TANGGA
OLEH :
BRATA TAMA UNSANDY
150101006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, khalik langit dan bumi. Karena atas
penyertaan-Nya sehinggah saya bisa menyelesaikan makalah kesehatan lingkungan yang
berjudul Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini.
Dengan pembuatan makalah yang berjudul Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini pembaca
diharapkan dapat lebih mengenal tentang apa yang dimaksud dengan polusi udara. Pembaca juga
diharapkan dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga.
Makalah ini dibuat semata-mata karena ingin menyelesaikan tugas sekaligus memberikan
contoh yang baik. Selain itu, makalah ini juga dijadikan sebagai sarana untuk menambah
wawasan bagi pembacanya.
Saya berharap makalah ini akan berguna bagi pembelajaran, khususnya pada materi
pencemaran udara. Dan saya sangat berterima kasih dan sangat senang apabila makalah ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Saya tahu bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari guru, teman-teman, dan atau siapa saja. Saran dan kritikan
yang diberikan akan saya terima dengan lapang dada. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan terutama pada diri saya sendiri. Akhir kata , saya ucapkan banyak
terima kasih.
Medan, 1
0
Februari
BAB I
2016
PENDAHULUAN
1.1
Brata
Tama
Unsandy
Latar belakang
Data diatas membuktikan bahwa angka korban KDRT di Indonesia cukup besar,
dan hanya sedikit korban yang menempuh jalur hukum. Sedangkan sebagian besar
korban lebih memilih kembali pada suami dan melanjutkan hidup dengan kekerasan.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat di telaah melalui beberapa
sudut pandang, bisa melalui telaah pendekatan psikologi, perspektif hukum dan
kriminologi, dan hak asasi manusia.
melengkapi arti daripada kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri, dari dampak yang
diakibatkan sampai penaggulangan serta jalur hukum bagi pelaku tindak kekerasan.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi di setiap keluarga dan biasanya menimpa
kaum ibu, Hal ini dapat dilihat dari laporan yang masuk ke kepolisian dari semua kasus
semua menimpa kaum ibu. Sebagaimana diketahui kekerasan dalam rumah tangga
hampir terjadi didalam lapisan kehidupan yang bisa berdampak pada perkembangan
perempuan sebagai korban kekerasan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
atas perempuan ditinjau dari teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari
nature ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki sebagai culture mempunyai
wewenang menaklukan dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature).
Secara kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu
memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan. Dari dua teori ini
menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure yang
kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku
individu dalam kehidupan berkeluarga.
Menurut La Pona dkk (Sugihastuti, 2007:172) kekerasan terhadap perempuan
adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan
kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian dan penderitaan secara fisik,
seksual, atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan,
termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan/atau berbuat sewenangwenang, baik terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan
pribadi di ruang domestik dan publik.
Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga juga juga berarti
segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang
berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman,
perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu,
hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak
adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk
mengendalikan istri.
Setelah membaca pengertian kekerasan dalam rumah tangga kita mengerti
bahwa kekerasan tidak hanya dalam bentuk fisik saja, tetapi juga dalam bentuk psikis,
seksual, dan ekonomi. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yaitu antara lain :
a. Kekaerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan
perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam,
mencekek, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau
senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi
trauma dsalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan
kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan
menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan
yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan,
mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus. Kekerasan psikis ini,
apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada
suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan
psikis juga dapat memicu dendam dihati istri.
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.
d. Penelataran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku
bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).
Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang
dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk
memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat
finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan
mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya.
2.2
suami kepada istri. masyarakat sendiri tidak sadar bahwa kekerasan dalam rumah
tangga sudah membudaya di Indonesia. Ada beberapa penyebab terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga. Disini akan dibahas penyebab kekerasan dalam rumah tangga
dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial-budaya, dan aspek politik.
1. Aspek Ekonomi
Dilihat dari aspek ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga bisa disebabkan
karena :
a. Kemiskinan
b. Pendapatan istri lebih besar daripada suami
Jika pendapatan istri lebih besar daripada suami, dapat terjadi kecemburuan
antara suami dan istri. Sehingga suami merasa disepelekan dan melakukan
kekerasan. ini juga dipengaruhi oleh psikologi suami.
c. Istri terlalu bergantung pada suami dalam hal ekonomi
Istri yang terlalu bergantung akan membuat suami semena-mena terhadap
istrinya. Karena dia merasa bahwa istrinya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dia.
