Sementara menurut Thompson (Arifin, 1993:2), filsafat artinya melihat suatu masalah
secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan,
metode atau alat-alatnya, tapi juga meneliti dengan saksama hal-hal yang dimaksud.
Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya
untuk menemukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan
melalui proses kompromi.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita tarik pengertian bahwa filsafat pendidikan
sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-
kaidah norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan
oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Tujuan filsafat yaitu untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenomena secara
mendalam. Tujuan filsafat pendidikan adalah untuk memberikan pemahaman
mendalam tentang aspek-aspek intelektual, moral, sosial, dan emosional dalam proses
pendidikan. Filsafat pendidikan bertujuan untuk merumuskan prinsip-prinsip dasar
yang mengarah pada pemahaman dan perbaikan pendidikan, serta membantu
menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang pendidikan, seperti "Apa arti
pendidikan?" dan "Apa yang harus diajarkan dan bagaimana caranya?" Selain itu,
filsafat pendidikan juga membantu memahami hubungan antara pendidikan, nilai-
nilai, dan masyarakat secara lebih mendalam.
Tahap Ontologis:
- Pada tahap ini, manusia mulai mengembangkan pemahaman tentang realitas dan
ontologi. Mereka mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang
eksistensi, substansi, dan keberadaan.
- Contoh: Filosofi klasik Yunani dengan konsep-konsep seperti "Apa itu eksistensi?"
dan pemikiran para filsuf seperti Plato dan Aristoteles.
- Kontribusi terhadap pemikiran filsafat: Tahap ontologis membantu dalam
perkembangan konsep-konsep ontologis yang menjadi dasar bagi banyak aliran
filsafat, termasuk metafisika.
Tahap Fungsional:
- Tahap ini berkaitan dengan pemahaman tentang fungsi dan tujuan dalam kehidupan
manusia. Manusia mulai lebih fokus pada bagaimana menggunakan pengetahuan dan
konsep untuk tujuan praktis.
- Contoh: Filsafat abad pencerahan, yang mendukung pemikiran rasional dan ilmiah
dalam pengambilan keputusan dan pengembangan masyarakat.
- Kontribusi terhadap pemikiran filsafat: Tahap fungsional membantu dalam
menghubungkan pemikiran filsafat dengan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-
hari dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tahap-tahap ini mencerminkan evolusi pemikiran manusia sepanjang sejarah, dari
tahap mistis hingga tahap fungsional. Setiap tahap memberikan kontribusi unik
terhadap perkembangan pemikiran filsafat, baik dalam memahami realitas, etika,
maupun aplikasi praktis dari pemikiran tersebut dalam masyarakat dan budaya.
4. Tiga dimensi yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan pengetahuan adalah
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga dimensi ini saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, karena masing-masing memiliki peran penting dalam
pembentukan pengetahuan dan pandangan dunia seseorang. Berikut penjelasan lebih
detail tentang ketiga dimensi ini:
Ontologi:
Ontologi merupakan dimensi yang berkaitan dengan pemahaman tentang eksistensi,
realitas, dan kategori-kategori entitas atau objek yang ada di dunia. Ontologi
menjawab pertanyaan tentang apa yang ada, apa yang dapat dianggap sebagai sesuatu
yang nyata, dan bagaimana entitas tersebut terkait satu sama lain. Ontologi
menggambarkan dasar-dasar ontologis yang menjadi landasan bagi pembentukan
pengetahuan.
Contoh pertanyaan ontologis meliputi: Apakah ada objek yang bersifat abstrak, seperti
konsep atau nilai-nilai? Bagaimana hubungan antara individu dan kolektif dalam
realitas?
Epistemologi:
Epistemologi adalah dimensi yang berfokus pada pengetahuan itu sendiri, yaitu
bagaimana pengetahuan diperoleh, dikembangkan, dan dinilai sebagai pengetahuan
yang sah. Epistemologi menjawab pertanyaan tentang bagaimana kita tahu apa yang
kita tahu, bagaimana pengetahuan diperoleh, dan apa yang dianggap sebagai metode
yang sah untuk mencapai pengetahuan. Epistemologi mencakup pilihan metode
penelitian, teori-teori pengetahuan, dan pertimbangan tentang sumber, otoritas, dan
kebenaran pengetahuan.
Contoh pertanyaan epistemologis meliputi: Bagaimana kita membedakan antara
pengetahuan yang sahih dan yang tidak sahih? Apa metode ilmiah yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan?
Aksiologi:
Aksiologi berkaitan dengan nilai-nilai, etika, dan pandangan tentang apa yang
dianggap baik atau benar dalam pengembangan pengetahuan. Ini melibatkan
pertanyaan tentang nilai-nilai, norma, moralitas, dan tujuan dalam konteks
pengetahuan dan penelitian. Aksiologi memengaruhi bagaimana pengetahuan
digunakan, dikomunikasikan, dan diterapkan dalam masyarakat.
Contoh pertanyaan aksiologis meliputi: Apa nilai-nilai yang harus dipegang dalam
penelitian dan pengembangan pengetahuan? Bagaimana pengetahuan dapat digunakan
untuk mencapai tujuan moral dan etis?Ketiga dimensi ini tidak dapat dipisahkan satu
sama lain karena saling berkaitan. Ontologi membentuk dasar untuk pemahaman
tentang apa yang bisa menjadi subjek pengetahuan (objek atau entitas yang ada).
Epistemologi berkaitan dengan bagaimana kita memperoleh pengetahuan tentang
entitas tersebut dan bagaimana kita memahaminya. Aksiologi mencakup
pertimbangan tentang bagaimana kita seharusnya menggunakan pengetahuan ini
dalam konteks nilai-nilai dan etika. Pengetahuan yang sah dan berguna dalam konteks
sosial dan kultural seringkali harus memperhitungkan ketiga dimensi ini, dan
keseluruhan pengembangan pengetahuan biasanya bergantung pada keseimbangan
antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi