Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian karya ilmiah populer


Menurut Wardani (2007:17) karya ilmiah populer adalah karya ilmiah yang disajikan
dengan gaya bahasa yang populer atau santai sehingga mudah dipahami oleh masyarakat
dan menarik untuk dibaca.

Menurut Liang Gee (dalam Dalman, 2012: 155) karangan ilmiah populer adalah semacam
karangan ilmiah yang mencakup ciri-ciri karangan ilmiah, yaitu menyajikan fakta-fakta secara
cermat, jujur, netral, dan sistematis, sedangkan pemaparannya jelas, ringkas, dan tepat.

Karya ilmiah populer merupakan suatu karya yang ditulis dengan menggunakan
bahasa yang populer sehingga mudah dipahami oleh masyarakat dan menarik untuk
dibaca (Chan, 2012: 2).

Pengertian karya ilmiah


Menurut Brotowodjoyo, karya ilmiah merupakan karangan ilmu pengetahuan yang
menampilkan fakta dan dibuat dengan menggunakan metodologi penulisan yang baik dan
benar.

Menurut Hery Firman, karya ilmiah merupakan laporan berupa tulisan yang dipublikasikan
ataupun dipaparkan dari hasil pengkajian ataupun penelitian yang telah dilakukan, yang
dalam penulisannya memperhatikan kaidah dan etika keilmuan yang berlaku di masyarakat
keilmuan.

Eko Susilo (1995), Karya ilmiah adalah salah satu karangan atau tulisan yang didapat sesuai
sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, pemantauan, penelitian dalam bidang
tertentu, disusun menurut metode tertentu serta sistematika penulisan yang bersantun
bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau keilmiahannya.

2. Pengertian karya fiksi

Menurut Thani Ahma arti fiksi merupakan suatu cerita naratif yang timbul atau muncul dari
imajinasi pengarang serta tidak memperdulikan fakta sejarah.

Menurut Krismarsanti pengertian fiksi merupakan suatu karang yang berisi kisah atau juga
cerita yang dibuat dengan berdasarkan khayalan atau imajinasi pengarang.

Menurut Nurgiantoro, Fiksi adalah prosa naratif yang memiliki sifat imajinatif. Akan tetapi
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-
hubungan antarmanusia.

Menurut Suparman, apresiasi sastra adalah pemahaman dan penghargaan terhadap sebuah
karya seni ataupun budaya yang telah tercipta.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Sudjiman tentang apresiasi sastra. Dirinya juga
mendefinisikan apresiasi sastra sebagai bentuk penghargaan terhadap karya sastra yang
didasarkan atas pemahaman.
Sementara apresiasi sastra menurut Tarigan dijelaskan lebih spesifik. Jadi apresiasi sastra
merupakan penaksiran kualitas karya sastra dan pemberian nilai secara wajar berdasarkan
dari hasil pengamatan dan pengalaman yang dilakukan secara sadar dan kritis.
Perbedaan sastra anak dan sastra dewasa

ada beberapa perbedaan antara sastra anak dan sastra dewasa. Namun, perbedaan
mendasar dari kedua hal itu adalah sasarannya. Sastra anak adalah sastra yang mengacu
kepada dunia anak; kehidupannya, alur cerita-ceritanya, dan bahasa yang digunakan
(Kurniawan, 2009: 22). Sedangkan sastra dewasa berkebalikannya.

Dari definisi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa sastra anak terbatas pada karyanya.
Sedangkan penulisnya, penerbitnya, agen naskah, dan lain-lain, tidak harus seorang anak
yang terlibat. Bahkan, selayaknya orang dewasa lah yang melakukan itu semua supaya
mereka dapat mengerti dan memahami seperti apa seluk-beluk dunia anak itu sendiri,
sehingga itu membuat orang dewasa lebih bijak mengambil sikap dalam mendidik anak.

Kita bisa mengambil turunan pemahaman dari paragraf-paragraf di atas tentang perbedaan
sekunder lainnya antara sastra dewasa dan sastra anak. Misalnya, pertama, sastra anak
sebaiknya berisi kehidupan-kehidupan yang dekat dengan dunia anak. Contohnya kehidupan
bermain, kehidupan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, kehidupan imajinasi, kehidupan
di rumah, serta kehidupan-kehidupan lain yang dekat. Ini berbeda dengan sastra dewasa
yang bisa mengambil setting kehidupan yang lebih luas: dunia kerja, dunia kuliah, bahkan
dunia malam. Rasanya tidak etis jika sastra anak berisi tentang kehidupan malam.

Kedua, alur cerita-ceritanya. Alur cerita dalam sastra anak biasanya sederhana dan tidak
rumit. Konflik yang terjadi pun adalah konflik yang kecil dan sederhana, seperti pertengkaran
antar teman karena berebut pensil, kemudian mereka berbaikan. Ini disesuaikan dengan
tingkat pemikiran mereka yang masih sederhana. Tentu saja berbeda dengan sastra dewasa
yang bisa melibatkan alur cerita yang lebih rumit, misalnya alur cerita kebangsaan seperti
pada Tetralogi Buru, simbol-simbol kuno seperti pada The Lost Symbol, ataupun alur
pembunuhan seperti pada novel the Farfume.

Ketiga, bahasa yang digunakan. Dalam sastra anak, bahasa yang digunakan sebaiknya adalah
bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti dalam alur pikiran anak SD. Tabu jika kita
memasukkan istilah sastra atau kedokteran di sana. Kalaupun ingin memasukkan suatu
amanat, pergunakan dengan kalimat yang terang, jelas, dan eksplisit pada akhir cerita,
karena biasanya seorang anak belum mampu menangkap apa yang ada di balik cerita
tersebut. Tentu saja ini berbeda dengan sastra dewasa. Sastra dewasa lazim memakai
banyak istilah -jika diperlukan. Justru istilah-istilah itu dipergunakan untuk memperkuat
kesan cerita. Adapun masalah amanat, sastra dewasa biasanya lebih bersifat implisit dan
sudah terkandung di dalam cerita. Orang dewasa tidak suka digurui, juga tingkat
intelektualitas mereka lebih tinggi sehingga menyadari amanat itu walaupun tidak
diungkapkan dengan jelas.

3. Prinsip belajar bahasa

Ditinjau dari segi filosofis (keilmuan dan filsafat) minimalnya ada empat teori dasar filsafat
yang dapat dijadikan prinsip pembelajaran bahasa. Keempat prinsip dasar tersebut diuraikan
sebagai berikut.
a. Humanisme
Teori ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam psikologi yaitu psikologi Humanisme.
Teori humanisme dalam pembelajaran bahasa pernah diimplementasikan dalam sebuah
kurikulum pembelajaran bahasa dengan istilah Humanistic curriculumyang diterapkan di
Amerika utara di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Humanistic curiculum
menekankan pada pola pikir, perasaan dan tingkah laku siswa dengan menghubungkan
materi yang diajarkan pada kebutuhan dasar dan kebutuhan hidup siswa.

Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa agar bisa
berkembang di tengah masyarakat. Sementara tujuan teori humanisme menurut Coombs
(1981) adalah sebagai berikut.
1) Pembelajaran disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa.
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya dan untuk
menumbuhkan kepercayaan dirinya.
3) Pembelajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik, pribadi, antar
pribadi, komunikasi, dan ekonomi) berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa.
4) Memilih dan memutuskan aktivitas pembelajaran secara individual dan mampu
menerapkannya.
5) Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi.
6) Mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti.
7) Mengembangkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap tulus, respek, dan
menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.

b. Progresivisme

Prinsip Progresivisme berisi wawasan sebagai berikut.

1) Penguasaan pengetahuan dan keterampilan tidak bersifat mekanistis tetapi memerlukan


daya kreasi. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan melalui kreativitas ini berkembang
secara berkesinambungan.
2) Dalam proses belajarnya, siswa sering kali dihadapkan pada masalah yang memerlukan
pemecahan secara baru.

c. Rekonstruksionisme

Prinsip konstruksionisme beranggapan bahwa proses belajar disikapi sebagai kreativitas dalam
menata serta menghubungkan pengalaman dan pengetahuan hingga membentuk suatu keutuhan.

Fulwier berpendapat bahwa “Like student, teacher as learner are unique.” Guru juga perlu belajar,
mengembangkan kreativitas sejalan dengan kekhasan subyek didik, peristiwa belajar, konteks
pembelajaran, maupun terdapatnya bentuk perkembangan.

Adapun prinsip-prinsip proses belajar mengajar tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Pembelajaran berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.


2) Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.
3) Melakukan sesuatu yang nyata untuk pengembangan keterampilan hidup.
4) Mengembangkan kemampuan sosial dan emosional siswa.
5) Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan.
6) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
7) Mengembangkan kreativitas siswa.
8) Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu, teknologi informasi, dan komunikasi.
9) Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik.
10) Belajar sepanjang hayat.
11) Perpaduan kompetisi, kerjasama, dan solidaritas.

d. Sibernetik

Bertalanffy memandang fungsi sibernetik dalam berkomunikasi.Sibernetika adalah teori sistem


pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan
dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan lingkungan.

Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak
tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang
pesat. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan
memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan
waktu.

Anda mungkin juga menyukai