Anda di halaman 1dari 3

Ganti Kata ‘Kekerasan’ dalam KDRT bisa

menjadi
“Keharmonisan Dalam Rumah Tangga”
Oleh:
Moch. Al-Irsyad
Rahmat Fauzi
Citra Aldianto

Beberapa bulan lalu, tepatnya pada April 2023, Kota Bekas dikejutkan
dengan kabar tak sedap bahwa seorang istri menjadi korban KDRT
selama delapan tahun.
Menurut Pasal 5 UU No 23 Tahun 2004 (UU PKDRT).
Bentuk kekerasan tersebut adalah:

Kekerasan Fisik atau Fisik:


Tindakan yang mengakibatkan rasa sakit, sakit, atau cedera serius
atau ringan.

Kekerasan psikologis/dampak pada psikologi:


Tindakan yang menyebabkan seseorang menjadi takut, kehilangan
kepercayaan diri, kehilangan kemampuan untuk berfungsi, merasa tidak
berdaya dan/atau mengalami tekanan psikologis yang berat.

Kekerasan Seksual:
Menegakkan rasio gender dalam rumah tangga.

Meninggalkan rumah:
Tindakan yang mengarah pada ketergantungan ekonomi.

Beberapa alasan terkuat terjadinya KDRT antara lain kurangnya


pengetahuan tentang pasangan sebelum menikah dan kurangnya pemahaman
untuk menjalin hubungan yang harmonis dalam keluarga. Jika melihat
kasus kehilangan istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah
tangga selama 8 tahun, korban mengatakan bahwa dia tidak melihat
sikap “keras” selama berpacaran dan itu hanya muncul dari sudut
pandang mereka selama 8 tahun dalam masa pernikahan .

Bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan tersebut mulai dari


penganiayaan hingga kenyataan bahwa anaknya juga pernah mengalami
kekerasan dari ayah/suaminya.
"Saya melakukan hal yang salah ketika saya menggoreng telor karena
tidak terlihat seperti milik ibu nya, saya juga dihajar." Di sisi
lain, perempuan itu malah pernah menjadi korban kekerasan ketika
istrinya memergokinya sedang berbicara dengan pekerja seks online.

Namun, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT antara


lain:

Faktor ekonomi, faktor sosial dan pola asuh dalam keluarga.

Siapa dan bagaimana negara berperan dalam kekerasan dalam rumah


tangga? Seperti yang kita ketahui peran pemerintah dalam penekanan
dan pemberian sanksi serta denda dalam kasus KDRT ini sudah terbit
dalam perundangan-undangan UU KDRT dalam pasal 44 UU KDRT yang
berisikan:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup


rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Isi Pasal 44 Ayat (2) UU PKDRT:

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan


korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp
30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)

Isi Pasal 44 Ayat (3) UU PKDRT:

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan


matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh
lima juta rupiah)

Isi Pasal 44 Ayat (4) UU PKDRT:

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah)”

Seharusnya efek jera bagi pelaku KDRT dimana-mana, tidak hanya di


perkotaan tetapi di lebih banyak tempat seperti kabupaten, bahkan
pedesaan.

Tapi mengapa kekerasan dalam rumah tangga masih muncul?


Karena banyak faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga, semuanya terkait dengan kesehatan mental dan
kesejahteraan agar suami istri lebih memahami bagaimana membangun
rumah tangganya, jika tidak ditangani maka akan semakin meluas dan
berdampak negatif terhadap perkembangan anak-anak nya.
Sudah saatnya para penerus bangsa dan pemerintah lebih sadar, lebih
giat dan memberi arahan untuk menghadapi hal-hal yang sangat
merugikan kehidupan dan rumah tangga Entah itu dalam bentuk
sosialisasi ke desa-desa atau daerah lain nya yang kerap mempunyai
kasus KDRT yang besar. Lalu dengan begitu kemungkinan Kata
‘Kekerasan’ dalam KDRT bisa menjadi “Keharmonisan Dalam Rumah
Tangga”

Referensi:

 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Salah satu Isu Global, Mery Ramadani1,
Fitri Yuliani, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas, Padang, Sumatra
Barat, 25148, Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
9(2)80-87@2015 JKMA
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/

 https://metro.sindonews.com/read/1083327/170/istri-jadi-korban-kdrt-suami-
selama-8-tahun-di-bekasi-polisi-mereka-udah-baikan-1682661862

 https://news.detik.com/berita/d-6347581/isi-pasal-44-uu-kdrt-tentang-sanksi-
pidana-kdrt fisik#:~:text=Dalam%20Pasal%205%20UU%20No,atau%20bentuk
%20kekerasan%20berikut%20ini.

Anda mungkin juga menyukai