Anda di halaman 1dari 42

Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas Hakikat Balajar Dan Pembelajaran.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Gorontalo, 23 September 2013

Penulis

1
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................................ 1
Daftar Isi...................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 3
1. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 5
1. Pengertian Belajar ........................................................................................................... 5
1.1 Pengertian Belajar yang dipergunakan sehari-hari ..................................................... 5
1.2 Pengertian Belajar menurut psikologi behavioristik .................................................. 8
1.3 Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif ......................................................... 16
1.4 Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik .................................................... 24
1.5 Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt. .......................................................... 29
2. Ciri-Ciri Belajar .............................................................................................................. 33
3. Tujuan Dan Unsur-Unsur Dinamis Dalam Belajar ......................................................... 34
3.1 Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku ........................ 35
BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 40
1. Kesimpulan ..................................................................................................................... 40
2. Saran ............................................................................................................................... 41
Daftar Pustaka.............................................................................................................................. 42

2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini,
hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya
masing-masing orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.
Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu,
kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah
satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenamya di dalam dirinya terdapat
potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari
kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ritual-
ritual” belajar. Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar
mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan
belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan
belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting / vital.
Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan
bila terjadi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru
memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan
dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.

2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang ingin diajukan penulis pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
Jelaskan yang dimaksud dengan belajar dan pembelajaran?
Jelaskan Ciri-Ciri Belajar?
Jelaskan tujuan dari belajar dan pembelajaran?

3
3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari belajar dan pembelajaran.


Untuk Mengetahui dan Memahami Ciri-Ciri Belajar
Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari belajar dan pembelajaran.

4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Belajar
1.1. Pengertian belajar yang dipergunakan sehari-hari
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang
ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit
hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang
tidak belajar.
Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya
masih diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca
bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku pelajaran.
Seorang murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar.
Orang yang sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga dikenal sebagai
pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum
terpelajar. Singkat perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya
yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan
orang, meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya
teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber
informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar. Hampir semua
ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”. Sering kai pula
perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan
beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas pandangan kita tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is
defined as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.

5
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan
bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan
kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya. Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan
lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama,
yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini
menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah
terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good
leaming situation consist of a rkh and baried series of leaming experiences unified around a
vigorous purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan
merupakan salah satu aspek dari belajar.
b. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
c. Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-
rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
d. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat
dan mengerjakan apa yang dipelajari.
f. Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam
situasi belajar.
g. Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h. Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
i. Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu.
j. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan
dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula
berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan
tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam

6
masa perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara beruntun
aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
 Psikologi behavioristik
 Psikologi kognitif
 Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari
periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar
yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
 Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
 Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
 Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu
perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah
pengalaman. Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai apa
belajar itu.
Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan
ini, belajar dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan
sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian
dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman sering
ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian
relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini
merupakan anti tesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat
dilakukan sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri
mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan
belajar demikian relatif rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan
konvergensi dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar
merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari

7
lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah
eksperimentasi.
Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan
psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab
guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi humanisti, tanggung jawab
guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi
kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt. Menurut
pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh
karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.

1.2. Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik

Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini
disebabkan rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah
karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru
ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena
sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan adalah
sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal bertolak. Natural science melihat
semua realita sebagai gerakan-gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya
behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan
yang berbeda-beda terhadap objek luar. Karena itu harus dkarai metode yang objektif dan ilmiah.
Dari eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara wama hijau dan wama
merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran itu tiada gunanya.
Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Dengan
tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan
segala kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram pendidikan yang efektif.
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap
masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara
stimulus dan respons.

8
Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons.
Hubungan situmulus - respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar,
jadi pada dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-
stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka hubungan-hubungan itu akan
semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog
behavioristik. Mereka ini sering disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R
Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran
(reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan
bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian
tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap
tingkah laku tersebut.

Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik


Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut psikologi behavioristik adalah
suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung
kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga
dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini
antara lain adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori
tentang belajar yang dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-
masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga
mengenai hal belajar.
Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat di dominasi oleh pengaruh
Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike disebut “connectionism”, karena belajar
merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering
disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial
and error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike

9
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang
antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan
objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek
mencoba berbagai cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi
sesuatu rekasi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
a. Ada motif pendorong aktivitas
b. Ada berbagai respon terhadap situasi
c. Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan
d. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya itu Thondike menemukan
hukum – hukum :
a) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk
bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
b) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus
respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
c) “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon dan dibarengi
dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat.
Bilamana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan
hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga
menghasilkan teori belajar yang disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”.
Mula-mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan
ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Ia melakukan
percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi
makanan dan lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur. Demikian juga
jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur tersebut juga keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing tersebut juga
mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai
perangsangan yang bersyarat, sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai
perangsang bersyarat. Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan perangsang

10
bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa keluamya air liur. Selanjutnya, ketika
perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap
memberikan respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai
pengganti perangsang tak bersyarat : makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka
dapat berfungsi sebagai conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal
conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang dilakukan pada anjing demikian ini, dapat
juga berlaku pada manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut :
air liur (berulang-ulang)Bel / lampu + makan
Bel / lampu air liur
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970) adalah orang
pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian
Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau
respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan
dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua
tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui
“conditioning”.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih.
Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus
bersyarat tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip
belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang
telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi
stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi
tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi.
Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie
berpendapat, bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman
tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie
berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi
baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain.

11
Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama.
Inilah yang disebut dengan asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat
intemal dan dapat ekstemal) dan respon. Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi
dengan banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.

Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
1) Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah
misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat
boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut
sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka.
Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
2) Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok
terus sampai bosan ; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
3) Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat
diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus
sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua,
ialah respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons yang timbul
dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini
dikenal dengan operant conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai
faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah
meramal dan mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar,
yakni :
(1). Responsents : respon yang terjadi karena stimulus khusus misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi karena situasi random
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan Skinner’s operant
conditioning ialah dalam classkal conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu.
Reinforcement tikdak diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.

12
Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat
reinforcement langsung.
Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu
“diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah
makanan. Disamping itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus.
Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat
membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dlaam kelas
untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah
dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus :
1) Jenis-jenis stimulus
2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon
3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika
dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon.
4) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or
reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan
(removing adalah pelasant or reinforcing stimulus).
5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
6) Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan
kesenangan mereka.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat?
Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1) “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi
reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2) “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah
rata-rata respon
3) “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4) “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama
setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu :

13
a) Penguatan positif dan negative.
b) Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang
diharapkan.
c) Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan
pada saat tepat hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d) Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e) Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.
f) Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap
dan bervariasi.
g) Menurut Thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-
coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas
sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang tepat
berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :
a) Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
b) Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-
motivenya.
c) Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motivenya dihilangkan.
d) Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia
melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak
melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat
penting dalam belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu
stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika
respons tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi
lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada
memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar

14
dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari
yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
c. hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon dengan stimulus
menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika
hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan
penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan
bahwa orang punya kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan
menghindari respon yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran
bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.

Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan prinsip-prinsip belajar,


yaitu:
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru,
berbagai ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang
bersangkutan memperoleh respon yang benar.
b. apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-
hal lain yang telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin
dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-
unsur penting dari yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon
yang tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia
kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan
situasi tersebut mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept
belongingness).

15
1.3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli
sebelumnya mengenai belajr sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka
berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh Reward dan
reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Menurut pendapat mereka,
tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situsi itu dan memperoleh insight untuk
pemecahan masalah. Jadi kaun kognitif berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih
bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi.
Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi
pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pengamatan.
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti
tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh
pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan, mengabaikan dan respon-
respon yang lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa
pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar :yang
berhasil dipelajari yang berhasil diingat dan yang mudah dilupakan.
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan
informasi. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak
manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan pengatan
(penginderaan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk
jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap
informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan
kembalii oleh pembelajar.
Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya
diterima oleh reseptor. Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia
terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada saraf pusat.

16
Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah
mengalami transformasi.
Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersdebut kemudian disimpan dalam waktu
pendek. Informasi-informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian diantaranya
diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem. Proses
pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi selektif. Sementara memori jangka pendek
lazim juga dikenal dengan memori kerja dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini
amat terbatas, waktunya juga pendek.
Informasi dalam memori jangka pendek dapat ditranspormasi dalam bentuk kode-kode
dan selanjutnya, diteruskan ke memori jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi
baru terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan dalam memori jangka
panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk dipergunakan di kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang terseimpan dalam memori jangka
panjang adalah dengan pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari memori
jangka panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian kegenerator respon. Sementara untuk
respon otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang kegenerator respon
selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen sangat penting juga dalam
belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Sebab,
manakala menurut psikolog behavioristik reinforcemen berfungsi sebagai pemerkuat respon atau
tingkah laku, maka menurut psikolog kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik,
megurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada tiga hal yaitu :
1) Perantara sentral (central intermediaries)
2) Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau ekpektasi merupakan
integrator tingkah laku yang bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah
laku yang tampak (diamati).
3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ? Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang
dipelajari adalah fakta, kita mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes
illustratis cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual adalah struktur kognitif
sebagai bagian dari apa yang dipelajari.

