Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU

PERAN AKSIOLOGI DALAM STUDI PEMBANGUNAN


DOSEN : DR. Harmona Daulay,M.Si.

NAMA : ENDAR SUTAN LUBIS


NPM : 228122010

PROGRAM DOKTOR STUDI PEMBANGUNAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu isu yang senantiasa menarik untuk dikaji, sepanjang masih ada

kehidupan manusia di planet bumi ini. Semua bangsa di dunia pasti berkepentingan dengan

pendidikan, sebab dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan budayanya dan

mewariskannya kepada generasi penerus mereka, sehingga pendidikan sering disebut juga

sebagai agent of culture. Karena dengan pendidikan, manusia dapat menentukan sikap dan

perilaku serta langkah ke depan yang harus diambil. Perubahan yang dialami melalui proses

pendidikan senantiasa beraturan dan terukur, bukan atas emosi dan ketergesa-gesaan yang

dialami oleh manusia.

Filsafat bersifat preskriptif artinya filsafat pendidikan mengkhususkan tujuan-tujuannya,

yaitu bahwa pendidikan seharusnya mengikuti tujuan-tujuan itu dan cara-cara yang umum harus

digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Filsafat pendidikan bersifat analitik tatkala

filsafat pendidikan berupaya menjelaskan pernyataan-pernyataan spekulatif dan preskriptif,

menguji rasionalitas ide-ide pendidikan, baik konsistensinya dengan ide-ide yang lain maupun

cara-cara yang berkaitan dengan adanya distorsi pemikiran. Konsep-konsep pendidikan diuji

secara kritis demikian pula dikaji juga apakah konsep-konsep tersebut memadai ataukah tidak

ketika berhadapan dengan fakta yang sebenarnya.

Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan merupakan tolok ukur bagi suatu bangsa dalam

menentukan kemajuan bangsanya. Pendidikan sebagai sarana kemajuan bangsa inilah yang

mendorong setiap individu untuk bisa mengakses dunia pendidikan sekaligus bisa mengabdi

terhadap bangsa dan negara. Bagi siapapun yang sudah memperoleh pendidikan maka akan bisa

merasakan suatu kebahagiaan dalam arti penting dari ilmu pengetahuan yang diperolehnya ketika
mampu ditransformasikan kepada masyarakat secara umum. Kedudukan pendidikan sebagai

sebuah kewajiban bagi setiap individu untuk selalu berusaha mengejar dan berproses secara formal

maupun non formal akan melahirkan individu yang bisa membuat peradaban bangsa bisa menjadi

maju.

Oleh karena itu, filsafat pendidikan memiliki kaitan dengan pendidikan modern antara satu

sama lain. Demikian makalah ini dibuat untuk membahas aliran filsafat pendidikan modern

ditinjau dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi.


B. PEMBAHASAN

Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “aksios” yang berarti

nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari

nilai. Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri mendefinisikan aksiologi

sebagai teori nilai yang berkaitan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Aksiologi dalam

Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,

kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo

(2007), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar

normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam Encyclopedia of Philosophy

dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and valuation.

Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedah masalah nilai. Apa

sebenarnya nilai itu? Bertens menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang menarik bagi seseorang,

sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan

diinginkan. Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai adalah non-nilai atau

disvalue. Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai negatif. Sedangkan sesuatu yang baik

adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika, mengatakan nilai sebagai the

addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai adalah sesuatu yang kita iya-kan atau

yang kita aminkan. Nilai selalu memiliki konotasi yang positif.

Berdasarkan defenisi dari aksiologi sebagaimana disebutkan diatas, dapat dipahami bahwa

aspek aksiologi dari filsafat mempelajari dan menjelaskan tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan moral dan nilai- nilai. Selanjutnya, aksiologis dalam wacana filsafat mengacu

pada persoalan etika (moral) dan estetika (keindahan).

1. Etika
Pengertian secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata ethikos

atau ethos yang berarti adat, kebiasaan dan praktik (Frans Magnis S, 2006). Secara umum etika

merupakan teori mengenai tingkah laku atau tindak-tanduk perbuatan manusia yang dipandang

dari aspek nilai baik dan burukyang dapat ditentukan oleh akal. Dalam pandangan para ahli, etika

secara garis besar dapat diklasifikasi ke dalam tiga bidang studi yaitu: etika deskriptif, etika

normative, danmetaetika (Zaprulkhan, 2016).

2. Estetika

Estetika adalah ilmu yang membahas bagaimana keindahan dapat terbentuk, serta

bagaimana dapat merasakannnya. Sebuah keindahan yang sudah terbentuk tentunya harus dapat

dirasakan oleh banyak orang. Istilah estetika berasal dari bahasa Yunani, aesthesis yang berarti

pencerapan inderawi, pemahaman intelektual atau pengamatan spiritual. Wacana aksiologi

merupakan salah satu bagian penting dari filsafat yang membahas dan menerangkan terkait

persoalan nilai, mengapa sesuatu itu dinilai baik atau buruk, dan dinilai indah

atau tidak indah serta berhubungan dengan nilai-nilai, etika dan estetika. Jadi ilmu pengetahuan

bukan hanya bersifat teoritis semata melainkan juga berdampak praktis secara fungsional dalam

kehidupan umat manusia.

3. Relativisme nilai

Relativisme nilai adalah pandangan yang memiliki beberapa prinsip sebagai berikut: a). bahwa

nilai-nilai bersifat relatif karena berhubungan dengan preferensi (sikap, keinginan, ketidaksukaan,

perasaan, selera, kecenderungan dan sebagainya), baik secara social maupun pribadi yang

dikondisikan oleh lingkungan, kebudayaan, kebudayaan, atau keturunan; b) bahwa nilai-nilai

berbeda secara radikal dalam banyak hal dari suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya; c) bahwa
pernilaian-penilaian seperti benar atau salah, baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, tidak dapat

diterapkan padanya; dan d) bahwa tidak ada, dan tidak dapat ada nilai-nilai universal, mutlak, dan

objektif manapun yang diterapkan pada semua orang pada segala waktu (Lorens Bagus, 2002:

718).
C. ANALISIS PERAN AKSIOLOGI DALAM PEMBANGUNAN

Kita pembangunan mungkin saja sangat akrab di telinga kita. Secara umum kata ini diartikan

sebagai usaha untuk mewujudkan kemajuan hidup berbangsa. Akan tetapi pada sebagian besar

masyarakat, pembangunan selalu diartikan sebagai perwujudan fisik. Bahkan pada masyarakat

kecil, pembangunan mempunyai makna yang khas, seperti makna kata pembangunan yang sering

kita temukan di berbagai tempat yang ditulis pada papan peringatan di tepi-tepi jalan: hati-hati

sedang ada pembangunan mall, jembatan, jalan raya, rumah ibadah, dan sebagainya.

Implikasi aksiologi dalam studi pembangunan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai

tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam kepribadian peserta didik.

Memang untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang

mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk

membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.

Pendidikan melalui studi pembangunan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar,

bagus, buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi

etika, estetika, dan nilai sosial.

Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai

di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin

diabaikan dunia pendidikan bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian. Berdasarkan elemen

aksiologi. Secara aksiologi, berarti ilmu secara ilosofis berupaya menelaah ilmunya dan segi azas

kegunaan ilmu pengetahuan bagi kesejahteraan umat manusia. Dalam konteks ilmu, kajian ini

biasanya berhubungan dengan masalah nilai (value). Jadi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

selalu berkaitan dengan persoalan nilai, bisa nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat atau
norma-norma yang ada di masyarakat. Terjadi pengkubuan terkait persoalan nilai, kubu pertama

mengakui eksistensi nilai (value), kubu lainnya tidak mengakui keberadaan nilai dalam proses

kerja ilmiah ilmu pengetahuan. Contoh masalah kloning manusia, ada yang tidak setuju terkait

nilai dan norma, ada yang menganggap ilmu itu bekerja untuk ilmu itu sendiri dan tidak ada

hubungannya dengan masalah nilai dan norma yang dipersepsikan oleh budaya yang dibangun

oleh peradaban manusia (Imran, 2016).

Untuk melihat peran aksiologi dalam studi pembangunan, Theodore Brameld, seorang tokoh

filusuf klasik, membagi aksiologi dalam 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Pertama adalah moral, etika atau tindakan manusia. Peran utama aksiologi ini adalah memberi

arah pada manusia untuk melakukan suatu tindakan yang lebih baik, melalui nilai,etika dan

moral tersebutlah yang dipergunakan dalam studi pembangunan, karena dalam kajian ilmu

pembangunan diperluka moral untuk melakukan perubahan pembangunan yang lebih baik.

2. Kedua adalah ekspresi keindahan. Di sini aksiologi berperan sebagai pembimbing dalam diri

manusia untuk berekspresi yang melahirkan suatu keindahan dalam dirinya. Adanya ekspresi

keindahan mempermudah studi pembangunan dalam mewujudkan pembaharuan dalam

perkembangannya.

3. Ketiga yaitu sosial politik. Pada tingkatan ini, aksiologi berperan sebagai sarana proses

sosialisasi manusia. Dalam studi pembangunan pasti sudah mempelajari tentang proses

sosialisasi antar individu. Hal ini menjadi penting, karena kajian pembangunan melibatkan

seklompok orang yang beriteraksi dan memiliki nilai sosial sebagai proses dalam perubahan

pembangunan.
Secara umum, kita dapat memberikan makna tentang pembangunan sebagai suatu proses

perencanaan (social plan) yang dilakukan oleh birokrat perencanaan pembangunan untuk membuat

perubahan sebagai proses peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Konseptualisasi

pembangunan merupakan proses perbaikan yang berkesinambungan pada suatu masyarakat

menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih sejahtera sehingga terdapat beberapa cara untuk

menentukan tingkat kesejahteraan pada suatu negara. Tolok ukur pembangunan bukan hanya

pendapatan per kapita, namun lebih dari itu harus disertai oleh membaiknya distribusi pendapatan,

berkurangnya kemiskinan, dan mengecilnya tingkat pengangguran.


DAFTAR PUSTAKA

Adib Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arief Arman. 2005.Reformasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRSD Press.
Bagus Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Bakhtiar Amsal. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hamdani (2019), Aksiologi Ilmu Pengetahuan Dan Keislaman (Interkoneksi Nilai-Nilai
Keislaman) Al-
Shah A. B. 1986. Metodologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sofyan Ayi. 2010.Kapita Selekta Filsafat. Bandung: Pustaka Setia.
Suhartono Suparlan. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Russ Media.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indoensia: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai