Landasan Filosofis, Psikologis Pedagogis dan Sosiologis Antropologis Pendidikan Sekolah Dasar
Pandangan filosifis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia.
Sementara itu cara psikologis-pedagogis atau psiko-pedagogis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi
proses pendidikan dasar dalam pengembangan potensi individu sesuai dengan karakteristik psikologis peserta
didik. Sedangkan cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan
dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks
kehidupan bermasyarakat dan yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan.
Pandangan filosofis dan psikologis-pedagogis mewakili cara pandang pakar dalam bidang filsafat, psikologi, dan
pedagogik/ ilmu mendidik terhadap keniscayaan proses pendidikan untuk usia sekolah 6-13 tahun. Dikatakan
keniscayaan karena pendidikan untuk anak usia tersebut berlaku universal dan telah menjadi kenyataan atau
sering disebut juga sebagai condition sine quanon.
Ada beberapa argumen tentang keniscayaan pendidikan untuk usia itu. Pertama, pelembagaan proses pendidikan
untuk usia dalam sistem pendidikan persekolahan atau schooling system, diyakini sangat strategis, artinya sangat
tepat dilakukan, untuk mempengaruhi, mengkondisikan dan mengarahkan perkembangan mental, fisik dan sosial
anak dalam mencapai kedewasaannya secara sistematik dan sistemik. Kedua, proses pendewasaan yang
sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan bermakna, artinya lebih memberikan hasil yang baik dan
menguntungkan, daripada proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan kontekstual melalui proses
sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga dan masyarakat dan enkulturasi atau pembudayaan interaktif dala
kehidupa budaya yang semata-mata. Ketiga, berbagai teori psikologi khususnya teori belajar yang menjadi
landasan konseptual teori pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitifisme, humanisme dan sosial (Bell-
Gredler:1986), filsafat pendidikan seperti perenialisme, yang menekankan pentingnya pewarisan kebudayaan,
esensialisme, yang menekankan pada transformasi nilai esensial, progresifisme, yang menekankan pada
pengembangan potensi individu, dan rekonstruksionalisme sosial, yang menekankan pada pengembagan potensi
individu untuk perubahan masyarakat (Brameld, 1965) sangat mendukung proses pendewasaan anak melalui
pendidikan persekolahan.
Terdapat tiga teori yang sangat relevan untuk menggali landasan filosofis dan psikologis-pedagogis pendidikan di
SD/MI yaitu teori kognitifisme, teori historis-kultural, dan teori humanistik.
1. Teori kognitifisme.
Teori kognitifisme atau lebih dikenal sebagai teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, dan
diakui sebagai salah satu pilar atau tonggak konseptual dan sumber pengetahuan kognitif anak (Maier, 1978:12)
Piaget menegaskan bahwa teori kognitifisme atau pengetahuan bukanlah duplikat dari objek, dan bukan pula
sebagai tampilan kesadaran dari bentuk yang ada dengan sendirinya dalam diri individu. Pengetahuan
sesungguhnya merupakan konstruksi pikiran yang terbentuk, karena secara biologis adanya interaksi antara
organisme dengan lingkungan, dan secara kognitif adanya interaksi antara pikiran dengan objek.
Secara teoritik perkembangan kognitif mencakup tiga proses mental yakni assimilation atau asimilasi adalah
integrasi data baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam pikiran; accommodation atau akomodasi
menunjuk pada proses penyesuaian struktur kognitif dengan situasi baru; equilibration atau ekuilibrasi adalah
proses penyesuaian yang menyambung antara asimilasi dan akomodasi.
Empat tahap perkembangan kognistif menurut Jean Piaget yaitu: Tahap sensori motorik merupakan saat mulai
berkembangnya operasi prasimbolik dan praverbal. Tahap praoperasional ditandai dengan perkembangan pikiran
logis parsial mulai tumbuh konsep ketetapan suatu objek dengan penekanan pada identitas kualitas. Tahap operasi
konkret terjadi pergantian perilaku impulsif dengan refleksi dasar. Tahap operasi formal mulai tumbuh pikiran
tentang rencana hidup dan peran orang dewasa, kemampuan berpikir logis dalam berbagai situasi dan mulai
mampu bernalar secara utuh mulsi dari situasi konkret sampai situasi hipotesis.
3. Teori humanistik,
Pendidikan humanistik adalah pendidikan manusia secara utuh dan menyeluruh, yang memusatkan perhatian pada
proses pendidikan pendidikan yang memungkinkan peserta didik melakukan belajar menikmati kehidupan atau
mencapai kebutuhan lebih tinggi dalam pengertian kebutuhan akan kehidupan yang optimal atau kemungkinan
pertumbuhan yang positif.
Pendekatan humanistik memiliki karekteristik : (a) Menjadikan peserta didik sendiri sebagai isi, yakni mereka
sendiri belajar tentang perasaannya dan perilakunya: (b) Mengenal bahwa imaginasi peserta didik seperti
dicerminkan dalam seni, impian, cerita dan fantasi sebagai hal yang penting dalam kehidupan yang dapat dibahas
bersama dengan teman sekelasnya: (c) Memberikan perhatian khusus terhadap ekspresi non-verbal seperti isyarat
dan nada suara karena diyakini hal itu sebagai ungkapan perasaan dan sikap yang dikomunikasikan; (d)
Menggunakan permainan, improvisasi dan bermain peran sebagai wahana simulasi perilaku yang dapat dikaji dan
diubah.
Tujuh aspek tujuan pendidikan humanistik yakni : (a) Perkembangan personal, contohnya kematangan berbicara
(b) Perilaku kreatif yang mencakup pengembangan kemurnian, kreativitas imajinasi, interpretasi baru, makna baru
dan sejenisnya, seperti bermain untuk membuat berbagai bentuk dari tanah liat (c) Kesadaran antar pribadi,
contohnya setiaporang pasti membutuhkan orang lain untuk berteman (d) Orientasi terhadap mata pelajaran atau
disiplin ilmu (e) Materi, seperti pengetahuan sosial, matematika dan lain-lain (f) Metode pembelajaran afektif,
contohnya bermain peran sosial (g) Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Menurut Ericson tentang Affective
Development, diperoleh tahap perkembagan manusia yang sehat sebagai berikut : (a) Tahap bertahan hidup pada
masa bayi (b)Tahap pengokohan pada masa kanak-kanak (c) Tahap sosiabilitas pada masa remaja (d) Tahap
keahlian pada masa dewasa muda (e) Tahap kematangan pada masa dewasa.
Cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi
proses pendidikan dasar dalam proses sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, dan proses enkulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada pesera didik yang sedang
mendewasa dalam konteks pembudayaan.
Dilihat secara sosiologis dan antropologis masyarakat dan bangsa Indonesia sangatlah heterogen dalam segala
aspeknya. Oleh karena itu, walaupun kita secara konstitusional menganut satu sistem pendidikan nasional,
instrumentasi atau pengelolaan sistem pendidikan itu tidaklah mungkin dilakukan secara homogeny penuh.
Keseluruhan prinseip tersebut memberi implikasi terhadaop kandungan, proses dan manajemen pendidikan
nasional. Maka sistem pendidikan saat ini diupayakan berbagai pembaruan seperti kurikulum nasional yang bersifat
sentralistik menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersifat desentralistik.
Kegiatan Belajar 2
Secara historis atau kesejarahan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kelanjutan dari sistem
pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun lebih banyak untuk kepentingan penjajahan
Belanda di Indonesia. Pada dasarnya sistem pendidikan pada masa itu ditekankan pada upaya memperoleh tenaga
terampil yang mengerti nilai budaya penjajah sehingga menguntungkan mereka dalam mempertahankan dan
melangsungkan penjajahannya.
Sistem pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembang secara dinamis pada
lingkungan masyarakat yang juga berkembang dimensi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Semakin
berkembang dengan konsisten, pendidikan dianggap berfungsi sebagai wahama transformasi, transmisi, dan
sosialisasi nilai-nilai, tradisi, ilmu pengetahuan, serta teknologi dan seni dari masyarakatnya, yang berlangsung
baik melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
Secara ideologis dan yuridis Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional
termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral
yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Pendidikan SD memiliki dua tujuan pendidikan yaitu (1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap
dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan dan kecakapan membaca, menulis
dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk
hidup di masyarakat, sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. (2) Pendidikan dasar bertujuan
membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kritis,kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut
sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Peserta sisik SD/MI berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan dengan cara (1) menjalankan ibadah sesuai
agama yang dianutnya; (2) menghormati pendidik dan tenaga kepandidikan; (3) mengikuti proses pembelajaran
dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku; (4) memelihara
kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni social di antara teman; (5) mencintai keluarga, masyarakat
dan menyayangi sesame; (6) mencintai lingkungan, bangsa dan Negara; dan (7) ikut menjaga dan memelihara
sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
MODUL 2
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Kegiatan Belajar 1. Fungsi, Tujuan, dan Ciri-Ciri Pendidikan Sekolah Dasar
Kegiatan Belajar 2. Tatanan Organisasi dan Bentuk-Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Dasar
Paket A adalah pendidikan non formal jenjang SD yang diperuntukkan bagi warga negara yang berusia 14-45
tahun yang belum menyelesaikan pendidikan SD. Sekolah rumah atau home schooling adalah sekolah yang
diselenggarakan di rumah, melalui layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang
tua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain, dengan proses belajar yang kondusif, sehingga potensi anak yang
unik dapat berkembang secara optimal.
RESUME MODUL 3
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Kegiatan Belajar 1
Perkembangan Pendidikan Sekolah Dasar di Era Orde Baru
Pemerintahan di bawah Presiden Soekarno (1945-1965) yang kemudian secara politik disebut Era Orde Lama,
kemudian dilanjutkan pada pemerintahan Soeharto (1967-1998) atau lebih dikenal dengan Era Orde Baru. Era
Orde Baru berakhir pada masa kepemimpinan BJ Habibie (21 Mei 1998) yang dikenal sebagai Era Reformasi.
Kegiatan Belajar 2
Perkembangan Pendidikan Sekolah Dasar di Era Reformasi
F. BAGAIMANA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, ORANG TUA, MASYARAKAT DAN PEMERINTAH?
Proses pencerdasan warga negara dilaksanakn melalui sistem pendidikan yang dijamin secara konstitusional
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 UU Sisdiknas 20/2003 sebagai berikut.
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/ sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang tepencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan khusus.
Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Namun demikian mereka juga dituntut untuk melaksanakan kewajiban “Menjaga norma-norma pendidikan untuk
menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan dan ikut menanggung biaya penyelenggaraan
pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
MODUL 4
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SISWA SEKOLAH DASAR
Kegiatan Belajar 1 : Karakteristik Perkembangan Fisik, Motorik, Emosi, dan Sosial anak.
A. Karakteristik Perkembangan Fisik
1. Pengaruh Keluarga/Keturunan
Yang dimaksud adalah faktor keturunan. Anak akan mewarisi gen dari orang tuanya.
2. Gizi
Anak yang dalam pertumbuhannya dibesarkan dengan gizi maupun perawatan yang serba berkecukupan, akan
terlihat lebih besar, lebih tinggi dan sehat untuk seumurnya.
3. Tingkat Sosial Ekonomi
Anak yang dibesarkan oleh keluarga dengan tigkat sosial ekonomi sosial yang lebih tingg biasanya akan lebih
terpenuhi semua kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan fisik.
4. Faktor Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan berkurangnya pembentukan hormon
pertumbuhan.
5. Jenis Kelamin
Sekitar umur 11-12 tahun, anak perempuan lebih cepat tinggi dan berat daripada anak laki-laki.
6. Kesehatan
Anak yang sehat dan jarang sakit, akan terlihat sehat dan segar penampilannya, aktif bergerak seakan tidak
mengenal lelah
7. Suku Bangsa/Ras
Keadaan anak dapat juga dipengaruhi oleh suku bangsa/ras yang diwarisi dari nenek moyangnya.
B. Karakteristik Perkembangan Motorik
Motorik merupakan gerakan-gerakan tubuh yang terkoordinasi karena adanya kerja sama antara otot, otak dan
saraf.
Keterampilan motorik akan berkembang dengan baik bila dipelajari dan adanya bimbingan. Keterampilan anak
menggunakan jari-jarinya, seperti menulis, atau memegang sendok disebut sebagai keterampilan motorik halus.
Sedangkan keterampilan anak berjalan, melompat, melempar, menangkap, berlari serta menjaga keseimbangan
badannya disebut sebagai keterampilan motorik kasar.
Semakin bertambah usia anak, maka semakin sempurna gerakan motoriknya, seperti gerakan-gerakan berikut.
1. Cara memegang
Anak-anak yang masih kecil, cara memegang sesuatu masih asal-asalan saja, setelah lebih dewasa, cara
memegang sesuatu sudah sempurna dan siap untuk melakukan segala aktivitas tanganya dengan baik.
2. Cara berjalan
Anak kecil yang berjalan, seolah-olah seluruh tubuhnya ikut bergerak. Namun, pada anak yang lebih dewasa,
mereka hanya mempergunakan otot yang perlu saja, karena mereka sudah dapat mengoordinasi anggota badanya.
3. Cara memegang
Anak kecil yang menendang bola, kedua belah tangannya mengayun ke depan dengan berlebihan, seakan seluruh
anggota badannya ikut bergerak. Namun, pada anak yang lebih dewasaakan menendang bola dengan
menggunakan kakinnya dengan menempatkan pada objek sasaran dengan tepat.
Kegiatan Belajar 2 : Karakteristik Perkembangan Intelektual, Bahasa, Moral, dan Spiritual Anak
1. Perkembangan Bahasa
Komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan dapat dalam bentuk
percakapan, tulis, isyarat tangan, gerak tubuh, ekspresi wajah, ungkapan musik, dan sebagainya.
Tiap individu dituntut memiliki kemampuan untuk menyatakan/mengekspresikan pikirannya dan menanngkap
pemikiran orang lain melalui bahasa, sehingga komunikasi dapat berlangsung secara efektif.
Semakin matang organ-organ yang berkaitan dengan proses berbicara, anak akan semakin jelas mengutarakan
kemauan, pikiran maupun perasaannya melalui ucapan atau bahasanya. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh
lingkungan, orang tua atau orang yang selalu dekat dengan anak yangn mampu memberikan rangsangan dengan
cara mengajak berbicara. Dengan sering mengajak berbicara, maka anak akan cepat berbicara dan mengenal
bahasa. Keluarga sebagai salah satu model yang dapat dicontoh anak dalam belajar bicara, dapat mempengaruhi
kelancaran anak dalam berbahasa.
2. Fungsi Bahasa
a Untuk mengekspresikan perasaan
b Untuk memengaruhi orang lain
c Untuk menyampaikan informasi
3. Tahap-tahap Berbicara
a Menangis
Menangis merupakan cara bayi untuk berkomunikasi dan juga melakukan hubungan sosial dengan sekelilingnya.
Melalui irama, intensitas maupun gerakan badan yanng mengiringinnya tersebut akan diketahui arti tagisan bayi.
b Berceloteh
Dengan bertambahnya umur dan semakin berkembangnya mekanisme suara, bayi dapat mengeluarkan sejumlah
bunyi eksplosif. Suara-suara yang dikeluarkan kalau didengar tidak menimbulkan arti, hanya beberapa huruf hidup
atau mati yang digabungkan sehingga menimbulkan bunyi.
c Holofrase
Selain sebagai sarana berkomunikasi, berbicara juga berfungsi sebagai sarana bersosialisasi. Disamping sebagai
sarana berkomunikasi dan bersosialisasi, berbicara dapat berfungsi untuk memperoleh kemandirian.
d Mengobrol
Mengobrol merupakan bentuk berbicara yang mempunyai makna sosial, bertujuan agar pembicaraannya didengar
dan dimengerti oleh orang lain.
Inti dari berkomunikasi adalah mengerti apa yang dikatakan orang lain.
4. Faktor-faktor yang Memacu Anak Cepat Berbicara
a Keluarga
Peran orang tua sebagai pembimbing bicara dan bahasa anak, sehingga akan memacu anak berani mengutarakan
pendapatnya.
b Media elektronik
Media elektronik dapat membantu anak untuk belajar bicara dan menambah kosakata.
c Sekolah
Melalui buku pelajaran, komunikasi dengan guru dan teman-teman di sekolah, anak-anak dapat meningkatkan
penguasaan kosakata. Mereka juga mampu mennngkatkan pemahaman terhadap kalimat-kalimat yang dibaca, dan
didengar di sekolah.
C. Perkembangan Moral
Dalam pergaulan sehari-hari kita sering mendengar kata moral yang dihubungkan dengan tingkah laku orang.
Tingkah laku yang bermoral adalah tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat yang terdapat dalam
kelompok atau masyarakat.
Nilai moral bukanlah sesuatu yang diperoleh dari lahir, melainkan sesuatu yang diperoleh dari luar. Pada mulanya
anak mempelajari nilai-nilai moral yang beerlaku di rumah, kemudian di sekolah, dan selanjutnya setelah mereka
bergaul dan menyesuaikan dengan dengan norma kelompoknya.
1. Perkembangan Moral Menurut Pakar
a Menurut Piaget
Anak usia 5 tahun mempunyai konsep bahwa benar salah masih dipahami dengan kaku. Tetapi pada anak usia 11
tahun, proses berpikirnya sudah mulai berkembang, banyak bergaul dengan teman sebayanya dan adanya
pengaruh dari lingkungan, kadang-kadang mengangggap bahwa berbohong tidak selalu buruk.
b Menurut Kohlberg
Kohlberg menamakan moralitas anak baik untuk tinngkat pertama pekembangan moral anak-anak. Pada tahap ini
anak mengikuti semua peratutan yang telah diberikan, dengan tujuan untuk mengambil hati orang lain dan
berharap dapat diterima dalam kelompok.
Sedangkan pada tingkat kedua tingkat perkembangan anak, ia sebut dengan morallitas konvensional atau
moralitas dari aturan-aturan. Pada tahap ini anak menyesuaikan diri pada aturan-aturan yang ada dalam kelompok
dan disepakati bersama oleh kelompok tersebut.
2. Fakto-faktor yang mempengaruhi moral
a Lingkungan Rumah
b Lingkungan Sekolah
c Teman Sebaya dan Aktivitasnya
d Intelegensi dan Jenis Kelamin
D. Perkembangan Agama
Agama menjadi pengarah dan penentu dalam siap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran agama
terkandung nilai-nilai moral dan etika yang harus dipakai sebagai pedoman hidup yang universal dan abadi
sifatnya. Selain itu, agama mengajarkan untuk bertingkah laku dan berakhlak yang baik, seperti kejujuran maupun
keadilan.
Pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaituaspek pembentukan kepribadian (ditujukan kepada jiwa)
dan pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran).
Belajar agama dengan mencontoh, melalui pendengaran, penglihatan dan berbagai panca indera lainnya.
Selanjutnya dengan semakin bertambahnya usia, anak mampu berpikir secara abstrak, sehingga dapat mencerna
pendengaran dan penglihatan yang diterimanya dan menjalankan agama dengan penuh kesadaran.
Metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agama, antara lain.
1. Metode Bercerita
2. Metode Bermain
3. Metode Karyawisata
4. Metode Demonstrasi
5. Metode Pemberian Tugas
6. Metode Diskusi dan Tanya Jawab
Belajar siswa SD dapat dilihat dari bentuk – bentuk kegiatan belajar yang biasa dilakukan oleh siswa di SD tempat
mereka belajar sehari – hari. Bentuk – bentuk kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa SD diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar menemukan, menyimak, meniru, menghafal, merangkai,
mengamalkan, menganalisis, merespon, mengorganisasikan, mengambil keputusan, berlatih, menghayati, dan
mengamati. Kegiatan pengembangan masing – masing kemampuan belajar pada siswa SD dapat dilakukan dengan
berbagai cara, sesuai dengan karakteristik siswa dan kreatifitas guru, sehingga dengan demikian diharapkan
kemampuan belajar siswa SD dapat berkembang secara maksimal. Untuk mengembangkan kemampuan siswa
dalam belajar menemukan, guru dapat menerapkan metode discovery learning yang dikemukakan oleh Bruner,
selain itu dapat juga menggunakan metode eksperimen ( experimental method ).
B. Belajar Menyimak
Bermain Kata, dilakukan dengan cara mengajak siswa bermain dengan bahasa, seperti bercerita, membaca serta
menulis.
Bermain dengan pertanyaan, guru memancing keingintahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiap kali muncul
jawaban, kejar dengan pertanyaan , hingga didapatkan hasil yang paling akhir atau kesimpulan
Bermain dengan gambar, misalnya membuar gambar, merancang, dan melihat gambar, slide, video, atau film.
Bermain dengan musik, misalnya menggali informasi, melalui syair atau kata–kata yang terdapat pada lagu
tersebut.
C. Fungsi Motivasi
BACA JUGA
MENGENAL PERMAINAN TRADISIONAL BALOGO DARI MASYARAKAT BANJAR KALIMANTAN SELATAN
LANGKAH MEMBUAT LAPORAN MASALAH KELISTRIKAN MENGGUNAKAN PLN MOBILE
√ CARA MEMPERKECIL UKURAN FILE FOTO DENGAN MUDAH
Motivasi sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan
Motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya
Motivasi berfungsi sebagai pendorong untuk usaha mencapai prestasi
Motivasi dapat menjadi alat untuk menyeleksi perbuatan
D. Jenis-jenis Motivasi
Motivasi intrinsik adalah motif – motif yang menjadi aktif atau berfungsi yang tidak memerlukan rangsangan dari
luar diri seseorang, karena biasanya dalam diri seseorantersebut sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang didalam aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan
dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar
11 Bentuk dan cara yang dapat menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah :
Memberi nilai
Hadiah
Saingan/Kompetensi
Ego involvement
Memberi ulangan
Mengetahui hasil
Pujian
Hukuman
Hasrat untuk belajar
Minat
Tujuan
E. Cara Guru Memotivasi Siswa
Menurut Agus Sampurno ada 7 kebiasaan guru yang efektif untuk memotivasi siswanya agar lebih bersemangat
dalam belajar, diantaranya:
Konsistensi
Perlakukan siswa sebagai individual
Jadikan lingkungan fisik kelas anda sedapat mungkin bernuansa belajar
Sesering mungkin tapi dengan alasan yang kuat
Dapatkan umpan balik dari cara anda mengajar dan bekerja
Libatkan diri anda dalam setiap ajangberbagi pengetahuan formal maupun informal
Membuka diri terhadap kebutuhan
PERSPEKTIF PENDIDIKAN MODUL 6 (hal. 6.26)C. LAYANAN TERHADAP ANAK DENGAN GANGGUAN
PSIKOLOGISBesar kemungkinan anak dengan gangguan psikologis akan masuk SD biasa karena gangguan
psikologis ini sulit diketahui dalam waktu singkat dan tidak semua orang mampu mengetahuinya. 1. Pengertian,
Klasikasi dan karakteristik Anak TunalarasMenurut PP No. 72 tahun 1991, tunalaras adalah gangguan atau
hambatan atau kelainan tingkah laku, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.Menurut UU tentang PLB di Amerika, tunalaras disebut dengan gangguan emosi.
Gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan gejala-gejala ketidakmampuan menjalin hubungan yang
menyenangkan dengan teman dan guru serta berlaku tidak pantas.Pengelompokan tunalaras menurut Rosembera,
yaitu tingkah laku berisiko tinggi dan rendah. Contoh yang berisiko tinggi: hiperaktif, agresif, pembangkang,
delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan aktif. Sedangkan contoh yang berisiko rendah yaitu autisme
dan skizofrenia.Ciri-ciri anak tunalaras yaitu (1) perilakunya tidak dapat diterima oleh masyarakat dan biasanya
melanggar norma budaya, aturan keluarga dan sekolah, (2) sering mengganggu, bersikap membangkang atau
menentang dan tidak dapat bekerjasama.
2. Jenis Perilaku Menyimpang di Sekolah BiasaContoh perilaku penyimpangan-penyimpangan anak yaitu: suka jail,
iri hati, mencela, rewel, agresif, suka protes dan malas belajar.
3. Gejala-gejala Perilaku MenyimpangPerbuatan jahil adalah perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang
lain dengan maksud mengganggu atau membuat orang lain menjadi tidak nyaman atau menderita baik secara fisik
maupun mental atau mengalami kehilangan sesuatu. Sementara si anak jahil merasa puas melihat korban
menderita.Perbuatan iri hati yang berlebihan diwujudkan dengan perilaku mengganggu teman, berebut mainan,
saling bantah, suka menyendiri, mengurung diri atau bahkan menunjukkan rasa murung. Anak dapat menjadi
agresif dan suka menyerang hanya karena hal-hal sepele. Anak agresif yang suka menyerang temannya biasanya
akan ditakuti, dimusuhi dan dijauhi teman-temannya.Anak yang suka menyela pembicaraan orang lain/ orang tua
tetap ngotot untuk terus ikut dalam pembicaraan walaupun sudah disuruh menjauh.
4. Penyebab Perilaku MenyimpangMenurut Hendra Surya (2004) berbagai perilaku menyimpang yang dialami oleh
anak usia antara 3-12 tahun pada umumnya dilatarbelakangi oleh suatu unsur pemuas ego perasaan seseorang.
Perilaku menyimpang tersebut tanpa disadari oleh pemikiran, apakah perbuatan itu baik atau tidak.Timbulnya
perasaan menyimpang karena ada suatu keinginan bawah sadar anak yang terhambat seperti keinginan anak yang
selalu ingin diperhatikan.Perbuatan menyimpang terjadi karena merasa:a. Tidak diperhatikan Contoh: anak merasa
bahwa orang tua lebih perhatian kepada adik baru.b. DisepelekanContoh: orang tua tidak menghiraukan perkataan
si anak.c. Kehadirannya dianggap tidak adaContoh: anak tidak diajak dalam permainan oleh saudara/ teman-
temannya, padahal dirinya ingin sekali turut bermain.d. Tidak mendapat peran apapune. Sebagai pelengkap
penderitaf. Takut kehilangan peran dalam lingkungannyaContoh: anak merasa terusik dan terancam perannya atas
kehadiran orang baru di lingkungannya.
5. Memahami Anak Berperilaku MenyimpangAnak berperilaku menyimpang tidak berbeda dengan anak-anak lain
pada umumnya. Mereka memiliki wajah manis, sangat menggemaskan, namun ia sering terlibat pertentangan
dengan peraturan sekolah dan guru, sering menolak mengerjakan tugas, tidak suka membenahi peralatan atau
duduk tertib di kelas, dia sering berbuat ribut di kelas dan marah-marah tanpa sebab.
6. Perlunya Saling Dukung AntarguruJika terdapat siswa yang menunjukkan perilaku menyimpang, staf dan semua
guru perlu bekerjasama untuk menciptakan perilaku positif di sekolah. Antar staf sekolah perlu saling memberikan
informasi agar dapat ditetapkan langkah-langkah untuk melakukan tindakan bersama dalam mengatasi masalah
tersebut. Para guru dapat memberikan rasa aman baik secara sosial maupun emosional, terutama untuk siswa-
siswa yang memiliki perilaku menyimpang yang umumnya tidak menerima perlakuan tersebut di lingkungan
keluarga.Dukungan rekan sekerja bagi para guru dalam menghadapi anak-anak berperilaku menyimpang
meliputi:a. Pemahaman dari sekolah secara keseluruhan bahwa perlu kebersamaan dalam mengatasi masalah.b.
Pemahaman bahwa masalah-masalah perilaku yang besar membutuhkan pendekatan kelompok.c. Kesediaan wali
kelas untuk menerima dukungan dan pemahaman bahwa dukungan bersifat normatif.d. Penyelenggaraan rapat
oleh wali kelas dengan sesama kolega.e. Pengakuan bahwa penyimpangan perilaku seseorang bukan hanya
tanggung jawab guru yang menyimpang tetapi merupakan tanggung jawab bersama.f. Perlunya pembentukan
forum sekolah.g. Ketersediaan dukungan sesama rekan di dalam observasi kelas dengan saling tukar kelas.
7. Berbagai Hal yang perlu diperhatikan dalam Pelayanan AnakKeberhasilan dalam memberikan pelayanan
terhadap anak sangat ditentukan oleh besarnya perhatian dan pengetahuan kita terhadap perilaku anak.Hal-hal
yang berkaitan dengan perilaku menyimpang:a. Penyimpangan sebagai akibatPada saat mulai masuk sekolah,
anak telah membawa pengalaman dari keluarga ke dalam lingkungan sekolah yang penuh dengan tuntutan dan
peraturan. Tidak semua anak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah, sehingga terjadi benturan nilai
yang akan nampak sebagai perilaku destruktif.Contoh: anak di rumah terbiasa berbicara dengan nada keras,
membentak, berteriak, mencemooh dan saling menyalahkan. Hal ini akan terbawa ke lingkungan sekolah.Sebagai
guru, kita wajib menyediakan program, pilihan, kerangka kerja disiplin yang dapat mengajarkan anak alternatif-
alternatif untuk memberikan rasa memiliki, sehingga anak dapat meningkatkan pengendalian perilakunya.b.
Perilaku destruktifPerilaku destruktif anak dapat berupa: terus menerus memanggil guru dan berbicara seenaknya,
berjalan kesana kemari di kelas, menggerakkan kaki terus menerus di kursi, bersuara sangat keras, tidak mampu
konsentrasi, dll.Istilah yang sering diberikan kepada anak berperilaku menyimpang adalah conduct-disordered
(berperilaku menyimpang), attention-deficit disordered (kurang perhatian), socio-emotionally disturbed (terganggu
secara sosial dan emosional), hyperactive (hiperaktif).c. Perilaku mengajarPendekatan yang dapat dilakukan guru
untuk mengajarkan anak agar berperilaku baik adalah dengan memberikan pengarahan dalam hal-hal sebagai
berikut:1) Mengangkat tangan tanpa harus memanggil-manggil2) Menunggu giliran daripada menyerobot3) Duduk
di atas tikar pada jam pelajaran4) Duduk di kursi lebih dari beberapa menit5) Berbicara dengan lebih perlahan6)
Berjalan di dalam kelas tanpa mengganggu dan menjengkelkan orang lain7) Mempertimbangkan perasaan orang
lain8) Apa yang harus dilakukan ketika marahDalam program perubahan perilaku hendaknya dilakukan tanpa
membuat anak merasa terbebani. Perubahan memerlukan waktu dan setiap anak punya daya tangkap yang
berbeda. Keberhasilan perubahan dapat diukur dari penurunan frekuensi dan intensitas perilaku yang
diharapkan.d. Cara mengatasi anak yang berperilaku menyimpangReaksi yang biasanya muncul terhadap perilaku
anak yang tidak biasa adalah teguran, hukuman atau nasihat. Perlu kita sadari bahwa anak memandang
perbuatannya tersebut tidak salah, dia tidak menganggap dirinya sebagai pemicu atau penyebab perbuatan
tersebut. Sikap reaktif dan perlakuan keras pada anak tidak akan menyelesaikan masalah dan membuat anak
menjadi baik, tetapi tindakan yang baik adalah tindakan proaktif untuk menemukan cara-cara memecahkan dan
mengatasi masalah dengan cara mengenali dan menganalisa sebab penyimpangan serta mencari solusi yang tepat.
Cara mengatasai anak yang sering melakukan perilaku menyimpang:1) Jangan emosional terhadap anakWalaupun
perbuatan anak sudah melewati batas, sebagai guru kita tidak boleh terbawa emosi karena bentakan, omelan atau
hukuman fisik hanya akan menimbulkan reaksi negatif dari si anak. Contoh: anak akan cenderung mengulangi
perbuatan yang tidak baik secara lebih keras atau brutal sebagai kompensasi ketidaksenangannya.2) Jangan
kucilkan anakTindakan pengucilan pada anak akan mengakibatkan anak berpikir negatif terhadap dirinya sendiri
sehingga ia akan menjadi depresi, murung, kehilangan gairah hidup, pesimis, kurang inisiatif, selalu curiga, dan
membenci orang lain.Tindakan yang dapat dilakukan untuk menghadapi anak yang berperilaku menyimpang:a)
Lakukan pendekatan kasih sayang dengan cara:1. Ajak anak ke tempat yang dapat menyenangkan hatinya.2. Buat
anak agar dapat mengungkapkan isi hatinya dengan sukarela tanpa paksaan.3. Tunjukkan kesediaan kita untuk
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.4. Ciptakan suasana yang menyenangkan.5. Ajak anak menilai
perbuatan yang telah dilakukan, sehingga dia dapat membayangkan seandainya perlakuan buruk itu menimpa
dirinya.b) Responsif terhadap perasaan anak dan berikan perhatian.c) Dengarkan suara hati anak dengan
menciptakan hubungan baik dengan anak, meluangkan waktu untuk anak, dan mendengarkan keluh kesahnya.d)
Binalah kasih sayang antaranak dengan berbuat adil terhadap semua anak, jangan membanding-bandingkan anak,
dan usahakan untuk melakukan kegiatan bersama-sama dengan anak.
UNTUK KESIMPULAN:Menghadapi anak di sekolah dengan karakteristik yang heterogen diperlukan kesabaran yang
tinggi dari para guru. Hubungan antar guru dan siswa sebaiknya tidak terlalu formil, sehingga anak tidak terlalu
asing dengan dunia sekolah. Guru harus dapat berperan sebagai orang tua yang dapat memperlakukan anak
dengan kasih sayang. Kelainan sikap dan perilaku anak lebih banyak disebabkan kurangnya perhatian dan kasih
sayang. Oleh karena itu, dengan rasa kasih sayang dan pengetahuan yang memadai tentang kelainan tingkah laku
siswa, kita sebagai guru diharapkan mampu mengatasi persoalan-persoalan tersebut di sekolah.
KEGIATAN BELAJAR 1. PROFIL KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR
A. Landasan Pengembangan Kompetensi Guru SD
1. Apa yang dimaksud dengan kompetensi
Kompetensi dapat disamakan dengan suatu tindakan cerdas dan bertanggung jawab yang ditunjukkan oleh
seseorang sebagai bukti bahawa ia memang kompeten dalam bidang tersebut. Tindakan cerdas dan bertanggung
jawab tersebut hanya dapat ditunjukkan oleh seseorang jika ia memiliki ilmu atau pengetahuan yang mantap,
keterampilan yang memadai serta sikap yang memungkinkan yang menunjukkan tidakan tersebut secara cerdas.
2. Proses Pengembangan Standar Kompetensi
Dengan pesatnya perkembangan diberbagai bidang guru dituntut untuk mampu menghasilkan lulusan yang
mampu bersaing dan mampu menghadapi berbagai tantangan. Sebagaimana halnya sdnegan standar kompetensi
dibidang profesi lainnya, standar kompetensi guru SD di kembangkan dengan mengacu kepada hal-hal berikut.
1. Ketetapan perundang-undangan yang terkait dengan guru SD seperti UU No.20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP No.15/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
2. Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) guru SD.
3. Berbagai asumsi dan landasan program berupa pernyataan-pernyataan yang dianggap benar berdasarkan
dugaan ahli, penelitian, dan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia
4. Kompetensi guru SD ynag sudah pernah ada seperti 10 kompetensi guru lulusan SPG
B. Profil Kompetensi Guru SD
Dalam SKGK-SD/MI, Standar kompetensi dirumuskan dalam 4 rumpun kompetensi yaitu:
1. Kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam
2. Penguasaan bidang studi
3. Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik
4. Kemampuan mengembangkan kemampuan professional secra berkelanjutan
Sementara itu, dalam Permen No. 16/2007, Standar Kompetensi Guru SD/MI dorumuskan menjadi 24 kompetensi
inti yang dikelompokkan berdasarkan kompetensi agen pemeblajaranyang terdapat dalam peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No.19/2005, tentang SNP). Kompetensi sebagai agen
pembelajaran terdiri dari:
1. Kompetensi Pedagogik
2. Kompetensi Kepribadian
3. Kompetensi Profesional
4. Kompetensi Sosial
Pengelompokan kompetensi dalam permen No. 16/2007 yang mengambil PP No. 19/2005 tampaknya lebih
mengacu pada teori bukan pada tugas-tugas nyata seorag guru di lapangan. Standar kompetensi guru SD/MI
terdapat dalan dua dokumen yaitu bukuStandar Kompetensi guru kelas SD/MI lulusan S1 PGSD Tahun 2006 dan
Peraturan Menteri Pendiidkan Nasional No. 16/2007.
Dari dua dokumen tersebut dapat diidentifikasi standar kompetensi guru kelas SD/MI lulusan S1 PGSD, yang terdiri
dari 30 kompetensi. Ke 30 kompetensi itu yang merupakan integrasi dari kompetensi yang terdapat dalam kedua
dokumen tersebut.
Semua komopetensi guru SD tercermin secara integrative dalam kinerja guru, baik ketika merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran, mauoun ketika menilai proses dan hasil belajar siswa. Kompetensi lulusan s1 PGSD
mempunyai kelebihan dibandingkan kompetensi lulusan D II PGSD. Kelebihan tersebut antara lain terletak pada
kemampuan memoerbaiki pembelajaran melalui PTK, kemampuan berperan serta dalam kegiatan pendidikan
ditingkat lokal, regional, nasional, dan global, kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi baik
untuk kepentingan pembelajaran maupun untutk mengembangkan wawasan.
C. Indikator Penguasaan Kompetensi Guru SD
Penguasaan kompetensi harus diakses dengan prosedur dan instrument yang sesuai dengan hakikat kompetensi.
Penguasaan akademik yang merupakan kawasan kognitif dapat diakses dengantes, baik tes objektif maupun tes
uraian. Ketrampilan dapat diakses melalui pengamatan unjuk kerja seperti pidato, menunjukkan ketrampilan dasar
mengajar, sedangka sikap dan nilai harus di akses melalui pengamatan dalam kontek otentik akhirnya, unjuk kerja
professional seperti kemampuan mengajar diakses melalui pengamatan dengan menggunakan instrument seperti
APKG.
Contoh-contoh indicator penguasaan kompetensi dapat dijadikan acuan oleh mahasiswa/Guru SD untuk menilai
statusnya dalam penguasaan kompetensi tertentu. Pengetahuan mengenai kompetensi, asesmen kompetensi, dan
indicator dapat dimanfaatkan oleh para guru SD ketika melaksanakan tugas sebagai seorang guru ketika
mengembangkan indicator keberhasilan dan melakukan asesmen penguasaan kompetensi.
Sebagai seorang guru yang diharapkan mempunyai akses yang luas ke sekedar informasi tentu Anda diharapkan
menguasai teknologi informasi dan komunikasi tersebut jika ada guru yang memang belum melek teknologi
seyogyanya guru tersebut mengikuti kursus computer, sehingga dapat menggunakan keterampilan yang diperoleh
untuk mengakses berbagai informasi dan mengkomunikasikannya. Tidak diragukan lagi bahwa penguasaan
keterampilan komputer akan membantu guru untuk meningkatkan profesionalitas nya melalui informasi yang dapat
diakses dari internet.
ODUL 8
KURIKULUM SEKOLAH DASAR
KB. 2
Pengembangan Bahan ajar di sekolah dasar
B. METODE PEMBELAJARAN
Ada beberapa alasan banyak guru belum kompeten, antara lain: guru belum menguasai bahan ketika belajar atau
kuliah dan guru mengajarkan yang bukan bidangnya. Selain kurang menguasai bidangnya, masih banyak guru
yang dalam mengajar hanya menggunakan model yang sama. Mereka kurang menguasai berbagai model
pembelajaran yang sesuai perkembangan anak didik dan sesuai teori pendidikan yang baru.
C. KETIDAKMERATAAN JUMLAH GURU
Salah satu persoalan guru, selain kesejahteraan adalah ketidakmerataan jumlah mereka. Perbandingan antara
guru yang mengajar di daerah terpencil dengan guru yang mengajar di kota sangat jauh. Dari segi kuantitas,
jumlah guru sebetulnya telah memadai, tetapi sisi pemerataan dan kualitasnya belum sesuai.
A. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajaran secara kontekstual merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berhubungan dengan
fenomena kehidupan sosial masyarakat, fenomena dunia pengalaman dan pengetahuan murid dan kelas sebagai
fenomena sosial.
kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungann antara
pengatahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).
Dalam pembelajran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang
guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan
dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai
tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessmennya.
B. PAKEM
PAKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektifdan menyenangkan.
Dalam konteks ini, sebuah pembelajaran semestinya membuat anak merasa nyaman, tidak takut untuk bertanya,
tidak tegang dalam menyimak guru dan tidak merasa kesulitan untuk menyerap materi yang diajarkan. Fungsi
pembelajaran yang ditekankan adalah bagaimana menggali dan mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam
diri siswa serta media yang digunakan untuk menggali pengetahuan dan menanamkan nilai kehidupan sehari-hari.
KB. 2
Pengembangan Bahan ajar di sekolah dasar
B. METODE PEMBELAJARAN
Ada beberapa alasan banyak guru belum kompeten, antara lain: guru belum menguasai bahan ketika belajar atau
kuliah dan guru mengajarkan yang bukan bidangnya. Selain kurang menguasai bidangnya, masih banyak guru
yang dalam mengajar hanya menggunakan model yang sama. Mereka kurang menguasai berbagai model
pembelajaran yang sesuai perkembangan anak didik dan sesuai teori pendidikan yang baru.
C. KETIDAKMERATAAN JUMLAH GURU
Salah satu persoalan guru, selain kesejahteraan adalah ketidakmerataan jumlah mereka. Perbandingan antara
guru yang mengajar di daerah terpencil dengan guru yang mengajar di kota sangat jauh. Dari segi kuantitas,
jumlah guru sebetulnya telah memadai, tetapi sisi pemerataan dan kualitasnya belum sesuai.
A. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajaran secara kontekstual merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berhubungan dengan
fenomena kehidupan sosial masyarakat, fenomena dunia pengalaman dan pengetahuan murid dan kelas sebagai
fenomena sosial.
kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungann antara
pengatahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).
Dalam pembelajran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang
guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan
dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai
tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessmennya.
B. PAKEM
PAKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektifdan menyenangkan.
Dalam konteks ini, sebuah pembelajaran semestinya membuat anak merasa nyaman, tidak takut untuk bertanya,
tidak tegang dalam menyimak guru dan tidak merasa kesulitan untuk menyerap materi yang diajarkan. Fungsi
pembelajaran yang ditekankan adalah bagaimana menggali dan mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam
diri siswa serta media yang digunakan untuk menggali pengetahuan dan menanamkan nilai kehidupan sehari-hari.
PAKEM dalam perspektif guru adalah guru Aktif memantau kegiatan belajar siswa, member umpan balik,
mengajukan pertanyaan yang menantang dan mempertanyakan gagasan siswa, Kreatif mengmbangkan kegiatan
yang beragam dan membuat alat bantu belajar sederhana, Efektif sehingga pembelajaran mencapai tujuan,
Menyenangkansehingga anak tidak takut salah, tidak takut ditertawakan, dan tidak dianggap sepele.
Sementara PAKEM dalam perspektif siswa adalah siswa Aktif bertanya, mengemukakan gagasan dan
mempertanyakan gagasan orang lain serta gagasannya,Kreatif merancang/membuat sesuatu dan
menulis/mengarang, Efektif menguasai keterampilan yang diperlukan Menyenangkan sehingga siswa berani
mencoba/membuat, berani bertanya, berani mengemukakan gagasan dan mempertanyakan gagasan orang lain.
Pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok,
mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diajak untuk mencoba menyelami
karakteristik kehidupan yang heterogen dengan berbagai macam perbedaan karakter yang ada. Dalam melakukan
pembelajaran ini, ada lima langkah yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pembelajaran berbasis masalah
2. Pemanfaatan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
3. Pemberian aktifitas kelompok
4. Pembuatan aktifitas belajar mandiri
5. Penerapan penilaian autentik
PAKEM dalam perspektif guru adalah guru Aktif memantau kegiatan belajar siswa, member umpan balik,
mengajukan pertanyaan yang menantang dan mempertanyakan gagasan siswa, Kreatif mengmbangkan kegiatan
yang beragam dan membuat alat bantu belajar sederhana, Efektif sehingga pembelajaran mencapai tujuan,
Menyenangkansehingga anak tidak takut salah, tidak takut ditertawakan, dan tidak dianggap sepele.
Sementara PAKEM dalam perspektif siswa adalah siswa Aktif bertanya, mengemukakan gagasan dan
mempertanyakan gagasan orang lain serta gagasannya,Kreatif merancang/membuat sesuatu dan
menulis/mengarang, Efektif menguasai keterampilan yang diperlukan Menyenangkan sehingga siswa berani
mencoba/membuat, berani bertanya, berani mengemukakan gagasan dan mempertanyakan gagasan orang lain.
Pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok,
mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diajak untuk mencoba menyelami
karakteristik kehidupan yang heterogen dengan berbagai macam perbedaan karakter yang ada. Dalam melakukan
pembelajaran ini, ada lima langkah yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pembelajaran berbasis masalah
2. Pemanfaatan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
3. Pemberian aktifitas kelompok
4. Pembuatan aktifitas belajar mandiri
5. Penerapan penilaian autentik
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan sebagai hasil pembahasan dari permasalahan yang terdapat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Keterbatasan sarana dan prasarana di SD dapat di atasi dengan berbagai cara, antara lain dengan
memanfaatkan sarana dan prasarana yang adad dilingkungan sekolah, yang dapat dijangkau oleh SD. Sarana dan
prasarana tersebut antara lain sumber belajar yang ada dilingkungan seperti gejala alam, sanggar seni, balai
budaya, perpustakaan, lapangan olah raga, ruang pertemuan, kelas atau tempat ibadah. Agar dapat
memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut, sekolah harus menjalin komunikasi profesional dengan pihak-pihak
yang memiliki aau bertanggung jawab terhadap sarana dan prasarana yang akan dimanfaatkan. Prakarsa dari guru
dan kepala sekolah merupakan awal proses pemanfaatan tersebut.
2. Disamping sumber daya manusia yang ada di SD, SDM dan lembaga yang sangat berperan dalam
penyelenggaraan pendidikan SD, meliputi pengawas SD, kepala Dinas Pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional,
yang semuanya merupakan pejabat pemerintah, serta dewan pendidikan dan komite sekolah yang anggota-
anggotanya merupakan representasi dari masyarakat yang peduli pendidikan.
3. Dana penyelenggaraan pendidikan di SD berasal dari pemerintah daerah berupa DOP, dari pemerintah pusat
berupa dana BOS. Disamping sumbangan dari orang tua siswa yang disalurkan Komite Sekolah.
3.2 SARAN
Saran-saran yang perlu penulis kemukakan sehubungan dengan pembahasan isi makalah ini antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Kepala sekolah merupakan pimpinan satuan pendidikan yang sangat menentukan iklim kerja dalam
menyelenggarakan layanan pendidikan. Oleh karena itu seorang kepala sekolah hendaknya berpengalaman sebagai
guru SD minimal selama 5 tahun dan memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang
pendidikan dan harus menguasai standar kompetensi kepala sekolah.
2. Memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekolah yang dapat di jangkau oleh SD untuk
mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana.
3. Pengelolaan BOS dengan benar sesuai denga ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan, karena jika
pengelolaan dana BOS sudah dilakukan dengan benar maka semestinya siswa SD bebas dari segala pungutan.