Sehingga suami bisa berbuat kekerasan kepada istrinya.
d. Suami pengangguran dan tidak mau bekerja
Suami hanya menunggu hasil kerja dari istri dan merelakan istrinya di eksploitasi
demi uang.
2. Aspek Sosial-budaya
Dilihat dari aspek sosial-budaya, kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi
karena :
a. Persepsi pada masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga harus ditutupi.
Ketika masyarakat memiliki persepsi seperti itu, korban kekerasan dalam rumah
tangga akan menjadi rahasia keluarga sehingga mereka tidak mau melaporkan
kepada pihak yang berwenang dan akhirnya kekerasan tersebut terus berlanjut.
b. Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
c. Kebiasaan masyarakat mendidik anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan
bahwa anak laki-laki harus kuat, berani, dan tidak toleran.
d. Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
e. Adanya budaya patriarki
Perempuan telah ditanamkan kepatuhan dan pelayanan terhadap suami. Suami
menenkankan hal ini kepada istri sebagai pembenaran atas kekerasan yang
telah dilakukan. Suami memaksa istri untuk melakukan hal-hal yang tidak disukai
atau bahkan menyakiti hati istri. Namun, banyak istri yang beranggapan bahwa
ini adalah bentuk kepatuhan istri kepada suami sehingga istri tidak menyadari
bahwa ini adalah bentuk kekerasan psikologis terhadap dirinya.
3. Aspek Politik
Dilihat dari aspek sosial-budaya, kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi
karena :
a. Pengambilan keputusan dalam keluarga yang didominasi oleh salah satu pihak.
b. Tidak adanya demokrasi dalam keluarga.
c. Adanya budaya feodal.
Ada juga penyebab-penyebab lain yang dapat menimbulkan kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), yaitu :
a. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai cara mendidik istri,
kepatuhan istri terhadap suami, penghormatan posisi suami sebagai kepala
keluarga, sehingga muncul persepsi bahwa suami boleh menguasai istri dan
berakibat suami semena-mena kepada istrinya.
b. Kepribadian dan kondisi psikologi suami yang tidak stabil.
c. Tidak dapat mengendalikan emosi.
d. Melakukan imitasi
Hal ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang hidup dalam keluarga yang tidak
harmonis dan sering melihat ataupun mengalami kekerasan dalam keluarga yang
dilakukan oleh ayahnya sehingga anak tersebut meniru kebiasaan ayahnya.
e. Ketidakmampuan mencari solusi masalah yang terjadi dalam rumah tangga karena
kurangnya komunikasi antar anggota keluarga, antara suami dan istri.
f. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
Penyebab diatas bisa memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang
sebagian besar korbannya adalah istri. Untuk itu, istri harus tahu penyebab kekerasan
dalam rumah tangga. Begitu juga denggan suami. Pelaku kekerasan dalam rumah
tangga sebagian besar dilakukan oleh suami. Sehingga suami harus tahu bahwa
kekerasan dalam rumah tangga merupakan kesalahan karena telah melanggar Hak
Asasi Manusia (HAM) dan telah melanggar hukum
2.3
2.4
tiba disergap bayangan kejadian yang telah dialami, mimpi-mimpi buruk dan atau
gangguan tidur.
8. Kebingungan-kebingungan dan hilangnya orientasi, yang tampil dalam bentuk
merasa sangat bingung, tidak tahu hendak melakukan apa atau harus bagaimana
melakukannya, seperti orang linglung, bengong, mudah lupa akan banyak hal,
terlihat tidak peduli pada keadaan sekitar, tidak konsentrasi bila diajak berbicara.
9. Menyakiti diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri.
10. Perilaku berlebihan dan tidak lazim seperti tertawa sendiri, bercakap-cakap sendiri,
terus berbicara dan sulit dihentikan, pembicaraan kacau; melantur, berteriak-teriak,
terlihat kacau tak mampu mengendalikan diri, berulang-ulang menyebut nama
tertentu, misalnya nama pelaku tanpa sadar.
11. Perilaku agresif, seperti menjadi kasar atau mudah marah terhadap anak/pekerja
rumah tangga/staf atau rekan kerja, membalas kekasaran pelaku seperti
mengucapkan kata-kata kasar, banyak mengeluhkan kekecewaan terhadap pelaku.
12. Sakit tanpa ada penyebab medis (psikosomatis), seperti infeksi lambung, gangguan
pencernaan, sakit kepala, namun dokter tidak menemukan penyebab medis, mudah
merasa lelah, seperti tidak bertenaga, dan pegal/sakit/ngilu, tubuh sering gemetar.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga berakibat ke anak karena secara
tidak langsung si anak akan melihat kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya kepada
ibunya atau pun sebaliknya. Hal ini diiyakan oleh Dra. Henny E. Wirawan, M.Hum., Psi,
QIA., psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Anak yang
melihat langsung ibu atau ayahnya dipukul bisa mengalami shock dan ketakutan,
terutama pada anak balita, jelasnya.
Kalau kekerasan ini disaksikan setiap hari besar kemungkinan dia menjadi
traumatis, cenderung pendiam, sering marah hingga menangis. Dan lama kelamaan
sifatnya menjadi general, artinya bukan hanya melihat teriakan atau pukulan
orangtuanya saja, tetapi juga saat ia melihat hal itu dilakukan orang lain. Bahkan bukan
tidak mungkin ia akan marah dengan orang lain yang belum tentu ada hubungannya
dengan dia. Selain si anak menjadi traumatis kemungkinan besar juga si anak akan
meniru perilaku orangtuanya untuk menyelaesaikan suatu masalah bila dia si anak itu
sudah berkeluarga. Hal ini terjadi karena anak memperoleh model dalam cara
menyelesaikan masalah. Misalnya ia melihat orang tuanya bertengkar dan kemudian
melihat salah satu orang tuanya menggunakan kekerasan, pengalaman tersebut akan
selalu membekas dalam dirinya, dan menjadi salah satu referensinya saat
menyelesaikan masalah. Berdasarkan situasi tersebut fenomena KDRT dapat menular
kepada orang lain sehingga KDRT tidak akan pernah menghilang dilingkungan keluarga
atau akan selalu mengancam tiap-tiap keluarga.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat akibat dari tindak kekerasan dalam
rumah tangga dalam segi si anak, antara lain :
a. Anak akan mencontoh apa yang telah disaksikan selama bertahun-tahun bersama
dengan orang tuanya. Pada tingkat ekstrim akan mengubah kepribadian anak.
b. Efek psikologis dapat berlangsung seumur hidup dan mencakup perasaan rendah
diri, ketidakmampuan untuk berhubungan dengan kawan sebaya, konsentrasi
berkurang, dan kemunduran prestasi dalam belajar.
c. Penyakit psikis, seperti depresi, sangat gelisah, atau kekacauan identitas, selain
meningkatkan risiko bunuh diri. Masalah-masalah perilaku sering muncul setelah
tindak kekerasan, termasuk tindakan pelanggaran dan kriminalitas pada anak-anak
muda.
2.5
BAB 3
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
2. Penyebab kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu
aspek ekonomi, aspek sosial-budaya, dan aspek politik. Selain itu, ada juga
penyebab-penyebab lainnya yang dapat memicu terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga.
3. Kekerasan yg dilakukan dalam bentuk kekerasan psikologis atau mental
merupakan kekerasan yang dapat dilakukan dengan berkata kasar dengan
intonasi yang tinggi, dapat berupa tingkah laku yang posesive berlebihan,
mengurung korban dirumah dan tidak memberikan nafkah atau sumber
kehidupan, meracuni konsep diri dan harga diri dengan sikap dan kata-kata
yang selalu negatif.
4. kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak secara fisik, psikologis,
seksual, sosial dan ekonomi. Dampak psikis dari kekerasan yang dialami
akan menimbulkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga dapat berakibat ke anak
karena secara tidak langsung si anak akan melihat kekerasan yang dilakukan
oleh ayahnya kepada ibunya atau pun sebaliknya
5. Implikasi keperawatan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan peran
perawat antara lain mesupport secara psikologis korban, melakukan
pendamping-an, melakukan perawatan fisik korban dan merekomendasikan
crisis women centre.
3.2
Saran
Dengan disahkan undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, pemerintah dan masyarakat lebih berupaya menyadarkan dan membuka mata
serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih
ditingkatkan pengawasannya.
Meningkatkan peran perawat untuk ikut serta menangani kasus kekerasan dalam
rumah tangga dan menekan dampak yang terjadi dengan memfasilitasi setiap Rumah
Sakit
memiliki
ruang
perlindungan
korban
kekerasan
dalam
rumah
tangga,
DAFTAR PUSTAKA