Anda di halaman 1dari 4

Konsep Partisipasi dalam Antropologi Linguistik

Partisipasi adalah konsep yang menjelaskan hubungan antara pembicara dan


pendengar. Gagasan – gagasan lama yang mendasari ide – ide seperti peristiwa
tuturan, kegiatan tuturan dan dikotomi pembicara – pendengar digantikan oleh
konsep partisipasi. Dalam hal ini manusia dianggap sebagai aktor sosial dan
kegiatan ‘berbicara’ manusia dianggap sebagai kegiatan sosial yang melibatkan
lebih dari sekedar ekspresi linguistik saja (Durranti, 1997). Partisipasi
menggagaskan bahwa didalam sebuah kegiatan sosial ‘berbicara’ ada manusia
sebagai pelaku kegiatan dan ide berupa tuturan yang dibagikan. Konsep Partisipasi
adalah konsep yang digunakan dalam paham antropologi linguistik untuk
menjelaskan kegiatan sosial manusia yang berupa tuturan dalam sebuah komunitas
tuturan (speech community).

Ketika Chomsky (1965) memperkenalkan competence dan performance


dan mengkritik keras analisa deskriptif dan struktural, konsep yang mengagaskan
bahwa bahasa adalah sebuah fenomena yang di bangun oleh sosial masyarakat
(social construct), diabaikan. Gagasan Chomsky mengatakan bahwa untuk
mengeksplorasi kapasitas linguistik manusia dapat didasarkan pada kognitif dan
psikologi manusia itu sendiri terlepas dari sosial masyarakatnya (speech
community) (Morgan, 2004). Hymes (1997b di dalam Duranti, 1997) mengkritik
gagasan competence dan performance Chomsky. Bahwa ketika seorang anak
mendapat pengetahuan bahasa, pengetahuan itu tidak serta-merta gramatikal namun
ada unsur kepantasan didalamnya. Bagaimana berbicara dengan yang lebih tua,
kapan harus berbicara dan apa – apa saja yang tidak patut dibicarakan pada waktu
atau kepada orang tertentu, semuanya berasal dari sosial masyarakat tempat anak
itu mendapatkan bahasa dengan kata lain speech community.

Menurut Duranti (1997: 20) hal ini yang menjadi gagasan utama konsep
partisipasi. Bahwa untuk menjadi seorang penutur bahasa tertentu haruslah menjadi
anggota dari masyarakat yang menuturkan bahasa tersebut. Maka seorang penutur
bahasa tertentu yang kompeten mampu menggunakan bahasa tersebut untuk terlibat
dalam aktifitas sosial yang lebih besar yang tersusun secara kulutral dan
diinterpretasikan secara kultural pula. Untuk mampu menuturkan bahasa berarti
mampu untuk menjadi bagian dari sosial bahasa tersebut. Dengan melibatkan
kemampuan bahasa untuk melakukan suatu aktifitas dan melibatkan hal yang
berada diluar bahasa seperti kode tubuh.

Goodwin & Goodwin (2004) membahas secara luas konsep partisipasi


didalam A Companion to Anthropology Lingusitics (Alessandro Duranti (eds)).
Goodwin & Goodwin berpendapat bahwa ketika kita melihat konsep partisipasi
sebagai sebuah konsep analitik yang menjadi fokus adalah kegiatan interaktif yang
melibatkan penutur dan pendengar. Pembicara memperhatikan pendengar sebagai
kopartisipan yang aktif dan secara sistematis memodifikasi bicaranya sesuai dengan
yang dilakukan oleh pendengar. Dalam tataran satu tuturan pembicara mampu
untuk terus - menerus menyesuaikan perilaku pendengar dan tuturannya dengan
bantuan anggota tubuh (semiotic resources) dan menyesuaikan bicaranya. Hal ini
dilakuakan pembicara dengan mengganti struktur kalimat dan aksi yang dilakukan
ketika berbicara, menambahkan segemen baru kedalam tuturannya dan
menyesuaikan kedudukan ketika pembicaraan berlangsung.

Goodwin & Goodwin (2004) beranggapan bahwa kerang teori dari


partisipasi berasal dari Goffman (1981) dengan gagasan “footing”nya. Gagasan ini
berdasarkan pada tipologi yang menggaketogirkan macam – macam tipe partisipan
yang terlibat dalam sebuah peristiwa tuturan. Namun, Goodwin & Goodwin
berpendapat bahwa ada terlalu banyak batasan pada analisa model Goffman.
Goffman membedakan ‘dunia’ pendengar dan pembicara meskipun kedua aktor
saling memonitor keadaan satu sama lain. Hal ini membuat ketimpangan pada
analisa yang mengakibatkan pembicara dianugerahi dengan kemampuan kognitif
dan kemampuan linguistik yang sangat besar sementara yang berada diluar dari
pembicara diimplikasikan terlalu sederhana. Ketimpangan ini mengakibatkan
hanya pembicara yang memiliki kedudukan untuk refleksif selama kegiatan
berbicara berlangsung. Lebih lanjut, tipologi yang ditawarkan merupakan
kumpulan kategori yang statis sementara kegiatan sosial ini adalah sesuatu yang
dinamis.

Goodwin & Goodwin (2004, 1987) meletakkan partisipasi pada aktifitas


yang disituasikan. Sehingga dapat di-investigasi bagaimana pendengar dan
pembicara sebagai pelaku sosial sepenuhnya dan penyusunan pembicaraan yang
detil dapat dilihat mengarah pada satu arah kegiatan yang sama. Pada situasi ketika
makan, pelaku sosial dapat dilihat mengacu pada kegiatan yang sama, misalnya
menilai sebuah makanan yang dimakan, melalui pertukaran kata dan gestur. Maka
dari analisa dengan model ini dapat dilihat pendengar dapat terlibat dalam kegiatan
sosial yang relevan dengan pembicara, juga dalam aktifitas yang disituasikan ini
partsipan mengekspresikan tuturan yang sedemikian rupa sehingga mampu untuk
memberikan kerangka yang dapat dianalisa sebagai sebuah kegiatan sosial yang
koheren tanpa dianalisa secara terpisah. Hal ini juga mengimplikasikan, ketika
melihat partsipasi sebagai sebuah kegiatan sosial akan menjadi percuma jika hanya
berfokus pada tuturan atau teks yang dihasilkan oleh pembicara saja.

Melalui pemaparannya lebih lanjut, Goodwin & Goodwin berpendapat


bahwa proses dalam menciptakan kerangka partisipasi dimana pembicara dan
pendengar selaras satu dan lainnya, dapat membentuk dan dibentuk oleh, susunan
detil dari pembicaraan itu sendiri. Maka dapat dikatakan ada hubungan yang
refleksif antara pembicaraan dan kerangka partisipasi dimana pembicaraan itu
disituasikan. Perhatikan contoh yang diberikan Goodwin & Goodwin berikut;
seorang pembicara berganti tuturan di tengah – tengah kalimat, melaporkan suatu
hal yang telah terjadi namun tidak diketahui pendengar satu, berganti menjadi
permintaan konfirmasi kepada pendengar yang lain karena mereka berada di tempat
yang sama pada saat kejadian. Modfikasi struktur tuturan, beradaptasi dengan
perubahan hubungan antara pendengar dan pembicara yang pada saat bersamaan
mengindikasikan hubungan yang relevan mengenai kejadian yang terjadi pada saat
itu. Maka detil dari pembicaraan, aksi yang ditunjukkan melalui pembicaraan
tersebut, dan kerangka partisipasinya saling berhubungan. Kerangka partisipasi
adalah gagasan dari Goffman. Tipologi Goffman memberikan status kepada
partisipan dalam suatu kegiatan bicara, Status Partisipan. Status partisipan
didefiniskan sebagai hubungan tiap partisipan dengan ujarannya dari titik acuan
didalam sebuah kumpulan sosial. Gabungan dari Status partisipan dari semua
partisipan dalam suatu perkumpulan pada momen tertentu membentuk Kerangka
Partisipasi.

Sebagai simpulan, dapat dikatakan bahwa sebagai sebuah kegiatan sosial


dan kultural, berbicara merupaka kegiatan yang sangat kompleks dan dinamis.
Melibatkan berbagai tipe pelaku yang terstruktur dan menggunakan berbagai
macam bentuk semiotik yang melibatkan tubuh dan gestur dan berbagai hal yang
dapat mempengaruhi kegiatan sosial berbicara. Gagasan partisipasi memberikan
suatu kerangka teori untuk menganalisa secara detil bagaimana berbagai macam
pihak membentu suatu kegiatan sosial, membangunnya bersama, terlibat
didalamnya dan membantu untuk menciptakan suatu konstruksi sosial yang relevan
dengan kegiatan yang dilakukan (dibicarakan) dalam konteksnya.
Referensi
Durranti, A. (1997). Linguistics Antrhopology. Cambridge University Press:
Cambridge.

Goodwin, C., & Goodwin, M. H. (2004). Participation. A companion to linguistic


anthropology, 222-224.

Morgan, M. (2004). Speech community. A companion to linguistic anthropology,


3-22.

Anda mungkin juga menyukai