Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Kekerasan Dalam Rumah Tangga sering terjadi di Indonesia. Meskipun


jumlah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang selanjutnya disebut KDRT
cenderung turun, jika dibandingkan dengan tahun 2007 jumlahnya masih 87,32
persen dengan jumlah kasus 284, sehingga belum signifikan. Hingga Desember
2008, jumlah kasus KDRT masih tinggi yakni 279 kasus dengan korban
perempuan sebanyak 275 kasus. Pelaku KDRT masih didominasi oleh suami
sebesar 76,98 persen dan 6,12 persen dilakukan oleh mantan suami, sisanya 4,68
persen dilakukan oleh orang tua, anak, dan saudara dan 9,35 persen oleh pacar
atau teman dekat.1
Anggota keluarga yang sering menjadi korban adalah kaum wanita dan
anak-anak. Kaburnya definisi KDRT sendiri menjadi masalah di negara ini.
Adanya delik pengaduan yang merupakan syarat diusutnya KDRT merupakan
masalah berikutnya yang belum ditangani. Delik yang belum tentu diajukan oleh
pihak keluarga merupakan alasan mengapa angka KDRT di Indonesia disebut
fenomena gunung es. Adapun alasan keengganan keluarga untuk mengajukan
delik bisa beragam, antara lain karena masih ada budaya maupun anggapan bahwa
KDRT merupkan permasalahan rumah tangga yang bersifat domestik dan menjadi
rahasia rumah tangga masing-masing.1,2
Penanganan kasus yang termasuk dalam tindak pidana ini belum tuntas
karena adanya kerancuan penggunaan dasar hukum yang mengaturnya. Undang-
undang No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam tumah tangga,
selanjutnya disebut UU PKDRT yang telah disahkan seharusnya menjadi dasar
hukum namun pada kenyataannya penanganan kasus KDRT seringkali masih
menggunakan KUHP sebagai dasar pemberian sanksi kepada pelaku tindak
KDRT. Sanksi yang diberikan kepada pelaku juga lebih ringan karena masih
menggunakan KUHP, bukan berdasarkan UU PKDRT.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DEFINISI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang
lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Rumah tangga
adalah yang berkenaan dengan urusan kehidupan dalam rumah atau berkenaan
dengan keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.3

Berdasarkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga (PKDRT) No. 23 tahun 2004 seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat 1
yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.1
Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga tidak hanya yang
terjadi di dalam rumah tangga, bisa saja kejadiannya di luar rumah. Yang
terpenting adalah baik pelaku maupun korbannya adalah berada dalam ikatan
rumah tangga atau anggota rumah tangga.

II. 2 DASAR HUKUM


Hukum yang menjadi dasar yang mengatur kekerasan dalam rumah tangga
adalah Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal yang
telah ditetapkan berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
pada tanggal 14 September 2004. Dalam undang-undang ini diatur beberapa poin
penting yaitu pengertian dari kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri yang
diatur dalam pasal 1 ayat 1 yaitu setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.2
Yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga adalah suami, istri, dan anak
(termasuk anak angkat dan anak tiri), orang–orang yang mempunyai hubungan
keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam poin pertama karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan), dan/atau orang
yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
(Pekerja Rumah Tangga) (pasal 2 ayat 1), atau orang yang bekerja sebagaimana
dimaksud poin ketiga dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu
selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan (pasal 2 ayat 2).2
Dalam undang-undang ini juga diatur jenis-jenis kekerasan yang
dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (pasal 5), hak-hak bagi para
korban (pasal 10), kewajiban pemerintah (pasal 12), dan masyarakat (pasal 15),
ketentuan pidana yang akan dikenakan pada pelaku (pasal 44-pasal 53), serta
pembuktian kasus kekerasan dalam rumah tangga (pasal 53). Tujuan dibentuknya
undang-undang ini untuk menegaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga
merupakan sebuah bentuk kejahatan, menegakkan hak-hak korban, dan kewajiban
serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam menghentikan KDRT,
dan menghapus segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup relasi
domestik. 4
Sebelum disahkannya undang-undang PKDRT, permasalahan KDRT
terutama kekerasan fisik sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) pasal 351-358. Dan untuk KDRT dalam bentuk yang lain, seperti
kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran rumah tangga belum
diatur dalam KUHP.5

II. 3 BENTUK-BENTUK KEKERASAN


Bentuk kekerasan yang termasuk ke dalam kategori kekerasan dalam rumah
tangga meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan
penelantara rumah tangga (pasal 5).

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 5


Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.

Definisi dari masing-masing kekerasan ini diatur dalam undang-undang


pasal 6 sampai pasal 9.2 Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (pasal 6). 2 Kekerasan yang termasuk luka
berat mendasarkan pada ketentuan pasal 90 KUHP, berarti yang termasuk luka
berat antara lain jatuh sakit atau mendapatkan luka yang tidak diharapkan akan
sembuh secara sempurna, atau menimbulkan bahaya maut, untuk selamanya tidak
mampu menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan yang merupakan mata
pencaharian, kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat berat, mendapat
sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu, gugurnya
atau terbunuhnya kandungan seorang perempuan.5

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 6


Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kesempatan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). 2 Istri menjadi
tertekan, lalu depresi, karena ruang geraknya menjadi terbatas dan tidak lagi
merasakan kebebasannya sebagai individu, contohnya pernyataan suami kepada
istrinya untuk tidak keluar rumah, kalau melanggar harus menanggung akibatnya.6

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 7


Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.

Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan


terhadap orang yang menetap dalam lingkungan tersebut atau pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (pasal 8). 2 Maraknya
peredaran VCD atau media lain yang mengajarkan teknik berhubungan seks
terkadang membuat suami ingin menerapkannya tanpa kesepakatan sang istri
lebih dulu. Akibatnya istri mengalami tekanan batin. Disatu sisi, mereka merasa
jijik, tapi disisi lain takut jika ditinggalkan suami jika menolak.6

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 8


Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Penelantaran yang dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dan 2 yaitu jika orang
yang menurut hukum atau karena perjanjian atau persetujuan menelantarkan
kewajibannya untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang-orang dalam lingkup rumah tangga atau orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali
orang terebut.2,6 Tindak pidana kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan
seksual merupakan delik aduan.2

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 9


(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang
yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada di bawah kendali orang tersebut.

II. 4 SANKSI-SANKSI
Ancaman bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 44.
Disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
denda paling banyak lima belas juta rupiah. Bila kekerasan fisik yang dilakukan
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat maka dipidana dengan
hukuman penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak tiga puluh
juta rupiah. Apabila korban sampai meninggal dunia, maka pelaku dikenakan
sanksi pidana penjara paling lama lima belas tahun atau denda paling banyak
empat puluh lima juta rupiah. Jika kekerasan fisik yang dilakukan tidak sampai
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan, mata
pencaharian, atau kegiatan sehari-hari, maka sanksi yang diberkan berupa pidana
penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak lima juta rupiah.2
Pelaku kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga diancam pada pasal 44.2
UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 44
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Ancaman bagi pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga


tertuang pada pasal 45.2

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 45


(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Ancaman bagi pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga terdapat pada
pasal 46, 47, dan 48.2

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 46


Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 47


Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 48


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47
mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya
selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut,
gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak
berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pelaku penelantaran dalam rumah tangga diancam dengan pasal 49.2

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 49


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana
dimaksud dalam

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 9 ayat (1);


1. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).
Pidana tambahan dapat diberikan hakim sesuai dengan pasal 50.2

UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 50


Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan
pidana tambahan berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu
dari pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga
tertentu.

Sebagai perbandingan, sanksi yang termuat pada UU PKDRT dengan


KUHP.
Tabel 1. Perbandingan sanksi pelaku kekerasan dalam rumah tangga pada
UU PKDRT dengan KUHP
No Kriteria UU PKDRT KUHP
1 Kekerasan fisik Mengakibatkan rasa Penganiayaan = srafmaxima
sakit = srafmaxima pidana penjara 2 tahun 8
pidana penjara 5 tahun bulan atau denda Rp. 4,5 juta;
atau denda Rp. 15 juta direncanakan pidana penjara 4
tahun.
Mengakibatkan jatuh Penganiayaan berakibat luka
sakit/ luka berat = berat = srafmaxima pidana
srafmaxima pidana penjara 5 tahun; direncanakan
penjara 10 tahun atau srafmaxima pidana penjara 7
denda Rp. 30 juta tahun; Penganiayaan berat=
srafmaxima pidana penjara 8
tahun; direncanakan = pidana
penjara 12 tahun
Mengakibatkan mati = Penganiayaan berakibat
srafmaxima pidana mati=srafmaxima pidana
penjara 15 tahun atau penjara 7 tahun; direncanakan
denda Rp. 45 juta. pidana penjara 9 tahun.
Penganiayaan berat=pidana
penjara 10 tahun;
direncanakan= pidana penjara
15 tahun.
Tidak mengakibatkan Penganiayaan tidak merusak
penyakit/halangan kesehatan = 3 bulan
kegiatan = srafmaxima
pidana penjara 4 bulan
atau denda Rp. 5 juta
Pasal 5, 6, 44 UU Dilakukan oleh suami, istri
PKDRT atau anak ditambah 1/3 pasal
351-356 KUHP
2 Kekerasan Mengakibatkan Belum diatur
psikis penderitaan psikis=
srafmaxima pidana
penjara 3 tahun/ denda
Rp.9 juta.
Tidak mengakibatkan
penderitaan psikis=
srafmaxima pidana
penjara 4 bulan/ denda
Rp. 3 juta
Pasal 5, jo 7 jo 44 ayat 2
jo
Pasal 52 UU PKDRT
3. Kekerasan Srafmaxima pidana Pencabulan = srafmaxima
seksual penjara 12 tahun pidana penjara 9 tahun
Adanya hubungan Perkosaan = srafmaxima
seksual, srafmaxima pidana penjara 12 tahun
pidana penjara 4-15
tahun atau denda Rp. 12-
300 juta
Berakibat luka berat,
srafmaxima pidana
penjara 5-20 tahun atau
denda Rp. 25-200 juta
Pasal 5, jo 7 jo 44 ayat 3 Pasal 281-303 KUHP
jo
Pasal 53 UU PKDRT
4 Penelantaran Srafmaxima pidana Belum diatur
dalam rumah penjara 3 tahun atau
tangga denda Rp. 15 juta.
Pasal 5, jo 7 jo 44 ayat 4
jo
Pasal 54 UU PKDRT

DAFTAR PUSTAKA
1. Irianto, Sulistyowati. Isu KDRT dan Perspektif Pluralisme Hukum.
Cetakan Pertama. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 2012.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT.
3. Alwi, Hasan. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
4. Sekilas Tentang Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Cited on 2012 July 26). Available from : URL : http://www.lbh-
apik.or.id/fact-58.htm
5. Wijayanti, Asri SH MH. KDRT dan Perlindungan Anak. 25 Juli 2012.
Available from : URL:
http://www.gagasanhukum.wordpress.com/2012/06/08/kdrt-dan
perlindungan-anak-bagian-iii/
6. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bukan Sebatas Kekerasan Fisik. 20
November 2011 (Cited on 2012 July 26). Available from: URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2012/11/20/13210000/kdrt.bukan.sebat
as.kekerasan.fisik

Anda mungkin juga menyukai