Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FILSAFAT ILMU MANAJEMEN

AKSIOLOGI, INOVASI DAN ETIKA KEPEMIMPINAN

OLEH:

BAMBANG (220830211012)
NUR FITRIYAH (220830211016)
PRIYATNO EDY KUNCORO (220830211017)
M. AFIF LILLAH (220830201028)

PROGRAM PASCA SARJANA

S3 ILMU MANAJEMEN

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2023
1. LATAR BELAKANG

Semangat Nietzscheenen untuk merevaluasi semua nilai ketika manusia berada


dipersimpangan jalan menjadi pengingat bahwa sebagian masyarakat sedang hidup di masa
erosi iman dan kepercayaan agama serta penolakan etika. Meskipun tidak sepenuhnya setuju
dengan Nietzscheenen yang mencela hierarki nilai-nilai absolut (mungkin metafisik atau
religius) dan membuka jalan untuk menegaskan etika tertentu yang umumnya dimaksudkan
untuk lingkungan bisnis dan organisasi, namun demikian gagasanya masih bisa diterima dan
diperdebatkan. Dalam konteks indonesia, meski telah banyak yang memahami konsekuensi
atas pelanggaran nilai etika, khususnya nilai dan etika bisnis, nampaknya kesadaran akan
pentingnya etika bisnis perlu terus digalakkan. Sebab, dalam praktiknya masih sering ditemukan
pelanggaran terhadap nilai dan etika bisnis, mengabaikan etika, rasa keadilan, yang tidak jarang
diwarnai oleh praktik-praktik tidak terpuji atau moral hazard (Soni, 2020)1i.
Pelanggaran nilai dalam bisnis tidak terlepas dari persoalan kepemimpinan dan
keteladanan. Sebuah organisasi di mana aktivitas manajerial didasarkan pada nilai-nilai, diyakini
dapat menjadi pendorong karyawan untuk melakukan upaya ekstra untuk peningkatan kinerja,
dengan menginspirasi mereka melalui tingkat semangat dan komitmen yang tinggi terhadap
tujuan bersama dan dengan bersikap terbuka dan mendorong eksperimen (Fruza,2017)2ii. Bagi
Burns (1978) sebagaimana dikutip oleh Garg (2003) iii 3tidak berhenti sampai disitu, namum
memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan antara pemimpin dan
karyawan/pengikut. Hubungan semacam itu bisa berbentuk transaksional dan
transformasional. Ketika para pemimpin seperti saat ini, hubungan menjadi tidak lebih dari
proses pertukaran dan merupakan kepemimpinan transaksional. Hubungan menjadi
transformasional ketika para pemimpin mencoba membawa perubahan dalam motif dan tujuan
bersama.
Selain persoalan hubungan kepemimpinan organisasi, yang menarik juga adalah ketika
terdapat dimensi inovasi yang memerlukan strategi manajerial oleh pengambil keputusan.
Oleh karena proses inovasi merupakan indikator signifikan dari perkembangan, pertumbuhan
dan kinerja ekonomi, maka akan menghasilkan sejumlah implikasi pragmatis dan askiologi di
tingkat sosial-ekomis. Proses ini pada satu sisi dapat dikorelasikan dengan tanggungjawab sosial
perusahaan kepada kayawannya, namun bisa juga dilihat sebagai proses kapitalisasi semua
sumber daya diperusahaan. Pada posisi ini para pembuat keputusan diharapkan berubah
menjadi agen moral.

1
Sony, 2020, Pentingnya Melawan Pelanggaran Etika Bisnis di Era Digital (ugm.ac.id)
2
Frunza, Sandu, 2017, META: RESEARCH IN HERMENEUTICS, PHENOMENOLOGY, AND PRACTICAL PHILOSOPHY
VOL. IX, NO. 1 / JUNE 2017: 284-299, ISSN 2067-3655, Www.Metajournal.Org

3
Garg, Garima, 2003, Transformational Leadership and Organizational Structure: The Role of Value-Based
Leadership, In S. Bhargava (Ed.), Transformational leadership: Value-based management for Indian organizations
2. TUJUAN
Mempelajari konsep-konsep penting aksiologi, Inovasi dan Etika kepemimpinan.

1. Aksiologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)iv, aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, atau  kajian tentang nilai, khususnya etika. Secara
etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdekat dari dua kata yaitu axios
yang berarti layak atau pantas dan logos yang berarti ilmu atau studi mengenai." Menurut
Zaprulkhan(2018) v pengertian secara etimologis tersebut paling tidak ada beberapa makna
terminologis aksiologi, yaitu:
a. Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis ini ialah membatasi arti,
ciri-ciri, asal, tipe, kriteria dan status epistemologis dari nilai-nilai itu.
b. Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau suatu studi
yang menyangkut segala yang bernilai.
c. Aksiologi adalah studi filosofi tentang hakikat-hakikat nilai. Pertama mengenai hakikat
nilai ini dapat dijawab dengan tiga macam cara: orang dapat mengatakan bahwa: (1)
nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai
merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku. Pengikut teori
idealisme subjektif (positivisme logis, emotivisme, analisis linguistik dalam etika
menganggap nilai sebagai sebuah fenomena kesadaran dan memandang nilai sebagai
pengungkapan perasaan psikologis, sikap subjektif manusia kepada objek yang
dinilainya. Dapat pula orang mengatakan (2) nilai-nilai merupakan kenyataan, namun
tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai merupakan esensi-esensi logis dan
dapat diketahui melalui akal. Akhirnya orang dapat mengatakan bahwa (3) nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.

Secara historis, aksiologi atau teori umum tentang nilai bermula dari perdebatan Alexius
Meinong dengan Christian von Ahrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber nilai.
Meinong memandang bahwa sumber nilai adalah perasaan (feeling), atau perkiraan, atau
kemungkinan adanya kesenangan terhadap suatu objek. Ehrenfels (juga Spinoza) melihat
bahwa sumber nilai adalah hasrat atau keinginan (desire). Suatu objek menyatu dengan nilai
melalui keinginan aktual atau yang kemungkinan, artinya suatu objek memiliki nilai karena ia
menarik. Menurut kedua pendapat tersebut, nilai adalah milik objek itu sendiri."

Sampai di sini, muncul pertanyaan: Apakah nilai itu sebenarnya? Secara bahasa, nilai berasal
dari bahasa Latin Valere yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, atau kuat.
Dari sini, nilai dapat berarti harkat yakni kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat
disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan. Namun, nilai juga bisa
bermakna keistimewaan yakni apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai suatu
kebaikan

Menurut Bramel dalam Aulia 2009vi, aksiologi terbagi menjadi 3 bagian:


1. Moral conduct (tindakan moral), melahirkan disiplin khusus yaitu etika
2. Esthetic expression (ekspresi keindahan), melahirkan suatu keindahan
3. Sosio-political life (kehidupan sosial politik), melahirkan atau memunculkan filsafat sosio-
politik.

3. TEORI-TEORI TENTANG NILAI


Secara umum, dalam wacana aksiologi terdapat tiga macam teori mengenai nilai. Pertama,
teori obyektivitas nilai. Teori objektivitas nilai juga merupakan pandangan yang menyatakan
bahwa nilai-nilai adalah objektif dalam arti bahwa nilai-nilai itu dapat didukung oleh
argumentasi cermat dan rasional konsisten sebagai yang terbaik dalam situasi tersebut.
Nilai, norma, ideal, dan sebagainya merupakan unsur atau berada dalam objek atau berada
pada realitas objek atau ia dianggap berasal dari suatu objek melalui ketertarikan.
Kedua, teori subjektivitas nilai, yakni pandangan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan,
kebenaran, keindahan, tidak ada dalam dunia real objektif tetapi merupakan perasaan-
perasaan, sikap-sikap pribadi, dan merupaka penafsiran atas kenyataan." Pandangan ini
mereduksi penentuan nilai dalam statemen yang berkaitan dengan sikap mental terhadap
suatu objek atau situasi. Nilai memiliki realitas hanya sebagai sesuatu keadaan pikiran
terhadap suatu obyek.
Ketiga, relativisme nilai. Relativisme nilai adalah pandangan yang memiliki beberapa prinsip
berikut: a) bahwa nilai-nilai bersifat relatif karena berhubungan dengan preferensi (sikap,
keinginan, ketidaksukaan, perasaan, selera, kecenderungan, dan sebagainya), baik secara
sosial dan pribadi, yang dikondisikan oleh lingkungan, kebudayaan, atau keturunan; b)
bahwa nilai-nilai berbeda (secara radikal dalam banyak hal) dari suatu kebudayaan ke
kebudayaan lainnya; c) bahwa penilaian-penilaian seperti, benar/salah, baik/buruk,
tepat/tidak tepat, tidak dapat (hendaknya tidak) diterapkan padanya; dan d) bahwa tidak
ada, dan tidak dapat ada nilai-nilai universal, mutlak, dan objektif mana pun yang dapat
diterapkan pada semua orang pada segala waktu.

Akan tetapi, teori ini mendapat kritik tajam. Sebab pandangan ini secara keliru
menyamakan nilai objektif dengan penilaian pribadi subjek, khususnya dengan perasaan-
perasaan subjek. Oleh karena itu, relativisme jatuh ke dalam subjektivisme nilai. Menurut
teori ini, setiap individu (subjek) menentukan nilai-nilainya sendiri. Menurut Nietzsche,
"penguasa penguasa dunia" menentukan nilai-nilai bagi umat manusia pada umumnya dan
bagi berbagai bangsa pada khususnya. Sudah pasti terdapat nilai-nilai yang dapat berubah
yang berlaku dalam masyarakat manusiawi nilai- nilai yang pertama kali ditentukan oleh
manusia-manusia sendiri. Namun, nilai-nilai fundamental eksistensi insani niscaya ada
karena struktur hakiki manusia dan Ada. Karena alasan ini nilai-nilai memperoleh kesahihan
mutlak, tidak dapat berubah."

Dengan alasan inilah, sebagian filsuf menyatakan dengan tegas bahwa nilai adalah esensi
nontemporal dan hierarkis sifatnya.

4. KEPEMIMPINAN DAN NILAI ETIKA


Pemimpin atau leader adalah orang yang mempunyai bawahan atau orang yang
mengendalikan jalannya organisasi. Pemimpin adalah subjek atau pelaku dari unsur-unsur
yang terdapat dalam kepemimpinan, yaitu adanya kekuasaan, pengaruh, kekuatan, dan
dilakukan oleh bawahannya. Meskipun tidak semua pemimpin memiliki jiwa kepemimpinan
yang sama, secara timbal balik dan fungsional, kedua konsep tersebut tidak dapat
dipisahkan (Ahamad, 2012)vii

Teori-teori kepemimpinan terus berkembang, setidaknya terdapat lima teori


kepemimpinan, yaitu (1) teori genetik, (2) teori sosial, (3) teori situasional, (4) teori ekologis,
(5) teori sosio-behavioristik.

Dari teori-teori tersebut, teori sosio-behavioristik lebih komprehensif dalam memandang


kenyataan manusia dilihat dari proses pembentukan perilaku kepemimpinannya. Pada
awalnya, bakat alami sudah ada dalam diri manusia, minimal dalam memimpin dirinya
sendiri berkaitan dengan proses survivalnya, kemudian manusia mengembangkan
perilakunya melalui imitasi perilaku terhadap orang terdekatnya. Manusia pun berkembang
dengan pengalaman eksternal yang lebih luas, yang menjadi stimulus utama perkembangan
kepemimpinan- nya.

Behaviorisme yang berasal dari psikologi terus diadopsi oleh berbagai cabang ilmu dalam
ilmu-ilmu sosial, tidak terkecuali manajemen dan administrasi. Dalam konteks
kepemimpinan, teori perilaku merupakan teori yang paling menonjol karena teori ini
memadukan seluruh pandangan teori yang sudah ada, baik dari pendekatan sosiologis,
psikologis, politis, seni, tradisi maupun dilihat dari pendekatan manajemen.

Ada pandangan-pandangan behavioris dengan aliran sosiobehaviorisme atau teori sosial


kognitif. Teori tersebut mengatakan bahwa perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal
antara pengaruh tingkah laku, koginitif, dan lingkungan. Belajar dengan mengamati tingkah
laku orang lain dan akibat yang ditimbulkannya akan memperkuat tingkah laku manusia.
Jadi, semua orang yang dikenal akan dijadikan guru, baik sebagai teladan yang memperkuat
tingkah laku yang "menyenangkan" maupun yang "tidak”. Menekankan bahwa keberadaan
kognisi atau pikiran terlihat dalam realitas tingkah laku menyenangkan atau yang
menakutkan. Meskipun demikian, Bandura juga manusia karena tindakan berkaitan dengan
cara mengambil keputusan dalam bertindak. Oleh karena itu, belajar akan memperkuat
pikiran. Jadi, modeling perlu disertai pelatihan kognitif agar secara individu manusia dapat
mengontrol diri sendiri dan melakukan pengambilan keputusan dengan tepat Di sela-sela
pengambilan keputusan sebuah tindakan, keputusan dapat bersifat aktif ataupun pasif,
karena kognisi yang berkembang artinya mewujudkan tingkah laku dalam bentuk yang
konkret (aktif) atau menundanya sebagai bentuk harapan yang lebih bermanfaat bagi diri
manusia.

Superioritas seorang pemimpin akan menentukan terbentuknya sikap taat dari seluruh
bawahannya. Jika seorang pemimpin kurang berwibawa, kurang tegas, dan kurang
ditunjang oleh pengetahuan tentang kepemimpinan, bawahan akan meremehkan semua
instruksinya dan menyepelekan kebijakan yang ditetapkan. Oleh karena itu, kepemimpinan
memerlukan keterampilan dan keahlian untuk menggerakkan orang lain.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan seni dan keterampilan orang dalam


memanfaatkan kekuasaannya untuk memengaruhi orang lain agar melaksanakan aktivitas
tertentu, yang diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan. Memimpin adalah
mengerjakan niat demi tujuan tertentu, tetapi dilaksanakan oleh orang lain. Orang yang
dipimpin adalah yang diperintah, dipengaruhi, dan diatur oleh ketentuan yang berlaku
secara formal ataupun nonformal.

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai manifestasi dari pengaruh yang melekat pada
jiwanya. Pengaruh tersebut ada yang dibentuk oleh persyaratan formal dan ada yang
merupakan pembawaan jiwanya. Pembentukan pengaruh kepemimpinan bersifat natural,
tidak diciptakan, dan merupakan bakat bawaan yang telah melekat dengan sendirinya. Ada
pula yang dibentuk secara struktural karena berdasarkan permainan politik yang oleh
landasan legal formal atau peraturan perundangan yang diatur berlaku.

5. GAGASAN INOVASI DAN TANTANGAN AKSIOLOGIS


Kita dapat mengakui bahwa dalam proses manajemen yang melakukan inovasi organisasi
terdapat eksploitasi moral dan dalam dunia bisnis. Bentuk hubungan seperti itu pada
dasarnya mengekspresikan gagasan kapitalisme moral yang dapat dikorelasikan dengan
gagasan moralitas dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Akibatnya dapat percaya
bahwa pendekatan sistematis, sebagai pendekatan yang awalnya sadar dan moral terhadap
nilai/norma moral, membenarkan perspektif pragmatis dan filosofis dari gagasan inovasi
dalam proses pengembangan organisasi bisnis.

Terdapat pandangan lain, yaitu Joan Fontrodona (2013) 4 Sepintas mungkin tampak bahwa
inovasi dan etika adalah dua konsep yang berlawanan. Etika memiliki unsur preskriptif. Ini
menetapkan apa yang bisa dan tidak bisa kita lakukan, dan karena itu membatasi ruang
lingkup tindakan kita. Sebaliknya, inovasi mengarah pada melakukan sesuatu secara
berbeda, memecahkan cetakan, mengatasi hambatan. Dalam pengertian ini, mungkin ada
orang-orang yang akan percaya bahwa etika dapat membatasi inovasi. Tetapi pandangan itu
salah menafsirkan apa itu etika. Etika tidak dapat direduksi menjadi pandangan legalistik
tentang perilaku manusia, apalagi menjadi pandangan negatif yang mendefinisikan etika
sebagai daftar larangan. Pandangan etika yang positif dan komprehensif akan membuat kita
menyadari bahwa etika dan inovasi terkait erat: bahwa inovasi – seperti aktivitas manusia
lainnya – berakar kuat pada etika, dan bahwa etika menginspirasi dan mendorong inovasi.

Inovasi membutuhkan partisipasi dari bidang etika, karena semua kemajuan teknis, ilmiah –
bahkan spekulatif – menimbulkan pertanyaan baru dengan dimensi etis. Kemajuan teknis
adalah aspek kemajuan manusia yang, dengan demikian, mencakup banyak dimensi lain
(budaya, moral, sosial, dll). Dalam banyak kasus, kemajuan teknis akan berkontribusi pada
pembangunan manusia yang komprehensif. Dalam kasus ini, mendorong penggunaan
kemajuan teknis untuk kemajuan manusia. Tetapi pada kesempatan tertentu kemajuan
teknis akan bertentangan dengan aspek lain dari visi komprehensif kemajuan manusia.
Kemajuan sejati diakui ketika, untuk alasan yang berkaitan dengan kemajuan manusia yang
komprehensif (dengan kata lain, untuk alasan etis), bersedia membatasi penggunaan
kemajuan ilmiah atau teknologi tersebut karena alasan lain yang lebih penting,
membenarkannya. Ini adalah prinsip hebat lain yang ditawarkan etika untuk inovasi: "tidak
semua yang secara teknis mungkin dapat diterima secara etis." Inovasi tidak dapat
diimplementasikan dengan segala cara.

6. PELANGGARAN ETIKA KORPORASI (KASUS PT GARUDA INDONESIA)

Kinerja keuangan yang positit/laba merupakan ukuran keberhasilan bagi suatu perusahaan.
Untuk mendapatkan catatan kinerja keuangan pelaku usaha melakukan bermacam cara
untuk mendapatkan laporangan kinerja keuangan yang positif, salah satu contohnya adalah
PT Garuda Indonesia.

4
Joan Fontrodona (2013) The Relation Between Ethics and Innovation
Social Innovation, ISBN : 978-3-642-36539-3
Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) yang berhasil membukukan laba bersih
US$809 ribu pada 2018, berbanding terbalik dari 2017 yang merugi US$216,58 juta menuai
polemik. Dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak untuk
mendatangani laporan keuangan 2018.

Keduanya menolak pencatatan transaksi kerja sama penyediaan layanan konektivitas (wifi)
dalam penerbangan dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dalam pos pendapatan.
Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018.

Trans Airways berpendapat angka transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94 juta terlalu
signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika nominal dari
kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya
masih merugi US$244,96 juta. 

Pasar merespons kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia. Sehari usai kabar penolakan
laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan kode GIAA itu
merosot tajam 4,4 persen pada penutupan perdagangan sesi pertama.

Harga saham Garuda Indonesia anjlok ke level Rp478 per saham dari sebelumnya Rp500 per
saham.

7. IMPLEMENTASI NILAI DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK, PT PERMATA
HATI MATARAM.
Rumah Sakit Ibu dan Anak, PT Permata Hati Mataram merupakan rumah sakit yang khusus
memberikan pelayanan kepada Ibu dan Anak. Komitmen pelayanan dan nilai perusahaan
yang kuat tercermin pada motto “Ramah, Nyaman, dan Terjangkau”. Ramah, seluruh
jajaran rumah sakit menunjukkan sikap ramah dalam pelayanan kepada pasien. Keramahan
pada pasien didukung oleh fasilitas rumah sakit dan lingkungan yang nyaman sejak pasien
masuk sampai pulang kembali ke rumah. Bahkan rumah sakit memiliki pelayanan khusus
untuk mengantar pasien sampai ke rumah. Keramahan dan kenyamanan yang diterima oleh
pasien dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Rumah sakit dalam aktivitas sosial mengeluarkan biaya CSR secara rutin dalam bentuk
bantuan kepada yayasan dan bantuan untuk peserta BPJS Ketenaga kerjaan bagi lingkungan
masyarakat sekitar yang memeiliki pekerjaan rentan. Atas hal tersebut, RSIA Permata Hati
mendapatkan award dari BPJS TK sebagai salah satu pemenang best CSR for corporate.

Komitmen pelayanan rumah sakit tersebut secara keseluruhan dibuktikan dengan


diperolehnya peringkat akreditasi PARIPURNA.
8. KESIMPULAN DAN USULAN

Berdasarkan pemaparan pada bagian-bagian sebelumnya dapat disimpulkan sebagai


berikut:

1. Aksiologi menjadi sangat penting untuk standar evaluasi perkembangan nilai dan etika
yang dianut oleh umat manusia sebagai pengawal perkembangan teori kepemimpinan
dalam organisasi;
2. Obyektivitas, subyektivitas dan relativas nilai dapat disikapi sebagai perbedaan yang
saling menguatkan dalam interaksi manusia;
3. Inovasi membutuhkan partisipasi dari bidang etika sebagai respon atas naluri manusia
untuk selalu berkembang. Pengaturan Etika tidak boleh dilihat sebagai daftar larangan
namun harus dipandang sebagai sumber inspirasi dan variabel pendorong.
4. Nilai dan etika yang dibahas adalah pemikiran mengenai aksiologi, inovasi dan etika
manajemen yang merujuk pada pandangan barat yang mencoba memahami keunikan
manusia dalam berperilaku sebagai individu maupun anggota kelompok
organisasi/perusahaan.

Gagasan dan usulan yang purna untuk nilai, etika dan kepemimpinan adalah dengan
menerapkan Kepemimpinan profetik.5

1) Kepemininan profetik memiliki atributnya sendiri sebagaimana teori kepemimpinan lain,


diantaranya yaitu jujur (sidiq), dapat dipercaya (amanah), cerdas (fathanah), dan
tabligh atau menyampaikan wahyu (tidak menyembunyikan sesuatu atau bersifat
transparan).
2) Nilai-nilai Jujur (sidiq) serta transparan (tabligh) berkaitan dengan relational
transparency (transparansi hubungan) dan balanced processing (pengolahan yang
seimbang) dalam kepemimpinan autentik dari walumbwa karena keduanya merujuk
pada perilaku jujur serta berkomunikasi secara terbuka dan melibatkan anggota dalam
mengambil keputusan. Sedangkan cerdas (fathanah) serta dapat dipercaya (amanah)
untuk menyampaikan yang berkaitan dengan self-awareness dan internalized moral

5
Fida Tazkiyah 1 , Helli Ihsan2*, Muhammad Ariez Musthofa, Prophetic Leadership Scale’s Validation and the
Tendency of Normative Response, Jurnal Psikologi Islam dan Budaya Edisi Oktober 2020, Vol.3, No.2 ISSN online
2615-8183 / print 2615-8191
perspective dalam kepemimpinan autentik karena dimensi-dimensi tersebut merujuk
pada sikap keseimbangan nilai nilai dalam diri dan tekanan dari kelompok untuk dapat
mengambil keputusan atau memecahkan masalah
i
Sony, 2020, Pentingnya Melawan Pelanggaran Etika Bisnis di Era Digital (ugm.ac.id)
ii
Frunza, Sandu, 2017, META: RESEARCH IN HERMENEUTICS, PHENOMENOLOGY, AND PRACTICAL PHILOSOPHY VOL. IX,
NO. 1 / JUNE 2017: 284-299, ISSN 2067-3655, Www.Metajournal.Org
iii
Garg, Garima, 2003, Transformational Leadership and Organizational Structure: The Role of Value-Based Leadership, In S.
Bhargava (Ed.), Transformational leadership: Value-based management for Indian organizations (pp. 82-100), Response
Books (Sage Publications), New Delhi (2003)
iv
Arti kata aksiologi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online
v
Zaprulkhan, 2018, Filsafat Ilmu, sebuah Analisis Kontemporer. Rajawali Press
vi
Filsafat Aksiologi, 2019 Halaman 1 - Kompasiana.com
vii
Ahmad, Beni Saebani, 2012, Filsafat Manajemen, Pustaka Setia Bandung.

Anda mungkin juga menyukai