Anda di halaman 1dari 5

Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Pencabulan Anak Dibawah Umur

Pencabulan terhadap anak secara tegas di larang dalam Undang-Undang Perlindungan


anak No.35 Tahun 2014 Pasal 76, Disebutkan bahwa setiap orang dilarang memaksa anak
melakukan persetubuhan , baik dengan dirinya maupun dengan orang lain.

Pemaksaan persetubuhan atau ancaman terhadap anak-anak untuk melakukan persetubuhan


maka hal tersebut merupakan pencabulan, sehingga dapat dikenai ancaman pidana. Sebagaimana
telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan anak tersebut.

Persetubuhan anak dibawah umur, sudah dikategorikan sebagai pemerkosaan atau pencabulan.
Oleh sebab itu, pidana penjara bisa diberlakukan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 81
Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak

Dalam Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan anak No.35 tahun 2014 ada beberapa hal yaitu
“pelaku pencabulan anak dibawah umur akan dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama adalah 15 (Lima Belas) tahun serta denda paling
banyak Rp.5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah)’

Pada Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, menyebutkan pula “bahwa pidana juga
berlaku terhadap orang yang melakukan tipu muslihat atau membujuk anak melakukan tindakan
cabul”

Bagian 3 Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan jika pelaku


merupakan orang yang terdekat anak, seperti orang tua , wali, pengasuh dan lainnya maka
hukumannya di tambah sepertiga ancaman yang di berikan.

Apa itu Pencabulan?

KBBI mendefinisikan cabul sebagai sesuatu yang keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar
kesopanan dan kesusilaan. Menurut Arif Gosita, gambaran perilaku pencabulan adalah antara
lain

1. Korban pencabulan adalah seorang wanita, tanpa batas umur (objek). Sedangkan ada
juga seorang laki-laki yang dicabuli oleh seorang wanita.
2. Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada
persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan pelaku.
3. Pencabulan di luar ikatan pernikahan dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap wanita tertentu.

Dalam kenyataannya, ada pula persetubuhan dalam perkawinan yang dipaksakan dengan
kekerasan, yang menimbulkan penderitaan mental dan fisik. Walaupun tindakan ini tidak dapat
digolongkan sebagai suatu kejahatan oleh karena tidak dirumuskan oleh pembuat undang-
undang sebagai suatu kejahatan.
Tindak Pidana Pencabulan Anak

Dengan adanya UU 23/2002 dan perubahannya, Indonesia telah mengakomodir ketentuan


perlindungan anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Sebab pertumbuhan dan perkembangan anak juga menjadi tanggung jawab bersama orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara melalui berbagai rangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus.

Dalam Pasal 13 ayat (1) UU 23/2002, setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak untuk mendapatkan
perlindungan dari berbagai macam perlakuan, salah satunya perlakuan salah lainnya. Apa yang
dimaksud dengan perlakuan salah lainnya? Misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak
senonoh kepada anak.

Lebih lanjut, Pasal 13 ayat (2) UU 23/2002 mengatur apabila orang tua, wali, atau pengasuh
anak melakukan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak sebagaimana tersebut di
atas, ia akan dikenai pemberatan hukuman. Jika dikaitkan dengan pertanyaan Anda,
maka pencabulan anak oleh ayah bisa dikenakan pemberatan hukuman.

Lantas apa jerat pasal pencabulan anak? Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Jika
dilanggar, pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda
paling banyak Rp5 miliar. Kemudian apabila tindakan ini dilakukan oleh orang tua, wali, orang-
orang yang memiliki hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat
yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan lebih dari 1 orang secara bersama-sama,
maka pidananya akan ditambah 1/3 dari ancaman pidananya.

Selain itu, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak. Jika
dilanggar, pelaku dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200
juta.

Ada Perdamaian dengan Pelaku, Kasus Pencabulan Anak Dihentikan?

Menjawab pertanyaan Anda, singkatnya pelaku pencabulan dapat tetap dipidana meskipun
korban telah berdamai dengan pelaku. Hal ini dikarenakan perbuatan cabul termasuk
dalam delik biasa, sehingga proses hukum tetap berlanjut walaupun pihak korban telah
memaafkan perbuatan pelaku. Namun, perdamaian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan
hakim untuk memberikan putusan nantinya.
Selain itu, sebagaimana telah kami terangkan, mengingat pelaku pencabulan anak adalah ayah
atau orang tuanya sendiri, secara tegas telah diatur pemberatan 1/3 dari ancaman pidananya.

