Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

PBL BLOK 4


Deffina Widjanarko
Kelompo C3
10-2010-137









Metode Pembuktian Anak Kandung
Deffina Widjanarko*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat Korespondensi:
Deffina Widjanarko, Fakultas Kedokteran UKRIDA Jl. Terusan Arjuna no. 6, Tanjung
Duren, Jakarta Barat 11510, E-mail: deffin4@hotmail.com


Pendahuluan

Keturunan atau hereditas adalah makhluk hidup baru yang akan menurunkan sifat-sifat
yang telah dimiliki oleh induknya. Untuk membuktikan hubungan darah antara induk dan
genetika, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan analisis
golongan darah, DNA, dan penurunan sifat yang dapat dianalisis melalui Hukum Mendel.
Proses yang harus dilewati pun tidak semudah seperti yang diperkirakan.
Tinjauan pustaka ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan genetika,
terutama pada pembuktian keturunan.

Isi

Darah
Golongan Darah ABO
Salah satu cara untuk menganalisis pedigree (pohon keturunan) yang paling praktis dan
murah adalah melalui analisis golongan darah. Dua jenis golongan yang paling sering
digunakan untuk menganalisis adalah golongan ABO dan Rhesus.
Golongan darah ABO ditemukan oleh Karl Landsteiner, seorang ilmuan asal Australia.
Pada awalnya, ia menemukan 3 dari 4 golongan darah ABO, yakni golongan darah A, B, dan
O, pada tahun 1900. Ia memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan
sederhana ini dilakukan dengan cara mereaksikan sel darah merah dengan serum para donor.
Sebagai hasilnya, ada dua macam reaksi, yang kemudian akan menjadi dasar antigen A dan
B, dan satu macam yang tidak memberikan reaksi, dan merupakan golongan darah O.
Dengan kata lain, ada dua macam antigen dalam darah, yaitu antigen A dan B yang akan
memberikan golongan darah A dan B. Sedangkan golongan darah O tidak memiliki antigen.
Pada tahun 1901, golongan darah AB ditemukan oleh Alfred Von Decastello dan
Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner. Pada golongan darah AB, kedua antigen
A dan B ditemukan secara bersamaan, sedangkan tidak ditemukan antibodi pada serumnya.
Menentukan golongan darah seseorang tidak diperlukan biaya yang besar dan relatif
mudah karena hanya memerlukan beberapa tetesan dari sampel darah. Sebuah serum anti-A
dicampur dengan satu atau dua tetes sampel darah. Serum lainnya dengan anti-B
dicampurkan dengan sisa sampel. Percobaan ini dilakukan dengan memperhatikan apakah
ada penggumpalan pada salah satu sampel darah tersebut. Sebagai contoh, apabila sampel
darah yang dicampur serum anti-A tersebut menggumpal, namun sampel yang dicampur
dengan anti-B tidak menggumpal, maka darah tersebut memiliki antigen A didalamnya. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa golongan darah orang tersebut adalah A. Pada sampel
darah golongan O, tidak terjadi penggumpalan sama sekali setelah diberikan serum anti-A
dan anti-B. Sedangkan pada sampel darah golongan AB, terjadi penggumpalan pada kedua
sampel yang ditetesi anti-A dan anti-B. Golongan darah O disebut sebagai donor universal,
sedangkan golongan darah AB disebut sebagai resepien universal.
1


Tabel 1. Pembagian Golongan Darah Sistem ABO
1

Golongan Darah Antigen A Antigen B Antibodi A Antibodi B
A
B
AB
O
+
-
+
-
-
+
+
-
-
+
-
+
+
-
-
+



Gambar 1. Percobaan Anti-A dan Anti-B pada Setiap Sampel Golongan Darah
2


Semua orang memiliki antibodi terhadap antigen tertentu dalam plasma darahnya. Hal
ini merupakan hal yang menyebabkan terjadinya penggumpalan. Rantai karbohidrat dan
glikolipid dalam membran eritrosit manusia mengandung sejumlah determinan antigen yang
dapat memicu reaksi imun yang hebat. Seperti yang sudah diketahui, beberapa orang
memiliki antigen-A di dalam darahnya, sedangkan yang lainnya dapat memiliki antigen-B
atau bahkan keduanya. Seorang yang memiliki antigen-A biasanya memiliki antibodi
terhadap antigen-B (kecuali pada golongan darah AB), sehingga akan terjadi penggumpalan
apabila dilakukan transfusi darah. Karena adanya antigen ini, perlu diketahui golongan darah
masing-masing sebelum melakukan transfusi darah. Kegagalan dalam melakukan cross-
matching dapat menjadi fatal, menyebabkan aglutinasi intra-vaskular masif dan lisis dari
eritrosit dalam resipien tranfusi.
3


Golongan Darah Rhesus
Berdasarkan ada atau tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dapat
dibedakan atas dua kelompok, yaitu golongan darah manusia dengan Rh-positif (Rh+) dan
Rh-negatif (Rh-). Pada kelompok Rh+, darah memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan
reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh
(antibodi Rh). Kelompok Rh- tidak memiliki antigen Rh dalam darahnya, yang ditunjukkan
dengan reaksi negatif atau tidak terjadi reaksi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-
Rh.
Sistem golongan darah Rhesus ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener pada tahun
1940. Menurutnya, golongan darah Rh termasuk keturunan (herediter) yang diatur oleh satu
gen yang terdiri atas dua alel, yaitu R (dominan) dan r (resesif). Pembentukan Rhesus
ditentukan oleh R dominan.
1

Golongan darah Rhesus dapat menyebabkan eritroblastosis fetalis yang merupakan
komplikasi hemolitik karena Rh isoimunisasi, dimana ibu mempunyai Rh negatif, sedangkan
ayah memiliki Rh positif. Setiap invasi eritrosit janin ke dalam darah ibunya akan selalu
menimbulkan reaksi untuk menciptakan anti-Rh. Pada kasus ini, kelahiran anak pertama
biasanya belum menimbulkan efek yang serius, tetapi kehamilan berikutnya dapat
menimbulkan komplikasi klinis yang dapat menyebabkan abortus spontan pada janin.
Pembentukan antibodi Rh pada kandungan terjadi pada umur kehamilan 20, 28, dan 34
minggu. Kematian janin dan neonatus pada eritroblastosis fetalis disebabkan karena adanya
kerusakan organ vital, pendarahan dan nekrosis pada paru-paru, liver, ginjal, dan otak.
Rhesus negatif banyak dijumpai pada masyarakat Eropa sebanyak 15% dari total
populasinya, sedangkan ras kulit hitam sebanyak 7-8% dari total populasinya. Dengan
meningkatnya hubungan antar bangsa, perkawinan akan semakin tinggi jumlahnya, dan
memberi peluang semakin besar terjadinya eritroblastosis fetalis.
4


DNA
Struktur DNA
5,6

DNA berfungsi sebagai bahan genetik untuk sel, baik prokariot maupun eukariot. DNA
eukariot terkait pada protein dan membentuk suatu kompleks yang dikenal sebagai kromatin.
Selain pada eukariot dan prokariot, banyak pula virus yang memiliki DNA, namun tidak
terdapat sistem untuk replikasi, transkripsi, dan translasi, sehingga saat suatu virus masuk ke
dalam sel, virus tersebut menyita perangkat yang mensintesis DNA.
Frederick Meischer merupakan orang pertama yang berhasil untuk mengisolasi DNA
pada tahun 1865 yang ia peroleh dari tanah yang dikerok dari pembalut bedah. Pada awalnya,
para ilmuan berspekulasi bahwa DNA adalah suatu bentuk penyimpanan sel untuk fosfat
inorganik. Pada awal abad ke-20, basa-basa DNA berhasil diidentifikasikan sebagai purin
adenin (A) dan guanin (G), serta pirimidin sitosin (S) dan timin (T). Gula pada DNA ternyata
adalah sebuah deoksiribosa, suatu turunan ribosa, yang tidak memiliki gugus hidroksil pada
karbon nomor 2.


Gambar 2. Struktur Basa Purin dan Pirmidin

James Watson dan Francis Crick akhirnya menyimpulkan bahwa DNA terdiri dari dua
untai polinukleotida yang disatukan oleh pembentukan pasangan diantara basa-basa mereka.
Pada tahun 1953, mereka mempublikasikan makalah singkat yang mengatakan bahwa DNA
adalah satu heliks ganda (double helix). Rantai polinukleotida ini disatukan oleh ikatan
hidrogen antar basa. Adenin pada satu untai membentuk pasangan basa dengan timin pada
rantai yang lain. Pasangan ini distabilkan oleh dua ikatan hidrogen. Jenis kedua pasangan
basa pada DNA, yaitu guanin dan sitosin distabilkan oleh tiga ikatan hidrogen. Akibat
pembentukan pasangan DNA ini, rantai DNA bersifat komplementer (saling melengkapi).


Gambar 3. Struktur Double Helix DNA
Konsep pembentukan pasangan basa ini menentukan mekanisme replikasi pada DNA,
dimana pada proses ini akan dibentuk salinan DNA yang akan didistribusikan ke sel-sel anak.
Selain proses replikasi, juga menentukan proses transkripsi dan translasi.
Untaian DNA merupakan anti-paralel. Watson dan Crick menyimpulkan bahwa dua
untai DNA yang saling melengkapi berjalan dalam arah yang berlawanan. Pada satu untai,
oksigen dari setiap cincin gula ada di atas karbon, sehingga karbon 5 bergerak ke karbon 3
(5 3). Pada untai yang lain, oksigen dari setiap karbon berada di bawah cincin, sehingga
karbon 3 bergerak ke karbon 5 (3 5). Konsep pengarahan untai asam nukleat sangat
mempengaruhi proses replikasi dan transkripsi.
Pada kondisi tertentu, dua untai heliks DNA akan mengalami denaturasi. Alkali dapat
menyebabkan dua untai DNA terpisah, tetapi tidak akan mempengaruhi RNA. Pemberian
terapi alkali digunakan untuk mengeluarkan RNA dari DNA dan memisahkan untai DNA
sebelum atau sesudah elektroefesis pada gel poliakrilamid atau agarosa. Selain alkali, panas
juga dapat mengubah DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal.

Proses Replikasi DNA
7

Fungsi primer replikasi DNA dipahami sebagai penyediaan informasi genetik yang
dimiliki oleh induk kepada anaknya. Dengan kata lain, genetik yang dimiliki oleh anak akan
sama seperti milik induknya. Karenanya, replikasi DNA harus tuntas dan dilaksanakan
dengan sempurna sehingga stabilitas genetik organisme dan spesies dapat dipertahankan.
Proses replikasi melibatkan banyak fungsi sel serta beberapa prosedur verifikasi untuk
memastikan ketepatan replikasi. Kesalahan pada proses ini dapat menyebabkan
penyimpangan sifat pada sel anak.
Replikasi dapat dikatakan sebagai awal dari pertumbuhan sel. Mekanisme replikasi
bahan genetik sangat kompleks dan melibatkan banyak protein yang mempunyai peranan
spesifik. Protein-protein yang akan digunakan untuk proses replikasi merupakan bahan
genetik yang dikode oleh gen-gen yang terdapat dalam bahan genetik itu sendiri. Oleh sebab
itu, ada kaitan fungsional yang sangat erat dan tidak terpisahkan antara proses replikasi bahan
genetik dengan proses ekspresi genetik dan metabolisme sel secara keseluruhan.
Pada proses replikasi, dibutuhkan DNA polymerase I, enzim yang memiliki banyak
aktivitas katalitik, struktur yang kompleks, dan membutuhkan trifosfat pada empat
deoksiribonukleosida adenin, guanine, sitosin, dan timin. Proses replikasi membutuhkan
pembentukan sejumlah interaksi antarprotein dan protein-DNA. Adanya DNA helikase
memungkinkan DNA terurai (unwinding). Terurainya DNA merupakan awal mula terjadinya
replikasi aktif.
Pada saat replikasi berjalan, kedua rantai DNA terpisah membentuk garpu replikasi
(replication fork). Garpu replikasi terdiri atas empat komponen:
1. DNA helikase yang disertai oleh hidrolisis 2 ATP menguraikan sebuah segmen
pendek DNA dupleks induk
2. Suatu primase memulai sintesis molekul RNA yang esensial untuk mempersiapkan
sinstesis DNA
3. DNA polymerase memulai sintesis untuk untai anak
4. Suatu protein pengikat mengikat ssDNA (single-strand DNA atau DNA untai
tunggal) dan mencegah penyatuan kembali menjadi dsDNA (double-strand DNA
atau DNA untai ganda)


Gambar 4. Garpu DNA beserta dengan Lagging dan Leading Strand
8


Holoenzim polymerase III mengikat DNA cetakan sebagai bagian dari kompleks
multiprotein yang terdiri dari beberapa faktor aksesori polimerase. DNA polimerase hanya
mensintesis DNA dari 5 menuju 3 dan hanya satu dari beberapa tipe polimerase yang
terlibat dalam garpu replikasi. Polimerase bekerja secara asimetris karena untai DNA yang
bersifat antiparalel:
1. Di untai pendahulu (leading strand), DNA disintesis secara kontinu. Pada leading
strand, rantai lama 5 3 membentuk rantai 5 3 baru
2. Di untai retrogard (lagging strand), DNA disintesis dalam potongan-potongan
pendek, yang disebut fragmen Okazaki. Fragmen Okazaki akan disambung kembali
oleh DNA ligase. Untuk setiap garpu replikasi harus disintesis fragmen Okazaki.
Untuk memastikan hal ini terjadi, helikase bekerja pada untai retrogard
menguraikan dsDNA dalam arah 5 3. Helikase bersama dengan primase, enzim
untuk membentuk primer RNA yang disintesis oleh DNA, menyediakan akses yang
sesuai untuk primase untuk menuju cetakan. Primer RNA terbentuk, lalu polimerase
akan memulai replikasi DNA. Pada lagging strand, rantai lama 5 3 membentuk
rantai 3 5 baru

Dalam replikasi DNA, terdapat sejumlah molekul DNA polimerase yang berbeda.
Molekul-molekul ini memiliki tiga sifat penting:
- Pemanjangan rantai: menentukan laju (dalam nukleotida per detik) polimerisasi
yang terjadi
- Prosesivitas: ekspresi jumlah nukleotida yang ditambahkan ke rantai nasen sebelum
polimerase terlepas dari cetakan
- Proofreading: mengidentifikasi kesalahan penyalinan dan memperbaikinya

Tes DNA
9

Tes DNA merupakan salah satu cara paling akurat untuk mengetahui identitas
seseorang, terutama yang berhubungan dengan keturunan. DNA memiliki struktur double
helix yang menyatu dengan rapat. DNA terdiri dari empat pasang basa nitrogen, yaitu
adenin, guanin, sitosin, dan timin. Urutan-urutan basa pada DNA merupakan penentu
informasi genetika yang terdapat di dalamnya. Pada proses replikasi, DNA akan membentuk
DNA baru yang memiliki susunan basa nitrogen yang sama seperti induknya.
Tes DNA dilakukan dengan cara mengambil sampel DNA dari kromosom autosom.
Ikatan DNA pada setiap orang umumnya sama dikarenakan fungsinya yang untuk
membentuk fungsi dan organ tubuh. Kesalahan urutan dapat menyebabkan gangguan pada
manusia. Pada inti autosom terdapat area yang dikenal sebagai Short Tandem Repeats (STR).
Area ini tidak memberi kode pada DNA untuk melakukan sesuatu. Setiap orang memiliki
sifat STR yang berbeda dan unik. Perbedaannya terletak pada urutan pasangan basa yang
dihasilkan dari proses replikasi dan urutan pengulangan STR. Untuk contohnya, seseorang
yang memiliki urutan AGCCC akan berbeda dengan seseorang yang memiliki untaian
AGACT. Begitu juga dengan urutan pengulangan yang bersifat unik. Pola STR ini
diwariskan dari orang tua.
Cara memeriksa tes DNA dilakukan dengan mengambil sampel STR dari anak.
Selanjutnya, untaian STR ini akan dianalisa apakah urutannya sama dengan pola milik orang
tua. Urutan pada STR bukan merupakan satu-satunya aspek yang diperiksa. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan melihat nomor kromosom. Sebagai contohnya, pada kromosom nomor 3
memiliki urutan AGACT dengan pengulangan dua kali. Bila ayah atau ibunya memiliki
pengulangan yang sama pada nomor kromosom yang sama, maka mereka memiliki
hubungan keluarga. Seseorang dikatakan memiliki hubungan darah jika memiliki 16 STR
yang sama dengan keluarga kandungnya. Bila urutan dan pengulangannya sama, maka kedua
orang yang diperiksa memiliki ikatan saudara kandung atau hubungan darah yang dekat.
Untuk melakukan tes DNA, sedikit bagian dari tubuh akan diambil sebagai sampel
untuk dibandingkan dengan sampel orang lain. Bagian yang diambil dapat berasal dari
rambut, air liur, urine, cairan vagina, sperma, darah, dan jaringan tubuh lainnya. Sampel ini
tidak akan berubah sepanjang hidup seseorang, meskipun orang tersebut adalah perokok,
peminum alkohol atau obat-obatan.

Hukum Mendel
Prinsip dasar hereditas ditemukan oleh Gregor Mendel melalui percobaan persilangan
kacang ercis. Kacang ercis merupakan subjek yang mudah untuk penelitian genetika, namun
tidak demikian pada manusia. Masa generasi manusia adalah 20 tahun, dan orangtua manusia
akan menghasilkan keturunan yang relatif lebih sedikit daripada kacang ercis. Dengan kata
lain, teknik-teknik yang digunakan Mendel untuk kacang ercis tidak perlaku pada manusia,
tetapi dasar-dasar Mendelisme tetap bertahan sebagai pondasi genetika manusia. Untuk
memahami prinsip Mendelisme pada manusia, diperlukan pedigree atau silsilah keturunan.
Silsilah ini tidak hanya membantu untuk memahami masa lalu, tetapi juga memprediksi
masa depan. Persilangan antara gen dominan dengan gen resesif tetap berlaku pada manusia.
Analisis keturunan akan menjadi permasalahan yang lebih serius apabila alel yang
bersangkutan menyebabkan penyakit herediter yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.
Kelainan-kelainan pada manusia ini dapat diturunkan secara dominan dan juga resesif.
10

Dalam Mendelisme, dikenal sebuah istilah yang disebut ko-dominansi. Pada kasus ini,
polipeptida dari setiap alel berinteraksi untuk menghasilkan fenotipe yang berbeda. Produk
kedua alelnya akan muncul pada heterozigot. Contoh yang baik untuk kasus ko-dominansi
adalah golongan darah pada manusia. Ada empat golongan darah manusia, yaitu A, B, AB,
dan O. Golongan darah ditentukan oleh tiga alel pada lokus isoaglutinogen atau antigen, yang
biasanya disingkat menjadi I. I
A
dan I
B
merupakan ko-dominan, dan keduanya dominan
terhadap I
I
. Orang yang memiliki golongan darah A atau B dapat merupakan heterozigot
yang memiliki I
I
yang resesif. Orang yang memiliki golongan darah O memiliki dua alel
resesif. Orang dengan golongan darah AB memiliki satu alel yang memiliki antigen A,
sedangkan alel lainnya memiliki antigen B.
11

Tabel 2. Golongan Darah Manusia
11

Genotipe Fenotipe (golongan darah)
I
A
I
B

I
A
I
A
atau I
A
I
I

I
B
I
B
atau I
B
I
I

I
I
I
I

AB
A
B
O

Pada penentuan golongan darah pada anak, sebuah antigen tidak mungkin timbul pada
anak jika antigen tersebut tidak dimiliki oleh salah satu atau kedua orang tuanya, baik antigen
tersebut adalah antigen dominan atau resesif. Orang tua yang homozigot pasti akan
menurunkan antigen tersebut pada anaknya, sedangkan anak yang homozigot pasti
mendapatkan antigen tersebut dari masing-masing orang tuanya.
Menurut hukum Mendel, apabila orang tua dari si anak tidak memiliki antigen A atau
B, maka antigen tersebut tidak mungkin muncul pada anak. Apabila kedua orang tua
memiliki golongan darah AB, maka tidak akan mungkin memiliki anak yang bergolongan
darah O karena orang tua tidak memiliki I
I
pada antigennya. Hal ini juga berlaku pada orang
tua yang memiliki golongan darah O. Karena antigen I
I
bersifat resesif, maka seseorang yang
memiliki golongan darah O tidak mungkin memiliki antigen dominan. Dengan kata lain,
anak dari kedua orang tua yang bergolongan darah O tidak mungkin bergolongan darah
AB.
12


Tabel 3. Dugaan Golongan Darah Anak berdasarkan Golongan Darah Orang Tua
Gol. Darah pada
Orang Tua
Gol. Darah pada Anak Gol. Darah yang Tidak Mungkin
pada Anak
O x O
O x A
A x A
O x B
B x B
A x B
O x AB
A x AB
B x AB
AB x AB
O
O, A
O, A
O, B
O, B
O, A, B, AB
A, B
A, B, AB
A, B, AB
A, B, AB
A, B, AB
B, AB
B, AB
A, AB
A, AB
Tidak ada
O, AB
O
O
O

Untuk membuktikan dugaan-dugaan di atas, dapat digunakan cara persilangan menurut
hukum Mendel. Apabila salah satu orang tua memiliki golongan darah A atau B, maka ada
beberapa kemungkinan untuk menentukan golongan darah pada anaknya karena seseorang
yang bergolongan darah A atau B dapat merupakan heterozigot.


P1 Ayah x Ibu
Fenotipe AB x A

Genotipe I
A
I
B
I
A
I
A

I
A
I
I

Pada kasus di atas, dikarenakan ibu bergolongan darah A, maka ada dua kemungkinan
persilangan golongan darah yang akan diturunkan kepada anaknya. Kemungkinan pertama,
sang ibu dapat merupakan seseorang yang bergolongan darah A homozigot. Kemungkinan
kedua, sang ibu dapat juga merupakan seseorang yang bergolongan darah A heterozigot.
P1 Ayah x Ibu
Fenotipe AB x A
Genotipe I
A
I
B
I
A
I
A


F1 I
A
I
A
, I
A
I
B

50% golongan darah A genotip I
A
I
A

50% golongan darah AB genotip I
A
I
B


Apabila sang ibu bergolongan darah A homozigot, maka rasio fenotipe golongan darah
A : B pada anak adalah sebesar 1 : 1, begitu juga dengan rasio genotipe-nya. Rasio ini akan
berbeda apabila sang ibu adalah pembawa sifat heterozigot.

P1 Ayah x Ibu
Fenotipe AB x A
Genotipe I
A
I
B
I
A
I
I


F1 I
A
I
A
, I
A
I
B
, I
A
I
I
, I
B
I
I

25% golongan darah A genotip I
A
I
A

25% golongan darah AB genotip I
A
I
B

25% golongan darah A genotip I
A
I
I

25% golongan darah B genotip I
B
I
I


Pada kasus kedua, dikarenakan sang ibu bergolongan darah heterzigot, maka rasio
genotipe golongan darah pada anak adalah 1 : 1 : 1 :1, dengan kata lain ada empat
kemungkinan antigen pada anak. Sedangkan rasio fenotipe-nya tetap 1 : 1. Hal ini berlaku
pula pada golongan darah yang lainnya.

Daftar Pustaka


1. Lumongga F. Pemeriksaan golongan darah donor. Diunduh dari www.usu.ac.id , 26
Januari 2011.
2. Sampel darah donor darah. Diunduh dari www.piogama.ugm.ac.id , 25 Januari 2011.
3. Fawcett, Don W. Tambayong J, editor. Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2002.
4. Manuaba IB. Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi dan keluarga
berencana. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
5. Williams, Wilkins. Suyono J, editor. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan
klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
6. Sumardjo D. Pengantar kimia: buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran dan program
strata I bioeksakta. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
7. Murray KM, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.
8. Garpu replikasi. Diunduh dari www.replicationfork.com , 28 Januari 2011.
9. Yuwono T. Biologi molekuler. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.
10. Campbell, Reece, Mitchell. Manalu W, editor. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.
11. Asmadi N. Prinsip sains untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
12. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Penerbit Bina Rupa Aksara;
1987.

Anda mungkin juga menyukai