Anda di halaman 1dari 3

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

KDRT adalah singkatan dari kekerasan dalam rumah tangga. Secara sederhana,
KDRT artinya segala tindakan kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.

Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU PKDRT menerangkan bahwa KDRT adalah setiap


perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Komnas Perempuan mendefinisikan KDRT atau domestic violence sebagai


kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal. Kekerasan ini biasanya
terjadi dalam hubungan personal. Pelakunya adalah orang yang dikenal baik dan
dekat oleh korban. Kekerasan jenis ini dapat dialami juga oleh orang yang bekerja
membantu pekerjaan rumah tangga. Selain itu, kekerasan terhadap anggota keluarga
lain yang juga memiliki hubungan darah dapat dimaknai sebagai KDRT.

Bentuk-Bentuk KDRT
KDRT tidak melulu berupa kekerasan fisik semata. Jika digolongkan, ada empat
bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Bentuk-bentuk yang dimaksud adalah sebagai
berikut.

1. Kekerasan fisik
Bentuk kekerasan pada kondisi fisik korban. Mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat. Contohnya, tamparan, pukulan, penganiayaan, dan lain sebagainya.

2. Kekerasan psikis
Bentuk kekerasan pada kondisi psikologis. Dampaknya, membuat korban merasa
ketakutan, tidak percaya diri, kehilangan kemampuan untuk bertindak, perasaan tidak
berdaya, dan penderitaan lainnya. Contohnya, bullying, gaslighting, dan lain
sebagainya.

3. Kekerasan seksual

Bentuk kekerasan dalam konteks seksual. Meski sudah memiliki hubungan yang sah,
seperti halnya suami istri, pemaksaan hubungan seksual adalah dilarang dan termasuk
dalam bentuk kekerasan.

4. Penelantaran rumah tangga

Tindakan penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga merupakan bentuk


kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, pembatasan atau larangan untuk bekerja
yang layak sehingga korban berada di bawah kendali seseorang dan mengakibatkan
ketergantungan ekonomi juga termasuk dalam penelantaran rumah tangga.

Dampak KDRT
Jika terjadi kekerasan dalam sebuah rumah tangga, istri yang kerap mengalami
kekerasan bukanlah satu-satunya korban. Sebab, secara tidak langsung, anak yang
berada di rumah pun ikut menjadi korban.

Baquandi dalam Modul Kekerasan dalam Rumah Tangga menerangkan bahwa


kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan banyak dampak yang merugikan.
Dampak bagi istri atau korban adalah mengalami sakit fisik, tekanan mental,
menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, merasa tidak berdaya, merasa
ketergantungan pada suami meski telah disiksa, stres pascatrauma, depresi, bahkan
keinginan untuk bunuh diri.

Sementara itu, bagi anak, dampaknya, antara lain kemungkinan terjadi kekerasan
pada anak di kemudian hari, adanya peluang anak untuk bersikap kasar pada orang
lain, depresi, kemungkinan imitasi kekerasan pada pasangannya nanti, hingga
perasaan takut yang berkepanjangan.

Sanksi Hukum KDRT


Sanksi hukum bagi pelaku KDRT diatur dalam UU PKDRT. Sanksi yang mengintai
pelaku kekerasan rumah tangga disesuaikan dengan jenis kekerasan yang
dilakukannya.

1. Hukuman KDRT bagi Kekerasan Fisik

Pasal 44 UU PKDRT menerangkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan


kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.

Kemudian, apabila korban jatuh sakit atau mengalami luka berat, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta.
Namun, jika korban meninggal akibat kekerasan itu, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta.

Selanjutnya, jika kekerasan fisik dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya
dan tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau
denda paling banyak Rp5 juta.

2. Hukuman KDRT bagi Kekerasan Psikis

Pasal 45 UU PKDRT menerangkan bahwa setiap orang yang melakukan kekerasan


psikis dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling
banyak Rp9 juta.

Kemudian, jika dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya, dan tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk bekerja atau kegiatan sehari-hari,
dipidana dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak
Rp3 juta.

3. Hukuman KDRT bagi Kekerasan Seksual


Pasal 46 UU PKDRT menerangkan bahwa perbuatan kekerasan seksual dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp36 juta.

Kemudian, setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat
tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp12 juta
atau denda paling banyak Rp300 juta.

Lalu, apabila korban mendapat luka yang tidak bisa disembuhkan, mengalami
gangguan kejiwaan sekurang-kurangnya selama empat minggu terus-menerus atau
satu tahun tidak berturut turut, keguguran, atau mengakibatkan gangguan alat
reproduksi, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan
pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp25 juta dan denda
paling banyak Rp500 juta.

4. Hukuman KDRT bagi Penelantaran Rumah Tangga

Berdasarkan Pasal 49 UU PKDRT, pelaku penelantaran rumah tangga dipidana


dengan penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.

Melaporkan Kasus KDRT ke Polisi


Penting untuk diketahui bahwa UU PKDRT tidak hanya memuat sanksi bagi pelaku
KDRT, namun juga memuat perlindungan yang diberikan kepada korban.

Lalu, korban KDRT lapor ke mana? Korban pada dasarnya berhak melaporkan secara
langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian, baik di tempat korban
berada maupun di tempat kejadian perkara. Selain itu, korban dapat memberikan
kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkannya kepada kepolisian.

Dalam 1 x 24 jam setelah menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga,


kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara pada korban. Setelah
perlindungan sementara diberikan, nantinya kepolisian wajib meminta surat
penetapan perintah perlindungan kepada pengadilan.

Dalam memberikan perlindungan terhadap korban, kepolisian dapat bekerja sama


dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing
rohani untuk mendampingi korban.

Anda mungkin juga menyukai