Anda di halaman 1dari 17

Bab 2 tinjauan pustaka

Kekerasan fisik
Menurut UU no. 23 Tahun 2004 tentang penghaspusan kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), memberikan pengertian kekerasan fisik adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat

Kekerasan fisik terhadap perempuan dapat berupa dorongan, cubitan, tendangan,


jambakan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar, pemukulan dengan alat
pemukul, kekerasan tajam , siraman zat kimia atau air panas, menenggelamkan
dan menembakkan. Kadang-kadang kekerasan fiik ini diikut dengan kekerasan
seksual, baik berupa serangan kea lat-alat seksual seperti payudara dan kemaluan
maupun persetubuhan paksa (pemerkosaan).
Kekerasan psikis
Menurut UU no. 23 Tahun 2004 tentang penghaspusan kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), memberikan pengertian kekerasan psikis adalah perbuatan
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak beraya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seserorang.

Bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivitas emosi
seseorang sangat bervariasi. Dalam rumah tangga hal ini dapat berupa tidak
diberikannya kasih saying pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosinya.

Kedalam kekerasan psikologis atau mental ini dapat dimasukkan semua jenis
tindakan yang bersifat verbal abuse, pelecehan, sikap memiliki yang berlebihan,
isolasi, ancaman atau berbagai bentuk lain.
Mengenali Perlukaan/Cedera Akibat Kekerasan Yang
Disengaja Sebagai Upaya Pembuktian Secara Klinis
1. Perlukaan Atau Cedera Pada Kulit Dan Jaringan Bawah Kulit :
• Memar akibat tamparan yang kuat akan meninggalkan bekas telapak
tangan.
• Memar yang membentuk gambaran jari dan ibu jari sering tampak pada
wajah, lengan atas dan bokong.
• Memar yang mebentuk garis, lengkungan atau lingkaran akibat benda-
benda tumpul seperti ikat pinggang, kabel, kain pembekap mulut dan
sebagainya.
• Luka terbuka, baik karena kekerasan tajam ataupun kekerasan tumpul.
• Bekas gigitan manusia yang berbentuk bulan sabit.
• Luka bakar yang berbentuk sebagai akibat dari sundutan rokok atau
setrika, atau luka bakar akibat cairan panas pada lokasi yang janggal. Luka
bakar memang sering terjadi pada anak baik karna kecelakaan ataupun
kesengajaan. Namun pada usia dewasa akan jarang terjadi luka bakar
karena kecelakaan
Mengenali Perlukaan/Cedera Akibat Kekerasan Yang
Disengaja Sebagai Upaya Pembuktian Secara Klinis

2. Perlukaan Dan Cedera Pada Tulang


• Gejala yang tampak pada kekerasan ini adalah deformitas(patah
tulang atau cerai sendi), rasa sakit , bengkak dan kelumpuhan
serta kesulitan bergerak. Hal ini dapat terjadi akibat kecelakaan
atau kesengajaan.
• Bila angggota gerak (lengan/tungkai) perempuan ditarik dan
ditekan dengan paksa dapat mengakibatkan terlepasnya sendi.
Gejala kekerasan pada tulang tampak lebih jelas pada
pemeriksaan foto polos yang menggambarkan tanda-tanda
kecederaan yang lama, sedang menyembuh ataupun baru.
Adanya tanda kecederaan lama dan baru sekaligus menunjukkan
bahwa perempuan tersebut sering mendapatkan kekerasan
tumpul.
Mengenali Perlukaan/Cedera Akibat Kekerasan Yang
Disengaja Sebagai Upaya Pembuktian Secara Klinis
3. Penelantaram
Pengertian menelantarkan adalah kelalaian memberikan
kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki
ketergantungan pada pihak lain, khususnya dalam lingkungan
rumah tangga.

Kuranganya menyediakan saran perawatan kesehatan,


pemberian makan, pakaian dan perumahan yang sesuai
merupakan faktor utama dalam menentukan adanya
penelantaran. Namun harus hati-hati untuk membedakan
“ketidak mampuan ekonomis” dengan “penelantaran yang
disengaja”. Bentuk kekerasan jenis ini menonjol khususnya
terhadap anak karena anak belum mampu mengurus dirinya
sendiri.
Pembuktian Medis Kasus Perkosaan
Pembuktian medis kasus perkosaan dilakukan dengan cara
melakukan pemeriksaan medis terhadap korban dan pelaku.

Terhadap korban dilakukan upaya untuk mengenali adanya


tanda-tanda kekerasan dan persetubuhan, sedangkan
terhadap tersangka dilakukan upaya pengenalan tanda
persetubuhan. Selanjutnya terhadap keduanya dilakukan
pemeriksaan kesesuaian anatara cairan mani yang ditemukan
ditubuh korban dengan tersangka pelaku, yang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan rambut, serologis dan DNA.
Penatalaksanaan korban
Dibentuknya Pusat Krisis Terpadu bagi perempuan dan anak.
Prinsip kerja pusat krisis terpadu adalah menerima dan
menatalaksana para korban kekerasan baik kekerasan fisik
maupun seksual secara terpadu sehingga diharapkan dapat
memperkecil trauma psikologis akibat viktimisasi lanjutan
pada korban.

Sasaran penatalaksanaan korban adalah rehabilitasi fisik,


psikologis, sosial dan yuridis.
Aspek Hukum Tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga

a. Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang


Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
• UU PKDRT Pasal 3 menyebutkan Penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan :
– Penghormatan hak asasi manusia
– Keadilan dan kesetaraan gender
– Nondiskriminasi
– Perlindungan korban.
• UU PKDRT Pasal 4 menyebutkan Penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga bertujuan :
– Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
– Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
– Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
– Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan
sejahtera.
5
Ketentuan pidana
• Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-
undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT sebagai berikut :
• Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
– Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling
banyak Rp 15.000.000,- (Lima belas juta rupi-ah).
– Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan
penjara paling lama 10 tahun atau denda pal-ing banyak
Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
– Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipadana penjara paling lama 15
(Lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,-(Empat
puluh lima juta rupiah).
• Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami ter-hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling ban-yak Rp 5.000.000,-
(Lima juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45
• Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta rupiah).

• Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan oleh suami ter-hadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana-kan
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak
Rp3.000.000,-(Tiga juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46
• Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling
banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47


• Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah
tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-(dua belas
juta rupiah) atau paling banyak Rp 300.000.000,00-(tiga ratus juta
rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48
• Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
dan 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak
memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami
gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya
selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00-(dua puluh
lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00-(lima
ratus juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp
15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap
orang yang:
• Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah
tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1);
• Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud
Pasal 9 ayat (2).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini
hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa :
• pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan
untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam
jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan
hak-hak tertentu dari pelaku;
• penetapan pelaku mengikuti program konseling
di bawah pengawasan lembaga ter-tentu.

Anda mungkin juga menyukai