Anda di halaman 1dari 16

IMPLIKASI AKSIOLOGI

Dalam Filsafat Ilmu, Pendidikan, dan Penelitian Ilmiah

Karya ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat


Ilmu yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Disusun oleh:
Polina Sushina (21215259001)
Ahsanu Taqwim (22215251034)
Rahmat B. (2221521037)

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Program Magister
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
2022
Abstrak
Aksiologi dalam ilmu pengetahuan memiliki komponen dasar nilai
yang harus diterapkan dalam pikiran untuk menentukan nilai suatu
pengetahuan. Baik atau buruknya suatu tindakan yang didasari ilmu
pengetahuan tergantung pada penggunaan nilai yang berwujud etika.
Sehingga terciptanya kehidupan yang baik, masyarakat yang damai
dan masyarakat yang mengedepankan norma-norma positif. Dalam
ilmu filsafat, Aksiologi digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai yang
ada dalam kehidupan dan mengontrol sifat keilmuan manusia. Realitas
teori ini hampir sama dengan agama, yaitu sama-sama sebagai
pedoman dalam kehidupan manusia.
Kata kunci : Aksiologi, Etika, dan Implikasi.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi
dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan di alam
semesta atau untuk menyelesaikan permasalahan hidup manusia. Sejalan dengan
perkembangnya zaman, ilmu telah berubah dari sifatnya yang konsepsional-
kontemplatif ke penerapan konsep ilmiah dan masalah-masalah praktis, atau dari
kontemplasi ke manipulasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menimbulkan banyak persoalan moral yang bersifat destruktif pada manusia
karena sebagian manusia yang menggunakan ilmu tanpa menggunakan etika.

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi kehidupan manusia menjadi lebih


mudah, banyak urusan manusia terbantu dengan adanya teknologi, akan tetapi
setelah kemudahan itu dicapai muncul rasa kesepian dan keterasingan yang
mengakibatkan manusia kehilangan jati dirinya sebagai makhluk sosial. Dalam
dunia filsafat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menjadi faktor
keuntungan manusia baik keuntungan positif ataupun negatif.

Aksiologi merupakan salah satu bidang kajian ilmu filsafat yang


pengkajiannya menitikberatkan dan mempertanyakan titik utama terhadap
persoalan sebuah nilai, yang meliputi nilai-nilai moral dalam etika dan nilai-nilai
seni dalam estetika. Sehingga, menjadi daya tarik bagi manusia untuk selalu
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai etika maupun estetika.

Aksiologi merupakan tahap akhir dari rangkaian pemikiran filsafat, setelah


ontologi yang membahas tentang sesuatu yang ada, dan epistemologi yang
menceritakan segala sesuatu melalui pengamatan dan penyelidikan. Aksiologi
membahas tentang nilai. Dalam filsafat ilmu, kajian aksiologi lebih
menitikberatkan pada nilai atau output dari ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan
sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan
dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan
merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat
berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal
memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan
yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan
kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi dan
lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia
dalam mencapai tujuan hidupnya.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aksiologi?
2. Apa landasan Aksiologi?
3. Apa Implikasi Aksiologi dalam penelitian Ilmiah?
Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat Aksiologi
2. Untuk mengetahui landasan Aksiologi
3. Untuk mengetahui implikasi Aksiologi penelitian ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan tentang


nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai kegunaan. Apa kegunaan ilmu itu dalam
kehidupan manusia? Tentu saja kita akan menjawab banyak manfaat positif yang
telah kita rasakan. Ilmu telah mampu membuat kehidupan manusia lebih mudah
melakukan pekerjaan yang efisien dan efektif. Namun juga ilmu juga dapat
digunakan untuk merusak kehidupan manusia. Manusia sebagai pemilik ilmu
pengetahuan dan teknologi harus mempunyai sikap dalam penggunaan ilmu
pengetahuan. maka aksiologi muncul untuk mengategorikan baik-buruknya ilmu
pengetahuan yang dilakukan oleh manusia.
Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani “Axios” yang
berarti bermanfaat dan “Logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara
istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang
ditinjau dari sudut kefilsafatan. Dilain sisi aksiologi merupakan studi tentang
hakikat tertinggi, realitas dan arti dari nilai-nilai (kebaikan keindahan dan
kebenaran).

Dalam pengertian aksiologi, terlihat sangat jelas bahwa permasalahan


utama adalah pembahasan mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Nilai juga digunakan sebagai kata benda abstrak,
dalam pengertian yang lebih sempit seperti halnya baik, menarik dan bagus.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
Nilai juga dapat dipandang sebagai kata benda konkret. Sebagai misal,
ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia sering dipakai untuk merujuk
kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya dalam lingkup prestasi yang dilihat
sebagai bukti nyata atas perolehan kerja keras. Dalam Pengkajian terhadap
aksiologi, sangat erat hubungannya dengan masalah nilai terhadap kegunaan suatu
ilmu, karena ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat.
Sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.
Menurut Sumantri, (2005 : 105) aksiologi adalah teori-teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut KBBI
aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian
tentang nilai-nilai khususnya etika.
2. Landasan Aksiologi
Menurut Bramel dalam Amsal, Aksiologi terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama adalah Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini yang
selanjutnya melahirkan disiplin ilmu khusus yaitu etika. Kedua Estetic
expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan atau
estetika. dan untuk yang ketiga adalah Socio-political life, yaitu kehidupan
sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik. Ketiga komponen
di atas, dapat dipetakan seperti berikut ini:

Aksiologi

Moral Conduct Estetic Socio-Political


(Eetika) Expression Life,

Secara etimologi etika pada dasarnya merupakan akar kata yang


berasal dari bahasa Yunani dengan kata ethos. Kata ethos ini dalam bentuk
tunggalnya memiliki banyak makna antara lain: tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat serta watak, namun jika dalam
bentuk jamaknya ta etha artinya adalah adat kebiasaan. Melirik makna etika
dalam konteks tersebut, pada dasarnya etika dalam sudut pandang keilmuan
maupun maknanya secara istilah digunakan sebagai sudut pandang dalam
kehidupan. etika adalah suatu studi filosofis mengenai moral (philosophical
study of morals), dalam hal ini berperan sebagai pengaturan dalam
kehidupan dengan bentuk tingkah laku keseharian dari individu kemudian
menjadi kebiasaan kolektif dalam bentuk masyarakat, bahkan hingga pada
skala yang lebih besar seperti Negara. Dalam bahasa agamanya seperti, jika
dalam setiap individu telah termuat nilai-nilai positif, mengedepankan nilai-
nilai etik dalam praktek kesehariannya, maka dalam skala yang lebih besar
akan melahirkan kedamaian, ketentraman dan ketenangan yang terjaga
dalam masyarakat.
Etika dalam kenyataannya telah menempatkan dirinya pada posisi
yang paling sering untuk dikaji dan diterapkan dalam keseharian manusia
beraktivitas. Etika memberikan kepada manusia orientasi bagaimana
menjalankan kehidupannya agar tidak menimbulkan masalah dalam
kehidupan, baik sesama manusia maupun terhadap makhluk hidup lainnya.
Pada akhirnya, membantu manusia dalam mengambil sebuah tindakan yang
baik dan apa yang harus dilakukan, serta apa yang hendaknya dijauhi.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan
dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu, memungkinkan manusia untuk dapat
bertindak secara etis. Hal ini didasari dengan konsep etika pendidikan yang
merupakan penerapan berbagai sikap dan perilaku ideal dan seharusnya
dimiliki oleh seluruh aktor dalam keberlangsungan proses belajar mengajar,
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh pelaku proses belajar mengajar
dan tindakan apa yang bernilai dalam kegiatan belajar mengajar tersebut,
untuk mampu diterapkan dalam berbagai kesempatan yang mereka hadapi
dalam lingkungan hidup, baik di lingkungan pendidikan secara khusus
maupun lingkungan masyarakat secara umum.
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,
yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di dunia ini
terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-
masalah nilai yang khusus, seperti: ekonomi, estetika, etika, filsafat agama
dan epistemologi. Epistemologi bersangkutan dengan masalah kebenaran.
Etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (dalam arti kesusilaan), dan
estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (value) yang bersifat normatif
dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana
kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik-material. Dalam
perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada
strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan
sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan
atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan umat
manusia.
Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedah
masalah nilai. Apa sebenarnya nilai itu? Bertens (2007) menjelaskan nilai
sebagai sesuatu yang menarik bagi seseorang, sesuatu yang menyenangkan,
sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan diinginkan. Pendeknya, nilai
adalah sesuatu yang baik.
Ada tiga ciri yang dapat kita kenali dengan nilai, yaitu nilai yang
berkaitan subjektif, praktis, dan sesuatu yang ditambahkan pada objek (ibid,
141).
Pertama, nilai berkaitan dengan subjek. Artinya, nilai itu berkaitan
dengan kehadiran manusia sebagai subjek. Kalau tidak ada manusia yang
memberi nilai, nilai itu tidak akan pernah ada. Tanpa kehadiran manusia
pun, kalau Gunung Merapi meletus ya tetap meletus. Pasalnya sekarang,
ketika Gunung Merapi meletus misalnya, apakah itu sesuatu yang “indah”
ataukah “membahayakan” bagi kehidupan manusia. Kesemuanya itu tetap
memerlukan kehadiran manusia untuk memberikan penilaian. Dalam hal ini
nilai subjektivitas memang bergantung semata-mata pada pengalaman
manusia.
Kedua, nilai dalam konteks praktis. Yaitu, subjek ingin membuat
sesuatu seperti lukisan, gerabah, dan lain-lain.
Ketiga, berkaitan dengan nilai tambah pada objek. Nilai tambah itu
dapat berupa budaya, estetis, kewajiban, kesucian, kebenaran, maupun yang
lainnya. Bisa jadi objek yang sama akan memiliki nilai yang berbeda-beda
bagi pelbagai subjek.
Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri.
Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang
dapat ditangkap oleh indra. Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu
yang mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh indera karena ia
bukan fakta yang nyata. Jika kembali kepada ilmu pengetahuan, kita akan
membahas masalah benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan
logika dimana persoalan nilai adalah persoalan penghayatan, perasaan, dan
kepuasan. Ringkasan persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran dan
kesalahan (benar dan salah) akan tetapi masalahnya ialah soal baik dan
buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang tidak terlepas
dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah
menyelesaikan masalah etika dan estetika.
Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi ada tiga yaitu
1) Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini,
nilai-nilai merupakan reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai
pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman
mereka. Yang demikian ini dapat dinamakan ‘subjektivitas’.
2) Nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi
ontologis, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai
tersebut merupakan esensi-esensi logis dan dapat diketahui melalui
akal. Pendirian ini dinamakan ‘obyektivisme logis’.
3) Nilai-nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
Yang demikian ini disebut ‘objektivisme metafisik’.

3. Implikasi Aksiologi
A. Implikasi Aksiologi dalam Pendidikan
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan
mengintegrasikan nilai pelajaran dalam dunia kehidupan manusia dan
membedakannya dalam peserta didik secara komprehensif dilihat dari
segi etika, estetika, dan sosial. Dalam pendidikan, pendidik harus
memberikan pemahaman terkait baik, buruk, benar, dan salah dalam
masyarakat, nilai-nilai itu saling terintegrasi dan saling berinteraksi.
Tujuan pendidikan terkait dalam pasal 3 undang-undang No. 20
tahun 2003 yang berbunyi: pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jadi nilai-nilai yang harus dimuat dalam pendidikan, yaitu:
1. Mengandung keimanan kepada Tuhan yang maha Esa
2. Mengandung akhlak mulia
3. Mengandung kesehatan jasmani
4. Mengandung kekreatifan
5. Mengandung nilai demokratis
B. Implikasi aksiologi dalam Filsafat Ilmu
Objek aksiologi dalam filsafat ilmu menyangkut masalah etika
dan estetika, ini sedikit berbeda dengan objek aksiologi dalam filsafat
ilmu yang mana dalam filsafat selalu dikaitkan dengan etika manusia,
yang memandang moral manusia, dan estetika membahas tentang
pengalaman manusia tentang keindahan yang dimiliki manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. maka filsafat
ilmu menitikberatkan terhadap nilai suatu ilmu pengetahuan. Apakah
sebuah ilmu terikat dengan nilai atau bebas nilai? Apakah nilai yang
digunakan bersifat subjektif atau objektif? Apakah penilaian ilmu
tergantung pada manfaat dan kegunaanya terhadap manusia?. Sedikit
menyinggung tentang fungsi ilmu pengetahuan, fungsi ilmu
pengetahuan seperti yang dikemukakan Anshari yaitu:
a) fungsi deskriptif, menggambarkan, melukiskan, memaparkan
suatu objek atau masalah sehingga mudah dipelajari oleh peneliti.
b) fungsi pengembangan, melanjutkan hasil penemuan yang lalu
dan menemukan hasil ilmu pengetahuan yang baru.
c) fungsi prediksi, meramalkan kejadian-kejadian yang besar
kemungkinan terjadi sehingga manusia dapat mengambil
tindakan-tindakan yang sesuai/tepat.
d) fungsi control, berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa
yang tidak dikehendaki.
Tegasnya, fungsi ilmu pengetahuan adalah untuk kebutuhan
manusia dalam berbagai bidang. Kenyataan di lapangan berkata lain,
setiap ilmu pengetahuan melahirkan teknologi, dengan kemajuan ilmu
dan teknologi kehidupan manusia menjadi lebih dimanjakan. Banyak
urusan manusia menjadi lebih mudah, akan tetapi setelah kemudahan
dicapai muncul rasa “kesepian” dan “keterasingan”, dalam artian
manusia kehilangan jati dirinya sebagai makhluk sosial. Dalam
pandangan yang radikal, kemajuan ilmu dan teknologi seperti pisau
bermata dua, satu sisi teknologi menjadi penjara bagi manusia, artinya
manusia tidak akan bisa hidup tanpa ada teknologi, jika dahulu alam
menjadi lingkungan bagi manusia maka sekarang ditambah oleh
teknologi. Sisi lain teknologi dipenjara oleh manusia, artinya manusia
menggunakan teknologi untuk kepentingan pribadi dan meraih
keuntungan yang sebesar-besarnya. Sungguh kenyataan pahit diterima
oleh ilmu dan teknologi, melihat hasil ini tentu ilmu dan teknologi
berakibat buruk pada kehidupan manusia dan alam semesta pada
umumnya.
C. Implikasi Aksiologi dalam Penelitian Ilmiah
Kemajuan ilmiah di bidang kedokteran dan perlindungan kesehatan
manusia tidak mungkin tanpa penelitian, yang mencakup eksperimen yang
melibatkan hewan dan manusia. Penelitian laboratorium biomedis
berkontribusi tidak hanya pada pengembangan pengetahuan ilmiah, tetapi
juga pada pengurangan penderitaan manusia. Memang, eksperimen yang
paling belum dijelajahi dan berbahaya dilakukan pada hewan.

Setiap percobaan pada hewan harus dilakukan sedemikian rupa untuk


meringankan penderitaan hewan sebanyak mungkin. Organisasi penelitian
tersebut harus mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan, hukum nasional,
rekomendasi dari dewan penelitian nasional, serta aturan yang diadopsi
oleh lembaga ilmiah tempat eksperimen dilakukan (Suriasumantri, 2000:
242).

Masalah etika yang paling kompleks muncul pada fase akhir


penelitian biomedis, ketika eksperimen hewan dipindahkan ke manusia.
Dalam kondisi apa ini bisa dilakukan? Apakah seorang ilmuwan memiliki
hak moral untuk bereksperimen pada seseorang jika tidak ada kepercayaan
penuh pada hasil positifnya? Bagaimana seharusnya para peneliti
melanjutkan dalam situasi seperti itu? Lagi pula, bahkan dengan hasil yang
paling menguntungkan yang diperoleh pada hewan, selalu ada sejumlah
risiko bagi manusia.

Dunia tahu tentang kejahatan pasukan Jepang dalam Perang Dunia


Kedua. Eksperimen biadab terhadap tawanan perang dilakukan oleh
militer Jepang di laboratorium unit 731, diantaranya adalah transfusi darah
binatang ke manusia, pemecahan bola mata, pemotongan anggota tubuh
dan menyambungkannya kembali ke sisi yang berlawanan (Bogatov, 2008:
55).

Tugas seorang ilmuwan medis adalah menjaga kesehatan masyarakat.


Untuk keberhasilan pengembangan ilmu kedokteran, sangat penting bahwa
hasil kerja eksperimental dapat diterapkan pada manusia dan membuat
hidupnya lebih mudah. Sebagai panduan metodologis bagi para ilmuwan
dan dokter dari semua spesialisasi yang melakukan penelitian biomedis
pada manusia, Asosiasi Medis Dunia menyiapkan rekomendasi yang
diabadikan dalam Majelis Medis Dunia ke-18 dalam Deklarasi Helsinki
pada tahun 1964, serta dalam versi revisi tahun 1975 dan 1983.

Secara khusus, teks Deklarasi menyatakan bahwa penelitian biomedis,


yang objeknya adalah seseorang, harus mematuhi prinsip-prinsip ilmiah
yang diterima secara umum dan didasarkan pada penelitian laboratorium
dan eksperimen hewan yang cukup, serta pengetahuan yang komprehensif
tentang literatur ilmiah. Studi ini hanya boleh dilakukan oleh ilmuwan
yang berkualifikasi dan di bawah arahan dokter yang kompeten, dan
tanggung jawab untuk subjek penelitian harus selalu berada di tangan
dokter. Ketika melakukan eksperimen pada manusia, kepentingan ilmu
pengetahuan dan masyarakat tidak boleh melebihi pertimbangan yang
berkaitan dengan kesejahteraan orang yang menjadi sasaran pengamatan
biomedis (Bogatov, 200:58).
BAB III
KESIMPULAN
Setelah membahas tentang aksiologi, landasan, dan implikasinya,
penulis menyimpulkan bahwasannya aksiologi adalah bidang filsafat ilmu
yang membahas tentang nilai sebuah ilmu pengetahuan. Suatu ilmu sebelum
diterapkan pada masyarakat bersifat bebas nilai, seorang peneliti dapat
meneliti dan memunculkan keilmuan apa saja tanpa terikat dengan nilai-nilai
di sekitarnya, agama, norma dan adat.
Pada saat penerapan ilmu dalam kehidupan manusia, ilmu tidak lagi
bebas nilai melainkan terikat dengan nilai-nilai lain yang ada di
masyarakatnya. Penerapan sebuah keilmuan menghasilkan teknologi yang
tujuannya mempermudah urusan manusia. Pergolakan keilmuan terbagi
menjadi tiga fase,mekanikal manual, mekanikal otomatis dan cybernetic
(mesin mandiri).
Semua ini telah memberi efek pada masyarakat, baik dan buruknya.
Fase kedua dari pergolakan keilmuan memberi efek besar pada ilmu itu
sendiri, sebagian besar pemikir dan masyarakat umum mempunyai pandangan
yang spontan, ilmu dan penerapan telah tergabung menjadi satu sehingga
yang terbersit dalam pikiran mereka ilmu itu adalah penerapannya (hasilnya),
hal ini membuat ilmu terpisah dari penciptanya (manusia). Dalam bahasa
sederhana disimpulkan bahwa manusia lebih mengenal praktis daripada
teoritis.
Ilmu pengetahuan memiliki fungsi dan tanggung jawab yang jelas.
Semua tertuju kepada kemaslahatan manusia, jadi ilmu berkaitan dengan
manusia. Ilmu yang tidak memberi manfaat kepada manusia tidak terpakai
dalam kehidupan manusia. Hal ini membuat ilmu terasingkan. Aksiologi
filsafat ilmu tentang keterasingan ilmu sangat berkaitan dengan ilmu dan
penerapannya. Keterasingan ilmu terjadi dikarenakan suatu keilmuan tidak
sesuai dengan tanggung jawabnya.
Kesimpulan dari Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, khususnya kajian tentang nilai-nilai etika. Ilmu
menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi
dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia,
tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Di sinilah pemanfaatan
pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik-baiknya. Dalam filsafat
penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan. Seorang
ilmuwan mempunyai tanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Pengetahuan merupakan
kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan manusia atau
sebaliknya dapat pula disalahgunakan seperti nuklir dan rekayasa genetika.
DAFTAR PUSTAKA
Admojo Wihadi, et.al. Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998).
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2012).
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011).
Burhanuddin Salam, Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
Reneka Cipta, 1997).
Endang Saifudi Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu,
1987)
H.Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika
Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

Muhadjir, Noeng. (2006). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarasasin.

Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 1990).
K. Bertens, Etika, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Tama, 2005).
Paulus Wahana, Nilai Etika Aksiologis Max Scheler. (Yogyakarta : Kanisius,
2008).

R. K. Merton. (1973). “The Sociology of Science”. University of Chicago Press.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi


Aksara, 2007).
Uyoh Sabdullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2017)

V. V. Bogatov. (2008). Ethics in scientific activity. Vladivostok: Institute of


Biology and Soil Sciences, FEB RAS.

Anda mungkin juga menyukai