line Buku Ajar ................................. 38

Mengembangkan Out Line ........................................... 53

Cara Gampang Parafrasa .............................................. 66

Biodata ......................................................................... 74

vi
Mengenal Buku Ajar

Mengajar itu seperti berperang. Kalau kita tidak


mempersiapkan dengan baik, bersiaplah mendapati
serangan lawan. Terlebih mahasiswa zaman sekarang
begitu kritis dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak kita
rencanakan. Jika kita tidak siap, bersiaplah untuk tumbang.
Karena itu, kita sebagai pengajar wajib memiliki
perencanaan sebelum bertempur.

Senjata agar kita bertempur dengan maksimal adalah


bahan ajar. Biasanya kita akan menggunakan berbagai
macam buku referensi (buku teks), hand out, atau fail
presentasi. Membawa banyak buku referensi atau buku teks
setiap kali mengajar tidaklah efektif. (Saya pribadi lebih
senang menyebutnya buku referensi ketimbang buku teks.
Buku yang menjadi referensi. Dalam pemikiran saya, setiap
buku terdiri atas teks yang berkaitan. Jadi setiap buku
adalah buku teks). Hand out perkuliahan yang biasa kita
bagikan, lebih banyak yang tercecernya daripada yang

1
terkumpul. Fail presentasi pun bukan cara yang baik,
diperlukan media elektronik untuk membukanya.

Pilihan paling efektif adalah dengan menggunakan


buku ajar. Secara sederhana bisa kita artikan bahwa buku
ajar adalah buku yang berisi bahan ajar yang akan kita
sampaikan di kelas. Tujuan utama buku ajar ini adalah
tersampaikannya ide dan pengetahuan yang sistematis dan
terstruktur.

Bahan ajar bisa disusun dari berbagai macam sumber


belajar. Bisa berupa benda, fakta, ide, orang, atau hal lain
yang memiliki potensi agar suasana belajar menjadi
kondusif. Misalnya kita bisa melakukannya dengan
merangkum berbagai buku referensi, mempertimbangkan
materi dengan tujuan pembelajaran, mengaitkan materi
dengan keadaan terkini sebagai contoh kasus, dan lain
sebagainya.

Buku ajar ini adalah buku yang digunakan oleh kita


sebagai sumber acuan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Karena itulah, sepatutnya kita mampu
menyusun bahan ajar yang sudah diajarkan bertahun-tahun
menjadi sebuah buku ajar yang padu, minimal untuk
2
keperluan bagi dosen agar pembelajaran lebih terarah
ketika mengajar, dan juga untuk mahasiswa agar lebih
mudah melaksanakan proses belajarnya.

Keuntungan Menulis Buku Ajar

Ketika kita sendiri yang menulis buku ajar, akan ada


banyak kelebihan yang bisa kita petik. Jika diibaratkan
kembali buku ajar yang kita gunakan semacam senjata
untuk bertarung, maka buku ajar ini adalah senjata yang
paling sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Tidak
semua pahlawan menggunakan senjata yang sama. Bima
menggunakan gada, Arjuna menggunakan panah. Roronoa
Zorro menggunakan 3 pedang sekaligus, senjata Usopp
adalah ketapel, Nami memakai Clima Tact. Intinya,
masing-masing dari kita lebih tahu kemampuan diri kita,
karena itulah senjata yang kita gunakan harus sesuai dengan
keinginan kita. Solusinya adalah dengan membuat buku
yang kita rancang sendiri. Toh, kita juga kok yang akan
menggunakannya.

3
Keuntungan lain adalah secara materi. Penulis buku
akan mendapat royalti dari setiap buku yang terjual. Royalti
ini berkisar antara 8% – 20% (dari harga jual), bergantung
pada kesepakatan antara penulis dan penerbit dalam MoU.
Anggap saja harga buku yang dijual adalah Rp50.000.
Maka kita memperoleh keuntungan sekitar Rp4.000 –
Rp10.000 dari setiap buku yang terjual. Anggaplah setiap
tahun kita mengajar satu kelas yang berisi 30 orang, tinggal
dikalikan saja. Keuntungan secara passive income akan
terus mengalir ketika buku laku, meski sudah bertahun-
tahun kita menuliskannya.

Yang paling penting adalah kita sebagai dosen tidak


memaksakan kehendak agar setiap mahasiswa yang
mengontrak mata kuliah, wajib membeli buku ajar. Ini yang
menjadi kesalahan fatal. Memang secara materi kita
mendapatkan banyak keuntungan, tapi secara psikologi,
kita bisa saja tidak disukai oleh mahasiswa ataupun
lembaga tempat kita bernaung. Cara amannya adalah kita
memperkenalkan buku ajar yang sudah kita tulis, dan
merekomendasikan mereka untuk membacanya. Sebab satu
semester ke depan mereka akan belajar lebih banyak dari
buku yang sudah kita tulis.
4
Mahasiswa yang memiliki buku kita pun punya banyak
keuntungan. Mereka jadi tahu lebih awal atas apa yang akan
dipelajari. Bahasa yang kita gunakan dalam buku ajar pun,
disesuaikan dengan zamannya. Berbeda dengan buku
referensi yang kadang sulit dicerna. Buku bahan ajar yang
kita tulia bisa masuk lebih mudah karena gaya bahasa yang
kita gunakan dekat dengan bahasa sehari-hari mahasiswa.
Ketika terjadi libur nasional atau berhalangan hadir, adanya
buku ajar membuat proses belajar mengajar tidak memiliki
kendala berarti. Pembelajaran jarak jauh pun bisa dengan
maksimal kita lakukan.

Tempat kita bernaung pun akan mendapat pandangan


positif ketika kita menulis buku ajar. Ada banyak penulis
yang membawa nama universitasnya setelah terkenal.
Misalnya Henri Guntur Tarigan yang akrab dengan
Universitas Pendidikan Indonesia. Sapardi Djoko Damono
dengan Universitas Indonesia. Pun nanti dengan kita.
Semoga saja. Yang penting melalukan yang terbaik.
Caranya adalah dengan menulis sesuatu yang paling dekat
dengan hati, pengalaman, dan pikiran kita. Tulislah buku
ajar yang sesuai dengan passion kita.

5
Ciri Khas Buku Ajar

Buku ajar berbeda dengan diktat perkuliahan maupun


buku referensi, meski ketiganya memiliki banyak
persamaan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah
perbandingan ketiga jenis buku yang dikutip dari Giyatmi.

No. Bahan Ajar Buku Diktat Buku


Referensi
1 Berusaha Untuk Mengasumsikan
menimbulkan menimbulkan minat dari
minat baca minat baca pembaca
2 Dirancang dan Dirancang dan Untuk pembaca
ditulis untuk ditulis untuk (guru, dosen,
mahasiswa mahasiswa mahasiswa,
peneliti, umum)
3 Menjelaskan Tidak Belum tentu
tujuan menjelaskan menjelaskan
instruksional tujuan tujuan
instruksional instruksional
4 Dipergunakan Dipergunakan Dirancang
oleh dosen dan dosen dan untuk
mahasiswa mahasiswa

6
dalam proses dalam dipasarkan
perkuliahan. perkuliahan secara luas
5 Disusun Mengikuti Disusun secara
berdasarkan kaidah linear dan
pola belajar penulisan strukturnya
yang fleksibel, ilmiah berdasarkan
sistematis dan logika bidang
terstruktur ilmu
berdasarkan
kebutuhan
mahasiswa dan
kompetensi
akhir yang ingin
dicapai
6 Fokus pada Tidak Belum tentu
pemberian memberikan memberikan
kesempatan bagi latihan latihan
mahasiswa
untuk berlatih
7 Memberi Tidak memberi Belum tentu
rangkuman rangkuman memberi
rangkuman

7
8 Gaya penulisan Gaya penulisan Gaya penulisan
komunikatif komunikatif naratif dan
padat
9 Ada umpan Tidak ada Tidak ada
balik umpan balik umpan balik
10 Mengakomodasi Tidak Tidak
kesulitan belajar mengakomodasi mengakomodasi
mahasiswa kesulitan belajar kesulitan belajar
mahasiswa mahasiswa
11 Menjelaskan Tidak Tidak
cara menjelaskan menjelaskan
mempelajari cara cara
bahan ajar mempelajari mempelajari
diktat bahan ajar
12 Ditulis oleh Ditulis oleh Ditulis oleh
pakar bidang pengajar pakar bidang
terkait terkait

Dari 12 poin ciri-ciri tersebut, sekarang kita bisa


melihat kira-kira buku ajar yang akan kita tulis nanti akan
seperti apa. Sebagai contoh, coba kita cari buku yang
berupa bahan ajar, diktat, ataupun buku referensi. Buku
8
diktat akan susah di pasaran, karena memang tidak untuk
dijual secara umum. Hanya untuk kalangan kelas terbatas.
Yang hampir selalu menerbitkan buku diktat kuliah adalah
Universitas Terbuka.

Berbeda dengan buku ajar ataupun buku referensi.


Buku ajar MKDU Bahasa Indonesia yang sudah tersebar
luas dan mudah ditemukan adalah “Cermat Berbahasa
Indonesia” karya Zaenal Arifin. Tuturan yang digunakan
enak dibaca, tidak terlalu banyak teori. Sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa. Pengembangan isi buku disesuaikan
dengan kurikulum. Adanya latihan di setiap akhir bab
sebagai bahan evaluasi.

Berbeda dengan buku referensi, misalnya buku


“Metode Penelitian Pendidikan” yang ditulis oleh
Sugiyono. Meski ada mata kuliah “Metode Penelitian” di
program studi kependidikan, buku tersebut bukanlah buku
ajar. Salah satu cirinya adalah begitu padatnya teori yang
disampaikan. Buku ini pun ditulis tidak berdasarkan pada
silabus dan tujuan pembelajaran di kelas.

9
Setelah membaca paparan di atas, kini kita bisa
mengklasifikasikan buku ajar dan buku referensi yang kita
gunakan dalam pembelajaran di kelas. Kita yang akan
menulis buku ajar, tidak salah jika mencontoh buku yang
sudah ada. Coba cek di rak buku kita, buku manakah yang
nantinya akan menjadi acuan ketika akan menulis. Sangat
dianjurkan jika buku yang menjadi acuan adalah buku yang
ditujukan pada mata kuliah yang sama dengan apa yang
akan kita tulis.

Apakah ini plagiat? Tidak! Kita hanya mengikuti


konsep yang ada, dan sebuah kepastian jika kelak setelah
kita berada dalam proses menulis, akan ada banyak
perbedaan dengan konsep yang awal. Apalagi dengan buku
yang kita contoh. Tidak apa-apa. Inilah proses menulis yang
sangat mengasyikkan. Kita bahkan tidak tahu apa yang
akan kita tulis di halaman berikutnya. Kerangka tulisan
wajib ada, tetapi bagaimana kita mengelola dan
mengembangkan kerangka tersebut, itu bagian yang asyik.
Bisa saja kita terkejut dengan tulisan akhir kita.

10
Alasan Dosen Menulis Buku Ajar

Buku ajar biasanya berasal dari naskah yang


dikumpulkan untuk menunjang materi pokok ketika proses
belajar mengajar. Jika kita mengacu pada Keputusan
Menteri no. 36 tahun 2001 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Dosen,
disebutkan bahwa “Buku ajar adalah buku pegangan untuk
suatu matakuliah (mata kuliah) yang ditulis dan disusun
oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks
serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.”

Kita sebagai dosen bisa disebut dengan pakar. Gelar


akademik di depan dan belakang nama adalah pemberian
dari institusi sebagai penghormatan bahwa kita sudah ahli
di bidangnya. Pengalaman mengajar bertahun-tahun
menempa kita menjadi seorang ilmuan. Sudah banyak pula
penelitian yang dipublikasikan baik dalam jurnal maupun
prosiding seminar. Jika kita merendah diri untuk belum
menganggap diri pakar, butuh berapa lama lagi untuk kita
mencoba menulis buku ajar? Inilah saatnya! Lebih baik
tergesa-gesa daripada ditunda-tunda. Itu.

11
Pada bagian ciri khas buku ajar di atas, merupakan
penguat bahwa buku ajar yang akan kita tulis sudah
memenuhi kaidah buku teks. Yang penting adalah
menyesuaikan formatnya dengan ciri-ciri tadi.

Buku teks diterbitkan secara resmi. Buku yang resmi


menurut perundang-undangan negara kita adalah buku yang
terdaftar di perpustakaan nasional. Perpusnas menjadi
patokan legal atau tidaknya sebuah buku. Kita bisa
membuka laman www.perpusnas.go.id untuk
mengeceknya. Setiap penerbit yang mendaftarkan bukunya
ke perpusnas akan diberikan nomor ISBN (International
Standard Book Number). ISBN ini bersifat unik, karena
setiap buku yang berbeda judul, pasti beda pula ISBN-nya.
ISBN ini berskala internasional, pusatnya berada di
London, Inggris. Setiap negara mewakili perwakilannya
masing-masing, di Indonesia dikelola oleh perpusnas.
Langit Arbitter adalah penerbit yang legal, sebab setiap
buku yang diterbitkan akan mendapat nomor ISBN. Silakan
telusuri laman perpusnas untuk mengeceknya.

12
Buku ajar pun wajib disebarluaskan. Buku ajar bukan
diktat yang hanya dikhususkan kepada mahasiswa di kelas
tersebut. Penyebarluasan ini adalah hal yang baik.
Terbukanya akses materi ajar dapat membuat transformasi
materi yang sama pada setiap proses belajar mengajar.
Dengan banyaknya dosen yang menulis buku ajar,
memungkinkan terjadinya sharing ilmu pengetahuan
menjadi lebih luas. Cara sebuah buku bisa disebarluaskan
adalah dengan memperjualbelikannya.

Buku e-book pun bagus jika dijual melalui google play


book. Jadi setiap orang yang menggunakan google bisa
melihat versi contoh gratis. Jumlah halaman yang
ditampilkan, dilakukan secara acak oleh google.
Keuntungannya adalah buku kita tersebut bisa dapat dengan
mudah disitasi oleh pengunjung. Jika pembaca penasaran
dengan keseluruhan isi bukunya, dia akan membeli. Namun
jika tidak membeli pun, sitasi terhadap buku kita akan
bertambah.

Jika seorang dosen sudah menulis buku ajar (dengan


spesifikasi permendiknas di atas), maka dia akan
mendapatkan 20 poin angka kredit per judul bukunya,

13
dengan catatan satu buku per tahunnya. Hal ini akan
membantu kita untuk meningkatkan jenjang karier sebagai
dosen.

Namun yang paling penting dalam menulis buku


adalah menyebarkan ilmu. Itu adalah amal jariah yang tidak
terputus bahkan setelah kita meninggal. Ketika kita
mengajar di kelas, maksimal hanya 40 orang yang
mendengarkan kita berbicara panjang lebar 2 SKS. Namun
ketika sekali saja kita menuliskannya menjadi buku, ratusan
atau bahkan mungkin ribuan orang bisa belajar dari sana.
Bayangkan jika banyak orang berubah sikapnya karena
buku kita, mereka dari yang awalnya tidak tahu menjadi
tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Hanya Tuhan yang
tahu hitungan kebaikannya.

Kriteria Buku Ajar

Klasifikasi buku ajar sebenarnya tidak berbeda dengan


buku-buku yang lain. Jika kita mengacu pada format
penulisan Dirjendikti, minimal ukuran kertas yang kita
gunakan adalah A5 dengan ukuran 14,8cm X 21cm.
Gunakan Page Set Up di Ms. Word untuk mengaturnya.
14
Jumlah halaman yang kita gunakan minimal 50
halaman. Ini adalah halaman yang sedikit. Jika kita
mengikuti kaidah RPS saja, dengan setiap pertemuannya
menuliskan apa yang kita sampaikan di depan kelas, pasti
sudah terlewati. Apalagi dengan menambahkan
rangkuman, soal-soal evaluasi, latihan, dan diskusi, rasanya
50 halaman A5 sangat sedikit.

Rahasia agar Tulisan Disukai Pembaca

Ini sebenarnya adalah rahasia. Ketika rahasia sudah


disampaikan, dia bukan lagi menjadi rahasia. Karena itulah,
saya tidak ingin mengungkapkannya agar tetap menjadi
rahasia.

Cara agar Tulisan Disukai Pembaca

Baiklah, karena ini judul subbabnya adalah cara, saya


tidak akan menyembunyikannya lagi. Ada beberapa cara
agar tulisan kita dekat dengan pembacanya. Hal yang paling
pertama dilihat adalah, siapa target pembaca kita. Buku ajar
sudah jelas, targetnya adalah mahasiswa yang mengontrak
15
mata kuliah tertentu. Karena itulah, tulisan kita disesuaikan
dengan mereka. Bukan hanya materinya, melainkan juga
bagaimana penyampaiannya.

Materi adalah apa yang akan mereka pelajari dan ingat,


sedangkan gaya bahasa adalah cara mereka menikmati
tulisan kita. Jika bahasa yang kita gunakan tidak
menyenangkan, besar kemungkinan pembaca malah
meninggalkannya. Berapa banyak buku teori yang sudah
kita baca, ternyata tidak sampai selesai. Alasan utamanya
bukan karena isi materinya tidak menarik, tetapi bahasa
yang digunakan sebagai perantara yang membosankan.
Karena itulah, ikuti gaya bahasa penulisan kita dengan gaya
bahasa yang mereka miliki. Bacalah banyak-banyak novel
best seller untuk melihat gaya bahasa, para penulis itu
memiliki gaya bahasa yang menarik. Setebal apapun tulisan
mereka, pembaca akan menyelesaikannya.

Salah satu kuncinya adalah bahasa yang kita gunakan


sederhana. Tidak berbelit-belit. Sajikan konsep-konsep
materi dengan kata-kata yang sudah biasa digunakan.
Bukan menggunakan istilah-istilah rumit yang bahkan baru
didengar oleh mahasiswa. Hindari kalimat majemuk

16
bertingkat yang memiliki anak, cucu, bahkan sampai
bercicit. Gunakan kalimat sederhana. Penggunaan tanda
titik bisa sebagai akhir kalimat. Bukan dengan
memaksimalkan konjungsi yang, dan, atau, dll.

Bahasa yang kita gunakan dalam penulisan buku


adalah bahasa yang komunikatif, yang dekat dengan
mahasiswa. Uraian-uraian yang biasa kita sampaikan di
kelas, kita tuangkan menjadi tulisan. Hal ini agar tulisan
kita tidak terlalu kaku seperti buku referensi. Meski begitu,
tetap saja tulisan harus kita sesuaikan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia, sebab buku ajar kita bersifat ilmiah. Struktur
bahasa yang sesuai ejaan, kata-kata baku agar tidak ambigu,
kalimat-kalimat efektif agar tidak memusingkan pembaca.
Karena itulah gaya bahasa dalam buku ajar disebut dengan
semi formal.

Cara lainnya adalah mengaitkan tulisan kita dengan hal


yang kontekstual. Semakin mengangkat hal yang baru,
semakin dekat dengan kita. Misalnya kita sedang di masa
pandemi, buku yang berkaitan dengan pandemi akan sangat
diminati. Berapa banyak webinar yang diadakan yang
bertema tentang pandemi? Berapa banyak lomba menulis

17
yang berkaitan dengan pandemi? Hal ini meyakinkan
bahwa, tulisan yang bersifat kontekstual itu ternyata banyak
diminati.

Ketika kita menulis buku ajar, hal yang kontekstual


bisa dijadikan sebagai studi kasus. Permasalahan yang
dekat dengan mereka, akan dijawab dengan menarik.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, ide-ide luar biasa bisa
disampaikan oleh mereka.

Tugas: Ambillah beberapa buku yang biasa


digunakan sebagai penunjang perkuliahan
pada mata kuliah yang ingin kita tuliskan
buku ajarnya. Coba cermati isinya.
Sekarang mari kita tentukan, buku
tersebut apakah buku ajar ataukah buku
referensi?

18
Anatomi Buku Ajar

Terkadang kita disusahkan ketika memulai menulis.


Banyak yang mengatakan bahwa menulis itu harus dari
awal. Harus berurutan Padahal sebenarnya tidak. Menulis
itu dimulai dari apa yang kita suka. Apa yang dekat dengan
kita. Apa yang sesuai dengan hati kita. Apa yang kita
inginkan, rasakan, dan pikirkan.

Iya. Sama seperti menulis buku ajar ini. Alasan paling


logis mengapa kita menulis buku ajar ini adalah karena kita
dekat dengannya. Materinya kita dapatkan dari berbagai
sumber dan referensi. Kita mendalaminya bertahun-tahun.
Lalu kita sampaikan lagi kepada mahasiswa. Sudah
bertahun-tahun pula diamanahi mata kuliahnya. Karena
itulah kita menjadi dekat.

Sebelum kita memulai menulis buku, kita harus


terlebih dahulu mengenal konsep yang akan kita gunakan.
Pada dasarnya, setiap buku terdiri atas tiga bagian. Bagian
awal, isi, dan penutup. Bagian-bagian ini yang harus kita
pelajari setiap detailnya.

19
Judul

Yang paling pertama orang ingat tentang buku kita


adalah judul. Ada orang yang takut mulai menulis hanya
karena belum punya judul. Merasa terbebani karena belum
menemukan judul yang pas. Itu salah besar. Judul itu
belakangan, bahkan setelah buku selesai ditulis pun judul
buku bisa berubah. Tidak harus dari sekarang menentukan
judulnya. Daripada memulai dari judul, lebih baik memulai
dari konsep. Kira-kira, buku yang akan kita tulis itu akan
seperti apa nantinya?

Contoh sederhananya tentang judul ini. Kita tidak


langsung menetapkan judulnya apa. Tetapi yang kita
konsep adalah judulnya akan seperti apa? Setelah
menetapkan buku ajar mata kuliah yang akan kita tulis, kita
kembali membaca lebih dalam dan kemudian
mengekspresikannya ke dalam tulisan. Lalu kita secara
tidak sadar, akan mencari perbandingan dengan judul buku
yang lain. Misalnya buku yang akan saya tulis terkait mata
kuliah MKWU Bahasa Indonesia.

20
Daripada repot-repot memikirkan yang belum pasti,
lebih baik tulis dulu saja “Draf Buku Ajar MKWU Bahasa
Indonesia”. Ini karena konsep tulisan kita adalah buku ajar
pada mata kuliah tersebut. Yang kita lakukan adalah
menulis isinya. Karena terkadang inspirasi mendapatkan
judul justru ketika kita mengerjakan tulisan.

Yang paling penting dari menentukan judul adalah,


tidak boleh sama dengan buku lain yang sudah ada. Dari
sini kita akan membandingkan berbagai buku ajar yang
sudah tersebar. Misalnya untuk mata kuliah MKWU
Bahasa Indonesia, di pasaran sudah ada buku berjudul
“Cermat Berbahasa Indonesia” dari Zaenal Arifin, “Bahasa
Indonesia Kreatif” tulisan Maman S. Mahayana, “Bahasa
Indonesia di Perguruan Tinggi” Firman Aziz, dkk. juga
buku-buku yang lain. Karena itulah buat judul buku yang
belum ada. Setelah menulis beberapa puluh halaman isi,
entah mengapa saya jadi terpikirkan memberinya judul
“Rekreasi Bahasa Indonesia”.

Hal ini karena kata rekreasi ini menarik. Rekreasi


memiliki makna ganda. Pertama yang kita kenal sebagai
piknik, sehingga buku ini ditulis secara santai agar pembaca

21
bisa berekreasi. Atau rekreasi lainnya yang berasal dari kata
re-kreasi, berkreasi kembali dengan bahasa Indonesia. Pada
dasarnya semua diksi bahasa Indonesia sudah termaktub
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tapi tugas kitalah
berkreasi menciptakan kalimat-kalimat baru yang tidak
terbatas.

Sederhananya, buatlah judul buku yang berbeda dari


yang lain. Namun mendapatkan judul ini tidak harus
dipaksakan di awal. Mengalir saja ketika menulis.
Percayalah!

Bagian Awal Buku

Jika kita membuka sebuah buku, setelah halaman judul


ada beberapa halaman awal. Halaman pertama biasanya
dibuka dengan halaman dengan judul buku, nama penulis,
penerbit. Halaman selanjutnya undang-undang, Lalu
identitas buku yang daftar nama orang yang terlibat dalam
penerbitan buku, nomor ISBN, KDT, dan sebagainya.
Setiap penerbit memiliki patokan masing-masing. Jadi akan
berbeda meski isinya mirip-mirip. Biarkanlah penerbit yang
mengonsepnya.
22
Selanjutnya ada kata pengantar. Kata-kata yang
mengantarkan isi buku. Maksud dari kata pengantar ini
menggambarkan gambaran umum buku. Menarasikan
tujuan ditulisnya buku, alasan-alasan buku ini ditulis, untuk
siapa target pembaca buku ini, dan sebagainya. Ada orang
yang membedakan antara kata pengantar dengan prakata.
Isinya sebenarnya sama, namun berbeda siapa yang
menuliskannya.

Jika yang menulis kata pengantar adalah penulis buku


tersebut, maka disebut prakata. Kata pengantar hanya jika
ditulis oleh orang lain. Bisa saja ditulis oleh atasan, editor,
tokoh, atau mungkin ditulis oleh penerbit. Selama tidak
ditulis sendiri disebut kata pengantar. Kata pengantar juga
lebih baik ditulis belakangan setelah bukunya selesai.

Selanjutnya daftar isi. Daftar isi ini mempermudah


pembaca untuk mencari apa yang dia inginkan. Berderet
dari atas ke bawah berdasarkan halaman awal. Jangan
sampai kita penulis dipusingkan dengan daftar isi, apalagi
dengan titik-titik yang tidak bisa kita otomatiskan. Apalagi
harus menggabungkan letak halaman dengan subbab yang

23

Anda mungkin juga menyukai