Tindak Pidana Pencabulan Anak dalam KUHP Baru

Sebagai tambahan informasi, dalam KUHP baru yang dimuat pada UU 1/2023 yang berlaku 3
tahun setelah diundangkan yaitu pada tahun 2026 mengatur secara spesifik pasal
pencabulan anak dengan bunyi berikut ini.

Pasal 415 huruf b UU 1/2023

Dipidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan
seseorang yang diketahui atau patut diduga anak.

Pasal 416 UU 1/2023

1. Jika tindak pidana dalam Pasal 415 UU 1/2023 mengakibatkan luka berat,
dipidana penjara paling lama 12 tahun.
2. Jika tindak pidana dalam Pasal 415 UU 1/2023 mengakibatkan matinya orang,
dipidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 417 UU 1/2023

Setiap orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah menyalahgunakan wibawa yang
timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan menggerakkan orang yang diketahui
atau patut diduga anak, untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya
dilakukan perbuatan cabul, dipidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 418 ayat (1) UU 1/2023

Setiap orang yang melakukan percabulan dengan anak kandung, anak tirinya, anak angkatnya,
atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik,
dipidana penjara paling lama 12 tahun.

Pasal 419 UU 1/2023

1. Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul
atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut diduga anak, dipidana
penjara paling lama 7 tahun.
2. Jika tindak pidana pada ayat (1) dilakukan terhadap anak kandung, anak tiri,
anak angkat, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya
untuk diasuh, dipidana pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 422 UU 1/2023

1. Setiap orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan, atau menyerahkan


anak kepada orang lain untuk melakukan percabulan, pelacuran, atau perbuatan
melanggar kesusilaan lainnya, dipidana penjara paling lama 9 tahun.
2. Jika tindak pidana pada ayat (1) dilakukan dengan menjanjikan anak memperoleh
pekerjaan atau janji lainnya, dipidana penjara paling lama 10 tahun.
PROSES HUKUM BAGI PELAKU PENCABULAN ANAK

Kemudian bagaimana proses hukumnya, mengingat dari informasi yang beredar pelaku
pencabulan anak tersebut masih berusia 16 tahun, atau masih dalam kategori anak. Pengertian
anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak, anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.

Ketika pelaku pencabulan masih anak, maka proses hukumnya berbeda dengan orang dewasa,
proses hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, maka proses hukumnya
menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak. Dimana beberapa substansi dari undang-undang tersebut
diantarabnya mengatur tentang hak-hak anak, mengatur tentang upaya diversi dengan
pendekatan keadilan restoratif, kemudian mengatur juga tentang syarat dan ketentuan penahanan
terhadap anak, untuk penjelasan tentang diversi, tentang syarat penahanan terhadap anak, dapat
disaksikan pada video-video yang pernah saya upload sebelumnya.

Sahabaku sekalian, ketika ada anak yang berhadapan dengan hukum, atau anak sebagai pelaku
tindak pidana, seperti dalam kasus ini anak menjadi pelaku pencabulan, maka dalam proses
peradilan, anak mempunyai hak diantaranya yaitu bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya, selain
itu juga ada hak untuk tidak dipublikasikan identiasnya. Jadi ketika pelaku pencabulan, maupun
korban pencabulan masih anak, maka identitas anak, anak korban, wajib dirahasiakan dalam
pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Setiap orang yang mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai
korban tindak pidana, maka berdasarkan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pelaku yang mempubikasikan identitas anak tersebut
dapat dipidana dengan pidan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Terkait dengan hak-hak anak ketika dalam proses peradilan diatur dalam Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Intinya ketika pelaku tindak pidana pencabulan maupun korban pencabulan masih anak, maka
proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap
anak, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kejahatan seksual, dan penelantaran diatur dalam
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang terakhir diubah dengan dengan Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang
yang dirugikan. Delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya
suatu pengaduan. Dalam delik aduan, korban tindak pidana dapat mencabut laporan apabila telah
terjadi suatu perdamaian di antara korban dan terdakwa, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal
75 KUHP. Sementara dalam delik biasa, suatu perkara tindak pidana dapat diproses tanpa
adanya persetujuan atau laporan dari pihak yang dirugikan (korban). Sehingga korban telah
berdamai dengan tersangka, proses hukum tidak dapat dihentikan, proses berjalan pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai