Anda di halaman 1dari 13

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah :
Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu
Prof. Dr. M. Asrori
Dr. Luhur Wicaksono

Oleh
MARHASIB
NIM: F2211231020

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK 2023/2024
1. Jelaskan Solusi Persoalan Hubungan Ilmu dan Nilai
Tak dapat dipungkiri, terspesialisasinya ilmu pengetahuan akhirnya
menimbulkan jarak antar masing-masing ilmu bahkan ilmu-ilmu tersebut
lambat laun mulai menjauh dari nilai luhur ilmu, yaitu untuk
menyejahtarakan umat manusia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di satu sisi ilmu mengalami
kemajuan sedangkan di sisi lain timbul kekhawatiran akan perkembangan
ilmu yang menimbulkan implikasi negatif bagi kehidupan. Ilmu pengetahuan
dan teknologi kehilangan tujuan hakikinya, bahkan tanpa sadar mulai
mengikis sifat mulia seorang manusia Untuk menemukan solusi dari
pertanyaan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk mengemukakan hal ini
sehingga persoalan perkembangan ilmu pengetahuan tidak semakin meluas
dan memberikan dampak negatif yang semakin besar. Dalam makalah ini,
penulis akan menguraikan definisi ilmu dan nilai, hubungan ilmu dan nilai
serta persoalannya, serta solusi atas persoalan hubungan ilmu dan nilai.
a. Definisi Ilmu dan Nilai
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti
mengerti, memahami benar-benar. Adapun dalam bahasa Inggris disebut
science; dari Bahasa Latin scientia (pengetahuan). Dalam kamus besar
bahasa Indonesia ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang
pengetahuan itu. Adapun beberapa ciri utama ilmu menurut termonologi,
antara lain:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat empiris, sistematis,
dapat diukur dan dibuktikan.
2. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-
masing penalaran orang, sebab ilmu dapat memuat hipotesis-
hipotesis dan teori-teori sendiri.
3. Ciri hakiki ilmu ialah metodologi, karena ilmu tidak dicapai dengan
penggabungan tidak teratur dan tidak terarah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian
pengetahuan yang diperoleh melalui berbagai tahapan yakni
dengan metode yang sistematis dan terukur, serta melalui
pengamatan ilmiah sehingga dapat dibuktikan secara ilmiah pula.
Sedangkan nilai merupakan tema baru dalam filsafat, adalah
aksiologi, cabang filsafat yang mempelajarinya, muncul untuk
yang pertama kalinya pada paroh kedua abad ke-19. Dalam hal ini,
Plato telah membahasnya secara mendalam dalam karyanya,
bahwa keindahan, kebaikan dan kekudusan merupakan tema yang
penting bagi para pemikir di sepanjang zaman.
b. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi
nilai, dan dinilai.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan
jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika merupakan sebuah cabang filsafat yang membicarakan
perilaku manusia dalam hidupnya. Etika bermaksud membantu manusia
untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena
setiap tindakannya selalu dipertanggungjawabkan. Singkatnya, etika
memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai ketentuan
baik atau buruk. Etika menilai perbuatan-perbuatan manusia, karenanya
lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-
norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik
dalam suatu kondisi yang normatif. Sedangkan estetika berkaitan dengan
nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Sedangkan pandangan mengenai nilai itu objektif ataukah subjektif
adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam
filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak
ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar
secara realitas benar-benar ada. Kebenaran tidak tergantung pada
pendapat individu, melainkan tergantung pada objektivitas fakta, oleh
karena itu ia tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur demokrattik
perhitungan suara. Misalnya, pendapat orang yang berselera rendah tidak
akan mengurangi keindahan sebuah karya seni.
c. Hubungan Ilmu dan Nilai serta Persoalannya
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena
dengan ilmu keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
lebih cepat dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman,
pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya. Singkatnya, ilmu
merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.
Hanya saja, perkembangan ilmu ternyata tidak berarti mutlak
sebagai rahmat bagi kehidupan manusia. Tidak jarang, kemajuan ilmu
dan teknologi yang terus berlangsung hingga saat ini, membuat banyak
manusia khawatir atau bahkan takut terhadap dampak negatifnya dan
banyak pula yang telah merasakan langsung akibatnya bagi kehidupan
mereka.
Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan
tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam
melainkan juga untuk memerangi sesama manusia. Teknologi tidak lagi
berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan
manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Dewasa
ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi
reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja
menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan
mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain,
ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat
kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi
merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,
namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
alam perkembangan selanjutnya ilmu dan teknologi tidak
selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu dalam rangka
mensejahterakan kehidupan manusia karena masalah moral dalam eksis
ilmu dan teknologi yang bersifat merusak.
Menyikapi hal ini, para ilmuwan terbagi pada dua golongan pendapat.
Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral. Dalam
hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada
orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk
tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin
melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era
galileo.
2. Jelaskan pendapat anda antara Etika dan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Pada dasarnya memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka
hanya memfungsikan ilmu pengetahuan dalam arah yang tidak terbatas
sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin akan
diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Di mana manusia menjatuhkan
pilihannya dalam memanfaatkan ilmu pengetahuannya amatlah nihil
kebaikan yang diperoleh atau bahkan dapat menyebabkan kehancuran. Nilai
menyangkut etika moral dan tanggung jawab manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk digunakan kemaslahatan manusia
sehingga penerapannya juga bisa negatif atau destruktif sehingga diperlukan
nilai dan norma untuk mengendalikan potensi ilmu pengethuan. Disinilah
etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well supporting bagi
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat
hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia
Etika memang tidak dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat
otonom, tetapi tidak dapat disangkal peranannya dalam perbincangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etika, merupakan hal yang
menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan
hal ini terjadi keharusan itu memperhatikan kodrat manusia, menjaga
keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum serta
kepentingan generasi mendatang. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan
adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia bukan menghancurkan
eksistensi manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dengan demikian,
memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan
mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkan namun pertimbangan tidak
hanya sampai pada apa yang dapat diperbuat dan apa yang seharusnya
diperbuat.
Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani, technologia, techne yang
berarti‘keahlian’ dan logia yang berarti ‘pengetahuan’. Dalam pengertian
yang sempit, teknologi mengacu pada objek benda yang dipergunakan untuk
kemudahan aktivitas manusia, seperti mesin, perkakas, atau perangkat keras.
Dalam pengertian yang lebih luas, teknologi dapat meliputi pengertian
sistem, organisasi, juga teknik. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan
dan kemajuan zaman, pengertian teknologi menjadi semakin meluas,
sehingga saat ini teknologi merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan
jenis penggunaan dan pengetahuan tentang alat dan keahlian, dan bagaimana
ia dapat memberi pengaruh pada kemampuan manusia untuk mengendalikan
dan mengubah sesuatu yang ada di sekitarnya
3. sebutkan dan jelaskan Epistemologi Rasionalisme.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang membahas
tentang ilmu pengetahuan secara rasional, objektif, radikal dan menyeluruh.
Bahasan itu meliputi proses terbentuknya, prosedur yang digunakan dan
produk yang dihasilkan suatu disiplin ilmu. Epistemologi menyelidiki
bagaimana sebuah pengetahuan dihasilkan, sumbernya apa, prosedur atau
metode apa yang dipakai dan hasil seperti apa yang diperoleh.
Rasionalisme (dari kata Latin ratio artinya akal) merupakan aliran filsafat
atau teori pengetahuan yang berpandangan bahwa akal budi merupakan
sumber pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengkritisi tradisi,
keyakinan religious, pengalaman indrerawi bahkan asumsi-asumsi teori-teori
filosofis sebagai sebagai dasar pengetahuan. Bagi mereka pengetahuan yang
benar dihasilkan melalui aktivitas berpikir dan penerapan metode-metode
yang logis, sistematis dan rasional. Segala asumsi yang berasal dari tradisi,
keyakinan, dogma agama bahkan pengalaman langsung harus diuji kembali
melalui pembuktikan, logika dan analisis fakta oleh akal sehat sebelum
diterima sebagai pengetahuan yang benar (Kristiawan, 2016: 241).
a. Teori Rasionalisme René Descartes
adalah seorang filosof dan ilmuwan matematika Perancis yang dikenal
sebagai pelopor rasionalisme modern. Descartes lahir (di La Haye
Perancis) dan tumbuh besar di tengah iklim pengetahuan di Eropa yang
dinamis. Suasana akademis Eropa masih didominasi oleh mazhab
skolatika (yang memadukan dogma kristiani dan filsafat Aristoteles)
namun tantangan serius dari pemikiran saintis macam Galileo dan
Copernikus sudah mulai terasa. Dikelilingi dua pandangan yang saling
bertentangan itu, Descartes ingin membangun sebuah dasar pengetahuan
yang kokoh dan tak teragukan. Dasar pengetahuan itu tidak berpijak pada
wahyu atau dogma seperti yang diyakini kaum skolastik. Juga tidak pada
pengalaman inderawi yang dipercaya para ilmuwan astronomi.
Menurut Descartes (2018:23), pengetahuan sejati harus dibangun
di atas sesuatu yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah atau absolut.
Descartes menguji hampir semua hal yang sebelumnya dijadikan sumber
pengetahuan pada saat itu seperti tradisi, filsafat, teologi pengalaman dan
dunia kebendaan. Ia menemukan bahwa sumber-sumber tersebut tidak
bisa menjadi dasar kokoh bagi kebenaran. Melalui metode kesangsian
radikal terhadap segala sesuatu, Descartes (2018:23) sampai pada
kesimpulan bahwa dasar pengetehuan yang sejati atau absosut adalah
kesadaran atau subjek yang sadar, yang dirumuskan dalam dictum
terkenalnya: Cogito Ergo Sum (I think therefore I am).
Dalam upaya mencari pengetahuan sejati Descartes mengibaratkan
dirinya sebagai orang yang berjalan dalam kegelapan. Taka ada satupun
yang memandunya selain pikirannya sendiri (Descartes, 2017: 2-3) .
Descartes menggunakan pikirannya untuk memeriksa segala sesuatu.
Metode memeriksa segala sesuatu menggunakan pikiran ini disebut
metode keraguan metodis (Descartes, 2017:63).
Pengetahuan manusia yang paling pertama dan paling pasti
menurut Descartes adalah pengetahuan mengenai subjek yang berpikir
(res cogitans). Subjek yang berpikir adalah subjek yang memahami,
mengiyakan, menyangkal, menginginkan, tidak menginginkan, dan juga
membayangkan dan memiliki persepsi indrawi. Pengetahuan lainnya
merupakan pengetahuan yang dihasilkan oleh subjek yang berpikir
melalui proses deduksi.
b. Teori Rasionalisme Baruch de Spinoza (1632−1677)
Baruch de Spinoza (1632−1677) lahir di Amsterdam tahun 1632. Pemikir
berdarah Yahudi ini mengawali petualangan intelektualnya dengan
mengeritik keras ajaran-ajaran agama Yahudi yang mengakibatkan dia
dikucilkan keluarga dan dikutuk oleh komunitas Yahudi (Hardiman,
2007: 46). Meninggalkan penjelasan metafisika dan keagamaan
dianggapnya tidak menjamin kebenaran, Spinoza berusaha membangun
teori pengetahuan yang bertolak dari ilmu-ilmu pasti.
Usaha mencapai pengetahuan yang benar dengan metode geometri
mengikuti langkah-langkah berikut. Pertama, definisi. Menurut Spinoza
(Alanen, 2011), langkah awal untuk mencapai pengetahuan yang benar
adalah dengan mengemukakan definisi yang jelas tentang pokok-pokok
yang akan dibahas. Definisi yang jelas mensyaratkan penggunaan bahasa
yang teliti untuk menghindari ambiguitas dan penafsiran ganda. Sebagai
contoh, Spinoza (Alanen, 2011) mendefinisikan ulang makna substansi
sebagai “sesuatu yang ada pada dirinya dan dipahami melalui dirinya
Teori pengetahuan Spinoza secara umum terbagi atas tiga tingkatan
yaitu taraf imajinasi, taraf rasio, dan taraf intuisi (Hardiman, 2007: 49) .
Taraf imajinasi merupakan taraf pengetahuan terendah yang dicapai
manusia. Pengetahuan pada tingkatan ini didasarkan pada persepsi
sensorik dan pengalaman melalui panca indera. Tingkat pengetahuan ini
sering kali bersifat kabur, relatif, dan bisa dipengaruhi oleh emosi dan
hawa nafsu. Manusia sering kali terperangkap dalam pengetahuan ini
karena mereka hanya mengandalkan pengalaman indrawi tanpa refleksi
yang mendalam.

c. Teori Rasionalisme Gottfried Wilhem von Leibniz (1646-1716)

Teori dasar pengetahuan Leibiz terangkum dalam pemikirannya tentang


substansi yang majemuk yang disebutnya monade (artinya satu unit).
Berbeda dengan Spinoza, Leibniz berpandangan bahwa substansi itu tidak
tunggal tetapi terdiri atas banyak unit dan masing-masingnya
mencerminkan seluruh alam semesta dari sudut mirip dengan kesadaran
tertutup Descartes (Hardiman, 2007: 55).pandangnya. Monade-monade
bukanlah realitas material tetapi kenyataan mental yang terdiri atas
persepsi dan hasrat. Konsep monade ini
Meskipun terpisah-pisah dan bersifat tertutup, monade-monade itu
tetap saling terhubung karena ada keselarasan yang diatur sejak
penciptaan (alegori tukang arloji). Monade-monade memiliki
pengetahuan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kejelasan mereka.
Manusia memiliki monade yang lebih tinggi yakni monade rasional.
Monade ini memungkinkan manusia memiliki pengetahuan yang lebih
tinggi, bahkan pengetahuan tentang Allah, dan kemampuan untuk
merenungkan dunia dengan cara yang lebih mendalam.
Teori pengetahuan Leibniz mencerminkan upaya untuk
menggabungkan filsafat, matematika, agama, dan ilmu pengetahuan
menjadi kerangka pemahaman yang holistik. Epistemologi Leibniz
menekankan pentingnya akal budi, ketidakberlawanan, dan konsep
identitas dalam membangun pengetahuan yang kohesif dan sah. Leibniz
mengemukakan lima prinsip dalam prose menghasil pengetahuan yang
benar.

4. Anda jelaskan Perbedaan dan Pungsi Teori Positivisme dan Post-


Positivisme
Menurut Umanailo, M. C. B. (2019). Post positivisme merupakan sebuah
aliran yang datang setelah positivisme dan memang amat dekat dengan
paradigma positivisme. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah teori post-
positivisme adalah bentuk lain dari teori positivisme yang ternyata lebih
lemah atau sebaliknya. Salah satu indikator yang membedakan antara
keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi
terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila
telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara. Untuk lebih
jelas membedakan antara teori positivisme dan teori post-positivisme adalah
sebagai berikut:
a. Dilihat dari ontology, positivisme bersifat nyata, artinya realita itu
mempunyai keberadaan sendiri dan diatur oleh hukum-hukum alam dan
mekanisme yang bersifat tetap. Sedangkan post-positivisme bersifat realis
kritis – artinya realitas itu memang ada, tetapi tidak akan pernah dapat
dipahami sepenuhnya.
b. Dilihat dari epistemology, positivisme dualis/objektif, adalah mungkin dan
esensial bagi peneliti untuk mengambil jarak dan bersikap tidak
melakukan interaksi dengan objek yang diteliti. Nilai, faktor bias dan
faktor yang mempengaruhi lainnya secara otomatis tidak mempengaruhi
hasil studi. Sedangkan post-positivisme objektivis modifikasi, artinya
objektivitas tetap merupakan pengaturan (regulator) yang ideal, namun
objektivitas hanya dapat diperkirakan dengan penekanan khusus pada
penjaga eksternal, seperti tradisi dan komunitas yang kritis.
c. Dilihat dari metodelogi positivisme bersifat eksperimental/manipulative,
pertanyaan dan/atau hipotesis-hipotesis dinyatakan dalam bentuk proposisi
sebelum penelitian dilakukan dan diuji secara empiris (falsifikasi) dengan
kondisi yang terkontrol secara cermat. Sedangkan metodelogi post-
positivisme eksperimental/manipulatif yang dimodifikasi, maksudnya
menekankan sifat ganda yang kritis. Memperbaiki ketidakseimbangan
dengan melakukan penelitian dalam latar yang alamiah, yang lebih banyak
menggunakan metode-metode kualitatif, lebih tergantung pada
teorigrounded (grounded-theory) dan memperlihatkan upaya
(reintroducing) penemuan dalam proses peneliti.
Fungsi teori dalam kebanyakan pemikiran pemahaman kalangan
post-positivisme adalah untuk menentukan beberapa keteraturan atas
pengalaman yang tak teratur (Dubin, 1978). Terdapat tiga fungsi dalam
teori perspektif post-positivisme, diantaranya sebagai berikut :
1. Penjelasan (explanation) Penjelasan (explanation) berarti bahwa
teori-teori harus dapat menjelaskan bagaimana sesuatu itu terjadi.
Hal itu berarti bahwa dalam memindahkan dunia empirik ke dalam
dunia pemikiran abstrak dari sebuah teori melalui observasi berusaha
menjelaskan mekanisme yang terjadi di balik suatu fenomena.
2. Prediksi (prediction) Prediksi (prediction) berarti upaya teori dalam
menyediakan penjelasan abstrak mengenai fenomena tertentu,
kemudian melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat digunakan
untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam situasi yang serupa.
3. Kontrol (control) Kontrol (control) berarti bila seseorang bisa
menjelaskan dan memprediksi fenomena, maka ia juga kadang kala
dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengontrol peristiwa
yang akan kerja
5. Jelaskan filsafat ilmu serta pungsinya
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima, ya’lamu, ilman dengan wazan
fa’ila, yaf’alu, fa’la yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam
bahasa Inggris ilmu disebut science, dari bahasa latin scientia – scire
(mengetahui), dan dalam bahasa Yunani adalah episteme. Ilmu, sains, atau
ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi
lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan ( knowledge ), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu.
Ilmu merupakan salah satu dari pengeta-huan manusia. Untuk bisa
menghargai ilmu sebagaimana mestinya sesungguhnya kita harusmengerti
apakah hakekat ilmu itu sebenarnya. Seperti kata pribahasa Prancis “mengerti
berarti memaafkan segalanya”. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah
mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum,
kaidah, asasdan sebagainya.
Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan
cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu
sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, apabila para
penyelenggara melakukan menyelidikan terhadap objek-objek serta masalah -
masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka
orangpun dapatmelakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan
ilmiah tersebut. Dengan mengalihkan perhatian dari objek-objek yang
sebenarnya dari penyelidikan ilmiah kepada proses penyelidikannya sendiri,
maka muncullah suatu matra baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat ilmu adalah pengetahuan
yang menelaah segala sesuatu yang ada secara mendasar dan mendalam
dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya
mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, akan tetapi mencari hakikat dari
fenomena tersebut dengan kata lain filsafat adalah pangkal dari segala ilmu
yang ada dalam pemikiran manusia.
a. Fungsi Filsafat
Jadi, bagi manusia filsafat berperan sebagai pembebas pikiran manusia.
Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih
mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa
mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Peranan
ketiga yang dimiliki filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing.
Selain memiliki peran bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu
pengetahuan umumnya.
Menurut Descartes, filsafat adalah himpunan dari segala
pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam
dan manusia. Dalam menjalan peranannya filsafat memiliki tujuan.
Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih
kebenaran yang asli danmurni. Tujuan filsafat adalah meraih kebenaran.
Tidak seperti agama yang menyandarkan diri dan mengajarkan kepatuhan,
filsafat menyandarkan diri dan mengandalkan kemampuan berfikir kritis.

Anda mungkin juga menyukai