MOHAMMAD ASHARY
D10121451
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
C. Ruang lingkup...............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
F. KESIMPULAN.............................................................................................8
G. SARAN.........................................................................................................9
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, atau
yang dikenal sebagai Rupbasan, mencerminkan peran strategisnya dalam
konteks pengelolaan barang bukti yang disita oleh Negara untuk keperluan
proses peradilan. Konsep dasar ini diatur oleh Pasal 44 ayat (1) UU RI
Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, yang menetapkan bahwa benda
sitaan harus disimpan di rumah barang benda sitaan negara. Pendukungnya
terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) PP RI Nomor 27 Tahun 1983 tentang
pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang
menjadikan RUPBASAN sebagai tempat resmi penyimpanan benda sitaan.
Konsep-konsep krusial dalam latar belakang ini melibatkan
kewajiban penyimpanan setiap barang sitaan di RUPBASAN untuk
keperluan proses peradilan. RUPBASAN bukan hanya tempat
penyimpanan, tetapi juga menjadi satu-satunya lokasi yang sah untuk
menyimpan benda sitaan negara, termasuk barang yang disita melalui
putusan hakim. Dengan fungsi kelembagaan sebagai pusat penyimpanan
benda sitaan dan barang rampasan negara dari berbagai instansi yang
melakukan penyitaan hasil tindak pidana, RUPBASAN menjadi elemen
kunci dalam sistem peradilan pidana.
Dalam situasi di mana penyimpanan di RUPBASAN tidak
memungkinkan, kepala RUPBASAN memiliki tanggung jawab untuk
menentukan cara penyimpanan benda sitaan sesuai dengan Pasal 27 ayat
(2) PP No. 27 Tahun 1983. Konsep ini menunjukkan fleksibilitas yang
iv
diakui dalam penanganan benda sitaan, yang tetap berada di bawah
tanggung jawab dan kontrol lembaga ini.
Sejak Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04.PR.07.03
Tahun 1985, terdapat 35 RUPBASAN Kelas I dan 175 RUPBASAN Kelas
II secara yuridis dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Namun,
hingga saat ini, hanya 63 RUPBASAN yang beroperasi di Indonesia,
terdiri dari 36 RUPBASAN Kelas I dan 27 RUPBASAN Kelas II. Ini
mencerminkan tantangan nyata dalam implementasi konsep penyimpanan
benda sitaan negara di seluruh wilayah.
Perkembangan signifikan dalam pengelolaan Benda Sitaan Negara
dan Barang Rampasan Negara terlihat dalam implementasi Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH.-01.PR.01.01 Tahun 2010
tentang Rencana Strategis Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2010-
2014. Direktorat Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan
Negara di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
HAM memiliki peran sentral dalam merumuskan dan melaksanakan
kebijakan standardisasi serta memberikan bimbingan teknis di bidang
pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara.
v
3. Mengetahui ragam jenis barang yang telah disita dan
disimpan di Rupbasan Kelas 1 PALU, mencakup
karakteristik dan kondisi barang tersebut serta relevansinya
dengan kasus-kasus peradilan.
b. Manfaat
1. Memperluas pengetahuan terkait dengan bidang Hukum
Pidana, khususnya dalam konteks penyimpanan, pengelolaan,
dan pengembalian barang bukti di Rumah Penyimpanan
Benda Sitaan Negara.
2. Menambah pemahaman tentang proses-proses penyitaan,
perampasan barang, serta tahapan pemusnahan hingga
pengembalian barang. Hal ini akan memberikan wawasan
lebih mendalam terkait bagaimana sistem penegakan hukum
mengelola dan memperlakukan barang bukti dalam konteks
peradilan.
3. Memberikan perspektif praktis yang dapat diaplikasikan
dalam studi kasus nyata, yang dapat mendukung pemahaman
teoritis mahasiswa atau pihak-pihak yang tertarik dengan
aspek hukum pidana dan penegakan hukum di Indonesia.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup studi lapangan ini mencakup kegiatan yang akan
dilaksanakan secara langsung di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara Kelas 1 Palu pada tanggal 7 November 2023. Lokasi studi
lapangan terletak di alamat Jl. Kekentina No. 1, Kecamatan Taipa,
Kelurahan Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Fokus utama studi
lapangan ini adalah untuk mendapatkan wawasan mendalam mengenai
struktur organisasi, sistem, dan proses yang berlangsung di Rumah
Penyimpanan tersebut. Data dan informasi yang dikumpulkan selama
vi
kunjungan lapangan akan digunakan untuk mendukung analisis dan
pembahasan dalam laporan ini, dengan tujuan memberikan gambaran yang
komprehensif tentang operasional Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara Kelas 1 Palu.
BAB II
PEMBAHASAN
vii
Tempat, dan Tanggal Lahir: Tolitoli, 03 Maret 1973
Agama: Islam
Pendidikan: S1 Administrasi Negara STISIPOL Panca Bhakti
Palu, 2003
Riwayat Pekerjaan:
Kepala Sub Seksi dan Administrasi Pemeliharaan (Desember
2020 s.d Sekarang)
Ka. Subsi Pembinaan Lapas Perempuan Kelas III Palu
(Februari 2020 s.d Desember 2020)
Kepala Subsi Pengelolaan Rutan Kelas IIA Palu (Februari
2014 s.d Februari 2020).
viii
E. DOKUMENTASI BARANG SITAAN RUPBASAN KELAS 1 PALU
ix
x
BAB III
PENUTUP
F. KESIMPULAN
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) menjalankan
fungsi krusial sebagai tempat penyimpanan bagi barang-barang yang disita
oleh Negara, memberikan dukungan penting pada berbagai tahap proses
peradilan. Keberadaan Rupbasan yang tersebar di setiap ibukota kabupaten
atau kota, dengan fleksibilitas membentuk cabang sesuai kebutuhan,
menunjukkan pentingnya peran lembaga ini dalam sistem penegakan
hukum.
Fungsi utamanya terletak pada peran signifikan dalam menampung
barang bukti yang diperlukan sepanjang proses hukum, mulai dari
penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di sidang pengadilan,
termasuk barang yang telah dirampas melalui putusan hakim. Namun,
perlu dicatat bahwa benda sitaan tidak dapat langsung dikembalikan,
melainkan harus menunggu keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Keputusan pengadilan tersebut dapat berupa pengembalian barang
kepada pemiliknya atau melalui proses lelang, dengan hasil lelang
dikembalikan ke kas negara. Pemusnahan barang sitaan juga merupakan
langkah penting yang dijalankan oleh Rupbasan, atas dasar perintah
pengadilan, sebagai upaya menegakkan keadilan.
Dengan demikian, Rupbasan bukan hanya berperan sebagai tempat
penyimpanan benda sitaan, tetapi juga menjadi entitas yang strategis
dalam mengoordinasikan dan mengelola proses hukum terkait barang-
barang yang menjadi fokus perhatian dalam ranah hukum acara pidana.
Keberadaan Rupbasan memiliki dampak yang signifikan dalam
mendukung integritas sistem peradilan dan menjamin kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip keadilan.
xi
G. SARAN
1. Peningkatan Pemeliharaan dan Perawatan Barang: Sebaiknya
dilakukan peningkatan signifikan dalam tingkat pemeliharaan dan
perawatan barang sitaan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara (Rupbasan). Dengan memberikan perhatian khusus terhadap
pemeliharaan, seperti perawatan rutin dan tindakan pencegahan
terhadap kerusakan potensial, dapat meningkatkan nilai barang.
Langkah ini akan memberikan dampak positif terhadap nilai barang,
bahkan ketika barang tersebut masih berada dalam proses
persengketaan hukum.
2. Fasilitas Penyimpanan yang Terlindung: Disarankan agar Rupbasan
menyediakan fasilitas penyimpanan yang terlindung dari paparan
sinar matahari langsung. Pemaparan sinar matahari dapat
menyebabkan kerusakan pada barang, seperti karat pada logam atau
perubahan warna pada barang tertentu. Dengan menyediakan tempat
penyimpanan yang terlindung, potensi kerusakan akibat faktor cuaca
dapat diminimalkan, sehingga keaslian dan nilai barang tetap terjaga.
3. Tanggung Jawab Penuh terhadap Barang: Penting untuk diingat
bahwa barang-barang yang ditempatkan di Rupbasan masih dalam
proses persengketaan hukum, dan negara memiliki tanggung jawab
penuh terhadap barang tersebut karena telah melakukan penyitaan.
Oleh karena itu, peningkatan pemeliharaan dan penyediaan fasilitas
penyimpanan yang optimal adalah langkah proaktif yang dapat
mendukung integritas proses hukum serta melindungi nilai dari
barang sitaan tersebut.
xii