Anda di halaman 1dari 20

Kejahatan Seksual pada Anak di Bawah

Umur
Deffina Widjanarko
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Alamat Korespondensi:
Deffina

Widjanarko,

Fakultas

Kedokteran

UKRIDA Jl. Terusan Arjuna no. 6, Tanjung Duren,


Jakarta Barat 11510. E-mail: deffin4@hotmail.com

PENDAHULUAN

Kejahatan seksual (sexual offence) merupakan sebagai salah satu bentuk dari kejahatan
yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan
Ilmu Kedokteran Forensik; yaitu di dalam upaya pembuktian bahwa kejahatan tersebut memang
telah terjadi. Adanya kaitan antara Ilmu Kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang
sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
serta Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), yang memuat ancaman hukuman
serta tatacara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam pengertian kasus kejahatan
seksual.
Banyak sekali kejahatan seksual yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali
di Indonesia. Kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur atau terhadap anak yang belum
siap dikawinpun kerap terjadi. Kejahatan seksual tidak dapat hanya merupakan masalah antar
individu, melainkan sebagai problem sosial yang terkait dengan masalah hak-hak asasi,
khususnya yang berkaitan dengan perlindungan dari segala bentuk penyiksaan, kekerasan, dan
pengabaian martabat manusia. Maka untuk menganalisa kasus-kasus seperti diperlukan keahlian
dari seorang dokter. Sebagai seorang dokter seharusnya dapat membantu penyidikan, oleh
karenanya sebagai dokter haruslah mengetahui bagaimana prosedur pemeriksaan yang benar
terhadap korban dan tersangka kasus kejahatan seksual.

ISI
Aspek Hukum Pidana
Perkosaan
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi
paksaan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah
persetubuhan telah terjadi atau tidak, dan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan. Tetapi dokter
tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini.1
Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat
paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan.
Demikian pula jika dokter tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan
bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tidak dapat menetukan unsur paksaan
yang terdapat pada tindak pidana perkosaan sehingga dokter juga tidak mungkin menentukan
apakah perkosaan telah terjadi. Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim
karena perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis sehingga dokter jangan
menggunakan istilah perkosaan dalam Visum et Repertum.
Dalam bagian kesimpulan Visum et Repertum hanya dituliskan

Ada tidaknya tanda persetubuhan

Ada tidaknya tanda kekerasan serta jenis kekerasan yang menyebabkannya.

KUHP pasal 286


Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.1
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa perempuan berada dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya ketikan terjadi persetubuhan. Dokter harus mencatat dalam anamnesa
apakah korban sadar ketika terjadi persetubuhan, adakah penyakit yang diderita korban yang
sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tak berdaya misalnya epilepsi,
katalepsi, syncope, dan lainnya. Jika korban mengatakan ia pingsan maka perlu diketahui

bagaimana terjadinya keadaan pingsan itu, apakah terjadi setelah korban diberi makanan atau
minuman.1
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas
hilang kesadaran atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik atau
narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik atau narkotik telah dipergunakan maka
dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.
Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan atau tak
berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan karena dengan membuat
wanita itu pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan.2
KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
KUHP pasal 291
Ayat 1
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288, dan 290 itu berakibat
luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
Ayat 2
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289, dan 290 itu
berakibat matinya orang, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.
KUHP pasal 294
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak
piaraannya, anak yang dibawah pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan
kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang dibawah
umur, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun.
Dengan itu dihukum juga :

Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawahnya/orang
yang dipercayakan/diserahkan kepadanya untuk dijaga.

Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau bujang di penjara, ditempat bekerja
kepunyaan negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, Rumah sakit jiwa atau lembaga
semua yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan disitu.3

Suka Sama Suka


Walaupun jika persetubuhan antara anak perempuan dengan temannya adalah
berdasarkan suka sama suka, orang tua bisa melakukan delik aduan tindak pidana yang
merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang belum cukup umur
apabila anak perempuan itu belum 16 tahun(pantas dinikahi).2
KUHP pasal 287
Ayat 1
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Ayat 2
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan kecuali jika umur wanita itu belum sampai dua
belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru
dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu persetubuhan
tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan maka tidak ada penuntutan.2
Tetapi keadaan berbeda jika :

Umur korban belum cukup 12 tahun, atau

Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan
itu (KUHP pasal 291), atau

Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak
yang berada di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (pasal 294).

Dalam keadaan diatas, penuntutan dapat dilakukan walaupun tidak ada pengaduan karena
bukan lagi merupakan delik aduan.
Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur
korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan
korban sesuai dengan umur yang dikatakannya.
Keadaan

perkembangan

payudara

dan

pertumbuhan

rambut

kemaluan

perlu

dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh
(terjadi pada umur kira-kira 12 tahun), sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun
atau lebih. Juga harus ditanyakan apakah korban sudah pernah mendapat haid bila umur korban
tidak diketahui.2
Jika korban menyatakan belum pernah haid, maka penentuan ada/tidaknya ovulasi masih
diperlukan. Muller menganjurkan agar dilakukan observasi selama 8 minggu di rumah sakit
untuk menentukan adakah selama itu ia mendapat haid. Kini untuk menentukan apakah seorang
wanita sudah pernah mengalami ovulasi atau belum, dapat dilakukan pemeriksaan 'vaginal
smear'.
Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat : padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduga bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun dan kalau umurnya
tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah haid dianggap
sebgai belum patut dikawin.4
Hukum Perlindungan Anak
Dengan dasar Lex specialis derogat legi generalis, yaitu hukum yang lebih spesifik dapat
menggantikan hukum yang lebih umum, maka kasus kejahatan seksual pada anak dibawah 12
tahun tersebut dapat tetap dilaporkan kepada polisi tanpa aduan dari korban maupun walinya.
KUHP pasal 287 di atas dapat digantikan oleh Undang Undang RI No. 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 17 yang berbunyi:
1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari
orang dewasa;

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap
tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya. Selain itu Pasal 78 juga menerangkan mengenai kewajiban setiap
orang untuk melapor ke polisi.
Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan,
atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut
memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Jadi dokter harus menjelaskan kepada ibunya bahwa menurut hukum ia wajib membantu
anaknya dengan melaporkan kasus ini kepada polisi.

Aspek Medikolegal
Persetujuan

Tindakan

Medik.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No.

585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medis.3


Pasal 1. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989.1
a. Persetujuan tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik
atau terapeutik.
c. Tindakan invasif adalah tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi jaringan
tubuh.
d. Dokter adalah dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di
rumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.5

Pasal 2. PerMenKes No 585/MenKes/Per/IX/19891


a. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
b. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi
yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat
ditimbulkannya.
d. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien.

Pasal 4. PerMenKes No 585/MenKes/Per/IX/19891


a. Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
b. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
menolak diberikan informasi.
c. Dalam hal-hal sebagaimana yang disebut di pasal (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada terdekat dengan didampingi oleh seorang
perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.5
Selain di atas, terdapat juga beberapa pasal yang berhubungan dengan peraturan
perundang-undangan bidang kedokteran yang lain, yaitu:1
1. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
2. Hak Menolak Menjadi Saksi / Ahli 2
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat seorang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa
ia akan memberi keterangan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatan yang mewajibkan ia
menyimpan rahsia dapat menolak untuk memberi keterangan yang diminta.
3. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya2
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
4. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter 7
Pasal 216 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang
diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barang
siapa yang dengan sengaja mencegah, menghalangi atau menggagalkn tindakan guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu tau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Pemeriksaan Medis
Kronologis Pemeriksaan Kasus Kejahatan Seksual
1. Informed consent
2. Anamnesa Pasien
a. Umum

- Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid


- Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
- Apa pernah bersetubuh
- Kapan persetubuhan terakhir
- Apakah memakai kondom
b. Khusus:
- Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
- Apakah korban melawan
- Apakah korban pingsan
- Apa ada penetrasi dan ejakulasi
- Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi, atau ganti pakaian
3. Memeriksa pakaian4
- Robekan
- Kancing putus
- Bercak darah
- Air mani
- Lumpur
- Rapi atau tidak
4. Memeriksa tubuh korban4
a. Umum:
- Penampilan
- Keadaan emosional
- Tanda bekas hilang kesadaran
- Tanda needle mark
- Tanda kekerasan

- Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB, BB, TD
- Adakah trace evidence pada tubuh korban
b. Khusus
* Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mengering gunting
* Bercak air mani kerok/swab
* Vulva tanda kekerasan
* Introitus vagina
* Selaput daratentukan orifisiumperawan= 2,5cm ; persetubuhan= 9cm
* Frenulum labiorum pudenda
* Vagina dan cervix
5.

Pemeriksaan Laboratorium

Tes Penyaring cairan mani Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV

Tes Penentu cairan mani Berberio, Florence, Puranen

Tes Penentu spermatozoa Sediaan langsung, Malascheet Green, Baechii

Tes toksikologi (urin,darah)

Tes kehamilan

Tes kuman Gonorrhea

Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas. Dapat mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia).
Mengandung spermatozoa, sel-sel epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan
yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti
fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan zat ini, zat ini dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu cairan atau bercak adalah sperma atua bukan.3
2. Bahan yang diambil dari tubuh korban

Cairan mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan
dengan bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior
vagina dan permukaan mulut rahim.3
3.

Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa


Tanpa pewarnaan

Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak

Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan


spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4
jam.

Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat
dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan
sperma.

Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca persetubuhan

Dengan pewarnaan

Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, methylene blue atau malachite green 3

Malachite green adalah cara yang mudah dan baik digunakan.

Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan
air mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakir cuci lagi dengan air

Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)

Gambar 1. Hasil pemeriksaan dengan Malachite-green


4. Penentuan cairan mani (kimiawi)
Reaksi fosfatase asam

Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam bercak/ cairan

Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi


ulang lagi dengan menggunakan tes penentu

Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring ang
telah terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian
kertas saring diangkat dan disemprotkan dengan reagens. 3

(+) timbul warna ungu dalam waktu 30 detik

+ palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuhtumbuhan.

Reaksi Berberio

Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen

Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani

Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh

(+) kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan


ujung tumpul, kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal 3

Reaksi Florence
Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.

Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup
dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung
sering terbelah.
+ palsu ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga) akan
memberikan warna serupa.

Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian


1. Visual
Bercak manu berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak tua
berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap, bercak yang
segar akan menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian akan
mengering.3
Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna putih
Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh
2. Taktil
Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
3. Pewarnaan Baecchi
Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain
Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan
sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem
kanada, periksa dengan mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak
mengambil warna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor merah
muda terlihat banyak menempel pada selaput benang. 3

Pemeriksaan Pria Tersangka


Cara Lugol

Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian kolom,

korona serta frenulum


Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan spesimen menghadap
ke bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap iodium akan
mewarnai sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma
berwarna cokelat karena mengandung banyak glikogen.

Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr body).

Aspek Psikosial
Telah dipercaya bahwa kekerasan seksual itu berbahaya (Finkelhor & Browne 1986, Wyatt &
Powell 1988).
Dari akibat tidak menyenangkan bagi anak-anak secara fisik dan psikologikal sampai akibat yang
menyakitkan. Bahkan anak yang lebih besar yang secara fisik cukup matang untuk merasakan
sensasi seksual merasa sakit dan menderita dari akibatnya. Anak-anak mengatakan mereka tidak
menyukainya, mereka mengharapkan untuk berhenti dan biasanya menyatakan nyeri dan tidak
nyaman ketika mencoba menceritakannya tentang hal tersebut.5
Bukti dimana kekerasan seksual pada anak menimbulkan efek yang merugikan muncul dari:5
-

Pengamatan kekerasan seksual pada anak ketika mendiagnosis.

Pengamatan lanjut anak-anak setelah pengakuan terjadi kekerasan seksual.

Studi populasi orang dewasa ketika menilai frekwensi masalah kesehatan mental pada

populasi dengan kekesaran dan populasi tanpa kekerasan.


Efek Jangka Pendek

Gangguan perilaku seperti mengotori, membasahi, atau mencelakakan diri sendiri.

Kelainan keadaan emosional seperti cemas, depresi, dan menarik diri.

Gangguan dalam proses belajar dan yang berhubungan dengan pendidikan, anak-anak
memerlukan bimbingan pendidikan yang spesial.

Perubahan hubungan sosial, mereka hanya dapat berhubungan dengan orang dewasa yang
satu jenis kelamin dan tidak mempunyai teman satu kelas atau mengasingkan diri.

Efek Jangka Panjang


Efek jangka panjang kekerasan pada anak muncul pada banyak jalan (Bbriere & Runtz 1988):5

Masalah kesehatan mental : depresi, bunuh diri, melukai diri sendiri, rendah rasa percaya
diri, dan penyalahgunaan alkohol dan atau obat.

Kesulitan pengaturan seksual : pelacuran, kesulitan perkawinan, keengganan untuk


berhubungan seksual, dan kontrol kesuburan.

Disfungsi seksual : pelanggaran, perilaku kejahatan, bertindak kekerasan


Dalam perihal kasus persetubuhan, sebagian besar korban akan mengalami dampak-

dampak negatif, baik dalam psikis/kejiwaannya maupun dari lingkungan sekitar. Bila
persetubuhan seksual terjadi selama suatu waktu tertentu akan terjadi suatu proses yang
mempunyai suatu pola tertentu yang terdiri dari 5 fase:5

Fase menarik diri, yaitu ketika pelaku mengajak anak menjalin hubungan yang khusus.

Fase interaksi seksual, yaitu ketika persetubuhan seksual itu terjadi.

Fase rahasia, yaitu ketika pelaku mengancam anak dan memintanya untuk merahasiakan
yang terjadi.

Fase penyikapan, yaitu ketika persetubuhan seksual itu diketahui.

Fase supresi, yaitu ketika keluarga menekan anak untuk menarik kembali pengakuannya
atau pernyataannya.
Perubahan psikologis pada korban persetubuhan terdapat 3 fase, meliputi:5

Fase pertama atau akut (beberapa hari setelah kejadian)


Anak sering menangis atau diam sama sekali
Anak merasa tegang, takut, khawatir, malu, terhina, dendam, dan sebagainya.

Fase kedua atau adaptasi


Rasa takut atau marah dapat dikendalikan dengan represi atau rasionalisasi.

Fase ketiga atau fase reorgansasi


Depresi yang dapat berlangsung lama.
Sering sulit tidur, mimpi buruk dan sulit melupakan kejadian yang telah menimpanya.
Takut melihat orang banyak atau orang yang ada dibelakangnya.
Takut terhadap hubungan seksual.
Dampak persetubuhan terhadap anak dapat menimbulkan gangguan atau masalah

kejiawaan, antara lain:5

Pelbagai gejala kecemasan seperti misalnya, fobia, insomnia, dan sebagainya dan dapat
juga berupa Gangguan Stres Pasca Trauma.

Gejala disosiatif dan histerik.

Rasa rendah diri dan kecenderungan untuk bunuh diri yang menunjukan terdapatnya
depresi.

Keluhan somatik seperti eneuresis, enkoporesis serta keluhan somatik lainnya.

Peran LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan
oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.6
Dalam hal kejahatan seksual terhadap anak, LSM berperan penting. Peran LSM tersebut
mencakup:6
a. Memberikan konseling dan rasa aman
b. Menerangkan mengenai hak-hak korban
c. Memberikan dan menyediakan tempat yang aman bagi korban (bila pelaku kejahatan
tinggal di rumah yang sama)
d. Melakukan koordinasi terpadu dengan pelayanan kesehatan dan polisi
e. Mendampingi korban secara objektif dan menyeluruh
f. Menguatkan psikologis dan fisik pasien

Intepretasi Hasil
Identitas Korban

Nama lengkap
: Aisyah Astuti
Jenis kelamin
: Perempuan.
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 12 Februari 1999
Umur
: 14 tahun.
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pendidikan terakhir : SMP Hinahoho, kelas II
Pekerjaan
: Pelajar

Riwayat Menstruasi

Sekitar usia 12 tahun, siklus teratur.

Lamanya 6 7 hari.

Hari pertama haid terakhir: 25 Agustus 2011

Riwayat Medis
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

: Baik, koopertatif tapi sikap tampak sedikit ketakutan

Tanda-tanda Vital
:
o pupil normal,
o refleks cahaya (+),
o tekanan darah 120/80 mmHg,
o keadaan jantung, paru, dan abdomen dalam batas normal.
Tinggi badan
:152 cm,
Berat badan
: 42 kg,
Pemeriksaan Pakaian :

Korban menggunakan pakaian yang berbeda. Kaos biru bermerek Doll,celana panjang
abu-abu merek Altec masing-masing berukuran M.

Pemeriksaan Tubuh Korban


Tidak ada tanda - tanda bekas kehilangan kesadaran.
Perkembangan alat kelamin sekunder sudah nampak
Tidak diketemukan trace evidence pada tubuh korban..
Pemeriksaan Khusus (genital)

Bagian luar

o Terdapat rambut kemaluan yang tidak sama dengan rambut

kemaluan korban

dan rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang
mengering.

Tanda penyakit kelamin (-)


Vagina
: Lingkaran mulut vagina 9 cm

Selaput dara

: terdapat ruptur dari hymen sampai dasar pada arah jarum jam 9

Vulva

: Terdapat peradangan pada sisi kanan

Bagian dalam : Tidak ada kelainan.

Dubur

: Tidak ada kelainan

Pemeriksaan laboratorium

Tes Berberio

: positif

Tes Baechii

: positif

Profil DNA pada rambut

: Positif sama dengan tersangka

Golongan darah dari semen : gol B

Pemeriksaan terhadap kuman N. Gonorrhoea : (-) tidak didapatkan N. gonorrhea


Pemeriksaan kehamilan : (-) Negatif
Pemeriksaan toksikologik terhadap urin dan darah : (-) negative
Kesimpulan Pemeriksaan
Himen: robek (ada penetrasi)

Visum et Repertum
VISUM ET REPERTUM KEJAHATAN SUSILA
Bahagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No 6 Telp (021)56942061, Fax (021)5631731 Jakarta 11510
Nomor

: 3456-SK.III/2345/2-95

Jakarta, ....Januari 2012

PROJUSTIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, ............................, dokter ahli kedokteran forensik
pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Ukrida Jakarta, menerangkan
bahwa atas permintaan tertulis dari kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol
.:B/789/VR/XII/95/Serse teretanggal ....Januari 2012, maka pada tanggal ..................,
pukul ................................ Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di Rumah Sakit Ukridatelah
melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi..................yang menurut surat tersebut
adalah :
Nama

: Aisyah..........................................................................................................

Jenis kelamin : Perempuan...................................................................................................


Umur

: 14 tahun.......................................................................................................

Kebangsaan

: Indonesia.....................................................................................................

Agama

: Islam............................................................................................................

Pekerjaan

: Sekolah........................................................................................................

Alamat

: Tanjung Duren............................................................................................

Pada pemeriksaan ditemukan:


a. Perempuan tersebut adalah seorang wanita berusia sebelas tahun dengan kesadaran baik,
emosi gelisah, rambut rapi, penampilan bersih, sikap selama pemeriksaan kurang
membantu...........................................................................
b. Pakaian rapi tanpa robekan..................................................................................
c. Pemeriksaan tubuh korban : ................................................................................
1. Keadaan umum jasmaniah baik, tekanan darah seratus sepuluh per tujuh puluh
milimeter air raksa, denyut nadi delapan puluh kali per menit, pernapasan dua puluh
kali permenit...............................................................
2. Tanda kelamin sekunder sudah berkembang..................................................
3. Kesan gigitan ditemukan pada leher kiri dan di payudara kiri.......................
d. Pemeriksaan alat kelamin : .................................................................................
1. Terdapat robekan lama selaput dara dengan erosi dan peradangan jaringan vulva pada
arah jam 9....................................................................................
2. Lingkaran mulut vagina diperkirakan melebihi sembilan sentimeter............
3. Leher rahim tampak merah keungguan dengan permukaan licin
lunak..............................................................................................................

dan

e. Pemeriksaan laboratorium:...................................................................................
1. Pada pemeriksaan cairan mani hasilnya positif..............................................
2. Pada pemeriksaan sperma hasilnya positif dan pada tes motilitas, sperma ditemukan
bergerak.......................................................................................
3. Pada pemeriksaan rambut kemaluan ditemukan rambut yang bukan dipunyai yang
bersangkutan...........................................................................
KESIMPULAN
Robekan lama pada selaput dara menandakan memang telah terjadi persetubuhan. Dari
pemeriksaan fisik dan laboratorium ditemukan memang benar yang bersangkutan pernah
melakukan persetubuhan yang terjadi kurang lebih tiga sampai lima hari
lalu........................................................................................................
Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan mengingat
sumpah
jabatan
berdasarkan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana..............................................................................................................................

Jakarta, ......... Januari 2012


Dokter Pemeriksa,

dr........................................
NIP...................................

DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan undang-undangan bidang kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Universitas Indonesia, 1997, h. 20-1, 33-4.
2. Kejahatan seksual. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Universitas Indonesia, 2001, h. 147-58.
3. Pemeriksaan laboratorium sederhana. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Universitas
Indonesia, 2001, h. 184-91.
4. Pemeriksaan Kedokteran Forensik Klinik. Disitasi tanggal: 15 Juli 2009

dari :

http://www.scribd.com/doc/17381449/Pemeriksaan-Kedokteran-Forensik-Klinik.
5. Ekandari SF. Dampak social-psikologis perkosaan. Dalam: Buletin Psikologi, Tahun X,
No. 1, Juni 2002, h. 9-23.
6. Peran Lembaga Sosial Kasus Perlindungan Anak DKI Jakarta. Diunduh di
www.docstoc.com/docs/3896382, 15 Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai