Anda di halaman 1dari 3

KEMENPPPA DORONG KASUS PEMERKOSAAN ANAK OLEH TERDUGA BAPAK ASUH DI BALARAJA

DIPIDANA DENGAN UU 17 TAHUN 2016

Dipublikasikan Pada : Kamis, 24 Maret 2022

Dibaca : 1528 Kali

Siaran Pers Nomor: B- 164/SETMEN/HM.02.04/03/2022

Defisi anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: "Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan."

KEKERASAN MENURUT UNDANG-UNDANG

Defisi kekerasan menurut Pasal 1 angka 15 a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No.35/2014),yaitu:

"Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum."

JERAT HUKUM BAGI PELAKU KEKERASAN TERHADAP ANAK

Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp 72 juta.

Pasal 76 c UU No. 35 Tahun 2014

"Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan terhadap Anak."

Pasal 80 (1) UU No. 35 Tahun 2014

"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 c, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)."
Selain itu, apabila mengakibatkan luka berat maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta ruapiah)

Pasal 80 (2) UU No. 35 Tahun 2014

"Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)"

Jakarta (24/3) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)


menegaskan kasus pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang dilakukan
terduga pelaku ayah asuhnya di Balaraja, Tangerang, sangat biadab. KemenPPPA mendorong aparat
penegak hukum agar dapat menerapkan UU No. 17 Tahun 2016 untuk menuntut terduga pelaku.

"Kami mengapresiasi pihak kepolisian yang cepat menangkap terduga pelaku dan mendorong agar dapat
memberikan hukuman berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kasus ini
dapat dituntaskan secepatnya, " kata Deputi Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA, dalam keterangan
pers, Rabu (23/03/2022).

Nahar mengatakan berdasarkan informasi yang diungkap oleh Polisi, kasus kekerasan seksual
berlangsung selama enam tahun sejak anak berusia 7 tahun hingga 13 tahun. Sebab itu, apabila terbukti
melanggar Pasal 76D UU 35 Tahun 2014, KemenPPPA mendorong aparat penegak hukum agar terduga
pelaku dapat diancam dengan pidana dalam Pasal 81 UU 17 Tahun 2016.

Sesuai Pasal 81 ayat 1, pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dengan
denda Rp5 miliar. Mengingat terduga pelaku adalah bapak asuh, sesuai Pasal 81 ayat 3 pidananya
ditambah 1/3 dari ancaman pidana sebagaimana pada ayat 1.

"Terduga pelaku juga dapat diberikan hukuman tambahan berupa pengumuman identitas pelaku,
bahkan jika memenuhi unsur Pasal 81 ayat (4) dan (5) UU 17 tahun 2016 maka pelaku dapat dikenai
tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik," kata Nahar.

KemenPPPA telah melakukan koordinasi dengan Dinas P3A dan P2TP2A Kabupaten Tangerang untuk
melakukan penjangkauan dan pendampingan terhadap korban. Dinas P3A melalui P2TP2A Kabupaten
Tangerang, akan melanjutkan pendampingan psikologis secara intensif, pendampingan hukum, dan
pemeriksaan kesehatan pada korban, serta berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan agar anak tidak
mendapatkan perundungan karena kasus kekerasan seksual yang dialaminya.

"KemenPPPA juga mendorong agar korban mendapatkan pemeriksaan Kesehatan Reproduksi serta
mendapat pendampingan penuh untuk pemulihan korban seutuhnya, termasuk pendampingan
psikologis, pemenuhan hak – hak anak akan pendidikan tanpa diskriminasi dan stigmatisasi," kata Nahar.
Pola pengasuhan anak erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau komunitas dalam hal
memberikan perhatian, waktu, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-
anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Orang tua yang berperan dalam melakukan pengasuhan
pada kasus ini terdiri dari beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang yang berkewajiban
membimbing atau melindungi.

Melihat dari pentingnya peran orangtua sudah semestinya dapat lebih mengawasi anak-anaknya saat
terlebih ketika orangtua sedang bekerja atau dan diasuh oleh pihak lain. Anak – anak sering kali
terperdaya tipu muslihat dan bujuk rayu sehingga rawan untuk mendapatkan kekerasan seksual. Untuk
itu, kata Nahar, penting bagi orangtua untuk dapat mendampingi dan mengawasi anak agar dapat
terhindar dari kejahatan seksual pada anak, begitupun warga sekitar apabila melihat hal yang
mencurigakan ada baiknya melaporkan hal tersebut ke RT/RW/Kepala Desa setempat agar dapat
memastikan terlindunginya anak dan apabila sudah merasa yakin terjadi suatu tindakan yang merugikan
anak dapat melaporkannya ke SAPA 129.

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3448510

e-mail : humas@kemenpppa.go.id

website : www.kemenpppa.go.id

Anda mungkin juga menyukai