17
4) Pemahaman dalam pemecahan masalah. Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara
menyajikan pengalaman lampau dalam bentuk struktur perseptual yang mendasari
terjadinya insight (pemahaman) di mana adanya pemgetian mengenai hubungan-hubungan
yang essensial. Perferensi yang digunakan adalah the contemporary structuring of the
problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
1) Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah
kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan upaya
gambaran-gambaran yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
2) Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana
pendidikan. Susunanya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan
yang sederhana ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah
masalah organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan
pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada
tingkat perkembangan siswa.
3) Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih
memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rte leaming atau belajar dengan
formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada
pentingnya kebermaknaan dalam belajar dan mengingat (retention).
4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi
kesalahan belajr. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa
yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement)
pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada
pengujian hipotesis melalui umpan balik.
5) Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan
kegagalan menjadi hal yang menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu yang akan
datang.
6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya produk
yang berilai dan menyenagkan. Berbeda dengan berfikir konvergen yang menuju ke
mendapatkan jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir defergen menuntut

18
dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseoranbg yang orisinil agar supaya dia dapat
mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.

Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin


Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan
suatu teori belajar cognitive field dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi
sosial. Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang
bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life
space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya : orang-orang yang
ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin
berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik dalam
diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dari luar diri individu seperti
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah
hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari
kebutuhan dan motivasi intemal individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada
motivasi dari reward.

Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget


Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-
tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr
individu. Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan
intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan
kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual
adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi menekankan penjelasan
tentang pertumbuhan struktur memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan
lingkungna, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama
dari segi penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi
berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya
dengan lingkungan.

19
Piage memakai istilah scheme secara interchageably, Piaget memakai istilah scheme
secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat
diulangulang. Scheme berhubungan dengan :
 Refleks-refleks pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
 Scheme mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of operation (pola tingkah
laku yang masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah laku
yang dapat diamati).
Menurut Piaget, intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
 Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
 Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi
sesuatu masalah.
 Fungsi, disebut juga fungcion, yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai
kemajuan intelektual, fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu
organisasi dan adaptasi.
 Organisasi, berupa kecakapan seseorang / organisme dalam menyusun proses-
proses fisik dan psikis dalam bentu sistem-sistem yang koheren.
 Adaptasi, yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasiini terdiri dari
dua macam proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
 Asimilasi : Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk
menghadapi masalah dalam lingkungannya.
 Akomodasi : Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di atas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan individu.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya
equlibrium-equilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat
mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam belajar,
perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area
yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah
diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini
siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan
mempermudahpertumbuhan kognitif.

20
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung
tiga aspek, yaitu structure, content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan.
Struktur dan kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan mtersusun
sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu
rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang
menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan inteligensi adalah sejumlah struktur
piskologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan
anak, yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0 - beda

Penjelasan :
1) Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk
tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai
konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap
dengan inderanya.
2) tingkat preoperasional anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas
pada hal-hal yang dapat ia jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada
menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini
Philips (1969) membagi atas :

21
 concreteness
 interversibility
 centering, (ini tampak adanya egocentisme)
 state vs transformation, dan
 transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi
hal-hal yang abstrak. Kecakapan kognitif anak :
 Combinativy classifkation
 Reversibility
 Associativity
 Identity
 Serializing
Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer
group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963)
memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan
terhadap problema itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah
hipotesisnya ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang
konkret. Tetapi kaang-kadang ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat
memisahkan faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.

22
Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya
Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif di dalam belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan
apa yang disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini berbeda dengan reception leaming atau
expositoryteaching, dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua
bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang mendunkung discovery leaming itu, diantaranya J. Dewey (1933)
dengan complete art of reflective activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu
ditulis dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia melaporkkan hasil dari suatu
konferensi diantara suatu para ahli science. Ahli sekolah / pengajaran dan pendidik tentang
pengajaran science. Dalam hal ini /ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat
diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang
bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran
yang lebih efektif bagi anak yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan
metode penyajian bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat
kemajuan anak dari tingkatt kamajuan anak (anactive) ke representasi konret (konek) dan
akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak (symbolk). Demikian juga dalam penyesuaian
kurikulum. Pemyataan lain dan process of education ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu
harus diajarkan. Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang
sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan
struktur bagi mata pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat diberikan kepada murid
struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga
terbentuklah suatu disiplin. Sekali murid mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu.
Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika.Biarkanlah
murid-murid kita menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan mereka untuk
mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka.

23
the act of discovery dari Bruner:
a. Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi intelektual.
b. Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada intrinsik.
c. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode
discovery leaming.
d. Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .

1.4. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik

Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang
terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli
psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan kemudian
dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi
ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari
pengamat (observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai 1970-an dan
mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada
abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor D Foste, 1976,
halaman 330)
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan
kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik
penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
(Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam,
berbeda antara satu dengan yang lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya
dikukuhkan. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk membentuk
anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah ada

24
pada anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami
diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah dari segi
batinnya. Oleh karena itu, jika ingin memahami anak, tidak dapat dengan menggunakan
perspektif orang yang memahami, melainkan dengan menggunakan perspektif orang yang
dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik


Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik
mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of
determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yang
memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap
orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup
mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti
tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik,
belajar merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan, maka dalam pandangan
psikologi humanistik justru sebaliknya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan
yang sebesar-besarnya kepada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov, dan
Rogers
1) Combs :
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita
harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku
seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah
yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengatakan
bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru

25
mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini
sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali
siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian
pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
siswa mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di individulah yang
memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana
siswa itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction
Design oleh Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-
peristiwa itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2) Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri,
menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia

26
dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman
dan seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang
penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa
belum terpenuhi.

3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. la
mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan
belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat
mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia
ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan
dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain,
bergantung kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa
menjadi arsitek buat dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini
disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala
isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab
seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah,
seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting dalam belajar. Seorang
beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut
menipunyai makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan
ia lakukan.
c. Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk belajar. Tetapi, hasil belajar
demikian tidak akan bertahan lama. la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman

27
hukuman. Pada hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena
itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak
bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan
eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang
baru. Kreativitas anak dalam belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya juga
akan meningkat.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa
tingginya motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar,
senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yang lahir dari diri
sendiri im juga menunjukkan rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan
bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yang
berasal dari lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk
mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-
nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. la akan berusaha dengan totalitas pribadinya
untuk mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.
e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat menangkal perobahan.
Oleh karena itu, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba
berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu, dipandang tidak
cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik
yang penting, di antaranya adalah :

1) Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.


2) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
3) Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.

28
4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman- ancaman dari luar itu semakin kecil
5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung-
jawab terhadap proses belajar itu.
8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya baik perasaan
maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan basil yang mendalam dan lestari.
9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas lebih mudah dicapai terutama
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang
lain merupakan cara kedua yang penting.
10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar. suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

1.5. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.

Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme,
closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt sering
disebut psikologi organisme atau field theory.
Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu
keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam
keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain, Contoh:
kepala manusia bukan merupakan penjumlahan daripada batok kepala, telinga, bidung, mata,
mulut, rambut, dagu, dan sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang
bermakna, di mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak
mungkin terletak di ibu jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan
seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam hubungan keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu
hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu.

29
Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna dalam situasi di mana ada pesta. para tamu
umumnya memakai perhiasan yang indah-indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi
padang pasir di mana seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga.
Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa pokok
yang perlu mendapat perhatian antara lain ialah :
1) Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi, antara individu dan lingkungan dimana faktor
apa yang telah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap
keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
3) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
4) Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya
5) Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya bermakna jika
berada dalam keseluruhan itu.
Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan.
Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari keseluruhan
organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun. Belajar dimulai dari satu
unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan
kecakapan.
2) Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian.
Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam
rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu
bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda.
Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah
tiang kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari rumah dan sebagainya.
3) Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan.
Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam
hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi
bagian-bagian itu dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang
lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan

30
kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga ibu,
kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
4) Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight.
Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau
unsur dalam situasi yang problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa
buah kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang karena ia sedang lapar.
Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut
pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa
adanya pengulangan ide atau proses berfikir.
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak
dasar psikologi gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan
dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-1941) yang menguraikan
secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959)
yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan
psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan
dalam pengalaman. Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk
dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang
terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam teori gestalt adalah tentang "insight", yaitu
pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam
suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pemyataan spontan "aha" atau
"oh", “sec-now".
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan
menghadapkan simpanse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar
kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa
kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih
pisang, kadang kala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan
pemecahan masalah.
Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya
dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. ia menyesalkan penggunaan metode

31
menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan
akademis.
Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada
manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama
hubungan-hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat
kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan
belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.
Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada suatu bagian
melainkan teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.
Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity).
Menurut hukum ini, sesuatu yang sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan
gambar berikut ini:
$Y@h
$Y@h
$Y@h
b. Hukum penuh makna (law of pragnanz).
Menurut hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan
makna objek tersebut bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi seseorang, bisa berupa
bentuknya, ukurannya, warnanya dan sebagainya.
c. Hukum kedekatan ( law of proximity ).
Menurut hukum ini, sesuatu yang berdekatan cenderung membentuk satu kesatuan,
periksa gambar berikut ini:

   
   
ab cd ef gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ).
Menurut hukum ini, hal-hal yang tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar
berikut

32



abcdef
e. Hukum-hukum kontinyutas ( law of goof continuation )
Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang sebagai
inti belajar. Oleh karena itu, dalam belajar yang mestinya ditanamkan adalah pengertian siswa
mengenai sesuatu yang harus dipelajari.

2. Ciri - Ciri Belajar

Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya pengalaman. Oleh karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat dibedakan
dengan kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar dibedakan dengan kematangan.
Kedua, belajar dibedakan dengan perubahan kondisi fisik dan mental. Ketiga hasil belajar
bersifat relatif menetap.
Berdasarkan pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya "belajar menunjuk ke
perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang
berulang-ulang, dan perubahan tingkah taku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar
kecendrungan-kecendrungan respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subjek
(misalnya keletihan, dsb)".

1) Belajar berbeda dari kematangan.


Kematangan adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena perkembangan-
perkembangan bawaan. Tanpa melalui aktivitas belajarpun, pada saat tertentu, orang akan
mengalami kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh seseorang, meskipun ia
sendiri tidak mensengaja. Kematangan yang ada pada diri seseorang juga bukan karena satu
upaya yang dilakukan oleh orang lain (misalnya saja guru).
Kematangan umumnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang,
baik yang bersifat fisik maupun psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari

33
belum bisa berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur selanjutnya, tidaklah
akibat dari aktivitas belajar. Demikian juga, dari seseorang belum bisa berbkara kemudian
menjadi bisa berbkara, juga bukan karena aktivitas belajar melainkan karena adanya proses
kematangan.
Berbeda dengan belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja dan secara sadar. Belajar
adalah suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara individu dengan
lingkungannya.

2) Belajar dibedakan dari perubahan kondisi fisik dan mental.


Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut bisa
berupa dari tidak talm menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak dapat
mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari memberikan respon yang salah
atas stimulus-stimulus ke arah memberikan respon yang benar. Berarti perubahan fisik dari kecil
menjadi besar, dari kurus menjadi gemuk, dan pendek menjadi semakin tinggi bukanlah karena
proses belajar, dan oleh karena itu tidak dapat disebut sebagai proses belajar.

3) Hasil belajar relatif menetap


Hasil belajar relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan tingkah laku yang
sifatnya relatif tidak menetap, bukanlah karena proses belajar. Orang setiap kali dapat berubah.
Perubahan-perubahan demikian, tidak sama dengan perubahan-perubahan dalam belajar. Oleh
karena itu, tidak semua perubahan yang ada pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar.
Hanya perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai belajar.

3. Tujuan Dan Unsur-Unsur Dinamis Dalam Belajar

Tujuan dan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal yang sangat penting dalam
belajar. Tujuan umumnya mengarahkan seseorang yang sedang belajar ke arah kegiatan tertentu.
Sementara unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu perangkat yang turut menghantarkan
sesemang yang sedang mencapai tujuan belajar.

34
Tujuan Belajar
Setiap manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut disadari, senantiasa dimaksudkan
bagi pencapaian tujuan tertentu. Demikian juga seseorang yang sedang berkreativitas belajar.
tentulah dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh
pembelajar. Pertama, agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar. Kedua, agar ia dapat
menilai seberapa target belajar telah ia capai atau belum. Ketiga agar waktu dan tenaganya tidak
tersita untuk kegiatan selain belajar.

3.1. Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku.


Salah satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya perubahan tingkah laku
pada dirinya. Adanya perubahan tingkah laku ini menjadikan seorang pembelajar berubah dari
suatu kondisi ke kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam diri pembelajar umumnya dapat
diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya,
perlu merumuskan tujuan belajar buat dirinya sendiri.
Dalam merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini,
seseorang pembelajar pertama kali haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri. Pengenalan
terhadap dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan kebutuhan kebutuhan belajarnya.
Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah
dikuasai, disamping dapat terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak dimaksudkan
untuk dipelajari.
Tujuan belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku ini mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
1) Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah pembelajar sendiri, dan bukan pengajar).
2) Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi bisa sesuatu.
3) Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku tersebut berlangsung dan tercapai.
4) Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan secara kuantitatif.
5) Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat diukur dengan cara
bagaimana.
6) Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit (observable).

35
Sebagai contoh, setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat menjelaskan 4 ciri-ciri tingkah
laku menyimpang secara lisan. Kata pertama, pembelajar, menunjukkan dengan jelas siapa yang
berubah tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas, dalam hal ini adalah pembelajar bukan
pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan
tingkah laku pada diri pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan (unsur
kedua). Kata-kata setelah menelaah bab I menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga). Kata-
kata 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan. Bandingkan misalnya
dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku menyimpang.
Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa jumlah ciri tingkah laku menyimpang (unsur
keempat). Kata secara lisan menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku tersebut diukur.
Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan secara lisan dan secara tertulis.
membutuhkan cara pengukuran tersendiri. Oleh karena itu, bentuk perubahan tingkah laku
tesebut haruslah jelas (unsur kelima). Kata menjelaskan pada rumusan tujuan menunjukkan
bahwa ia dapat diamati secara konkrit. Bandingkan misaInya dengan kata memahami, mengerti.
merasakan, menikmati. Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati (tidak observable).
Bloom dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan belajar yang terkait dengan
perubahan tingkah laku ini. Ia mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan, karena
semestinya tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah kawasan tersebut,
masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing yang disusun mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang kompleks.
Kawasan pertama, cognitive terdiri dari knowledge, comprehension, applkation, analysis,
syntihesis don evaluation. secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub kawasan ini mementingkan aspek
ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap
materi-materi yang pernah dipelajari. Mengingat kembali terhadap fakta-fakta yang pernah
dipelajari, teori-teori yang pernah ditelaah. dalam kawasan kognitive ini dipandang berada
pada tingkat terendah.
b. Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk menangkap pengertian
mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini, seseorang dapat menterjemahkan sesuatu,
mengambil kata lain dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaaan dan
membuat prakiraan-prakiraan.

36
c. Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan apa-apa yang
pernah dipelajari ke dalam situasi yang senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang
sedang belajar mampu menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori dalam
situasi praktis.
d. Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci, menghubungkan, menguraikan rincian
dan saling hubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya.
e. Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan hal-hal yang tak menyatu menjadi
sebuah kesatuan yang utuh. Dengan kemampuan synthesis ini sesuatu yang sebelumnya
terbelah-belah terkristal dan kemudian dapat diformulasikan ke dalam forinula yang tak
terbelah.
f. Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan baik-buruk, berharga-tidak
berharga, bernilai-tidak bernilai
mengenai suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-patokan yang dilmat pada masa
sebelumnya. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan yang tertinggi
dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan kedua, affective ineliputi empat sub kawasan berikut: receiving, responding,
valuing, organization, characteristization by a value or value complex. Secara berturut-turut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan seseorang untuk menghadirkan
kediriannya pada sebuah even atau stimulus-stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri
demikian ini, meskipun dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran seseorang.
Hasil belajar pada sub kawasan ini telah memunculkan sebuah kesadaran yang paling
simpel sampai dengan hadimya perhatian yang terpilih.
b. Responding atau pemberian tanggapan. Kemampuan ini relatif febih tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan sub kawasan receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang
menghadirkan kediriannya pada sebuah even, maka dalam sub kawasan responding ini
seseorang memberikan tanggapan/ respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c. Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan pemberian nilai di sini adalah
memberikan harga terhadap suatu fenomena, benda, kejadian atau even, Sub kawasan ini
menjadikan seseorang bisa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada

37
nilai tertentu. Oleh karena itu, pada sub kawasan ini seseoarang tampak tingkatan
integritasnya: keajegan, integritas.
d. Organization atau pengorganisasian adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai
yang berbeda-beda. Dari nilai-nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi
suatu sistem nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam, hingga menjadi suatu
kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan yang lain dicoba hubungkan. Bila terdapat konflik
di antara nilai-nilai tersebut dicoba pecahkan.
e. Characterization of value or value complex atau karakterisasi dengan suatu nilai. Pada sub
kawasan ini seseorang mempunyai sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya
dalam kehidupan hingga dapat membentuk gaya hidup yang khas, berbeda dengan orang
lain. Hasil belajar pada sub kawasan ini bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri
secara personal, sosial dan emosional.
Kawasan ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah
hingga tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub kawasan ini adalah perception, set, guided respon,
mechanism, complex overt respon, adaptation dan origination. Sub-sub kawasan ini dapat
d1Jelaskan sebagai berikut:
a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini adalah penggunaan indera
untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera
stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untu membimbing
aktivitas-aktivitas motoriknya.
b. Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set dan emotional set. Pada
subleawasan ini, seseorang bersedia mengambil tindakan-tindakan berdasarkan persepsinya
terhadap stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari agkungannya.
c. Guided respon atau respon terpimpin. Pada sub kawasan ini seseorang mulai berada pada
proses belajar keterampilan yang lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat
dalam proses peniruan yang diperformansikan, selanjumya mencoba menggunakan
tanggapan dalam menangkap suatu motorik.
d. Mechanism atau mekanisme. Pada sub kawasan ini responrespon yang telah dipelajari oleh
seseorang telah berubah menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan,
dilakukan dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.

38
e. Complex over respons atau respon nyata yang kompleks. Pada sub kawasan ini seseorang
yang lagi belajar, melakukan gerakan dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang
baik. Kadar motorik pada sub kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab, gerakan-gerakan
pada sub kawasan ini relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat
meskipun disertai dengan energi yang minimal.
f. Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud dengan penyesuaian adalah sebuah
keterampilan dimana seseorang dapat mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan
kondisional dan situational, termasuk yang problematis sekalipun.
g. Origination atu penciptaan. Sub kawasan ini termasuk paling tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan sub kawasan sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk
di sini. Performansi seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai
dengan hal-hal yang serba baru, misaInya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal
baru.

39
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan


oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini
merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran.

Pada hakikatnya pembelajaran yang efektif merupakan proses belajar mengajar yang
bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses
pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan,
kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan mereka.

Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif ditinjau dari kondisi dan suasana serta
upaya pemeliharaannya, maka guru selaku pembimbing harus mampu melaksanakan proses
pembelajaran tersebut secara maksimal. Selain itu untuk menciptakan suasana dan kondisi yang
efektif dalam pembelajaran harus adanya factor factor pendukung tertentu seperti lingkungan
belajar, keahlian guru dalam mengajar, fasilitas dan sarana yang memadai serta kerjasama yang
baik antara guru dan peserta didik.

Upaya-upaya yang tersebut merupakan usaha dalam menciptakan sekaligus memelihara


kondisi dan suasana belajar yang kondusif, optimal dan menyenangkan agar proses pembelajaran
dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan pembelajaran prestasi dapat dicapai dengan
maksimal.

Belajar adalah proses interaksi dan belajar berlangsung yang paling sederhana sampai
pada yang kompleks. Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenan dengan
tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplasit maupun implisit . selain
kesimpulan diatas belajar adalah kualitas kemampuan kognitif, efektif dan spikomotorit untuk

40
meningkatkan larat hidupnya sebagai pribadi, masyarakat, maupun sebagai makluk Tuhan yang
maha Esa.

2. Saran

Jika saran ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, kami minta maaf kepada
pembaca makalah ini untuk kesempurnaan makalah ini kami minta sarannya terima kasih. Bagi
Kita Para Mahasiswa/ Didalam Proses Belajar mengajar kita menjaga ketertiban kelas dalam
belajar.

41
Daftar Pustaka
Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008
aguswuryanto.files.wordpress.com/.../prinsip-pendekatan-metode-teknikstrategi-dan-model-
pembelajaran.doc
Dian Sukmara. Implementasi Life Skill dalam KTSP. Bandung: Mughni Sejahtera. 2007
http://essadaddy.blogspot.com/2009/07/prinsip-prinsip-pembelajaran.html
http://1titik.blogdetik.com/2010/01/18/pembelajaran-ipa-yang-menyenangkan/
Sardiman A.M. interaksi dan motivasi belajar mengajar 2009. Dr. Dimiati dan Drs. Mudliono.
Belajar dan pembelajaran 2006 Warnet. http://www.konsep belajar.

42

Anda mungkin juga menyukai