Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

PERTANIAN ORGANIK

Kelompok 4
1. Mhd Reza Pratama Siregar (160310027)
2. Tison Hadi Tumangger (160310084)
3. Rahmad Zainuddin (160310111)
4. Kurnia Tika Sari (160310072)
5. Asri Mustikarani (160310058)
6. Syafitri (160310142)
7. Oryza Eka Wahyuni (160310087)
8. Astria Ningsih (160310087)
9. Laiska Simampate (160310161)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas rahmat dan


karunia-Nya sehingga terselesaikan laporan praktikum Pertanian Organik. Untuk
tujuan pendidikan dan pengajaran, perlu kiranya di padukan antara teori di kelas
dan praktek dilapangan dalam bentuk praktikum mahasiswa .
Kami menyadari bahwa laporan ini masih perlu penyempurnaan dan masih
perlu di perbaiki sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin meningkat. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan.
Akhirnya kami mengucapkan terimah kasih kepada staf dan asisten mata
kuliah Pertanian Organik serta teknisi Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Malikussaleh. Semoga laporan praktikum Pertanian Organik ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Aceh utara, 28 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...........................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................iv
1. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................1
1.2. Tujuan.................................................................................................3
1.3. Manfaat...............................................................................................4

2. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5
2.1. Pupuk Bokasi......................................................................................5
2.2. Pestisida Nabati/Organik....................................................................5
2.3. Budidaya Sayur Organik....................................................................7
2.3.1. Klasifikasi Tanaman Bayam.....................................................7
2.3.2. Morfologi Tanaman Bayam......................................................7
2.3.3. Teknik Budidaya Tanaman Bayam...........................................8
3. METODELOGI.......................................................................................12
3.1. Pupuk Bokasi......................................................................................12
3.1.1. Waktu dan Tempat....................................................................12
3.1.2. Alat dan Bahan..........................................................................12
3.1.3. Langkah Kerja...........................................................................12
3.2. Pestisida Nabati/Organik....................................................................12
3.2.1. Waktu dan Tempat....................................................................12
3.2.2. Alat dan Bahan..........................................................................12
3.2.3. Langkah Kerja...........................................................................12
3.3. Budidaya Sayuran Organik.................................................................13
3.3.1. Waktu dan Tempat....................................................................13
3.3.2. Alat dan Bahan..........................................................................13
3.3.3. Langkah Kerja...........................................................................13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................15
4.1. Pupuk Bokasi......................................................................................15
4.2. Pestisida Nabati/Organik....................................................................16
4.3. Budidaya Sayuran Organik.................................................................18
5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................20
5.1. Kesimpulan.........................................................................................20
5.2. Saran...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21
LAMPIRAN....................................................................................................23

ii
DAFTAR TABEL

1. Pengamatan perubahan warna dan bau pupuk.............................................15


2. Pengamatan warna ekstrak biji mimba........................................................16
3. Pengamatan bau ekstrak biji mimba............................................................16

iii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Pupuk Bokasi...............................................................................................23
2. Pestisida Nabati/Organik.............................................................................25
3. Budidaya Sayuran Organik..........................................................................27

iv
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan
pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan.
Pupuk memiliki peranan untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh
tanaman dalam pertumbuhannya. Pupuk terbagi menjadi pupuk organik yang
berasal dari bahan alami dan pupuk anorganik yang berasal dari bahan-bahan
sintetis kimia. Penggunaan pupuk kimia terbilang efektif mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, namun memiliki efek buruk bagi tanah dan ekologi dari
tanaman.
Pupuk bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan
starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, biasanya
berupa campuran molasses, air, starter mikro organisme dan sekam padi. Pupuk
organik ini pertama kali dipopulerkan di Negara Jepang dan banyak diterapkan di
negara-negara lainnya termasuk Indonesia karena kecepatan dalam kematangan
fermentasi yang sangat unggul. Pembuatan pupuk organik biasanya berbahan
dasar sampah organik, kotoran ternak dan jerami.
Pupuk bokashi selain bisa digunakan sebagai pupuk untuk tanaman juga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pembuatan bokasi sangar perlu
diterapkan karena merupakan salah satu teknologi tepat guna dengan biaya yang
terjangkau dan mudah dalam prosesnya.
Selain adanya pupuknya bokashi yang menjadi pupuk alami, ada juga
pestisida nabati. Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang
berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme
peganggu tanaman (OPT). Pestisida nabati ini berfungsi sebagai penolak, penarik,
antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.
Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan
dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan

1
2

dan pengetahuan yang terbatas.


Pengendalian hama wereng coklat, penggerek batang, dan nematoda bisa
dilakukan dengan pestisida nabati dengan bahan biji mimba dan sabun detergen
serta campuran air.
Wereng coklat merupakan hama r-strategik dengan ciri :
- Serangga kecil yang cepat menemukan habitatnya.
- Berkembang biak dengan cepat dan mampu mempergunakan sumber
makanan yang baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi.
- Mempunyai sifat menyebar dengan cepat ke habitat baru sebelum habitat
lama tidak berguna lagi.

Wereng coklat juga merupakan hama talent dan dapat mentransfer virus
kerdil hampa dan virus kerdil rumput.
Penggerek batang padi merupakan hama tanaman padi yang termasuk ordo
lepidoptera dari famili Noctuidae dan Pyralidae. Serangga ini umumnya tertarik
pada lampu pada malam hari, berbentuk kupu-kupu kecil yang disebut ngengat
dan tersebar di daratan Asia, Amerika, dan Australia. Di Indonesia,terdapat lima
spesies penggerek batang padi yang menjadi kendala di lahan irigasi maupun
lahan lebak dan pasang surut. Penggerek batang padi tersebut adalah penggerek
batang padi kuning Scirpophaga (Tryporyza) incertulas (Walker) (Lepidoptera:
Pyralidae), penggerek batang padi putih Scirpophaga (Tryporyza) innotata
(Walker), Chilo suppressalis Walker, Chilo polychrysus (Meyrick), dan Sesamia
inferens (Walker).
Gejala serangan hama penggerek tersebut sama, yaitu pada fase vegetatif
yang disebut sundep (deadhearts) dengan gejala titik tumbuh tanaman muda mati.
Gejala serangan penggerek pada fase generatif disebut beluk (whiteheads) dengan
gejala malai mati dengan bulir hampa yang kelihatan berwarna putih. Gejala
sundep sudah kelihatan sejak 4 hari setelah larva penggerek masuk. Larva
penggerek selalu keluar masuk batang padi, sehingga satu ekor larva sampai
menjadi ngengat dapat menghabiskan 6-15 batang padi.
Menurut Dropkin (1991), nematoda (nama tersebut berasal dari kata Yunani,
yang artinya benang) berbentuk memanjang, seperti tabung, kadang- kadang
seperti kumparan, yang dapat bergerak seperti ular. Mereka hidup di dalam air,
baik air laut maupun air tawar, di dalam film air, di dalam tanah, di dalam
3

jaringan jasad hidup berair. Filum nematoda merupakan kelompok besar kedua
setelah serangga apabila didasarkan atas keanekaragaman jenisnya. Nematoda
telah dikenal sejak zaman purba sebagai parasit pada manusia. Namun ketika
mikroskop yang lebih baik ditemukan dan para ahli hewan abad kesembilan belas
mengeksplorasikan makhluk hidup dalam lingkup yang luas, maka nematoda
dilupakan.
Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman.
Nematoda ini memiliki jangkauan inang yang sangat beragam, sehingga dapat
ditemukan pada beberapa tanaman penting pertanian. Kerugian yang telah
ditimbulkan oleh nematoda ini sangat besar, banyak hasil tanaman pertanian
rusak, mati, dan hasil panen menurun drastis. Untuk mengurangi dan
menaggulangi kerusakan yang ditimbulkan oleh nematoda ini, diperlukan
penelitian tentang morfologi dan anatomi tubuh, siklus hidupnya, musuh alami,
dan lain-lain untuk penanggulangannya di waktu mendatang (Dropkin, 1991).
Tanaman bayam merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mudah
diperoleh disetiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan.
Harganyapun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Tumbuhan bayam
ini awalnya berasal dari negara Amerika beriklim tropis, namun sekarang tersebar
keseluruh dunia. Hampir semua orang mengenal dan menyukai kelezatannya.
Rasanya enak, lunak dan dapat memberikan rasa dingin dalam perut dan dapat
memperlancar pencernaan.Umumnya tanaman bayam dikonsumsi bagian daun
dan batangnya.Ada juga yang memanfaatkan biji atau akarnya sebagai tepung,
obat, bahan kecantikan, dan lain-lain.Ciri dari jenis bayam yang enak untuk
dimakan ialah daunnya besar, bulat, dan empuk.Sedangkan bayam yang berdaun
besar, tipis diolah campur tepung untuk rempeyek (Yusni & Nurudin, 2001).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum pertanian organik ini adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan bokasi dan pupuk bokasi.
2. Dapat mengetahui cara pembuatan pupuk bokasi dan aplikasinya.
3. Mengetahui macam-macam pestisida nabati/organik dan cara
pembuatannya beserta fungsinya masing-masing.
4. Mengetahui cara budidaya sayuran organik.
4

1.3. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari pertanian organik ialah kesehatan, karena pada
pertanian organik menghasilkan makanan yang aman dan bergizi sehingga
meningkatkan kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkugan kerja yang aman
dan sehat karena pertanian organik tidak menggunakan bahan kimia sintetis.
Manfaat yang didapat untuk tanah yaitu meningkatkan kualitas tanah yaitu
dengan menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik merupakan hal
penting dalam pertanian organik.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk Bokasi


Pupuk bokasi merupakan suatu tanah yang sudah mengalami peragian
oleh organisme dari campuran bahan-bahan organic yang dapat
memperbaiki tanah yang sudah tandus dan miskin hara karena terkuras
oleh tanaman atau penggunaan pupuk kimia. Pemberian pupuk bokashi
yang difermentasikan dengan EM-4 merupakan salah satu cara untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dapat menekan hama dan
penyakit serta meningkatkan mutu dan jumlah produksi tanaman (Nasir,
2008).
Penambahan pupuk bokasi pada tanaman mampu menyediakan unsur
hara yang cukup terutama unsur N yang diterima oleh tanah. Unsur N
merupakan unsur hara yang penting dan paling banyak dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Unsur hara N berfungsi sebagai penyusun asam-
asam amino dan sebagai protein komponen pigmen klorofil yang penting
dalam proses fotosintesis. Tetapi jika tanaman kekurangan N dapat
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terganggu hal ini
disebabkan karena terganggunya pembentukan klorofil yang sangat
penting pada saat proses fotosintesis (Sholeh, et al., 1997).
Pemberian pupuk bokasi sebagai sumber bahan organik juga dapat
meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah melalui EM4
sebagai elemen pupuk bokashi yang sangat bermanfaat, mengingat cara
kerja EM 4 dalam tanah secara sinergis dapat meningkatkan kesuburan
tanah, baik fisik, kimia dan biologis sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta meningkatkan
produktivitas tanah dan tanaman (Wididana dan Higa, 1993). Lingga
(2003) menyatakan bahwa tanah yang berstruktur baik, dengan kata lain
tanah yang banyak mengandung mikroorganisme dan kepadatan tanah
yang berkurang dapat menyerap air dan unsur hara yang terlarut. Pupuk
bokasi yang diberikan mengandung EM-4 yang dapat memfermentasikan
bahan organik sehi

5
ngga menghasilkan senyawa yang dapat diserap langsung oleh akar

tanaman.

2.2. Pestisida Nabati/Organik


Penggunaan pestisida di lingkungan pertanian khususnya digunakan untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanaman. Penggunaan pestisida sintetis/

6
7

kimia memang memberikan keuntungan secara ekonomis, namun


memberikan kerugian diantaranya : residu yang tertinggal tidak hanaya
pada tanaman, tetapi juga pada air, tanah, dan udara dan jika
penggunaannya terus-menerus akan mengakibatkan efek resistensi
berbagai jenis hama.
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal
dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT). Pestisida ini dapat bersifat sebagai penolak,
penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.
Isman (2006) menyatakan bahwa prospek penggunaan pestisida nabati
sangat terbuka, terutama pada pertanian organik di negara-negara maju
atau pada pertanian secara umum di negara-negara berkembang seiring
dengan harga pestisida sintetis yang makin mahal. Menurut Asogwa et al.,
(2010), penggunaan mimba sebagai pestisida nabati semakin marak di
negara-negara berkembang karena mempunyai banyak kelebihan, di
antaranya ramah lingkungan, mudah terdegradasi, tidak beracun, dapat
dikombinasikan dengan jenis pestisida lainnya, tidak mudah menimbulkan
resistensi pada hama sasaran, mudah larut dalam air, memperbaiki
pertumbuhan tanaman, dan harganya murah. Namun, pengembangan
pestisida nabati masih menghadapi kendala karena daya kerjanya lambat,
bahan baku untuk skala komersial masih terbatas, dan proses pendaftaran
serta perizinannya belum dipahami oleh pengusaha kecil (Kardinan, 2011).
Salah satu contoh pengendalian hama yang menggunakan mimba
adalah pengendaliaan hama wereng coklat, penggerek batang, dan
nematoda yang dimanfaatkan melalui biji mimba.
Wereng merupakan sebutan umum untuk serangga penghisap cairan
tumbuhan anggota ordo hemiptera (kepik sejati), subordo fulgoromorpha
khususnya yang berukuran kecil. Selain sebagai pemakan langsung,
wereng juga menjadi vector bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan
penting, khususnya kelompok virus. Wereng memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungannya. Bahkan, satu jenis
wereng mampu menghasilkan keturunan yang tahan terhadap kondisi
8

tertentu (Agro pertaniaan, 2016). Hama penggerek batang ini menyerang


tanaman padi pada fase pertumbuhan tanaman mulai dari persemaian
hingga menjelang penen. Hama ini dapat menyebabkan tanaman menjadi
layu, kering bahkan mati. Nematoda adalah hama tanaman yang
merupakan mikroorganisme parasit yang umumnya terdapat didalam
tanah.
Pengendaliaan ketiga hama tersebut dapat dilakukan dengan cara yang alami
yaitu dengan cara melakukan pergiliran tanaman ataupun dengan memanfaatkan
pestisida nabati yang terbuat dari bahan biji mimba yang telah dipermentasikan.

2.3. Budidaya Sayur Organik


2.3.1. Klasifikasi Tanaman Bayam
Tanaman bayam merupakan jenis tanaman famili Amaranthaceae
yanng tergolong sebagai tanaman hortikultura. Berikut ini merupakan
klasifikasi tanaman bayam hijau :
Divisio : Spermatophyta
Class : Angiospermae
Subclass: Dicotyledoneae
Ordo : Amaranthales
Family : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus sp. (Rukmana, 1994)

2.3.2. Morfologi Tanaman Bayam


a. Akar
Bentuk tanaman bayam adalah terma (perdu), tinggi tanaman dapat
mencapai 1,5 sampai 2 m, berumur semusim atau lebih. Sistem perakaran
menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang
(Rukmana, 1994).
b. Batang
Batang tumbuh tegak, tebal, berdaging dan banyak mengandung air,
tumbuh tinggi diatas permukaan tanah. Bayam tahunan mempunyai batang
yang keras berkayu dan bercabang banyak. Bayam kadang-kadang
berkayu dan bercabang banyak (Rukmana, 1994).
9

c. Daun
Daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan urat-urat
daun yang jelas. Warna daun bervariasi, mulai dari hijau muda, hijau tua,
hijau keputih-putihan, sampai berwarna merah. Daun bayam liar
umumnya kasap (kasar) dan kadang berduri (Rukmana, 1994).
d. Bunga
Bunga bayam berukuran kecil, berjumlah banyak terdiri dari daun
bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah. Bunga keluar
dari ujung-ujung tanaman atau ketiak daun yang tersusun seperti malai
yang tumbuh tegak. Tanaman dapat berbunga sepanjang musim.
Perkawinannya bersifat uniseksual, yaitu dapat menyerbuk sendiri
maupun menyerbuk silang. Penyerbukan berlangsung dengan bantuan
angin dan serangga (Rukmana, 1994).
e. Biji
Biji berukuran sangat kecil dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna
coklat tua sampai mengkilap sampai hitam kelam. Namun ada beberapa
jenis bayam yang mempunyai warna biji putih sampai merah, misalnya
bayam maksi yang bijinya merah (Rukmana, 1994).

2.3.3. Teknik Budidaya Tanaman Bayam


Teknik budidaya bayam pada umumnya sama dengan jenis tanaman
lainnya. Budidaya bayam dimulai dari masa pembibitan, persiapan lahan,
penanaman, dan pemeliharaan tanaman. Adapun tahap-tahap dalam budidaya
tanaman bayam adalah sebagai berikut:
a. Pembibitan
Pada tahap ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum tanaman
bayam memasuki tahap penanaman. Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada
tahap pembibitan adalah sebagai berikut:
1. Persyaratan Benih
Benih/biji yang baik untuk bertanam bayam adalah dapat memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
 Berasal dari induk yang sehat
 Bebas dari hama/penyakit
10

 Daya kecambah 80 persen


 Memiliki kemurnian benih yang tinggi
2. Teknik Penyemaian Benih
Lahan untuk pembibitan dipilih yang lebih tinggi dari sekitarnya
dan bebas dari hama dan penyakit tanaman maupun gulma. Pembibitan
diberi atap plastik atau atap jerami padi. Benih bayam disebar merata
atau berbaris-baris pada tanah persemaian dan ditutup dengan selapis
tanah tipis.
3. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Dalam pemeliharaan benih/bibit perlu dilakukan penyiraman dengan teratur
dan hati-hati. Tanah yang digunakan juga perlu dipupuk agar kesuburannya tetap
terjaga. Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk kandang. Setelah bibit tumbuh
dan ada benih yang terserang hama/penyakit maka perlu disemprot dengan
pestisida dengan dosis rendah.
4. Pemindahan Bibit
Setelah bibit tumbuh berumur sekitar 7-14 hari, bibit dipindah-tanam ke
dalam pot-pot yang terbuat daun pisang atau kantong plastik es mambo yang
sebelumnya telah diisi dengan medium tumbuh campuran tanah dan pupuk
organik yang halus (1:1). Bibit dalam pot disiram teratur dan setelah berumur
sekitar 7-14 hari setelah dipotkan, bibit tersebut telah siap untuk dipindah-tanam
ke lapangan.
b. Persiapan Lahan
1. Pembukaan Lahan
Lahan yang akan ditanami dicangkul/dibajak sedalam 30-40 cm, bongkah
tanah dipecah, gulma dan seluruh sisa tanaman diangkat dan disingkirkan lalu
diratakan. Lahan kemudian dibiarkan selama beberapa waktu agar tanah matang
benar.
2. Pembentukan Bedengan
Setelah tahap pencangkulan kemudian dibuat bedengan dengan lebar sekitar
120 cm atau 160 cm, tergantung jumlah populasi tanaman yang akan ditanam
nanti. Dibuat parit antar bedengan selebar 20-30 cm, kedalaman 30 cm untuk
11

drainase. Pada bedengan dibuat lubang-lubang tanam, jarak antar barisan 60-80
cm, jarak antar lubang (dalam barisan) 40-50 cm.
3. Pengapuran
Apabila pH tanah terlalu rendah maka diperlukan pengapuran untuk
menaikkannya. Pengapuran dapat menggunakan kapur pertanian atau Calcit
maupun Dolomit. Pada tipe tanah pasir sampai pasir berlempung yang pH-nya 5,5
diperlukan ± 988 kg kapur pertanian/ha untuk menaikkan pH menjadi 6,5.
Kisaran kebutuhan kapur pertanian pada tanah lempung berpasir hingga liat
berlempung ialah antara 1.730-4.493 kg/hektar. Sebaliknya, untuk menurunkan
pH tanah, dapat digunakan tepung Belerang (S) atau Gipsum, biasa sekitar 6
ton/hektar. Cara pemberiannya, bahan-bahan tersebut disebar merata dan
dicampur dengan tanah minimal sebulan sebelum tanam.
4. Pemupukan
Pemupukan awal menggunakan pupuk kandang yang telah masak. Waktu
pemupukan dilakukan satu minggu atau dua minggu sebelum tanam. Cara
pemupukan adalah dengan disebarkan merata diatas bedengan kemudian diaduk
dengan tanah lapisan atas. Untuk pemupukan yang diberikan per lubanng tanam,
cara pemberiannya dilakukan dengan memasukkan pupuk ke dalam lubang
tanam. Dosis pemberian pupuk dasar disesuaikan dengan jenis tanaman dan
keadaan lahan. Akan tetapi dosis untuk pupuk kandang sekitar 10 ton per hektar.
Pemupukan per lubang tanam biasanya diperlukan sekitar 1-2 kg per lubang
tanam.
c. Penanaman
Penanaman dapat langsung di lapangan tanpa penyemaian atau
dengan penyemaian terlebih dahulu. Apabila tanpa penyemaian maka biji
bayam dicampur abu disebarkan langsung di atas bedengan menurut
barisan pada jarak antar barisan 20 cm dan arahnya membujur dari Barat
ke Timur. Setelah disebarkan benih segera ditutup dengan tanah halus dan
disiram hingga cukup basah. Waktu penanaman paling baik adalah pada
awal musim hujan. Dengan penyemaian maka tanaman dapat tumbuh
dengan lebih baik karena benih diperoleh dengan cara seleksi untuk
ditanam.
12

d. Pemeliharaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Apabila sewaktu menyebar benih secara langsung di lapangan
tidak merata maka akan terjadi pertumbuhan yang mengelompok (rapat)
sehingga pertumbuhannya terhambat karena saling bersaing satu sama
lain. Oleh karena itu perlu dilakukan penjarangan sekaligus sebagai panen
pertama. Apabila tanaman bayam dihasilkan dari benih yang disemai
maka setelah penanaman di lapangan ada yang mati/terserang penyakit,
maka perlu dilakukan penyulaman dengan mengganti tanaman dengan
yang baru. Caranya dengan mencabut dan apabila terserang penyakit
segera dimusnahkan agar tidak menular ke tanaman lainnya. Penyulaman
dapat dilakukan seminggu setelah tanam.
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila muncul gulma tanaman Gelang
(Portulaca oleracea) dan rumput liar lainnya. Kehadiran gulma gelang
dapat menurunkan produksi bayam antara 30-65%. Penyiangan dilakukan
bersamaan dengan penggemburan tanah. Alat yang digunakan dalam
penyiangan dapat berupa cangkul kecil atau sabit. Caranya dengan
dicangkul untuk mencabut gulma atau langsung dicabut dengan tangan.
Disamping itu pencangkulan dilakukan untuk menggemburkan tanah.
3. Penyiraman
Pada fase awal pertumbuhan, sebaiknya penyiraman dilakukan rutin
dan intensif 1-2 kali sehari, terutama di musim kemarau. Waktu yang
paling baik untuk menyiram tanaman bayam adalah pagi atau sore hari,
dengan menggunakan alat bantu gembor (emrat) agar air siramannya
merata.
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik, untuk
tiap lubang calon tanaman sekitar 0,4-0,8 kg. Dengan demikian kuantum
pupuk organik akan berkisar 15-30 ton (Hadisoeganda & Widjaja, 1996).
5. Pengendalian Hama Penyakit Tanaman
13

Pengendalian hama penyakit tanaman perlu dilakukan dalam


budidaya tanaman bayam agar hasil dari tanaman budidaya optimal.
Hama dalam budidaya tanaman bayam misalnya serangga ulat daun.
Penyakit dalam budidaya tanaman bayam misalnya busuk basah. Gulma
yang mengganggu tanaman budidaya seperti :rumput-rumputan, alang-
alang.
e. Panen
Cara panennya adalah dengan mencabut seluruh bagian tanaman
dengan memilih tanaman yang sudah tumbuh optimal. Tanaman yang
masih kecil diberi kesempatan untuk tumbuh membesar, sehingga panen
bayam identik dengan penjarangan (Rukmana, 1994).
3. METODELOGI

3.1. Pupuk Bokasi


3.1.1. Waktu dan Tempat
Waktu : Jumat, 16 November 2018 Pukul 08.00 WIB
Tempat :Kebun percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh
Aceh Utara.

3.1.2. Alat dan Bahan


Alat : Cangkul, batang pengaduk, ember
Bahan : Kotoran ternak 40%, dedak 30%, abu ikan 10%, arang sekam padi
15%, air 5%, tanah humus secukupnya.

3.1.3. Langkah Kerja


1. Bakarlah sekam padi seperti layaknya arang
2. Campurkan arang tersebut dengan kotoran ternak.
3. Setelah itu taburkan abu ikan,dan aduk lagi sampai merata dengan
memercikkan air keatasnya.
4. Tumpukkan bahan tersebut seperti gunumg dan tutupkan dengan plastik
dengan cara yang renggang.
5. Dalam suhu udara 55 derajat celcius dan bongkar lalu tutup lagi.
6. Kira-kira 15 hari siap dipakai pada tanaman.

3.2. Pestisida Nabati/Organik


3.2.1. Waktu dan Tempat
Waktu : Jumat, 23 November 2018 Pukul 08.00 WIB
Tempat :Kebun percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh,
Aceh Utara.

3.2.2. Alat dan Bahan


Alat : Botol, batu gilingan, ember, corong.
Bahan : Biji mimba 10 gr, deterjen/sabun colek,air.

3.2.3. Langkah Kerja


Biji mimba ditumbuk halus, encerkan dengan 1 liter air, endapkan selama
24 jam, dapat disemprotkan pada tanaman/serangga hama.

14
15

3.3. Budidaya Sayur Organik


3.3.1. Waktu dan Tempat
Waktu : Jumat, 30 November 2018 Pukul 08.00 WIB
Tempat : Kebun percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh,
Aceh Utara.

3.3.2. Alat dan Bahan


Alat : Cangkul, garu, meteran, tali rafia, parang, gembor.
Bahan : Benih bayam, pupuk kandang, furadan.

3.3.3. Langkah Kerja


a. Langkah Pembibitan
1. Benih ditanam dalam polibag ukuran kecil untuk mendapatkan bibit
dengan kualitas yang kuat dan baik.
2. Masukkan benih kedalam polibag dan tutup tipis.
3. Tebarkan furadan di permukaan media pembibitan sesuai aturan yang ada
di kemasannya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari serangan
hama berupa semut atau ulat tanah.
4. Lakukan penyiraman dengan hati-hati hingga media pembibitan basah
secara merata. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali
5. Letakkan wadah pembibitan pada tempat yang terlindung dari dera hujan
secara langsung namun terkena sinar matahari cukup, misalnya di bawah
sungkup atau rumah plastik. Setelah bibit memiliki daun sempurna 2
lembar, lakukan pemindahan bibit.

b. Persiapan dan pembibitan


1. Olah tanah
Vegetasi-vegetasi yang terdapat di lahan di rumput dan tumbuhan lainnya
dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian tanah diolah dengan menggunakan
cangkul, parang dan garu. Kedalaman pengolahan tanah sekitar 20 cm.
Setelah bongkahan tanah hancur dan gembur, maka dibentuk bedengan, lalu
tambahkan pupuk organik dan campurkan dengan tanah lapis atas.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah lahan diberakan selama satu minggu dan te
16

lah diberikan pupuk sesuai dengan dosis anjuran.


3. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan setiap hari, kecuali bila ada hujan. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati atau
secara mekanis sesuai dengan tingkat serangan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pupuk Bokasi


4.1.1. Hasil
Hasil pengamatan pembuatan pupuk bokashi selama 2 minggu,maka
didapatkan hasil perubahan yaitu:

Tabel 1. Pengamatan perubahan warna dan bau pupuk


N Pengam Perubahan Warna dan Bau
o. atan setiap 3
hari
(1 (2) (3)
)
1 3 hari Coklat terang dan berbau
2 6 hari Coklat gelap dan berbau
3 9 hari Coklat kehitaman dan
tidak berbau
4 12 hari Coklat kehitaman dan
tidak berbau

4.1.1. Pembahasan
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pupuk bokasi yang telah
matang memiliki ciri-ciri yaitu berwarna coklat kehitaman, tidak berbau,
bertekstur gembur, dan bersuhu dingin. Pada praktikum di lapangan
dilakukan membolak balik pupuk setiap 3 hari sekali dan dilakukan
pengamatan warna dan bau pupuk.
Selain komposisi bahan pembuatan pupuk bokasi,suhu saat inkubasi
juga merupakan penentu untuk mendapatkan pupuk bokashi yang
berkualitas.Sehingga suhu yang baik ialah dibawah 50 0C. Selama masa
fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian. Selama waktu
fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan kimiawi . Proses pelapukan
ini dapat diamati secara visual antara lain dengan peningkatan suhu,
penurunan volume tumpukan, dan perubahan warna.
Suhu tumpukan akan meningkat dengan cepat sehari/dua hari setelah
inkubasi. Suhu akan terus meningkat selama beberapa minggu dan
suhunya dapat mencapai 65-70oC. Pada saat suhu meningkat, mikroba

17
akan dengan giat melakukan penguraian/dekomposisi. Akibat penguraian
tersebut, volume tumpukan pupuk akan menyusut. Penyusutan ini dapat
mencapai 50% dari volume semula. Sejalan dengan itu warna juga akan
berubah menjadi coklat kehitam-hitaman.

18
19

4.2.Pestisida Nabati/Organik
4.2.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan selama beberapa minggu, maka diperoleh
hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Pengamatan warna ekstrak biji mimba


N Pengam Perubahan Warna
o. atan
(1 (2) (3)
)
1 1 MSE Hijau pekat
2 2 MSE Hijau muda
3 3 MSE Hijau bening
Keterangan: MSE : minggu setelah ekstraksi

Tabel 3. Pengamatan bau ekstrak biji mimba


N Pengama Perubahan Bau
o. tan
(1 (2) (3)
)
1 1 MSE Menyengat
2 2 MSE Menyengat
3 3 MSE Bau Busuk
Keterangan: MSE: minggu setelah ekstraksi

4.2.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan diatas (Tabel 1) maka dapat kita ketahui
bahwa terjadi perubahan warna pada ekstrak biji mimba dari awal
pembuatan hingga tiga minggu pengamatan. Perubahan warna terjadi
mulai dari hijau pekat ke hijau muda sampai ke hijau bening.
Ekstrak biji mimba juga mengalami perubahan bau (Tabel 2) dari
bau yang sangat menyengat hingga seperti bau busuk. Bau yang sangat
menyengat dari ekstrak biji mimba dapat berfungsi sebagai repelan
(menolak kehadiran serangga) sehingga serangga enggan datang pada
tanaman yang telah diaplikasikan ekstrak biji mimba. Bau yang menyengat
dari ekstrak biji mimba ini disebabkan oleh adanya senyawa meliantriol
yang berperan sebagai penghalau serangga hama sehingga tanaman yang
telah diaplikasikan ekstrak biji serangga terhindar dari kerusakan akibat
hama (Indiati dan Marwoto, 2008).
20

Kandungan senyawa azadirachtin yang terdapat pada biji mimba


dapat digunakan untuk menghambat kerja hormon ecdyson yang
merupakan hormon yang sangat berperan dalam metamorfosa serangga.
Apabila kerja dari hormon ini terganggu maka proses-proses metamorfosa
pada serangga seperti pergantian kulit, perubahan dari telur hingga
menjadi kepompong dan dewasa pun akan terhambat sehingga dapat
menyebabkan kematian (Indiati dan Marwoto, 2008). Kandungan
azadirachtin pada biji mimba yang lebih tinggi dibandingkan daun mimba
(Martono et al., 2004 dalam Indiati dan Marwoto, 2008) menyebabkan
penggunaan ekstrak biji mimba sebagai pestisida nabati lebih efektif
daripada ekstrak biji mimba (Indiati dan Marwoto, 2008).
Selain azadirachtin, biji mimba juga mengandung salanin yang
sangat berguna untuk menurunkan nafsu makan serangga sehingga daya
rusak serangga sangat kecil. Setelah nafsu makan serangga menurun, maka
dalam beberapa hari serangga akan mati akibat serangga sakit karena
kurangnya asupan makanan. (Indiati dan Marwoto, 2008). Karena
kandungan bahan aktif pada ekstrak biji mimba yang lebih dari satu maka
tidak akan mudah menyebabkan resistensi pada hama.
Efektifitas ekstrak biji mimba sebagai larvisida nabati (pembunuh
larva) juga sangat baik karena dapat menurunkan mortalitas ulat jarak
(Achea janata) sebesar 79,7% sampai 100%. Selain itu juga, ekstrak biji
mimba sangat baik untuk mencegah pertumbuhan dan menyebabkan
kematian pada larva ulat grayak (Spodoptera litura) dan ulat tembakau
(Helicoverpa armigera) (Subiyakto dan Sunarto, 2006 dalam Subiyakto,
2009).
Berdasarkan penelitian Indiati (2007) aplikasi ekstrak air biji nimba
sebanyak 50 g/l pada tanaman kacang hijau dapat menekan kehilangan
hasil akibat hama penggerek polong Maruca testulalis sebesar 13-45%.
Penelitian Balitkabi menunjukkan bahwa ekstrak air biji mimba 50 g/l
yang diaplikasikan pada kedelai yang berumur 8 HST efektif menurunkan
serangga hama lalat kacang Ophiomyia phaseoli (Indiati, 2004 dalam
Indiati dan Marwoto, 2008).
21

Mekanisme kerja dari ekstrak biji mimba dalam membunuh hama


melalui beberapa cara, seperti (1) repelan, (2) memblokir kemampuan
makan serangga, (3) mengurangi nafsu makan, (4) pemandul, (5)
antifidan, (6) mengganggu komunikasi serangga, (7) menghambat
pergantian kulit, (8) merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
(Mordue dan Blackwell, 1993; Anonim, 1996; Sunarto et al., 2005 dalam
Subiyakto, 2009).

4.3.Budidaya Sayuran Organik


4.3.1. Hasil
Setelah dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan bayam pada umur 1
MST maka dapat diketahui daya tumbuh bayam mencapai 98%. Hal ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Bayam umur 1 MST


4.3.2. Pembahasan
Daya tumbuh bayam yang tidak mencapai 100% setelah berumur 1 MST
diduga karena penyebaran benih ke bedengan yang tidak merata sehingga ada
benih-benih yang saling bertumpuk. Selain itu juga, kondisi lingkungan yang
kurang mendukung seperti curah hujan yang lebat juga menyebabkan sebagian
benih hanyut terbawa oleh air hujan.
Faktor tumbuh seperti air dan cahaya akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman akan baik jika air dan
cahaya yang didapat sesuai dengan kebutuhan tanaman. Tanaman yang
ditanam dengan tingkat populasi yang tepat konsumsi air dan cahayanya
22

dapat dipenuhi sesuai kebutuhan. Pertumbuhan tanaman akan maksimal


sehingga diperoleh pula produktivitas yang maksimum.
Pertumbuhan daun sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan
ketersediaan cahaya. Peningkatan populasi tanaman bayam akan
mengurangi ketersediaan cahaya dan pada akhirnya akan mengurangi
pembentukan pucuk. Meningkatnya populasi akan meningkatkan
kebutuhan cahaya untuk proses fotosintesis karena makin beratnya
persaingan antara tanaman dalam memperebutkan cahaya. Hal tersebut
dikaitkan dengan persaingan untuk mendapatkan hasil asimilasi, karena
fotosintesis berkurang dalam tegakan yang rapat (Gardner et al., 1991).
Pada populasi tanaman bayam yang rapat, banyak permukaan daun
yang saling menutup, sehingga menghambat proses fotosintesis. Proses
fotosintesis yang terhambat akan berdampak pada jumlah fotosintat yang
dihasilkan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pembentukan
daun.
Penyakit yang menyerang tanaman bayam umumnya disebabkan
oleh cendawan. Penyakit yang paling sering menyerang adalah penyakit
rebah kecambah yang disebabkan oleh cendawan Phytium sp. Curah hujan
dan kelembaban media yang tinggi menjadi penyebabnya. Akar bibit
bayam yang baru dipindahtanamkan tidak dapat berkembang dan busuk.
Tanaman yang bertahan pun pertumbuhannya tidak baik.
Untuk pertumbuhan bayam yang lebih baik sebelum ditanam bibit
bayam,maka diaplikasikan pupuk bokashi yang telah dibuat 2 minggu
sebelum tanam sebagai pupuk dasar.Pemberian pupuk bokashi dimaksud
untuk penambahan unsur C dan N pada tanah. Bayam merupakan tanaman
C4 yang tahan terhadap cahaya dan membutuhkan sinar matahari
penuh.Sehingga bayam hanya dinaungi 1 MST setelah itu naungan tidak
diperlukan lagi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
1. Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis dengan
tujuan menyediakan bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan.
2. Dari hasil praktikum, di dapatkan pupuk bokhasi yang berwarna coklat
kehitaman, tidak berbau, bertekstur gembur, dan bersuhu dingin.
3. Pada praktikum yang kami lakukan yaitu pengendalian hama wereng coklat,
penggerek batang, dan nematoda bisa dilakukan dengan pestisida nabati
dengan bahan biji mimba dan sabun detergen serta campuran air.

4. Pada praktikum budidaya sayuran organik didapatkan hasil daya tumbuh


bayam yang tidak mencapai 100% setelah berumur 1 MST diduga karena
penyebaran benih ke bedengan yang tidak merata sehingga ada benih-benih
yang saling bertumpuk.

5.2.Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum pertanian organik ini penanaman
sayuran organik yang di terapkan lebih terdahulu agar dapat menghasilkan data
yang lebih efesien yaitu dengan melakukan pengaplikasian pupuk dan pestisida
pada tanaman tersebut. Dimana dengan begitu kita dapat mengamati tumbuhnya,
mengamati pemberian pupuk dan mengamati hama yang terdapat pada tanaman
dengan waktu yang cukup sehingga kita dapatkan hasil yang afisien.

23
DAFTAR PUSTAKA

Asogwa, E.U., T.C.N. Ndubuaku, J.A. Ugwu, and O.O. Awe. 2010. Prospects of
botanical pesticides from neem, Azadirachta indica for routine protection of
cocoa farms against the brown cocoa mirid – Sahlbergella singularis in
Nigeria. J. Medicinal Plants Res. 4(1): 1−6. DOI: 10.5897/JMPR09.049.

Dropkin, V. H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah


Mada University.

Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL. 1991. Physiology of Crop Plants.
Diterjemahkan oleh H.Susilo. Jakarta. Universitas Indonesia Press.

Hadisoeganda, A., & Widjaja W. 1996. Bayam Sayuran Peyangga Petani di


Indonesia. Monograf No. 4 BPPP Lembang Bandung.

Indiati, S.W., & Marwoto. 2008. Potensi Ekstrak Biji Mimba Sebagai Insektisida
Nabati. Buletin Palawija. No. 15: 9-14.

Isman, M.B. 2006. Botanical insecticides, deterrents, and repellents in modern


agriculture and an increasingly regulated world. Annu. Rev. Entomol. 51:
45–66. doi: 10.1146/annurev.ento.51.110104.151146.

Kardinan, A. 2011. Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Kearifan Lokal dalam


Pengendalian Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik.
Pengembangan Inovasi Pertanian, 4(4): 262−278.

Lingga, P., & Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Nasir. 2008. Pengaruh Penggunaan Pupuk Bokashi pada Pertumbuhan dan


Produksi Palawija dan Sayuran. Diakses dari
www.distperternakpandeglang.go.id.

Rahardi, F., CS. 1993. Agribisnis Tanaman Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmana, Rahmat. 1994. Bayam, Bertanam, dan Pengolahan Pascapanen.


Yogyakarta: Kanisius.

Setiawan, Ade Iwan. 1995. Sayuran Dataran Tinggi Budidaya dan Pengaturan
Panen. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sholeh, Nursyamsi., D. Adiningsih, S.J. 1997. Pengelolaan Bahan Organik dan


Nitrogen untuk Tanaman Padi dan Ketela Pohon pada Lahan Kering yang
Mempunyai Tanah Ultisol di Lampung. Prosiding Pertemuan Pembahasan
dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bidang Kimia dan
Biologi Tanah. Departemen Pertanian.

24
25

Subiyakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala
dan Strategi Pengembangannya. Perspektif. Vol. 8 (2): 108-116.

Wididana dan Higa, T. 1993. Pemurnian Bercocok Tanam Padi dengan Teknologi
EM 4. Jakarta: PT Songgolangit Persada.

Yusni, Bandini., & Nurudin, Azis. 2001. Bayam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lampiran 1 Pupuk Bokasi
Lampiran 2 Pestisida Nabati/Organik
Lampiran 3 Budidaya Sayur Organik

Anda mungkin juga menyukai