Anda di halaman 1dari 6

Landasan filosofis sumber : https://carlz185fr.wordpress.

com/2013/04/26/landasan-filosofis-
jenis-landasan-pendidikan/

Landasan Filosofis adalah melihat pendidikan dari makna dan hakekat pendidikan itu sendiri.
Landasan ini bersifat filsafat. Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu: philein artinya mencintai,
dan sophos atau sophis artinya hikmah, arif, atau bijaksana. Jadi filsafat adalah mencintai hikmah
atau kebijaksanaan.

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna dan hakekat pendidikan,
yang berusaha menelaah masalah pokok; apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan
diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan dsb.

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: idealisme, realisme,
materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, essensialisme,
eksistesialisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak
pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi
kurikulum yang dikembangkan.

Mazhab filsafat pendidikan yang berpengaruh besar terhadap pendidikan adalah:

a)      Essensialisme: berasal dari kata essensial artinya yang sangat


penting dan isme artinya paham. Jadi essensialisme adalah paham uang mengatakan bahwa
dalam kehidupan ini ada hal-hal yang essensial yang berlaku universal.

Pendidikan adalah menyampaikan hal-hal yang essensial yang bersifat universal.

Ada 2 macam essensialisme yaitu:

 Essensialisme idealis adalah yang bersifat spiritualis (essensial dan Universal).

Contoh: apa saja yang dapat menghapus pappan tulis adalh penghapus

Plato seorang tokoh filsafat berpendapat mendidik adlah memindahkan pengalaman-pengalaman


konkrit kea rah kebenaran sejati yang bersifat abstrak dan universal.

Semboyan filsafat essensialisme idealisyaitu yang benar adalah di balik yang nyata. Pelajaran-
pelajaran yang memenuhi tuntutan tersebut adalah mata pelajaran humaniora seperti sejarah,
agama, dan bahasa.

 Essensialisme realis adalah bersifat realis. Menurut filsafat realis: segala sesuatu yang
dapat ditangkap oleh panca indera itulah kebenaran. Pelajaran-pelajaran yang memenuhi
tuntutan tersebut adalah mata pelajaran eksakta.
b)      Prenealisme

Berasal dari kata peneal artinya mengalir dan isme artinya paham. Jadi prenealisme diartikan
sebagai kehidupan itu beersifat mengalir atau berkelanjutan. Pendidikan dimulai dari masa bayi
sampai manusia itu meninggal. Tiga macam pendidikan prenealisme adalah pendidikan dasar,
pendidikan menengah (umum & kejuruan/vocational), dan Pendidikan tinggi.

Semua manusia harus memperoleh pendidikan dasar.

Pendidikan menengah umum dipeersiapkan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.


Pendidikan menengah kejuuruan bertujuan menciptkan tenaga kerja kelas menengah.

c)      Pragmatism/progresivisme

Pragmatis berarti praktis, progresiv berarti kemajuan. Kehidupan bersifat praktis, segala yang
benar adalah yang bersifat praktis. Pragmatis dan progresiv berkembang di AS (th. 1970-1980
an). Sekali digunakan langsung dibuang.

d)     Rekonstruksionisme

Berasal dari kata re artinya ulang, rubah, kembali, dan konstruksi artinya menata, membangun.


Jadi rekonstruksionisme adalah paham yang mengatakan menata atau membangun kembali
kehidupan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Landasan psikologis sumber : http://nursafatri.blogspot.com/2015/10/landasan-psikologis-
pendidikan.html

Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan.
Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan
psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006)
karena Ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan
metode-metode ilmiah.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali
dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan
adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
Dengan demikian, psikologi adalah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi
dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek
pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis  dari
manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam
proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak.
Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan
kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara
efektif.
B. Bentuk Psikologi Pendidikan
1.   Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-
pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989) : Pendekatan pen-
tahapan, Pendekatan diferensial dan Pendekatan ipsatif.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap
yaitu :
·         Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
·         Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti  hidup
manusia primitif.
·         Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan
untuk berpetualang.
·         Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan
moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
2. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai
hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa
melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya
dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa
belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku
itu dipandang sebagai proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang 
sebagai hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses
belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu
model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut
dengan teori belajar yaitu Teori belajar klasik ,Teori belajar behaviorisme dan Teori belajar
kognisi.
3.  Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi
seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk
mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta,
2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu :
1)      Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau
cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang
kepribadiannya.
2)      Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan
dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3)      Latar belakang situasi. Kedua data di atas  kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu
itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan
memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek
psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam
masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-
anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar
adalah minat dan kebutuhan individu, persepsi kesulitan akan tugas-tugas dan harapan sukses.
Landasan kultural sumber : http://vivienanjadi.blogspot.com/2012/02/landasan-kultural-
pendidikan.html

Pengertian tentang Landasan Kultural


Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan
selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat
berwujud :
1)     Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya.
2)     Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3)     Fisik yakni benda hasil karya manusia.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan. Baik
kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses
pendidikan.
Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan
mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan,
bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Contoh lain, setiapa masyaratkat
mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak
harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian
tertentu dari dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah
laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri menjadikan
anak sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, anak-anak harus diajarkan polapola tingkah
laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain,
fungsi pokok setiap sisitem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola tingkah
laku yang essensial tersebut.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada
generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang
dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam
keluarga, dan nonformal dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk
tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan
tingkah laku anak didik. Kalua masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka miliki
kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan.
Oleh sebab itu, anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan perubahan-perubahan
yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah pola tinkah laku, nilai-nilai, dan
norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju
pola tingkah laku, norma-norma dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan.
Lembaga social yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan
adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai