Anda di halaman 1dari 5

Ujian Tengah semester

Eriani Ginting (2233121092)


DIK C 23
1. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang
pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan
menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi
dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan
secara praktis.
Menurut Hasan Langgulung dalam bahasannya tentang filsafat pendidikan diberi
definisi sebagai berikut: Dewey dalam Jalaludin & Idi (2007:20) menyampaikan
bahwa filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional), menuju tabiat manusia

Sementara menurut Thompson (Arifin, 1993:2), filsafat artinya melihat suatu masalah
secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan,
metode atau alat-alatnya, tapi juga meneliti dengan saksama hal-hal yang dimaksud.
Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya
untuk menemukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan
melalui proses kompromi.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita tarik pengertian bahwa filsafat pendidikan
sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-
kaidah norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan
oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Tujuan filsafat yaitu untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenomena secara
mendalam. Tujuan filsafat pendidikan adalah untuk memberikan pemahaman
mendalam tentang aspek-aspek intelektual, moral, sosial, dan emosional dalam proses
pendidikan. Filsafat pendidikan bertujuan untuk merumuskan prinsip-prinsip dasar
yang mengarah pada pemahaman dan perbaikan pendidikan, serta membantu
menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang pendidikan, seperti "Apa arti
pendidikan?" dan "Apa yang harus diajarkan dan bagaimana caranya?" Selain itu,
filsafat pendidikan juga membantu memahami hubungan antara pendidikan, nilai-
nilai, dan masyarakat secara lebih mendalam.

Manfaat filsafat pendidikan meliputi:


 Pemahaman yang Mendalam: Filsafat pendidikan membantu kita memahami
konsep-konsep inti dalam pendidikan, seperti tujuan, nilai, etika, dan proses
pendidikan, secara lebih mendalam.
 Pembenaran dan Evaluasi: Ini membantu dalam membenarkan dan
mengevaluasi dasar-dasar teoritis dan praktik-praktik dalam pendidikan,
sehingga dapat ditingkatkan.
 Pengembangan Etika Pendidikan: Filsafat pendidikan membantu dalam
pengembangan etika pendidikan yang mendalam, yang membimbing
kebijakan dan tindakan pendidikan.
 Penentuan Tujuan Pendidikan: Membantu dalam merumuskan dan memahami
tujuan-tujuan pendidikan, yang membantu dalam merancang kurikulum dan
metode pengajaran.
 Pemahaman Tentang Masyarakat: Filsafat pendidikan membantu kita
memahami hubungan antara pendidikan, masyarakat, dan budaya, serta
bagaimana pendidikan dapat berperan dalam pembentukan masyarakat yang
lebih baik.
 Pengembangan Pemikiran Kritis: Mempelajari filsafat pendidikan dapat
mengembangkan pemikiran kritis dan analitis, yang bermanfaat dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam konteks pendidikan.
 Relevansi Sosial: Filsafat pendidikan membantu dalam mempertimbangkan
isu-isu sosial dan politik yang berkaitan dengan pendidikan, seperti inklusi,
keadilan, dan hak asasi manusia.
 Pengembangan Profesional: Bagi para pendidik, pemahaman tentang filsafat
pendidikan dapat membantu dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan
kepemimpinan di bidang pendidikan.
Dengan demikian, filsafat pendidikan memiliki peran penting dalam membimbing dan
memperkaya pemikiran dan praktik pendidikan.

2. Van Peursen membagi perkembangan kebudayaan menjadi tiga tahap: mistis,


ontologis, dan fungsional. Ini adalah konsepnya tentang perkembangan pemikiran
manusia sepanjang sejarah. Mari kita jelaskan setiap tahap beserta contoh-contohnya
dan kontribusinya terhadap pemikiran filsafat:
 Tahap Mistis:
- Pada tahap ini, manusia memiliki pemahaman yang sangat terbatas dan bersifat
mistis tentang dunia. Mereka cenderung mendasarkan keyakinan mereka pada
kekuatan gaib, mitos, dan agama.
- Contoh: Zaman prasejarah, di mana manusia mengaitkan fenomena alam dengan
dewa-dewi dan menjalani praktik-praktik keagamaan mistis.
- Kontribusi terhadap pemikiran filsafat: Meskipun tahap ini kurang dalam pemikiran
filosofis formal, ini memberikan dasar untuk perkembangan konsep-konsep ontologis
dan fungsional selanjutnya.

 Tahap Ontologis:
- Pada tahap ini, manusia mulai mengembangkan pemahaman tentang realitas dan
ontologi. Mereka mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang
eksistensi, substansi, dan keberadaan.
- Contoh: Filosofi klasik Yunani dengan konsep-konsep seperti "Apa itu eksistensi?"
dan pemikiran para filsuf seperti Plato dan Aristoteles.
- Kontribusi terhadap pemikiran filsafat: Tahap ontologis membantu dalam
perkembangan konsep-konsep ontologis yang menjadi dasar bagi banyak aliran
filsafat, termasuk metafisika.

 Tahap Fungsional:
- Tahap ini berkaitan dengan pemahaman tentang fungsi dan tujuan dalam kehidupan
manusia. Manusia mulai lebih fokus pada bagaimana menggunakan pengetahuan dan
konsep untuk tujuan praktis.
- Contoh: Filsafat abad pencerahan, yang mendukung pemikiran rasional dan ilmiah
dalam pengambilan keputusan dan pengembangan masyarakat.
- Kontribusi terhadap pemikiran filsafat: Tahap fungsional membantu dalam
menghubungkan pemikiran filsafat dengan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-
hari dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tahap-tahap ini mencerminkan evolusi pemikiran manusia sepanjang sejarah, dari
tahap mistis hingga tahap fungsional. Setiap tahap memberikan kontribusi unik
terhadap perkembangan pemikiran filsafat, baik dalam memahami realitas, etika,
maupun aplikasi praktis dari pemikiran tersebut dalam masyarakat dan budaya.

3. Pendidikan sepanjang hayat, disebut juga pendidikan berkelanjutan, merupakan


suatu konsep pendidikan yang menekankan pentingnya pembelajaran dan
perkembangan individu sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak hingga
dewasa.
Konsep ini mengakui bahwa proses pendidikan tidak terbatas pada sekolah formal
atau universitas saja, namun merupakan usaha berkelanjutan yang berlangsung
sepanjang kehidupan.
Ide dasar di balik konsep ini adalah bahwa pembelajaran terjadi tidak hanya di ruang
kelas atau lingkungan pendidikan formal tetapi juga melalui pengalaman sehari-hari,
pekerjaan, interaksi sosial, dan banyak konteks lainnya.
Berikut beberapa implikasi penting dari konsep pendidikan seumur hidup:
Pembelajaran seumur hidup mendorong pengembangan keterampilan dan
pengetahuan secara berkelanjutan.
Individu diharapkan terus belajar, beradaptasi, dan berkembang sepanjang hidupnya.
Artinya belajar bukan sekedar tugas akademis tetapi juga tanggung jawab individu.
Pendidikan tidak hanya terbatas pada lembaga pendidikan formal saja.
Selain sekolah dan perguruan tinggi, pembelajaran dapat dilakukan melalui kursus
online, pelatihan kerja, kelas komunitas, lokakarya, membaca dan banyak bentuk
pendidikan informal lainnya.
Artinya, melanjutkan pendidikan memungkinkan akses pendidikan yang lebih luas.
Konsep ini mendukung pembelajaran berdasarkan pengalaman.
Pembelajaran berlangsung tidak hanya melalui penyerapan informasi tetapi juga
melalui pengalaman langsung.
Individu dapat belajar dari kesalahan, pengalaman, dan tantangan yang mereka temui
sepanjang hidup.
Pendidikan berkelanjutan mendorong pemecahan masalah dan kreativitas.
Individu harus mampu menghadapi perubahan, memecahkan masalah dan berpikir
kreatif dalam berbagai konteks kehidupan.
Hal ini berdampak positif terhadap pengembangan karir.
Individu yang mengikuti pendidikan berkelanjutan memiliki lebih banyak
kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya, sehingga dapat
meningkatkan prospek karir dan mobilitas sosialnya.
Pendidikan berkelanjutan mendukung inklusi dan keberagaman.
Hal ini memungkinkan individu dengan beragam latar belakang, usia dan kebutuhan
belajar untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan.
Melanjutkan pendidikan memerlukan dukungan dari banyak pemangku kepentingan,
termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, tempat kerja, dan masyarakat.
Kolaborasi semua pihak sangat penting untuk menciptakan ekosistem pembelajaran
yang efektif dan inklusif.
Pendidikan berkelanjutan merupakan pendekatan penting untuk memenuhi
kebutuhan individu di dunia yang terus berubah.
Prinsip ini mengakui bahwa belajar adalah proses seumur hidup dan harus
diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

4. Tiga dimensi yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan pengetahuan adalah
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga dimensi ini saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, karena masing-masing memiliki peran penting dalam
pembentukan pengetahuan dan pandangan dunia seseorang. Berikut penjelasan lebih
detail tentang ketiga dimensi ini:

Ontologi:
Ontologi merupakan dimensi yang berkaitan dengan pemahaman tentang eksistensi,
realitas, dan kategori-kategori entitas atau objek yang ada di dunia. Ontologi
menjawab pertanyaan tentang apa yang ada, apa yang dapat dianggap sebagai sesuatu
yang nyata, dan bagaimana entitas tersebut terkait satu sama lain. Ontologi
menggambarkan dasar-dasar ontologis yang menjadi landasan bagi pembentukan
pengetahuan.
Contoh pertanyaan ontologis meliputi: Apakah ada objek yang bersifat abstrak, seperti
konsep atau nilai-nilai? Bagaimana hubungan antara individu dan kolektif dalam
realitas?

Epistemologi:
Epistemologi adalah dimensi yang berfokus pada pengetahuan itu sendiri, yaitu
bagaimana pengetahuan diperoleh, dikembangkan, dan dinilai sebagai pengetahuan
yang sah. Epistemologi menjawab pertanyaan tentang bagaimana kita tahu apa yang
kita tahu, bagaimana pengetahuan diperoleh, dan apa yang dianggap sebagai metode
yang sah untuk mencapai pengetahuan. Epistemologi mencakup pilihan metode
penelitian, teori-teori pengetahuan, dan pertimbangan tentang sumber, otoritas, dan
kebenaran pengetahuan.
Contoh pertanyaan epistemologis meliputi: Bagaimana kita membedakan antara
pengetahuan yang sahih dan yang tidak sahih? Apa metode ilmiah yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan?

Aksiologi:
Aksiologi berkaitan dengan nilai-nilai, etika, dan pandangan tentang apa yang
dianggap baik atau benar dalam pengembangan pengetahuan. Ini melibatkan
pertanyaan tentang nilai-nilai, norma, moralitas, dan tujuan dalam konteks
pengetahuan dan penelitian. Aksiologi memengaruhi bagaimana pengetahuan
digunakan, dikomunikasikan, dan diterapkan dalam masyarakat.
Contoh pertanyaan aksiologis meliputi: Apa nilai-nilai yang harus dipegang dalam
penelitian dan pengembangan pengetahuan? Bagaimana pengetahuan dapat digunakan
untuk mencapai tujuan moral dan etis?Ketiga dimensi ini tidak dapat dipisahkan satu
sama lain karena saling berkaitan. Ontologi membentuk dasar untuk pemahaman
tentang apa yang bisa menjadi subjek pengetahuan (objek atau entitas yang ada).
Epistemologi berkaitan dengan bagaimana kita memperoleh pengetahuan tentang
entitas tersebut dan bagaimana kita memahaminya. Aksiologi mencakup
pertimbangan tentang bagaimana kita seharusnya menggunakan pengetahuan ini
dalam konteks nilai-nilai dan etika. Pengetahuan yang sah dan berguna dalam konteks
sosial dan kultural seringkali harus memperhitungkan ketiga dimensi ini, dan
keseluruhan pengembangan pengetahuan biasanya bergantung pada keseimbangan
antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi

5. Setuju dengan Penggabungan atau Penghilangan Mata Pelajaran:


- Efisiensi Pendidikan: saya setuju dengan penggabungan atau penghilangan mata
pelajaran karena menganggap ini dapat meningkatkan efisiensi dalam pengajaran dan
pembelajaran. Fokus pada kompetensi yang lebih terintegrasi dapat membantu siswa
memahami hubungan antar materi pelajaran.
- Keselarasan Dengan Kebutuhan Masa Kini: Terkadang, perubahan dalam kurikulum
mencerminkan perubahan dalam kebutuhan sosial dan ekonomi. Penghilangan mata
pelajaran yang dianggap sudah kurang relevan dapat membantu siswa lebih siap
menghadapi tuntutan masa depan.
Dalam analisis dari perspektif filsafat pendidikan, perubahan dalam kurikulum harus
selaras dengan tujuan pendidikan yang diinginkan. Hal ini mencakup pertimbangan
terhadap nilai-nilai, etika, dan tujuan pendidikan. Selain itu, perubahan semacam ini
harus mempertimbangkan kepentingan individu siswa serta kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.
Kesimpulannya, pendapat mengenai penggabungan atau penghilangan mata pelajaran
dalam kurikulum 2013 akan bervariasi tergantung pada sudut pandang individu.
Penting untuk mempertimbangkan konsekuensi pendidikan jangka panjang dan sejauh
mana perubahan tersebut mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai