Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN HORTIKULTURA

Kelompok 5 AET 1:

Siti Latifah Husna (210310028)

Ajeng Dwi Karima (210310163)

Dinda Masyithah (210310176)

Rizky Diryan Margolang (210310211)

Nama Asisten:
Rahmat Hidayat

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan proposal Teknologi Budidaya Tanaman
Hortikultura ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan laporan
praktikum ini adalah untuk memenuhi tugas laporan praktikum Teknologi
Budidaya Tanaman Hortikultura. Selain itu, laporan praktikumini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada abang aslab selaku asisten praktikum
Teknologi Budidaya Tanaman Hortikultura yang telah memberikan ilmu untuk
mengajari kami sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan studi yang
ditekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami menyelesaikan laporan
praktikum ini. Kami menyadari laporan praktikum yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu. Kritik dan saran yang membangun akan kami
terima demi kesempurnaan laporan ini.

Reuleut Timur, 28 Desember 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 5
1.2. Tujuan .......................................................................................................... 6
1.3. Manfaat ......................................................................................................... 6
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7
2.1 Klasifikasi ...................................................................................................... 7
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jahe ....................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Temulawak ........................................................... 8
2.1.3 Klasifikasi Tanaman Kunyit Kuning ...................................................... 9
2.1.4 Klasifikasi Kunyit Putih........................................................................ 10
2.2 Morfologi ..................................................................................................... 10
2.2.1 Morfologi Tanaman Jahe ...................................................................... 11
2.2.2 Morfologi Tanaman Temulawak .......................................................... 12
2.2.3 Morfologi Tanaman Kunyit Kuning ..................................................... 14
2.2.4 Morfologi Tanaman Kunyit Putih......................................................... 15
2.3 Syarat Tumbuh ............................................................................................ 17
2.3.1 Syarat Tumbuh Tanaman Jahe .............................................................. 17
2.3.2 Syarat Tumbuh Tanaman Temulawak .................................................. 18
2.3.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kunyit Kuning ............................................. 20
2.3.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kunyit Putih ................................................ 20
2.4 Penyulaman ................................................................................................. 21
2.5 Pemupukan .................................................................................................. 22
3. METODOLOGI .............................................................................................. 23
3.1. Waktu Dan Tempat .................................................................................... 23
3.2. Alat Dan Bahan .......................................................................................... 23
3.2.1. Alat....................................................................................................... 23
3.2.2. Bahan ................................................................................................... 23
3.3. Cara Kerja................................................................................................... 23
4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 25
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 29
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 29
5.2 Saran ............................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................................... 31
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman obat adalah Jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi dan
berkhasiat sebagai obat dan dipergunakan untuk penyembuhan maupun mencegah
berbagai penyakit, Penggunaan tanaman obat sebagai obat bisa dengan cara
diminum, ditempel, dihirup sehingga kegunaannya dapat memenuhi konsep kerja
reseptor sel dalam menerima senyawa kimia atau rangsangan. Tanaman obat yang
dapat digunakan sebagai obat, baik yang sengaja ditanam maupun tumbuh secara
liar. Tumbuhan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk diracik dan disajikan
sebagai obat guna penyembuhan penyakit.

Bangsa Indonesia dipacu untuk berlomba dengan kerusakan atau


hilangnya sumber daya alam dan pengetahuan tradisional yang belum dikaji
terutama mengenai tumbuhan obat. Dengan kemajuan teknologi yang semakin
pesat dan kompleks, membuat sumber daya alam bisa dieksploitasi yang
menyebabkan kepunahan jenis–jenis tumbuhan, ditambah lagi dengan semakin
rusaknya alam. Adanya modernisasi budaya dapat menyebabkan hilangnya
pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat (Syamsiah, 2014).

Rimpang dalam ilmu botani dapat didefinisikan sebagai tanaman yang


tumbuh di bawah permukaan tanah seperti jahe, kencur, kunyit, lengkuas dan
temulawak. Kunyit merupakan tanaman herbal dengan tinggi mencapai 100 cm.
Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan.
Daun tunggal, lanset memanjang, helai daun berjumlah 3-8 dan pangkal runcing,
tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12.5 cm, pertulangan menyirip, berwarna
hijau pucat (Astuti, 2018).

Tumbuhan obat tradisional di Indonesia mempunyai peran yang sangat


penting terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya
masih sangat terbatas. Nenek moyang kita mengenal obat–obatan tradisisonal
yang berasal dari tumbuhan di sekitar pekarangan rumah maupun yang tumbuh
liar di semak belukar dan hutan-hutan. Masyarakat sekitar kawasan hutan
memanfaatkan tumbuhan obat yang ada sebagai bahan baku obat–obatan
berdasarkan pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan obat yang diwariskan
secara turun–temurun (Hidayat dan Hardiansyah, 2012).Indonesia mempunyai
banyak tanaman yang berkhasiat untuk obat. Salah satu tanaman obat yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah kunyit (Curcuma domestica Val.) terutama
bagian rimpangnya. Manfaat rimpang kunyit sebagai obat tradisional antara lain
untuk obat gatal, kesemutan, gusi bengkak, luka, sesak napas, sakit perut, bisul,
kudis, encok, antidiare, penawar racun, dan sebagainya (Pangemanan, dkk., 2016).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum teknologi budidaya tanaman
hortikultura ini adalah untuk mengetahui bagaimana budidaya tanaman obat-
obatan seperti jahe, kunyit, kencur dan temulawak, merawat dan memelihara
tanaman tersebut dengan baik dan benar

1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari dilakukannya praktikum teknologi budidaya tanaman
hortikultura ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pupuk kandang dan
pupuk anorganik terhadap pertumbuhan tanaman rimpang tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi
Klasifikasi adalah suatu cara pengelompokan yang didasarkan pada ciri-
ciri tertentu. Semua ahli biologi menggunakan suatu sistem klasifikasi untuk
mengelompokkan tumbuhan ataupun hewan yang memiliki persamaan struktur,
kemudian setiap kelompok tumbuhan ataupun hewan tersebut dipasang-pasangkan
dengan kelompok tumbuhan atau hewan lainnya yang memiliki persamaan dalam
kategori lain. Hal itu pertama kali diusulkan oleh John Ray yang berasal dari
Inggris. Namun ide itu disempurnakan oleh Carl Von Linne (1707-1778), seorang
ahli botani berkebangsaan Swedia yang dikenal pada masa sekarang dengan
Carolus Linnaeus.

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jahe

Gambar 1. Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) termasuk dalam ordo Zingiberales, famili


Zingiberaceae, dan genus Zingiber (Simpson, 2006). Kedudukan tanaman jahe
dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Rosc. (Rukmana, 2000).
Tanaman jahe merupakan terna tahunan, berbatang semu dengan tinggi
antara 30 cm - 75 cm. Berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan
panjang 15 cm – 23 cm, lebar lebih kurang 2,5 cm, tersusun teratur dua baris
berseling. Tanaman jahe hidup merumpun, beranak-pinak, menghasilkan rimpang
dan berbunga. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu: jahe besar (jahe gajah) yang ditandai dengan ukuran
rimpang yang besar, berwarna muda atau kuning, berserat halus dan sedikit
beraroma maupun berasa kurang tajam; jahe putih kecil (jahe emprit) yang
ditandai dengan ukuran rimpang yang termasuk kategori sedang, dengan bentuk
agak pipih, berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam; jahe
merah yang ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna merah jingga,
berserat kasar, beraroma serta berasa sangat tajam (Rukmana, 2000).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Temulawak

Gambar 2. Temulawak
Menurut Rukmana (2012), temulawak termasuk tanaman tahunan yang
tumbuh merumpun. Rimpang induk temulawak bentuknya bulat telur, rimpang
cabang terdapat disampingnya berbentuk memanjang. Tiap rumpun tanaman
temulawak 8 umumnya memiliki 6 buah rimpang tua dan 5 buah rimpang muda.
Menurut Rukmana (2011), kedudukan taksonomi temulawak adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae


Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorriza Roxb.

2.1.3 Klasifikasi Tanaman Kunyit Kuning

Gambar 3. Kunyit Kuning


Tanaman kunyit kuning (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman
obat dari keluarga Zingiberaceae dan berumur tahunan (perenial) yang tumbuh
tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit di Jawa Barat sendiri disebut
koneng dan di Jawa Tengah dan Jawa Timus disebut kunir. Kunyit tumbuh subur
dan liar di hutan atau di kebun. Kunyit merupakan jenis rumput-rumputan,
tingginya sekitar 1 m dan bunganya muncul dari pucuk batang semu dengan
panjang sekitar 10 cm sampai 15 cm dan berwarna putih (Hartati., 2013). Bentuk
tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) dapat dilihat pada Gambar 1.
Klasifikasi tanaman kunyit menurut (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat., 2020) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
2.1.4 Klasifikasi Kunyit Putih

Gambar 4. Kunyit Putih


Berikut adalah taksonomi dari kunyit putih (Curcuma zedoaria) :
Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Suku Genus Spesies
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Sub divisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe (Integrated Taxonomy Information
System, 2021)

2.2 Morfologi
Menurut istilah morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari
mengenai bagaimana bentuk serta struktur tubuh yang dipisahkan menjadi
morfologi luar dan bagian dalam tumbuhan. Morfologi tumbuhan tidak Cuma
menjelaskan bagaimana bentuk dan struktur tubuh tumbuhan, namun juga
berfungsi untuk memilih apakah fungsi dari masing- masing bagian itu dalam
kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui dimana asal
bentuk dan susunan tumbuhan tersebut.
2.2.1 Morfologi Tanaman Jahe
2.2.1.1 Akar
Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini
tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal
(rimpang) tertanam kuat didalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan
usia serta membentuk rhizoma-rhizoma baru (Rukmana, 2014).
Rimpang yang akan digunakan untuk bibit harus sudah tua minimal
berumur 10 bulan. Ciri-ciri rimpang tua antara lain kandungan serat tinggi dan
kasar, kulit licin dan keras tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat
menampakkan tanda bernas. Rimpang yang terpilih untuk dijadikan benih,
sebaiknya mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25 -
60 g untuk jahe putih besar, 20 - 40 g untuk jahe putih kecil dan jahe merah.
Kebutuhan bibit per ha untuk jahe merah dan jahe emprit 1-1,5 ton, sedangkan 11
jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan bibit 2-3 ton/ha dan 5 ton/ha
untuk jahe putih besar yang dipanen muda (Rostiana et al., 2005).

2.2.1.2 Batang
Jahe tumbuh merumpun, berupa tanaman tahunan berbatang semu.
Tanaman tumbuh tegak setinggi 30-75 cm. Batang semu jahe merah berbentuk
bulat kecil, berwarna hijau kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh
pelepah daun. Batang semu jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau
kemerahan, dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun. Tinggi tanaman
mencapai 34,18 – 62,28 cm (Lantera, 2002).

2.2.1.3 Daun
Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput-
rumputan besar. Daun itu sebelah-menyebelah berselingan dengan tulang daun.
Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung agak lancip, bertangkai pendek,
berwarna hijau tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau
muda dan berambut halus. Panjang daun sekitar 5 - 25 cm dan lebar 0,8 - 2,5 cm.
Tangkainya berambut atau gundul dengan panjang 5 - 25 cm dan lebar 1 - 3 cm.
Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3 - 0,6 cm, pangkal daun akan
tetap hidup dalam tanah apabila daun telah mati dan menjadi rimpang baru
(Syukur dan Hernani, 2002).
Panjang daunnya 15-23 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau
gundul. Ketika daun mengering dan mati, pangkal tangkainya (rimpang) tetap
hidup dalam tanah. Rimpang tersebut akan bertunas dan tumbuh menjadi tanaman
baru setelah terkena hujan . Rimpang jahe berbuku-buku, gemuk, agak pipih,
membentuk akar serabut. Rimpang tersebut tertanam dalam tanah dan semakin
membesar sesuai dengan bertambahnya usia dengan membentuk rimpang-rimpang
baru. Di dalam sel-sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang aromatis dan
oleoresin khas jahe (Harmono dan Andoko, 2012).

2.2.1.4 Bunga
Bunga jahe terangkai dalam spika yang muncul secara langsung dari
rhizome. Spika terdiri atas braktea yang saling tersusun, braktea tersebut
menghasilkan bunga tunggal yang muncul melalui sebuah axil. Setiap bunga
memiliki petal 7 berbentuk tabung kecil yang melebar ke atas menjadi tiga
cuping.Pembungaan tidak sering terjadi, pembungaan mungkin terjadi karena
faktor iklim dan panjang hari (Ravindran dan Babu, 2011).
Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan
panjang 5-7 cm dan bergaris tengah 2-2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai
bulir yang keluar dari akar rimpang dengan panjang 15-25 cm. Tangkai bulir
dikelilingi daun pelindung yang berbentuk lonjong, runcing, dengan tepi berwarna
merah, ungu, atau hijau kekuningan. Bunga terletak pada ketiak daun pelindung
dengan beberapa bentuk, yakni panjang, bulat telur, runcing. Kelopak dan daun
bunga masing-masing tiga buah yang sebagian bertautan (Paimin et al, 2012).

2.2.2 Morfologi Tanaman Temulawak


2.2.2.1 Akar
Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna
hijau gelap. Rimpang induk dapat memiliki 3-4 buah rimpang. Warna kulit
rimpang cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang
orange tua atau kuning. Rimpang temulawak terbentuk di dalam tanah pada
kedalaman sekitar 16 cm. Tiap rumpun umumnya memiliki 6 buah rimpang tua
dan 5 buah rimpang muda. Rimpang Temulawak sangat berkhasiat untuk
antiradang, anti keracunan empedu, penurun kadar kolesterol, diuretik (peluruh
kencing), penambah ASI, tonikum, dan penghilang nyeri sendi (Galeriukm, 2011).

2.2.2.2 Batang
Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan herba yang batang
pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai 2 sampai 2,5 m
berwarna hijau atau cokelat gelap. Pelepah daunnya saling menutupi membentuk
batang. Tumbuhan yang patinya mudah dicerna ini dapat tumbuh baik di dataran
rendah hingga ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Umbi akan muncul
dari pangkal batang, warnanya kuning tua atau coklat muda, panjangnya sampai
15 cm dan bergaris tengah 6 cm. Baunya harum dan rasanya pahit agak pedas.

2.2.2.3 Daun
Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar
memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang
sampai gelap, panjang daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm, panjang tangkai
daun termasuk helaian 43 – 80 cm. Mulai dari pangkalnya sudah memunculkan
tangkai daun yang panjang berdiri tegak. Tinggi tanaman antara 2 sampai 2,5 m,
dan daunnya bundar panjang hampir menyerupai seperti daun kunyit.

2.2.2.4 Bunga
Temulawak mempunyai bunga yang berbentuk unik (bergerombol) dan
bunganya berukuran pendek dan lebar, warna putih atau kuning tua dan pangkal
bunga berwarna ungu. Bunga mejemuk berbentuk bulir, bulat panjang, panjang 9
23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun
pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Mahkota
bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu di
sore hari, kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13 mm, mahkota
bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, helaian bunga
berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah
dadu atau merah, panjangnya hingga 1,25 – 2 cm dan lebar 1cm.
2.2.2.5 Buah
Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan
daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. Warna kulit rimpang coklat
kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang orange tua atau
kuning (Galeri ukm, 2011).

2.2.3 Morfologi Tanaman Kunyit Kuning


2.2.3.1 Batang
Kunyit merupakan tanaman herbal dengan tinggi mencapai 100 cm.
Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan.
Daun tunggal, lanset memanjang, helai daun berjumlah 3-8 dan pangkal runcing,
tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12.5 cm, pertulangan menyirip, berwarna
hijau pucat (Astuti, 2018).

2.2.3.2 Bunga
Bunga tumbuh dari ujung batang semu, panjang 10-15 cm, bunga
berwarna kuning atau kuning pucat, mekar secara bersamaan. Rimpang induk
bercabang, rimpang cabang lurus atau sedikit melengkung, keseluruhan rimpang
membentuk rumpun yang rapat, berwarna jingga, tunas muda berwarna putih.
Akar serabut berwarna cokelat muda (Kurniati, 2011).
Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau kuning muda
dengan pangkal berwarna putih. Setiap bunga mempunyai tiga lembar kelopak
bunga, tiga lembar tajuk bunga, dan empat helai benang sari. Salah satu dari
keempat benang sari itu berfungsi sebagai alat pembiakan. Sementara itu, ketiga
benang sari lainnya berubah bentuk menjadi helai mahkota bunga.
Bunga muncul dari ujung batang semu dan biasanya mekar bersamaan.
Bunga ini memiliki daun pelindung bunga yang berwarna putih. Di ujung bagian
atas daun pelindung terdapat garis-garis berwarna hijau atau merah jambu.
Sementara itu, bagian bawah daun pelindung berwarna hijau muda. Perbungaan
bersifat majemuk. Tangkai bunga berambut dan bersisik dengan panjang tangkai
mencapai 16-40 cm (Said, 2017).
2.2.3.3 Rimpang
Rimpang kunyit bercabang-cabang membentuk rumpun. Rimpang atau
disebut juga akar rimpang berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang
rimpang berupa batang yang ada didalam tanah. Rimpang kunyit terrdiri atas
rimpang induk atau umbi kunyit dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama
ini biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah samping, mendatar, atau
melengkung. Tunas berbuku-buku pendek, lurus, atau melengkung. Jumlah tunas
umumnya banyak. Tinggi anakan mencapai 10,85 cm.
Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama yang berbentuk bulat panjang,
pendek, tebal, lurus, dan melengkung. Warna kulit rimpang jingga kecoklatan atau
berwarna terang agak kuning sampai kuning kehitaman. Warna daging
rimpangnya jingga kekuningan dilengkapi dengan bau khas yang agak pahit dan
pedas.
Rimpang cabang tanaman kunyit akan berkembang secara terus-menerus
membentuk cabang-cabang baru dan batang semu sehingga berbentuk seperti
rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm. Panjang rimpang bisa mencapai 22,5
cm. Tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan rimpang muda 1,61 cm. Rimpang kunyit
yang sudah besar dan tua merupakan bagian yang dominan sebagai obat (Said,
2012).

2.2.4 Morfologi Tanaman Kunyit Putih


2.2.4.1 Akar
Kunyit putih termasuk tanaman musiman yang tumbuh berumpun.
Susunan tumbuh tanaman kunyit putih terdiri atas akar, batang, daun dan rimpang
(Warnaini, 2013). Akar merupakan bagian terbawah pada suatu tumbuhan. Sistem
perakaran kunyit putih termasuk akar serabut (radix adventicia) berbentuk benang
(fibrosus) yang menempel pada rimpang (Friendly, 2013).
2.2.4.2 Batang
Batang merupakan batang semu, tegak, bulat dan terasa agak lunak.
Batang tanaman ini relatif pendek membentuk batang semu dari pelepah pelepah
daun yang saling menutup satu sama lain (Friendly, 2013).

2.2.4.3 Daun
Daun kunyit putih tersusun atas pelepah daun dan helai daun. Daun-daun
bertangkai, sisi atas gundul dan sering dengan pola-pola kembang yang simetris
berwarna hijau keputihan, serta sisi bawah berambut berwarna keunguan
(Friendly, 2013).

2.2.4.4 Bunga
Tanaman kunyit mempunyai bunga majemuk yang berambut dan bersisik
dari pucuk batang semu dan berbentuk tandan. Panjang bunga kunyit 10 cm
sampai 15 cm dengan mahkota sekitar 30 cm dan lebar 1,5 cm. Berwarna putih
kekuningan. Setiap bunga memiliki 3 lembar kelopak, 4 tajuk, dan 4 helai benang
sari (Sina., 2016).

2.2.4.5 Rimpang
Rimpang-rimpang kunyit putih tumbuh dari umbi utama. Umbi utama
bentuknya bervariasi antara bulat panjang, pendek, lurus, tebal dan melengkung.
Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua merupakan bagian yang dominan
sebagai obat yang mengandung berbagai senyawa diantaranya kurkumin, amilum,
gula, minyak atsiri dan protein toksik yang dapat menghambat perkembangbiakan
sel kanker. Rimpang bercabang-cabang membentuk rumpun, berbentuk bulat
seperti kacang tanah atau bisa juga berbentuk seperti telur merpati. Kulit rimpang
muda berwarna kuning muda serta berdaging kuning, kulit rimpang tua berwarna
jingga kecoklatan serta berdaging jingga terang agak kuning. Rasa rimpang sedikit
berbau aromatik dan agak pahit (Friendly, 2013).
2.3 Syarat Tumbuh

2.3.1 Syarat Tumbuh Tanaman Jahe


2.3.1.1 Iklim
Lingkungan tumbuh tanaman jahe mempengaruhi produktivitas dan mutu
rimpang/umbi, karena pembentukan rimpang ditentukan terutama oleh kandungan
air, oksigen tanah dan intensitas cahaya. Tipe iklim (curah hujan), tinggi tempat
dan jenis tanah merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih
daerah/lahan yang cocok untuk menanam jahe. Pembentukan rimpang akan
terhambat pada tanah dengan kadar liat tinggi dan drainase (pengairan) kurang
baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah dan curah hujan rendah.
Peranan air dalam perkembangan umbi/rimpang sangat besar, sehingga apabila
kekurangan air sangat menghambat perkembangan umbi. (BPTP SUMUT 2012).
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada daerah yang tingkat curah
hujannya antara 2.500-4.000 mm/tahun dengan 7-9 bulan basah, dan pH tanah
6,8- 7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa juga untuk menanam jahe, namun
perlu diberikan kapur pertanian (kaptan) 1-3 ton/ha atau dolomit 0,5 - 2 ton/ha.
Tanaman jahe dapat dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian 0-
1.500 Mdpl, namun ketinggian optimum (terbaik) 300 - 900 Mdpl. Di dataran
rendah (<300 Mdpl), tanaman peka terhadap serangan penyakit, terutam alayu
bakteri. Sedangkan di dataran tinggi, diatas 1.000 mdpl pertumbuhan rimpang
terhambat atau kurang terbentuk. (BPTP SUMUT, 2012).
Jahe terutama dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat
antara 0-1.700 mdpl. Tanaman jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan
yang cukup selama masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang diinginkan antara 25-
30°C. Curah hujan yang dibutuhkan antara 2.500-4.000 mm dalam setahun. Untuk
mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan remah dan
ringan sehingga memberi kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal.
Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga drainasenya harus selalu
diperhatikan (Tim Lentera, 2004).
2.3.1.2 Tanah
Tanah yang dikehendaki memiliki kedalaman tanah minimum 30 cm
dengan tekstur agak kasar sampai halus, struktur tanah berbutir (granular),
konsistensi gembur (lembab), permiabilitas sedang, drainase sedang sampai baik,
tingkat kesuburan cukup, kandungan humus xxii sedang tinggi. Reaksi tanah (pH)
berkisar antara 4,0 – 7,5 dengan pH optimum antara 5,0 – 7,0, tanaman Jahe
menghendaki tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus dan
berdrainase baik. Tanah Latosol merah coklat dan Andosol umumnya lebih lebih
tepat. Tanaman Jahe merupakan tanaman yang menghendaki cahaya matahari
karena selama pertumbuhannya membentuk rumpun ( Rahmat, H. 2001).
Lahan pertanaman jahe hanya diperkenankan satu kali saja, penggunaan
lahan baru sangat disarankan. Masalah yang dihadapi dalam budidaya jahe dengan
pola tanam beruntun yaitu kehilangan hasil pada pertanaman yang ke dua. Salah
satu penyebabnya adalah pengaruh fitotoksik dari pertanaman yang mendahului
(alelopati). Penelitian Walalangi (1997) menunjukkan terjadinya kehilangan hasil
(bobot kering rimpang) terutama pada pertanaman ke dua dengan waktu tanam 7/2
yaitu waktu tanam 2 bulan setelah panen pertanaman pertama umur 7 bulan.
Besarnya kehilangan hasil sebanyak 45,59 %. Besarnya kehilangan hasil semakin
meningkat dengan semakin lambatnya waktu tanam pertama dan semakin
lambatnya waktu tanam yang ke dua.

2.3.2 Syarat Tumbuh Tanaman Temulawak


2.3.2.1 Tanah
Tamulawak dapat tumbuh pada berbagai tipe atau jenis tanah
(Rukmana,1995). Menurut Adzkiya (2006), temulawak tumbuh baik di lahan-
lahan yang teduh dan terlindung dari sinar matahari. Di habitat alami, rumpun
tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bamboo dan jati. Namun,
temulawak juga dapat tumbuh di tempat yang terik seperti di tanah tegalan.
Secara alami tanaman ini tumbuh pada tanah ringan, berkapur, agak
berpasir, sampai liat keras. Tanah yang subur, gembur, banyak mengandung
bahan organik, tidak mudah menggenang dan pengairannya teratur merupakan
faktor untuk menghasilkan produksi rimpang temulawak yang tinggi. Rukmana
(1995) mengatakan, jenis tanah yang ideal untuk penanaman temulawak adalah
tanah liat berpasir. Meskipun demikian, tanah-tanah yang bertekstur liat dapat
dipilih untuk lokasi kebun temulawak, asalkan tanah dikelola dengan baik,
terutama penambahan pasir dan bahan organik.
Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 500-1.000 m/dpl
dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di
dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl.
Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya
mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di
dataran sedang (Hadad, 1991).

2.3.2.2 Iklim
Tanaman temulawak memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai
cuaca di daerah beriklim tropis (Adzkiya, 2006; Nurcholis, 2006).Kondisi iklim
yang paling optimum untuk pengembangan budidaya temulawak adalah daerah
dataran rendah sampai ketinggian 750 m dpl, dengan suhu udaranya antara 19°-
30°C (Afifah & Tim Lentera, 2003). Tanaman ini memerlukan curah hujan
tahunan antara 1.000 – 4.000 mm (Rukmana, 1995).
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh
dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini
tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian
temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah
tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.Suhu udara yang baik untuk
budidayatanaman ini antara 19 - 30 C. Tanaman ini memerlukan curah hujan
tahunan antara 1.000 - 4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak dapat beradaptasi
dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir
maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi
rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik
(Rukmana, 1995).
2.3.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kunyit Kuning
2.3.3.1 Iklim
Menurut Elfianis (2020), tanaman kunyit akan tumbuh baik pada iklim
tropis dengan curah hujan 1000 mm sampai 4000 mm per tahun dengan suhu
19oC sampai 30oC dan tanaman kunyit akan tumbuh dengan maksimal pada
daerah yang mendapati intensitas cahaya matahari penuh sampai sedang. Kunyit
dapat tumbuh mulai dari dataran rendah, yaitu mulai 0 m sampai 240 m dpl, tetapi
masih bisa tumbuh pada ketinggian 2000 m dpl. Untuk pertumbuhan optimal,
ketinggian yang sesuai adalah sekitar 45 m dpl (Paramitasari, 2011).

2.3.3.2 Tanah
Kunyit akan tumbuh baik pada tanah yang berpasir dan gembur, jenis
tanah yang cocok yaitu jenis tanah ringan yang berbahan organik tinggi, ataupun
tanah lempung berpasir. Menurut Mulyono (2019), tanaman kunyit akan tumbuh
baik pada jenis tanah latosol, alluvial dan regosol. Tingkat keasamanan tanah
tidak terlalu asam dan sedikit basa.
Kunyit dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis mulai dari ketinggian
240-2.000 m di atas permukaan laut (dpl). Daerah dengan curah hujan 2.000 -
4.000 mm/tahun merupakan tempat tumbuh yang baik bagi kunyit. Kunyit dapat
pula tumbuh di daerah dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm/tahun, tetapi
diperlukan pengairan yang cukup dan tertata dengan baik (Putri, 2012).

2.3.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kunyit Putih


2.3.4.1 Tanah
Kunyit dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis mulai dari ketinggian
240-2.000 m di atas permukaan laut (dpl). Daerah dengan curah hujan 2.000 -
4.000 mm/tahun merupakan tempat tumbuh yang baik bagi kunyit. Kunyit dapat
pula tumbuh di daerah dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm/tahun, tetapi
diperlukan pengairan yang cukup dan tertata dengan baik (Rukmana, 2012).
2.3.4.2 Iklim
Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas
cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-
tempat terbuka atau sedikit naungan. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah
yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah
hujan < 1000 mm/tahun, maka system pengairan harus diusahakan cukup dan
tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan
yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang
optimum bagi tanaman ini antara 19-30 oC.

2.4 Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian-bagian yang kosong
bekas tanaman mati/akan mati dan rusak sehingga jumlah tanaman normal dalam
satu kesatuan luas tertentu sesuai dengan jarak tanamnya. penyulaman bertujuan
untuk meningkatkan persen jadi tanaman dalam satu kesatuan luas tertentu
sehingga memenuhi jumlah yang diharapkan (kementerian kehutanan,2012).
Sebanyak 77% masyarakat petani melakukan penyulaman,kegiatan
penyulaman yang dilakukan oleh petani yaitu mengganti tanaman yang mati
dengan tanaman yang baru,dan kegiatan ini hanya dilakukan jika ada tanaman
yang matipada saat awal penanaman, waktu dari kegiatan penyulaman ini tidak
menentu karena kegiatan ini dilakukan hanya perlu untuk mengganti tanaman
mati dengan tanaman yang baru.
Penyulaman paling baik dilakukan seawal mungkin atau maksimal 15 hari
setelah tanam, agar tanaman cepat menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan
tingkat pertumbuhan hasil sulaman relatif seragam. Penyulaman adalah suatu
kegiatan penggantian tanaman yang mati baik mati akibat hama dan penyakit atau
organisme. Waktu penyulaman tidak boleh terlalu jauh dari waktu penanaman
karena hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman sulaman karena
sudah tertinggal pertumbuhannya dan tidak dapat bersaing.
2.5 Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara baik
organik atau anorganik yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik (Rajiman, 2020). Adapun menurut Rosmarkam dan
Yuwono (2002), pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat
fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman. Sehingga termasuk didalamnya pemberian bahan kapur, untuk
meningkatkan pH serta pemberian legin pada tanaman kacang-kacangan.
Pupuk merupakan salah satu sumber nutrisi utama yang diberikan pada
tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan proses reproduksi
setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang
dibutuhkan oleh tumbuhan diserap melalui akar, batang dan daun. Nutrisi tersebut
memiliki berbagai fungsi yang saling mendukung satu sama lainnya dan menjadi
salah satu komponen penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian
(Nurfitriana, 2013).
Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak
langsung. Sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara
kimia, fisik dan atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat
pupuk. Pada PP No. 8 tahun 2001 tidak dijelaskan tentang definisi pupuk organik,
namun definisi pupuk organik telah lebih dahulu tertuang pada Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) No. 02/Pert/HK.060/2/2006 yaitu, pupuk organik adalah
pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal
dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk
padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah (Firmansyah, 2011).
3. METODOLOGI

3.1. Waktu Dan Tempat


Praktikum TBT Hortikultura ini di laksanakan di lahan percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Malikussaleh pada tanggal 23 November 2023 pukul 16.00
wib sampai dengan selesai.

3.2. Alat Dan Bahan

3.2.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi Budidaya
Tanaman Hortikultura diantaranya yaitu, parang, cangkul, plang nama, meteran,
pacak, gembor, tali rafia, pisau dan alat-alat tulis.

3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum diantaranya yaitu,
rimpang tanaman jahe, temulawak, kunyit putih, kunyit kuning, pupuk Urea 10
gram,KCL 10 gram, SP-36 7,5 gram dan pupuk kandang sapi sebanyak 20 kg.

3.3. Cara Kerja


1. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan praktikum
teknologi budidaya tanaman hortikultura seperti cangkul, parang, meteran,
plang nama, dan alat lainnya.
2. Melakukan persiapan dan pengolahan lahan
3. Melakukan penanaman rimpang tanaman jahe, temulawak, kunyit putih
dan kunyit kuning.
4. Melakukan penyulaman terhadap tanaman yang mati serta melakukan
penggemburan pada tanah disekitar tanaman budidaya.
5. Melakukan penyiangan terhadap rumput-rumput yang tumbuh disekitar
tanaman budidaya.
6. Melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik seperti
pupuk Urea, KCL dan SP-36, serta
7. Melakukan pemupukan dengan pemberian pupuk kandang sapi kepada
tanaman budidaya.
4. PEMBAHASAN

Pada praktikum teknologi budidaya tanaman hortikultura yang dilaksanakan


di Lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Mahasiswa
dapat mengetahui cara budidaya tanaman hortikultura jenis obat-obatan serta
bagaimana mengetahui perawatan tanaman hortikultura yang baik dan benar.
Adapun kegiatan budidaya tanaman hortikultura yang dilakukan selama
praktikum diantaranya yaitu :

1. Pembibitan

Bibit yang digunakan adalah bibit yang baik yang berasal dari pemecahan
rimpang, karena lebih mudah tumbuh. Bibit dapat berasal dari rimpang utama dan
rimpang cabang, jika bibit yang akan digunakan berasal dari rimpang cabang
maka yang digunakan adalah yang mempunyai berat 20–30 gram yang maksimum
memiliki 13 mata tunas dan panjang 3–7 cm. Rimpang yang digunakan untuk
bibit adalah yang telah dipanen minimal 11–12 bulan. Tetapi bila bibit diambil
dari rimpang utama, maka rimpang dapat dibelah terlebih dahulu menjadi empat
bagian membujur untuk memperoleh ukuran dan berat yang seragam, serta
memperkirakan banyaknya tunas. Untuk menghindari pertumbuhan jamur pada
bekas potongan rimpang, maka bekas potongan tersebut dapat ditutup dengan abu
gosok atau sekam padi atau direndam dengan fungisida (Rukmana, 2009).

2. Penyemaian

Penyemaian bertujuan untuk menumbuhkan tunas pada bibit agar


pemanenan dapat dilakukan secara serentak. Cara penyemaian bibit adalah dengan
menebarkan rimpang pada jerami atau alang-alang tipis dan mengangin-
anginkannya di tempat yang teduh selama 1–1,5 bulan dan menyiramnya setiap
hari. Bibit akan bertunas dengan baik jika disimpan dalam suhu 25–280C. Cara
lain untuk penyemaian adalah dengan mengeringkan rimpang selama 42 jam
dalam suhu 350C, kemudian direndam dalam zat pengatur tumbuh selama 3 jam
(Paramitasari, 2011). Pada praktikum teknologi budidaya tanaman hortikultura
yang dilakukan tidak melalui tahap penyemaian dikarenakan bibit yang digunakan
berasal dari rimpang yang kemudian dibelas menjadi beberapa banyak untuk
memperbanyak jumlahnya dan juga berasal dari rimpang yang telah mengeluarkan
tunas.

3. Persiapan Lahan

Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau


pekarangan. Penyiapan lahan untuk penanaman sebaiknya dilakukan beberapa
hari sebelum tanam. Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari gulma dan
dicangkul secara manual atau menggunakan alat mekanik guna menggemburkan
lapisan top soil dan sub soil juga sekaligus mengembalikan kesuburan tanah.
Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian diistirahatkan selama 1-2
minggu agar gas-gas beracun yang ada dalam tanah menguap dan bibit
penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari. Lahan kemudian
dibuat bedengan. Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur
hara dalam tanah, drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan menaburkan
pupuk dasar (pupuk kandang) ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1
minggu. Pupuk kandang yang digunakan pada praktikum teknologi budidaya
tanaman hortikultura adalah pupuk kandang sapi sebanyak 20 kg per bedengan.

4. Penanaman

Bibit tanaman ditanam dalam lubang tanam dengan mata tunas menghadap
ke atas. Ada dua pola penanaman yang dapat dilakukan, yaitu penanaman di awal
musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau setelahnya (penanaman
selama 7–8 bulan) dan penanaman di awal musin hujan dengan pemanenan pada
dua kali musim kemarau (selama 12–18 bulan).

5. Pemupukan

Pada tahap pemupukan, pupuk yang digunakan berupa pupuk organik


yaitu pupuk kandang sapi. Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan
jumlah anakan, jumlah daun, dan luas area daun secara nyata. Kombinasi pupuk
kandang dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak. Tidak hanya pupuk
organic saja, pada praktikum teknologi budidaya tanaman hortikultura yang
dilakukan di lahan percobaan juga menggunakan pupuk anorganik berupa urea,
KCl dan SP-36. Pupuk anorganik diaplikasikan dengan cara membuat lingkaran
disekeliling tanaman yang kemudian dimasukkan pupuk anorganik yang telah
ditimbang dosisnya. Kemudian lingkaran ditutup kembali dengan tanah secara
tipis. Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal
tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2
bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar
tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman. Pupuk yang
paling banyak mengandung unsure nitrogen adalah pupuk urea. Pupuk Fosfor (P)
bagi tanaman berperan dalam proses : respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam
nukleat, pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah. Perangsang
perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, dan
Mempercepat masa panen sehingga dapat mengurangi resiko keterlambatan waktu
panen. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman,
merangsang pembungaan dan pembuahan, merangsang pembelahan sel tanaman
dan memperbesar jaringan sel. Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya :
pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau
kemerahan ( kurang sehat ). Unsur fosfor diperlukan diperlukan dalam jumlah
lebih sedikit daripada unsur nitrogen. Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk
apatit kalsium fosfat, FePO4, dan AlPO4.

6. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi kegiatan penyulaman


yaitu apabila ada rimpang yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka
dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan
sehat. Kemudian, juga dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Penyiangan dan
pembumbunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar (gulma) yang
mengganggu penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan
tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan
penggemburan tanah. Penyiangan pertama dilakukan pada 1 minggu berikutnya
setelah penanaman tanaman budidaya. Kegiatan pembumbunan dilakukan guna
merangsang rimpang agar tumbuh besar dan tanah tetap gembur (Amelia, 2009).

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Sebagai pesaing dari cahaya, air dan hara, gulma perlu dikendalikan,
terutama pada fase awal pertumbuhan vegetatif atau umur empat minggu setelah
tanam. Pada fase awal penanaman, rimpang tumbuh relatif cepat. Setelah berumur
lebih dari 2 bulan. Pertumbuhan rimpang akan mengalami kelambatan dan mulai
memproduksi daun serta bunga. Karena itu, lahan perlu disiangi sampai umur 6-7
minggu setelah tanam. Hama tanaman utama yang menyerang adalah ulat
penggerek akar (Dichcrosis puntifera) yang menyerang akar dan penyakitnya
seperti busuk bakteri rimpang dan karat daun. Dalam pertanian organik yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang
ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk
menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sebagai berikut:

1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul


yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari
sejak awal pertanaman.

2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.

3) Menggunakan pengendalian fisik atau mekanik yaitu dengan tenaga manusia.

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia


berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu). Cara pengendalian hama ulat penggerek akar pada tanaman rimpang
dengan menyemprotkan atau menaburkan insektisida. Penyakit busuk bakteri
rimpang dapat diatasi dengan mencegah terjadinya genangan air pada lahan,
mencegah terjadinya luka pada rimpang, dan penyemprotan dengan fungisida.
Penyakit karat daun dapat dikendalikan dengan cara pengendaliannya dengan
mengurangi kelembapan dan menyemprotkan insektisida dan fungisida seminngu
sekali.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Tanaman obat adalah Jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi dan
berkhasiat sebagai obat dan dipergunakan untuk penyembuhan maupun
mencegah berbagai penyakit, Penggunaan tanaman obat sebagai obat bisa
dengan cara diminum, ditempel, dihirup sehingga kegunaannya dapat
memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam menerima senyawa kimia atau
rangsangan.
2. Rimpang dalam ilmu botani dapat didefinisikan sebagai tanaman yang
tumbuh di bawah permukaan tanah seperti jahe, kencur, kunyit, lengkuas
dan temulawak. Kunyit merupakan tanaman herbal dengan tinggi
mencapai 100 cm.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah praktikan harus
melakukan dengan baik dan secara intensif terhadap tanaman yang
dibudidayakan, agar tumbuh dengan baik dan produksi bisa maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, M. A. 2011. Peraturan Tentang Pupuk, Klasifikasi Pupuk Alternatif


dan Peranan Pupuk Organik Dalam Peningkatan Produksi Pertanian.
Makalah ilmiah. Palangka Raya. Kalimantan Tengah. 14 hlm.

Friendly.Botani Ekonomi Tanaman Kunyit Putih (Curcuma zedoaria).


http://rennyambar.wordpress.com.2013. (Diakses pada 11 oktober 2017).

Kurniati, W., 2008, Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
longa Linn.) dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus
musculus Albinus.), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Galeri ukm. 2011. Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Tanaman Temulawak.

Harmono, 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Agromedia Pustaka. Jakarta

Hartati, S.Y., Balittro. (2013). Khasiat Kunyit Sebagai Obat Tradisional dan
Manfaat Lainnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Jurnal Puslitbang Perkebunan. 19 : 5 - 9.

Rahmat, H. 2001. Kajian Teknologi Usahatani Jahe (Zingiber Officinale, Rosc) di


Wilayah Agroekosistem Lahan Kering Dataran Rendah Propinsi Jambi
Makalah dipresentasikan dalam Seminar di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Propinsi Jambi, 8 Oktober 2001.

Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe Dilengkapi dengan pengolahan jahe segar,
Seri Budi Daya. Yogyakarta: Kanisius.

Simpson, M.G., 2006, Plant Systematics, Elsevier Academic Press, Burlington.

Syukur, C. 2001. Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yuwono, T. 2006. BioteknologiPertanian. Seri Pertanian. GadjahMadaUniversity


Press. 66 hal.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai