HARUN YAHYA
Copyright Harun Yahya 2000 CE
First Published by Vural Yaynclk, stanbul, Turkey in September 1999
Published by:
Ta-Ha Publishers Ltd.
1 Wynne Road
London SW9 OBB
Website: http://www.taha.co.uk
E-Mail: sales @ taha.co.uk
All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in any retrivial system or transmitted in
any
form or by any methods, electronic, mechanical, photocopying, recording, or
otherwise without the prior permission of the publishers.
By Harun Yahya
Translated By: Mustapha Ahmad
Edited By: Abdassamad Clarke
Dengan nama pena HARUN YAHYA, pengarang telah menulis banyak buku-buku yang berhubungan dengan
masalah politik dan agama. Sejumlah besar karya monumentalnya berbicara tentang cara pandang dan ideologi
materialistik serta pengaruhnya terhadap sejarah dan perpolitikan dunia. (Nama pena tersebut berasal dari dua
nama Nabi: Harun [Aaron] dan Yahya [John] untuk mengenang dua orang Nabi yang berjuang melawan
kekufuran).
Buku-buku karya pengarang: Yahudi dan Freemasonri, Freemasonri dan Kapitalisme, Freemasonri: Agama
Syaitan, Anak-Anak Jehovah dan Freemason, Tata Masonik Baru, 'Tangan Rahasia' di Bosnia, Kebohongan
Holocaust, Di Balik Tirai Terorisme, Kartu-Kurdi Israel, Strategi Nasional Turki, Moral Qur'ani: Solusi,
Permusuhan Darwin Terhadap Bangsa Turki, Kebohongan Teori Evolusi, Bangsa-Bangsa Yang Diadzab, Zaman
Keemasan, Keagungan Warna Ciptaan Allah, Hakikat Kehidupan Dunia, Pengakuan Kaum Evolusionis,
Kesalahpahaman Kaum Evolusionis, Al-Qur'an Menuntun Kepada Ilmu Pengetahuan, Desain Pada Alam,
Perilaku Pengorbanan Diri dan Kecerdasan Pada Makhluk Hidup, Keabadian Telah Berlangsung, Anakku Darwin
Telah Berbohong!, Berakhirnya Darwinisme, Penciptaan Alam Semesta, Jangan Berpura-Pura Tidak Tahu,
Keabadian dan Hakikat Takdir, Keajaiban Atom, Keajaiban Sel, Keajaiban Sistem Kekebalan, Keajaiban Mata,
Keajaiban Penciptaan Tumbuhan, Keajaiban Laba-Laba, Keajaiban Nyamuk, Keajaiban Lebah, Keajaiban Semut.
Terdapat pula karya-karyanya dalam bentuk booklet: Misteri Atom, Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta Penciptaan,
Keruntuhan Materialisme, Berakhirnya Materialisme, Kesalahan Kaum Evolusionis 1, Kesalahan Kaum
Evolusionis 2, Mikrobiologi Meruntuhkan Teori Evolusi, Fakta Penciptaan, 20 Pertanyaan Yang Meruntuhkan
Teori Evolusi, Kebohongan Terbesar Dalam Sejarah Biologi: Darwinisme.
Karya-karya pengarang yang berhubungan dengan Al-Qur'an: Pernahkah Anda Berpikir Tentang Kebenaran?,
Mengabdi Hanya Kepada Allah, Meninggalkan Masyarakat Jahiliyyah, Surga, Teori Evolusi, Nilai Akhlaq Dalam
Al-Qur'an, Ilmu Al-Qur'an, Index Al-Qur'an, Hijrah di Jalan Allah, Sifat Munafiq Dalam Al-Qur'an, Rahasia
Orang Munafiq, Nama-Nama Allah Yang Agung, Berdakwah dan Berdebat Dalam Al-Qur'an, Konsep-Konsep
Dasar Dalam Al-Qur'an, Jawaban-Jawaban Al-Qur'an, Kematian, Kebangkitan dan Neraka, Perjuangan Para
Rasul, Syaitan: Musuh Nyata Manusia, Agama Berhala, Agama Kaum Jahiliyyah, Kesombongan Syaitan, Doa
Dalam Al-Qur'an, Hari Kebangkitan, Jangan Pernah Lupa, Penilaian Al-Qur'an Yang Terabaikan, Karakter
Manusia Dalam Masyarakat Jahiliyyah, Pentingnya Sabar Dalam Al-Qur'an, Pengetahuan Dasar Dari Al-Qur'an,
Memahami Iman dengan Mudah 1-2-3, Pemikiran Dangkal Tentang Kekufuran, Iman Yang Sempurna, Sebelum
Menyesal, Perkataan Para Rasul, Kasih Sayang Orang Mukmin, Takut Kepada Allah, Mimpi Buruk Kekafiran, abi
Isa Akan Kembali, Al-Qur'an Memberi Keindahan Pada Kehidupan, Kumpulan Keindahan Ciptaan Allah 1-2-3-4.
HARUN YAHYA
KEPADA PEMBACA
Dalam semua buku karya pengarang, bahasan-bahasan yang berhubungan dengan keimanan diuraikan
berdasarkan petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an, masyarakat diajak untuk mempelajari kalam Allah dan menjadikannya
sebagai pedoman hidup. Semua pokok bahasan yang berhubungan dengan ayat-ayat Allah diuraikan dengan cara
yang demikian sehingga tidak menyisakan ruang keragu-raguan atau tanda tanya dalam pikiran para pembaca.
Penyampaian pesan secara ikhlas, sederhana dan fasih yang digunakan memudahkan setiap orang dari segala
umur dan lapisan sosial untuk dapat memahami buku-bukunya. Cara penjelasan yang efektif dan lugas membuat
buku-buku tersebut dapat dibaca dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan mereka yang sangat anti terhadap hal-
hal yang berbau agama mampu terpengaruhi oleh fakta-fakta yang dipaparkan dalam buku-buku tersebut serta
tidak mampu menolak kebenaran isinya.
Buku ini dan juga buku-buku lain karya pengarang dapat dibaca secara individu ataupun dipelajari dalam
kelompok sebagai bahan diskusi. Pembacaan buku-buku tersebut dalam sebuah kelompok pembaca yang
memiliki keinginan untuk mengambil manfaat darinya akan sangat baik, dalam arti bahwa para pembaca dapat
menyampaikan pemahaman dan pengalaman mereka satu sama lain.
Juga, peran serta dalam penyampaian dan pembacaan buku-buku ini, yang ditulis hanya karena mengharap ridha
Allah, adalah suatu amal kebaikan terhadap Islam. Semua buku-buku karya pengarang sangat berpengaruh kepada
para pembaca. Oleh sebab itu, mereka yang ingin mendakwahkan Islam kepada orang lain, salah satu cara yang
efektif adalah mengajak mereka untuk membaca buku-buku tersebut.
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Berpikir mendalam:
Tentang apakah manusia biasanya berpikir?
Alasan-alasan apakah yang menyebabkan manusia tidak mau berpikir?
Hal-hal yang perlu dipikirkan
Memikirkan ayat-ayat Al-Quran
Kesimpulan
Pendahuluan
Pernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah diciptakan dari
sebuah ketiadaan?
Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda lihat di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang
hitam, ternyata memiliki bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari anda,
mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatnya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk
berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa
sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika anda sedang tidur, yang
menghancur luluhkan rumah, kantor dan kota anda hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa
detik saja anda pun kehilangan segala sesuatu yang anda miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan anda berlalu dengan sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan
lemah, dan lambat laun kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?
Pernahkan anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah akan datang
menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?
Jika demikian, pernahkan anda berpikir mengapa manusia demikian terbelenggu oleh kehidupan dunia yang
sebentar lagi akan mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras
dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak
menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian
manusia hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya.
Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu
diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah
kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang
mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Buku ini ditulis dengan tujuan mengajak manusia "berpikir sebagaimana mestinya" dan mengarahkan mereka
untuk "berpikir sebagaimana mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan
menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan
penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Padahal, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk
sebuah tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main.
Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."
(QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja),
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al-Muminuun, 23:115)
Oleh karena itu, yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan secara mendalam oleh setiap orang ialah tujuan
dari penciptaan dirinya, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau
peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui
kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggung jawabkan segala amal
perbuatannya di hadapan Allah; namun sayang sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada
hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:
"Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak
berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)
Padahal Allah telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung untuk kemudian
mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami kebenaran, akan
menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhirat kelak. Dengan alasan inilah, Allah mewajibkan
seluruh manusia, melalui para Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenungkan penciptaan diri
mereka sendiri dan jagad raya:
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan
dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
Berpikir Secara Mendalam
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan
kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan
yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan
dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara
mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau
direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya
berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam
kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan,
dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat
melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama.
Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan
hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan
tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai." (QS. Al-Araaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan
mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada
akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga
menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun
hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak
mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman
kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai
rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah
kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar
orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Muminuun, 23: 84-90)
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu
tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya
menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal
perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh
sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tentram.
Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan
kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah
telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan
diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang
hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah
ciptakan setiap saat.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-
tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka
mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta
Kebijaksanaan Allah.
"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki
dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS.
Ghaafir, 40: 13).
Tentang Apakah Manusia Biasanya Berpikir?
Dalam bab terdahulu telah disebutkan bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir sebagaimana seharusnya mereka
berpikir dan tidak mengembangkan sarana dan potensi berpikir mereka. Namun ada satu hal lagi yang penting
untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tertentu selalu terlintas dalam benak manusia setiap
saat sepanjang hidupnya. Hampir tidak ada masa, kecuali ketika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar
kosong. Sayangnya, sebagian besar dari pikiran-pikiran ini tidak berguna, "sia-sia" dan "tidak perlu", sehingga
tidak akan bermanfaat di akherat kelak, tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan kebaikan
kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk mengingat apa-apa yang telah dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat
dan memeriksanya dengan seksama di penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa sia-sianya kebanyakan
dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan sebagian dari padanya bermanfaat, maka boleh jadi ia
tertipu. Sebab secara keseluruhan, pikiran-pikiran yang menurutnya benar adakalanya ternyata tidak akan
mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia
adakalanya pula menghabiskan waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pikiran yang tidak
bermanfaat. Dalam ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang berimanyaitu(dan) orang-orang
yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mukminun, 23 :1&3) Allah
mengajak manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Sudah pasti bahwa perintah Allah di ayat
tersebut juga berlaku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir
dalam benak seseorang. Seseorang dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika sedang
dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan rencana untuk berbelanja. Mendadak kemudian ia
berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran
yang tidak terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Padahal, yang kuasa
mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memikirkan
sesuatu yang dapat memperbaiki keadaan dirinya; meningkatkan keimanan, kemampuan berpikir, perilaku; serta
memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang pada umumnya cenderung dipikirkan oleh mereka yang berada
dalam kelalaian. Alasan mengapa masalah tersebut dijelaskan secara panjang lebar adalah agar orang-orang yang
lalai, dan yang membaca buku ini, segera menyadari bahwa ketika di kemudian hari peristiwa yang sebagaimana
disebutkan di buku ini terlintas dalam benak mereka ketika dalam perjalanan ke tempat kerja atau ke sekolah; atau
ketika sedang melakukan pekerjaan yang rutin, mereka tidak lagi berpikir tentang hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya
mereka akan mampu mengendalikan pikiran-pikiran mereka dan berpikir segala sesuatu yang benar-benar
berguna bagi diri mereka.
Khayalan yang tidak bermanfaat
Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran ke arah yang baik akan mengakibatkan seseorang seringkali
merasa khawatir atau mengalami peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah terjadi
dalam benaknya, dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak yang tengah belajar untuk menghadapi ujian kadangkala membuat
sebuah skenario sebelum ujian tersebut berlangsung dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi jika anaknya tidak
lulus ujian? Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh pekerjaan yang layak di masa depan, mendapatkan
penghasilan yang cukup, maka ia tidak dapat menikah. Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai
pernikahannya? Jika ia tidak lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk persiapan ujian tersebut akan
terbuang percuma. Tambahan lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi jika anak laki-laki teman
dekatnya ternyata lulus sedang anaknya sendiri gagal"
Khayalan-khayalan tersebut terus berkembang, padahal anaknya belum melaksanakan ujian. Seseorang yang jauh
dari agama akan mudah terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya. Hal ini tentu ada
sebabnya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan manusia terbelenggu oleh khayalan atau angan-
angan kosong adalah dikarenakan mereka membiarkan telinga mereka dibisiki oleh syaitan:
"Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka ..." (QS. An-Nisaa, 4: 119)
Sebagaimana termaktub dalam ayat di atas, mereka yang terbawa oleh khayalan kosong, akan melupakan Allah,
tidak berpikir, dan senantiasa menerima bisikan-bisikan syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang yang tertipu
oleh kehidupan dunia tidak menggunakan kekuatan tekad mereka, tidak bertindak secara sadar dan berusaha
meninggalkan kondisi yang demikian, ia akan berada dalam kendali syaitan secara penuh. Satu diantara pekerjaan
syaitan yang patut diketahui adalah senantiasa menimbulkan keragu-raguan dan khayalan-khayalan kosong dalam
diri manusia. Oleh karena itu, segala khayalan, perasaan putus asa dan kekhawatiran seperti: "apa yang akan saya
perbuat jika akan terjadi yang demikian" terbentuk dalam benak seseorang akibat bisikan-bisikan syaitan.
Allah telah memberikan jalan keluar dari keadaan yang buruk ini. Dalam Al-Qur'an, ketika niatan-niatan jahat
syaitan melingkupi manusia, mereka dianjurkan untuk minta perlindungan kepada Allah dan mengingat-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat
kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka
(orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-
hentinya (menyesatkan)" (QS. Al-Araaf, 7: 201-202)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, mereka yang berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar,
sebaliknya mereka yang tidak berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan menyeret mereka.
Yang terpenting adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan semacam ini tidak akan mendatangkan manfaat
kepada manusia. Bahkan sebaliknya, menghambat mereka dari memikirkan tentang kebenaran, hal-hal yang
penting; dan mencegah kebersihan akal dari segala hal yang sia-sia. Manusia mampu berpikir secara benar jika
akalnya telah bebas dari pikiran yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Dengan demikian, mereka "menghindarkan
diri dari apapun yang tidak bermanfaat" sebagaiman Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan
Manusia Tidak Mau Berpikir?
Ada banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir. Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat
mencegah seseorang untuk berpikir dan memahami kebenaran. Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang
mencari faktor-faktor yang menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik tersebut, dan berusaha
melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari
kehidupan dunia yang pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan orang-orang yang terbiasa berpikir dangkal:
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan)
akhirat adalah lalai Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar
dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan
pertemuan dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum, 30: 7-8)
Kemalasan mental
Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan manusia dari berpikir.
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana yang pernah mereka saksikan dan
terbiasa mereka lakukan. Untuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan para
ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah sebagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka
dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis
dan hasil yang lebih bersih" dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru. Demikian juga, ketika ada yang
perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan cara yang telah diajarkan ketika mereka masih kanak-kanak.
Umumnya mereka enggan berusaha menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya guna. Cara
berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-
akuntan yang lain yang pernah ia lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penjual..dan orang-orang dari
latar belakang apapun mempunyai cara bicara yang khas. Mereka tidak berusaha mencari yang paling tepat,
paling baik dan paling menguntungkan dengan berpikir. Mereka sekedar meniru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan kemalasan dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam
menangani masalah sampah, seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana yang
telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang walikota berusaha mencari jalan keluar tentang masalah
jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak
dapat mencari pemecahan yang baru dikarenakan tidak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia jika tidak ditangani secara benar.
Padahal masih banyak masalah yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan, akan
mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penyebab kerugian tersebut adalah kegagalan
seseorang dalam berpikir tentang tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian sebagai suatu
kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah
mengajak manusia untuk merenungkan fakta yang sangat penting ini:
"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu
mereka ada-adakan. Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan
mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Perbandingan kedua
golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang
dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka
tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)
Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan
menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan
melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu
diantara banyak hal yang sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat membebaskan diri
dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara tidak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak
berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir bahwa ia suatu hari akan mati dan
selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah
mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban tersebut akan lepas dengan
sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika
seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya ia baru akan
menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk meloloskan diri.
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan
ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)
"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum
kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka
mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-
orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana
mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka
itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah, 9: 69).
"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah
duduk di atasnya; dan supaya kamu mengatakan:"Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini
bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali
kepada Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43: 13-14)
Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun atau taman-taman
mereka, mereka mengingat Allah seraya berkata, "Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika
memasuki taman-taman mereka, muncul dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara
taman ini. Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mungkin takjub ketika pertama kali melihat sebuah taman
yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya
atas keindahan tersebut telah sirna. Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan
tidak berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai hal yang "biasa" atau "lumrah" dan
sebagai "sesuatu yang memang seharusnya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat
merasakan kenikmatan dari keindahan taman tersebut.
"Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS.
Yuusuf, 12: 103)
"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Quran). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu
daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS.
Ar-Rad, 13: 1)
"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan
akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya),
sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui," (QS. An-
Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil
pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS.
Al-Furqaan, 25: 50)
Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang tersesat akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan
tidak mematuhi perintah Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:
"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan
mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan
(apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada
bagi orang-orang yang dzalim seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala sesuatu yang mencegah mereka dari
berpikir untuk kemudian secara ikhlas dan jujur memikirkan dengan seksama setiap ciptaan ataupun kejadian
yang Allah ciptakan, serta mengambil pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat dipikirkan dan direnungkan oleh
manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan
kami adalah untuk memberikan petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu
menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari apa yang mereka
pikirkan".
Hal-hal Yang Hendaknya Dipikirkan
Sejak awal, kami telah menekankan pentingnya berpikir, manfaat-manfaatnya bagi manusia dan sarana yang
membedakan manusia dari makhluk lain. Kami telah menyebutkan pula sebab-sebab yang menghalangi manusia
dari berpikir. Semua ini mempunyai tujuan utama mendorong manusia untuk berpikir dan membantu mereka
mengetahui tujuan penciptaan dirinya; serta agar manusia mengagungkan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak
terbatas.
Di halaman-halaman berikutnya, kami akan mencoba menjelaskan bagaimana orang yang beriman kepada Allah
berpikir tentang segala sesuatu yang dijumpainya sepanjang hari dan mendapatkan pelajaran dari peristiwa-
peristiwa yang ia saksikan; bagaimana ia seharusnya bersyukur dan menjadi semakin dekat kepada Allah setelah
menyaksikan keindahan dan ilmu Allah di segala sesuatu.
Sudah pasti apa yang disebutkan di sini hanya mencakup sebagian kecil dari kapasitas berpikir seorang manusia.
Manusia memiliki kemampuan untuk setiap saat (dan bukan setiap jam, menit atau detik, tapi satuan waktu yang
lebih kecil dari itu, yakni setiap saat) dalam hidupnya. Ruang lingkup berpikir manusia sedemikian luasnya
sehingga tidak mungkin untuk dibatasi. Oleh karena itu, uraian di bawah ini bertujuan untuk sekedar
membukakan pintu bagi mereka yang belum menggunakan sarana berpikir mereka sebagaimana mestinya.
Perlu diingat bahwa hanya mereka yang berpikir secara mendalam lah yang mampu memahami dan berada pada
posisi lebih baik dibandingkan makhluk lain. Mereka yang tidak dapat melihat keajaiban dari peristiwa-peristiwa
di sekitarnya dan tidak dapat memanfaatkan akal mereka untuk bepikir adalah sebagaimana diceritakan dalam
firman Allah berikut:
"Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang
memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta,
maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS. Al-Baqarah, 2: 171)
" Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),
dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai." (QS. Al-Araaf, 7: 179)
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu
tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak
itu)." (QS. Al-Furqaan, 25: 44)
Hanya mereka yang mau berpikir yang mampu melihat dan kemudian memahami tanda-tanda kebesaran Allah,
serta keajaiban dari obyek dan peristiwa-peristiwa yang Allah ciptakan. Mereka mampu mengambil sebuah
kesimpulan berharga dari setiap hal, besar ataupun kecil, yang mereka saksikan di sekeliling mereka.
Setelah membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya secara penuh.
Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih
penting untuk dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan pagi atau pukul
berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun
telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada
kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat ia
pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia
mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat
menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang
dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya.
Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit
yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan
selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih
sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya.
Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan
seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di
akhirat.
Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang
diridhai Allah. Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk
memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon
kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik
bagi orang-orang yang beriman:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai;
dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-
Naml, 27 : 19)
"Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di
sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka): "Jangan kamu sekalian
mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak" (QS. Al-Furqaan,
25:13-14)
Dengan memikirkan ayat-ayat di atas, orang tersebut berdoa agar Allah menjauhkannya dari siksa neraka dan
mengampuni segala kesalahannya.
Sebaliknya, seseorang yang tidak menggunakan cara berpikir yang demikian akan menghabiskan waktunya
dengan menggerutu, kesal dan selalu mencari kambing hitam dari setiap permasalahan. Ia marah sekali kepada
orang-orang yang menumpuk sampah tersebut dan pihak pemerintahan daerah setempat yang terlambat untuk
mengumpulkan dan membuangnya. Sepanjang hari pikirannya disibukkan dengan hal-hal seperti: jalan raya yang
penuh dengan lubang; orang-orang yang menyebabkan lalu lintas macet; badannya yang basah kuyup kehujanan
akibat ulah badan meteorologi yang salah dalam memperkirakan cuaca; cemoohan kasar dari bossnya, dan lain
sebagainya. Namun, pikiran yang sia-sia ini tidaklah bermanfaat dalam kehidupan akhiratnya nanti. Seseorang
mungkin berhenti sejenak kemudian berpikir apakah ia seharusnya menghiraukan banyak hal. Sungguh, banyak
orang mengatakan bahwa alasan utama yang mencegah mereka dari berpikir adalah segala kesibukan yang
mengharuskan mereka bekerja keras terus-menerus di dunia. Mereka berdalih bahwa mereka tidak mampu
berpikir karena sibuk dengan masalah pangan, perumahan dan kesehatan. Akan tetapi ini hanyalah sekedar alasan
untuk mengelak. Tanggung jawab dan kondisi tersebut tidak ada hubungannya dengan berpikir sebagaimana yang
dikehendaki di sini. Seseorang yang berusaha untuk berpikir dalam rangka mencari ridha Allah akan mendapatkan
pertolongan dari Allah. Ia akan melihat bahwa, seiring dengan bergantinya hari, beragam persoalan yang biasanya
menjadi masalah baginya satu demi satu terselesaikan; hingga ia dapat meluangkan waktu untuk berpikir dan
berpikir lagi. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang sadar, paham dan mengalami hal yang demikian.
Masih dalam perjalanannya, ia terus berusaha melihat keajaiban dari ayat-ayat ataupun ciptaan Allah di
sekitarnya, dan memuji Allah ketika memikirkan ini semua. Ketika melihat ke luar melalui jendela mobilnya, ia
menyaksikan dunia yang penuh dengan beragam warna. Lalu ia pun berpikir: "Bagaimana segala sesuatu akan
terlihat seandainya dunia ini tidak berwarna?"
Lihatlah gambar-gambar di bawah dan anda pun mulai berpikir. Apakah kenikmatan yang kita rasakan dari
memandang laut, pegunungan atau bunga yang tidak berwarna sebanding dengan sebagaimana yang anda lihat
sekarang? Apakah pemandangan langit, buah, kupu-kupu, pakaian dan wajah-wajah manusia sebagaimana yang
terlihat oleh anda sekarang memberikan kepuasan? Adalah nikmat dari Tuhan bahwa kita hidup di sebuah dunia
yang cerah ceria dan memiliki beragam warna. Setiap warna yang kita lihat di alam, keseimbangan yang
sempurna dari warna-warna makhluk hidup, semuanya adalah tanda-tanda tentang karya cipta dan seni khas Allah
yang tak tertandingi. Beragam warna dari bunga atau burung; dan keharmonisan atau corak yang anggun antara
warna-warna yang ada; bahwa tak satupun warna di alam ini yang mengganggu penglihatan kita; warna lautan,
langit, pohon-pohon yang demikian serasi sehingga menimbulkan kedamaian dan tidak melelahkan mata kita,
semua ini menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan merenungkan beberapa fenomena tersebut,
seseorang akan paham bahwa setiap sesuatu yang ia lihat di sekelilingnya adalah hasil dari ilmu dan kekuasaan
Allah yang tak terbatas dan absolut. Setelah sadar akan segala nikmat yang Allah anugerahkan ini, ia pun menjadi
hamba yang takut kepada Allah dan memohon perlindungan kepada-Nya agar tidak termasuk dalam golongan
orang-orang yang tidak bersyukur. Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan fenomena warna-warna, dan berfirman
bahwa hanya mereka yang memiliki pengetahuan, yakni mereka yang menyelami lebih jauh dengan berpikir dan
menarik kesimpulan serta pelajaran dari fenomena ini lah yang memiliki rasa takut kepada Allah:
"Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan
hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis
putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula)
di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Faathir, 35: 27-28).
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami
tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal,
(yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya." (QS. Al-Ankabuut, 29: 57-59).
Keyakinan seseorang bahwa jasadnya akan juga dimasukkan dalam peti mati, ditimbun tanah oleh kerabatnya,
namanya akan diukir diatas kuburan, akan menghilangkan kecintaannya kepada dunia. Seseorang yang dengan
ikhlas dan secara sadar berpikir tentang hal ini paham bahwa tidaklah masuk akal untuk mengklaim kepemilikan
tubuh yang suatu hari akan membusuk di dalam tanah.
Dalam ayat di atas, Allah memberikan kabar gembira berupa surga setelah kematian kepada mereka yang sabar
dan bertawakal kepada Allah. Oleh karenanya, dengan berpikir bahwa suatu hari ia akan mati, seorang mukmin
akan berusaha menjalani hidup dengan akhlaq yang baik sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk meraih
surga. Setiap saat ia teringat akan dekatnya kematian, tekadnya untuk mendapatkan surga semakin menguat dan
mendorongnya untuk senantiasa berusaha bertingkah laku sesuai dengan akhlaqnya yang semakin lama semakin
baik.
Sebaliknya, orang-orang yang condong memikirkan hal-hal yang lain, dan menghabiskan hidup dengan angan-
angan kosong, tidak berpikir bahwa suatu hari hal yang sama pasti akan menimpa mereka meskipun mereka
berpapasan dengan mobil jenazah, setiap hari melewati kuburan atau bahkan salah satu orang yang paling dicintai
meninggal dunia di samping mereka sendiri.
Di siang hari
Ketika menyaksikan segala peristiwa yang ditemuinya sepanjang hari, orang beriman selalu berpikir tentang
tanda-tanda kebesaran Allah dan berusaha untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam peristiwa-
peristiwa tersebut.
Ia menanggapi setiap kebaikan ataupun malapetaka sebagai sesuatu yang memiliki kebaikan sebagaimana
dikehendaki Allah. Di mana saja ia berada, di sekolah, di tempat kerja ataupun di pasar, dan dengan berprasangka
dan berpikir bahwa Allahlah yang menciptakan setiap sesuatu, ia selalu berusaha memahami keindahan-keindahan
dan makna tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa yang diciptakan-Nya untuk kemudian menjalani hidup
dengan mematuhi ayat-ayat Allah. Sikap orang mukmin ini digambarkan dalam Al-Qur'an:
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan
(dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di
hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah
memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. An-Nuur, 24: 37-38)
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-
Baqarah, 2: 216)
Sebagaimana firman Allah di atas, kita tidak mengetahui tetapi Allah mengetahui. Karena itu, hanya Allahlah
yang mengetahui apa yang baik dan yang tidak baik untuk kita. Segala yang menimpa manusia hanyalah agar
manusia mengambil Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang sebagai tempat mengadu dan meminta
pertolongan, serta menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya.
"Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang
meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang
sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua
wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka
Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang
teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku". (QS. Al-Qashas, 28: 23-24)
Contoh lain yang kita temui dalam Al-Qur'an yang berkenaan dengan masalah ini adalah Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail. Allah menceritakan bahwa kedua Nabi ini memikirkan kemaslahatan orang-orang mukmin yang lain pada
saat keduanya sedang melaksanakan suatu pekerjaan. Mereka berdoa kepada-Nya sehubungan dengan pekerjaan
yang sedang mereka lakukan:
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya
berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui". Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah
untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah,
2: 127-129)
"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang
memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-
Ankabuut, 29: 60)
"(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia
memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang
akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan
mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
(Ibrahim berdo'a): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan
orang-orang yang saleh". (QS. Asy-Syuaraa, 26: 78-83)
Seseorang yang terjangkiti penyakit apapun hendaknya membandingkan sikapnya ketika sehat dan setelah pulih
dari sakit, kemudian berpikir tentang hal tersebut. Seharusnya ia menyadari keadaanya yang lemah ketika sakit,
perasaan ketergantungan kepada Allah yang sangat. Hal ini tercermin, misalnya, dalam keikhlasan dan
kekhusuannya ketika berdoa kepada Allah menjelang dioperasi.
Sebaliknya, ketika mengetahui orang lain sedang menderita sakit, ia hendaknya segera bersyukur kepada Allah
sambil berpikir tentang keadaannya yang sehat. Manakala melihat orang yang cacat kaki, misalnya, orang
beriman memikirkan bahwa kakinya adalah nikmat yang sangat besar dan penting bagi dirinya. Ia memahami
bahwa kemampuannya untuk berjalan atau berlari ke manapun serta melakukan segala sesuatu tanpa bantuan
orang lain sejak bangun tidur di pagi hari adalah nikmat dari Allah. Dengan membuat perbandingan seperti ini, ia
akan lebih memahami besarnya nikmat yang telah didapatkannya.
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu juga
kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh;
dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-
hamba-Nya". (QS. Aali Imraan, 3: 30)
Allah telah menyediakan untuk manusia berbagai jenis makanan dan minuman yang baik, bersih dan lezat di
dunia. Sudah barang tentu, semua ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga terhadap manusia.
Meskipun manusia mampu bertahan hidup hanya dengan satu jenis makanan dan minuman, akan tetapi Allah
telah menganugerahkan kepada mereka kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya dengan menciptakan beragam
makanan: buah-buahan, sayur-sayuran dan berbagai macam jenis daging
Mengetahui bahwa segala kebaikan berasal dari Allah, orang yang beriman akan memikirkan semua ini dan
bersyukur kepada Allah setiap saat ketika duduk di depan meja makan dan bersiap-siap menikmati hidangan.
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung ni'mat Allah, niscaya
kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. An-Nahl, 16: 17-18)
" Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah." (QS. Al-Kahfi, 18: 54)
Dalam acara diskusi tersebut terlihat adanya perdebatan, atau bahkan, percekcokan antar para tokoh dan ahli yang
tampil di TV. Juga ketidakmengertian mereka akan permasalahan yang dikemukakan kepada mereka, terobsesi
dengan apa yang akan mereka katakan dan mencoba untuk paling dahulu mengatakannya, saling memotong
pembicaraan, meninggikan suara dengan mudahnya, begitu cepat kehilangan kesabaran, saling melontarkan
ejekan; adalah bukti yang penting untuk diperhatikan dalam mamahami aspek-aspek negatif dari orang-orang ini.
Di sebuah lingkungan dengan seratus persen orang-orang yang ikhlas dan jujur yang mempunyai rasa takut
kepada Allah, tontonan yang memakan waktu lama dan tak ada hasilnya semacam ini tidak pernah terjadi. Karena
tujuan mereka adalah mencari jalan keluar yang paling diridhai Allah, dan yang paling membawa manfaat bagi
masyarakat, maka metode yang paling tepat sesuai dengan akal dan nalar akan mudah ditemukan dan
dilaksanakan tanpa membuang-buang waktu. Karena setiap orang akan merasa puas dengan keputusan akhir maka
percekcokan pun tidak akan terjadi.
Jika ada yang merasa keberatan berdasarkan dalih yang dapat diterima serta mengusulkan jalan keluar yang lebih
baik, maka usulan ini yang akan langsung dipakai. Mereka yang takut kepada Allah tidak seperti kebanyakan
orang, dan tidak menunjukkan sikap keras kepala dan arogan. Dengan mengingat apa yang Allah firmankan dalam
Al-Qur'an; " Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui" (QS.
Yuusuf, 12: 76), mereka mengambil pilihan yang paling tepat.
Kebalikannya, yakni diskusi yang berlangsung hingga pagi hari tanpa dihasilkannya suatu pemecahan masalah
adalah contoh berharga yang dapat terjadi di sebuah lingkungan dimana akhlaq mulia yang diajarkan agama tidak
dijalankan.
"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia dalam bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang
meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang yang
mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap adzab Tuhannya." (QS. Al-Maarij,
70: 24-27)
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang
ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan
Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya
kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam
penuh kesulitan." (QS. Al-Insaan, 76: 8-10)
Tidak memberi makan kepada orang miskin adalah ciri orang yang tidak beragama dan tidak memiliki rasa takut
kepada Allah:
"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka
yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.
Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong
(orang lain) untuk memberi makan orang miskin. Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di
sini. Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang
memakannya kecuali orang-orang yang berdosa." (QS. Al-Haaqqah, 69: 30-37)
Bagaimana bencana alam yang terjadi di seluruh
dunia mendorong seseorang berpikir?
Diantara pemberitaan yang sering kita disaksikan di berbagai stasiun TV dan surat kabar adalah laporan tentang
bencana alam. Manusia dapat tertimpa bencana alam seperti gempa bumi hebat, kebakaran ataupun banjir.
Seseorang yang menyaksikan berbagai liputan tentang bencana alam berpikir bahwa Allah mempunyai kuasa atas
segala sesuatu, bahwa Dia dapat saja menghancur luluhkan sebuah kota hingga rata dengan tanah jika Dia
menghendaki. Setelah memikirkan ini semua, ia paham bahwa tidak ada sesuatupun selain Allah yang dapat
dijadikan tempat berlindung dan memohon pertolongan. Bahkan bangunan-bangunan yang paling kokoh; kota-
kota yang dilengkapi dengan teknologi yang paling canggih pun tidak akan mampu bertahan terhadap adzab
Allah; mereka dapat musnah seketika.
Semua pemandangan ini ditunjukkan kepada manusia agar berpikir dan mengambil pelajaran.
Orang yang mendengar atau membaca laporan bencana alam tersebut juga berpikir bahwa Allah telah
menurunkan bencana atas kota ini untuk suatu tujuan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa kepada bangsa-
bangsa yang menentang, Allah mengirimkan adzab agar mereka sadar atau mendapatkan balasan dari perbuatan
mereka. Dengan demikian jika suatu masyarakat melakukan bentuk perbuatan yang tidak diridhai Allah, mereka
pun akan dikenai hukuman Allah dengan sebab tersebut. Atau Allah mungkin sedang menguji mereka dengan
kesusahan di dunia.
Dengan memikirkan segala kemungkinan tersebut, seseorang akan takut kalau-kalau hal serupa akan juga
menimpanya, dan memohon ampunan Allah atas segala perbuatannya.
Tak seorang atau suatu bangsa pun dapat menghindar dari bencana apapun kecuali jika Allah berkehendak lain.
Tak peduli apakah bangsa tersebut termasuk yang paling kaya dan terkuat di dunia atau mendiami sebuah tempat
yang letak gegrafisnya tidak menunjukkan adanya kemungkinan terkena bencana tersebut. Allah berfirman bahwa
tak ada satupun bangsa yang mampu mencegah bencana yang akan menimpa mereka.
"Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang
bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang
merasa aman dan adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-
orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki
tentu Kami adzab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak
dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (QS. Al-Araaf, 7: 97-100)
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu
tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)" (QS. Ar-Ruum, 30: 39)
Bagi orang yang merenung, berita tentang riba termasuk bukti nyata yang menunjukkan bahwa ayat Allah berlaku
pada manusia
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia
dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (QS. As-Sajadah, 32: 7-9)
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
Bagaimana kekekalan mendorong seseorang berpikir?
Setiap orang telah mengetahui konsep kekekalan atau keabadian, namun sudahkan anda berpikir tentang
kekekalan? Ini adalah salah satu yang menjadi bahan renungan orang yang beriman kepada Allah.
Keberadaan kehidupan surga dan neraka yang kekal ciptaan Allah sangatlah penting dan perlu untuk direnungkan
oleh setiap orang. Seseorang yang memikirkannya akan mendapat gambaran dalam benaknya: surga yang abadi
adalah nikmat dan pahala yang sangat besar yang diberikan kepada manusia setelah mati. Kehidupan yang penuh
kemuliaan di surga tidak akan pernah berakhir. Manusia hidup di dunia paling lama seratus tahun. Namun
kehidupan di surga akan berlangsung selama trilyunan tahun dikalikan angka trilyunan tanpa ada akhirnya.
Orang yang ingat akan hal tersebut sadar bahwa sangatlah sulit bagi manusia untuk memahami konsep keabadian.
Contoh berikut mungkin membantu dalam menjelaskan masalah ini: "seandainya di dunia terdapat seratus trilyun
manusia, dan semuanya memiliki umur seratus trilyun tahun, dan mereka menghabiskan seluruh waktu hidupnya
dengan berhitung di siang dan malam hari, maka jumlah total angka yang mereka capai tetap nol dibandingkan
dengan jumlah tahun yang akan mereka habiskan di kehidupan yang kekal di akhirat."
Setelah memikirkan masalah di atas, seseorang akan sampai pada kesimpulan sebagai berikut: Allah memiliki
ilmu yang sedemikian luas dan tinggi yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peristiwa yang berlangsung terus
menerus sepanjang waktu tanpa ada akhirnya atau dengan kata lain berlansung secara kekal dalam pandangan
manusia, telah selesai atau berakhir dalam pandangan Allah. Setiap peristiwa dan setiap pikiran manusia, terlepas
dari bentuk maupun waktu terjadinya peristiwa dan pikiran ini, yang terjadi sejak pertama kali waktu diciptakan
hingga saat keabadian berlangsung telah ditentukan dan diputuskan menurut ilmu-Nya.
Demikian pula, seseorang seharusnya berpikir bahwa neraka adalah tempat tinggal selamanya bagi orang-orang
yang tidak beriman. Terdapat beragam bentuk penyiksaan, hukuman dan kehidupan yang menyengsarakan di
neraka Di tempat ini mereka menderita siksaan jasad dan ruh yang terus-menerus tanpa istirahat. Siksaan yang
tiada pernah berhenti hingga akhir masa, dan tidak pula pernah dihentikan untuk tidur ataupun istirahat.
Seandainya ada akhir dari kehidupan di neraka, ini akan menjadi harapan bagi para penghuni neraka kendatipun
bertrilyun-trilyun tahun kemudian. Namun, yang mereka terima sebagai balasan dari dosa-dosa yang mereka
perbuat di kehidupan dunia adalah adzab yang kekal.
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-A'raaf, 7: 36)
Sangatlah penting bagi setiap individu untuk mencoba memahami keabadian dengan merenungkannya dalam
rangka meningkatkan semangat dalam meraih akhirat, dan menguatkan ketakutan dan pengharapannya. Sangat
takut kepada siksaan yang kekal, namun pada saat yang sama senantiasa berharap untuk mendapatkan surga yang
abadi.
Bagaimana seseorang berpikir tentang mimpi?
Terdapat sejumlah pelajaran penting dalam fenomena mimpi bagi orang yang berpikir. Ia berpikir: betapa "sangat
nyatanya" mimpi-mimpi yang dilihatnya ketika sedang tidur, tidak begitu berbeda dengan ketika ia sedang terjaga.
Misalnya, kendatipun jasad sedang terbujur di tempat tidur, dalam mimpinya ia melakukan perjalanan bisnis,
bertemu dengan orang-orang baru, makan siang sambil mendengarkan musik. Ia menikmati rasa makanannya,
menari-nari mengikuti irama musik, merasa sangat gembira karena peristiwa-peristiwa yang terjadi, menjadi
bahagia dan tidak bahagia, takut, merasa lelah, bahkan mampu mengemudikan kendaran yang belum pernah
dinaikinya atau bahkan belum tahu bagaimana mengendarainya hingga hari itu.
Kendatipun tubuh tertidur dengan tenang di pembaringan dengan kedua mata terpejam, ia melihat beragam
pemandangan dari tempat di mana ia berada. Ini berarti bahwa apa yang melihat bukanlah matanya. Meskipun
ruangan tempat ia tidur kosong, ia mendengar suara-suara. Ini berarti bahwa yang mendengar bukanlah
telinganya. Segala sesuatu terjadi di dalam otaknya. Setiap kejadian tersebut sama sekali nyata seakan-akan setiap
apa yang dilihat benar-benar nyata dan asli kendatipun tak satupun dari yang dilihatnya tersebut memiliki keaslian
atau wujud di luar mimpinya. Lalu apakah yang menyebabkan pemandangan-pemandangan tersebut tampak
sedemikian nyata di benak seseorang? Manusia tidak mampu membuatnya secara sadar dan sengaja ketika sedang
tidur. Otak pun tidak akan mampu membuat sendiri gambar-gambar serupa. Otak adalah sebuah gumpalan yang
terdiri atas molekul-molekul protein. Sangatlah tidak rasional untuk mengatakan bahwa substansi ini dengan
sendirinya mampu membuat gambaran, bahkan menampilkan wajah-wajah manusia, tempat-tempat, suara yang
belum pernah terdengar kecuali pada hari itu. Lalu siapakah yang memperlihatkan gambar-gambar atau
pemandangan-pemandangan ini dalam mimpi ketika sedang tidur? Sekali lagi, seseorang yang merenungkan
pertanyaan-pertanyaan ini akan melihat kebenaran yang hakiki: Allah lah yang membuat manusia tidur,
mengambil ruh mereka ketika mereka sedang tidur, mengembalikannya kepada mereka ketika bangun dan
memperlihatkan mimpi-mimpi mereka dalam tidur.
Orang yang mengetahui bahwa Allah memperlihatkan mimpi juga akan merenungkan makna tersembunyi dan
tujuan penciptaan mimpi tersebut. Ketika seseorang mendapatkan mimpi, ia yakin akan keberadaan orang-orang
dan peristiwa-peristiwa yang ia alami sebagaimana ketika ia sedang terjaga. Ia berpikir bahwa semua ini benar-
benar nyata, bahwa kehidupan dalam mimpinya tidak akan berakhir dan akan berlangsung terus-menerus. Jika ada
seseorang yang datang menghampirinya dan berkata,"Anda saat ini sedang bermimpi, bangunlah", maka ia tidak
akan mempercayainya. Orang yang mengetahui tentang kenyataan tersebut akan berpikir: "Tak seorang pun dapat
menyangkal bahwa hidup di dunia pun sementara, sebagaimana mimpi belaka. Sebagaimana ketika terjaga dari
sebuah mimpi, suatu hari saya juga akan terbangun dan terjaga dari kehidupan dunia dan melihat gambaran yang
sama sekali berbeda, misalnya gambaran tentang akhirat.
Memikirkan Ayat-Ayat Al-Quran
Al-Qur'an adalah kitab terakhir yang Allah turunkan bagi semua manusia. Setiap orang yang hidup di bumi wajib
mempelajari Al-Qur'an dan melaksanakan perintah-perintahnya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak
mempelajari ataupun melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur'an kendatipun mereka
menerimanya sebagai sebuah kitab yang diwahyukan. Ini adalah akibat dari belum memikirkan tentang Al-Qur'an
tetapi sekedar mengetahui dari informasi yang didapat dari sana sini. Sebaliknya, bagi orang yang berpikir, Al-
Qur'an memiliki kedudukan dan peranan yang sangat besar dalam kehidupannya.
Pertama-tama, orang yang "berpikir" ingin mengetahui tentang Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan jagad
raya di mana ia tinggal dari ketiadaan, yang telah memberinya kehidupan ketika dirinya belum berwujud, dan
yang telah menganugerahkan kepadanya nikmat dan keindahan yang tak terhitung jumlahnya; dan ia pun
mempelajari tentang bentuk-bentuk perbuatan yang diridhai Allah. Al-Qur'an, yang Allah wahyukan kepada
Rasul-Nya, adalah petunjuk yang memberikan jawaban atas pertanyaan manusia di atas. Dengan alasan ini,
manusia perlu mengetahui kitab Allah yang diturunkan untuknya sebagai petunjuk yang dengannya ia
membedakan yang baik dari yang buruk, merenungkan setiap ayatnya dan melaksanakan apa yang Allah
perintahkan dengan cara yang paling tepat dan diridhai.
Allah berfirman tentang tujuan diturunkannya Al-Qur'an untuk manusia:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."
(QS. Shaad, 38: 29)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan. Maka barangsiapa
menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Quran). Dan mereka tidak akan
mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang
patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun." (QS. Al-Muddatstsir, 74: 54-56)
Banyak orang membaca Al-Qur'an, namun yang penting adalah sebagaimana yang Allah nyatakan dalam ayat-
Nya yakni merenungkan tiap ayat Al-Qur'an, mengambil pelajaran dari ayat tersebut dan memperbaiki perilaku
seseorang sesuai dengan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Orang yang membaca ayat: "Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan." (QS. Alam Nasyrah, 94: 5-6), misalnya, akan merenungkan ayat ini: ia paham bahwa Allah
menciptakan kemudahan disamping setiap kesulitan, karena itu yang ia harus lakukan ketika menemui sebuah
kesulitan adalah percaya penuh kepada Allah dan menantikan kemudahan yang akan datang kemudian. Dengan
janji Allah ini, ia melihat bahwa putus harapan atau menjadi panik di saat munculnya kesulitan adalah sebuah
tanda dari lemahnya iman. Setelah membaca dan merenungkan ayat di atas, perilakunya selalu sejalan dengan
ayat tersebut sepanjang hidupnya.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan beberapa pelajaran dari kehidupan para nabi dan rasul yang hidup di masa
lampau agar manusia dapat melihat bagaimana perilaku, pembicaraan dan kehidupan manusia yang diridhai Allah,
dan menjadikan mereka sebagai panutan. Allah berfirman dalam beberapa ayat-Nya bahwa manusia hendaknya
memikirkan dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah para rasul tersebut:
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal." (QS. Yuusuf, 12: 111)
"Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun
dengan membawa mu'jizat yang nyata." (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 38)
"Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu
pelajaran bagi semua umat manusia." (QS. Al-Ankabuut, 29: 15)
Dalam Al-Qur'an, disebutkan beberapa ciri bangsa-bangsa kuno, akhlaq serta bencana-bencana yang menimpa
mereka. Adalah sebuah kesalahan yang besar untuk memahami ayat-ayat ini hanya sebagai peristiwa sejarah
dengan berbagai peristiwa yang menimpa mereka. Sebab, sebagaimana di semua ayat yang lain, Allah
mengisahkan kehidupan bangsa-bangsa di masa lampau untuk kita renungkan dan ambil pelajaran dari berbagai
bencana yang menimpa bangsa-bangsa ini sebagai pedoman dalam memperbaiki perilaku kita:
"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang
mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan
pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah
Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka
alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-
Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 13-17)
Allah telah menurunkan Al-Qur'an untuk semua manusia sebagai petunjuk. Oleh karena itu, memikirkan setiap
ayat Al-Qur'an dan menjalani hidup sesuai Al-Qur'an dengan mengambil pelajaran dan peringatan dari setiap
ayatnya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keridhaan, kasih sayang dan surga Allah.
Sebagaimana dalam ayat di atas, di banyak ayat-Nya yang lain, Allah mengajak manusia untuk merenung.
Memikirkan tentang apa-apa yang Allah perintahkan kita untuk berpikir, dan melihat makna tersembunyi dan
keajaiban ciptaa-Nya adalah salah satu bentuk ibadah. Setiap hal yang kita renungkan akan membantu kita untuk
lebih mengetahui dan mengakui akan Kekuasaan, Kebijaksanaan, Ilmu, Seni dan sifat-sifat Allah yang lain.
"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan
dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan
memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-
tiba datanglah kepadanya adzab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-
tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir." (QS.
Yuunus, 10: 24)
"Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian
datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun
itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya." (QS. Al-Baqarah, 2: 266)
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala
macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu.
Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), dan Dia
(menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari
karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi
itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu
mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah
mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 11-17)
"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai
ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban
kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu
berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat." (QS. Al-Anaam, 6: 152)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 90)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum
meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu
(selalu) ingat." (QS. An-Nuur, 24: 27)
"Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan
yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada
negeri akhirat." (QS. Shaad, 38: 45-46)
"Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada
mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya
bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang?" (QS. Muhammad, 47: 18)
"Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup
hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah
bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap
berpaling (juga). (QS. Al-Anaam, 6: 46)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong,
atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang dzalim?" (QS. Al-
Anaam, 6: 47)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali
setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS. Yuunus, 10:
50)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali
setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS. At-Taubah,
9: 126)
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan
generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar
mereka ingat." (QS. Al-Qashas, 28: 43)
"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang
mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim
kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-
Araaf, 7: 130)
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka
apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?" (QS. Al-Muminuun, 23: 68)
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."
(QS. Shaad, 38: 29)
"Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur'an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran."
(QS. Ad-Dukhaan, 44: 58)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al Quran itu adalah peringatan.Maka barangsiapa
menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Quran)." (QS. Al-Muddatstsir, 56: 54-
55)
"Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan
dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an
itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.". (QS. Thaahaa, 20: 113)
"Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal
sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari)
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki
sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?" (QS. Al-Anaam, 6: 80)
Tujuan penulisan buku ini adalah "mengajak untuk berpikir". Kebenaran dapat disampaikan kepada seseorang
melalui berbagai macam cara, dengan sangat rinci beserta semua bukti serta segala sarana yang ada. Namun jika
orang tersebut tidak memikirkan sendiri kebenaran yang ada secara ikhlas dan jujur dengan tujuan memahami
kebenaran, segala usaha tersebut tidak akan ada artinya. Oleh karena itu, ketika rasul-rasul Allah menyampaikan
risalah kepada umat mereka, mereka menyampaikannya secara jelas kemudian menyuruh mereka untuk
memikirkannya.
Seseorang yang berpikir akan sangat paham akan rahasia-rahasia ciptaan Allah, kebenaran tentang kehidupan di
dunia, keberadaan neraka dan surga, dan kebenaran hakiki dari segala sesuatu. Ia akan sampai kepada pemahaman
yang mendalam akan pentingnya menjadi seseorang yang dicintai Allah, melaksanakan ajaran agama secara
benar, menemukan sifat-sifat Allah di segala sesuatu yang ia lihat, dan mulai berpikir dengan cara yang tidak
sama dengan kebanyakan manusia, namun sebagaimana yang Allah perintahkan. Walhasil ia akan mendapatkan
kenikmatan yang lebih dari keindahan-keindahan yang ia saksikan, melebihi dari yang didapatkan oleh orang lain.
Ia tidak akan menderita tekanan batin karena terbawa oleh angan-angan kosong yang tidak ada dasarnya dan tidak
terseret oleh kerakusan dunia.
Ini hanyalah sedikit dari keutamaan-keutamaan yang diperoleh seseorang yang berpikir di dunia. Balasan di
akhirat untuk orang yang selalu mencari kebenaran dengan berpikir adalah kecintaan, keridhaan, kasih sayang dan
surga Allah.
Sebaliknya, satu hari pasti akan datang ketika mereka yang semasa masih di dunia tidak mau memikirkan
kebenaran akan berpikir, bahkan lebih dari itu, "berpikir secara mendalam dan merenung" dan melihat kebenaran-
kebenaran tersebut dengan sangat jelas. Namun, pada hari itu berpikir tidak akan berguna bagi mereka, bahkan
membuat mereka tertimpa kesedihan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia
teringat akan apa yang telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang
yang melihat." (QS. An-Naaziaat, 79: 34-36)
Mengajak manusia (yang memiliki anggapan bahwa mereka dapat lolos dari tanggung jawab mereka dengan tidak
berpikir) untuk berpikir sehingga mereka dapat merenungkan akibat yang akan menimpa mereka, dan kembali
kepada agama Allah, adalah satu bentuk ibadah bagi orang-orang mukmin. Namun, sebagaimana Allah berfirman
dalam Al-Qur'an:
"Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Quran)". (QS. Al-
Muddatstsir, 56: 55)