Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Dzikri Akbar Syafi’i

NIM : 231221018
Kelas : C
PERBANDINGAN PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
ANAK BERUMUR 12-14 TAHUN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
DENGAN HUKUM PIDANA QUEENSLAND AUSTRALIA

Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak sebagai manusia yang
senantiasa harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia
yang termuat dalam UUD 1945. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah
masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan biologis, tumbuh dan berkembang berpartisipasi serta berhak atas perlindungan
dari aspek kekerasan.
Perlidungan pada anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur bangsa
tersebut, oleh karena itu wajib diupayakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa.
Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berkibat hukum. Oleh
karenanya, perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak. Kepastian hukum
perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak dan mencegah
penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam kegiatan
pelaksanaan perlindungan anak1.
Demi terwujudnya pemenuhan terhadap hak dan perlindungan bagi anak, setiap
negara perlu mengakui adanya sebuah dorongan atau dukungan berupa kebijakan yang
mengikat agar setiap negara teguh untuk mewujudkannya. Dari kebijakan inilah, hak-hak
anak kemudian diatur dan disepakati melalui aturan-aturan yang berlaku ditiap negara
masing-masing. Kebijakan tersebut adalah Konvensi Hak-hak Anak, yakni sebuah perjanjian
yuridis dan politis antar berbagai negara yang mengikat untuk dapat melaksanakan/mengatur
hak anak2.
Konvensi Hak-hak Anak adalah instrument Hukum dan HAM yang paling
komprehensif untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak anak. Negara Indonesia sendiri

1
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014),
hlm. 3.
2

Silvia Fatmah Nususshobah, “Konvensi Hak Anak dan Implementasinya Di Indonesia”, Jurnal Ilmiah
Kebijakan dan Pelayanan Pekerja Sosial, Vol. 1, No. 2, Desember 2019, hlm. 120.
merupakan salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB yang telah meratifikasi
Konvensi Hak-hak Anak, dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 36 tanggal 25
Agustus 1990, yang pada intinya menyatakan keterikatannya untuk menghormati serta demi
menjamin hak anak tanpa diskriminasi dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia3.
Perlindungan anak di Indonesia sendiri telah diatur oleh UU Perlindungan anak,
dalam Pasal 3 UU Perlindungan Anak menjelaskan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia berkualitas,
berahlak mulia, dan sejahtera4.
Selain UU Perlindungan Anak yang mengatur hukum pidana materiil untuk anak,
terdapat pula pengaturan hukum pidana formil untuk anak yang diatur dalam Undang-
Undang nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang kemudian digantikan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (yang
selanjutnya disebut UU Sistem Peradilan Pidana Anak)., negara Indonesia juga memberikan
perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum5 dengan adanya UU
Sistem Peradilan Pidana Anak. UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur terkait
pertanggungjawaban pidana oleh anak baik dari proses penjatuhan sanksi pidana, jenis sanksi
pidana yang dijatuhkan dan batas usia minimum pertanggungjawaban pidana oleh anak.
Pasal 40 ayat (3) Konvensi PBB tentang Hak Anak menjelaskan bahwa “Negara-
negara peserta akan berupaya untuk meningkatkan pembuatan undang-undang, proses
peradilan, kekuasaan dan lembaga-lembaga yag secara khusus berlaku untuk anak-anak, yang
diduga akan dituduh, atau diakui telah melanggar undang-undang hukum pidana, dan
khususnya: (a) Penetapan usia minimum dimana usia dibawahnya akan dianggap tidak
mempunyai kemampuan untuk melanggar undang-undang hukum pidana; (b) Bilamana layak

3
Imam Subaweh Arifin, Umi Rozah, “Konsep Doli In Capax Terhadap Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum Di Masa Depan”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 3, No. 1, 2021, hlm. 2.

Lihat, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
5

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana, (Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)
dan diinginkan, langkah-langkah untuk menangani anak-anak seperti seperti itu tanpa harus
menempuh tuntutan hukum, asal saja hak-hak asasi manusia dan pengamanan dari segi
hukum sepenuhnya dihormati.
UU Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan batas umur pertanggungjawaban
pidana bagi anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun. Dengan
ketentuan anak yang dapat dijatuhi sanksi pidana adalah anak yang telah berumur 14 tahun
dan belum berumur 18 tahun, anak dengan umur dibawah 14 tahun hanya dapat dikenai
tindakan saja dan untuk anak yang belum berumur 12 tahun hanya dapat diserahkan kembali
ke orang tua/wali atau menikut sertakan dalam program Pendidikan, pembinaan, dan
pembimbingan di instansi pemerintah . Pasal 40 ayat (3) Konvensi PBB tentang Hak Anak
tersebut tidak mencantumkan secara jelas batas umur minimum anak yang dapat dijatuhi
hukuman pidana. Sehingga terdapat berbagai perbedaan pengelompokan batasan usia anak
yang dapat dikenakan sanksi pidana dan batasan umur anak yang tidak dapat dikenakan
sanksi pidana serta proses pertanggungjawaban pidana bagi setiap kelompok anak.
UU Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan pertanggungjawaban pidana hanya
dapat dijatuhkan pada anak dengan umur diatas 14 tahun dan belum berumur 18 tahun, dan
untuk anak dibawah 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan saja, Dengan demikian semua
anak yang berumur dibawah 14 tahun dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk
melanggar undang-undang hukum pidana. Hukum Pidana Queensland memberikan
pengaturan berbeda terkait pertanggungjawaban pidana untuk anak berumur 12 hingga 14
tahun. Hukum Pidana queensland mengatur Anak yang berumur 12 hingga 14 tahun yang
melakukan tindak pidana tidak dapat bertanggungjawab secara pidana kecuali pada saat
melakukan perbuatan pidana anak tersebut mengetahui perbuatannya.
Batasan apakah anak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam Undang-
undang Sistem Peradilan Pidana Anak dilihat dari tolak ukur umur saja sehingga prinsip
keadilan tidak tercapai. Anak harus diberikan tanggungjawab sesuai dengan kemampuan
mereka untuk membuat anak tersebut berkembang. Oleh karena itu diperlukan perbandingan
hukum dengan hukum pidana queensland yang mengatur pertanggungjawaban pidana untuk
anak yang telah berumur 12 tahun dan belum berumur 14 tahun, untuk mengetahui apakah
peraturan terkait pertanggungjawaban pidana untuk anak yang telah berumur 12 tahun dan
belum berumur 14 tahun dalam hukum pidana queensland dapat diterapkan juga di Indonesia
dan dapat mengimplementasikan asas kepentingan terbaik untuk anak.

Tujuan
Tujuan perbandingan hukum yang dilakukan untuk rekonstruksi hukum terkait
pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang berumur 12 sampai 14 tahun. Sehingga dapat
memperbaiki peraturan pertanggungjawaban pidana pada anak hanya diukur dari batasan
umur saja, akan tetapi juga harus dengan kapasitas anak dalam mengetahui perbuatan pidana
yang dilakukannya merupakan tindakan yang salah seperti yang diatur dalam Hukum Pidana
Queensland.

Pendekatan yang Digunakan


Dalam Perbandingan Hukum ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
mikro, yakni perbandingan hukum terhadap legal concept, yakni konsep pertanggungjawaban
pidana bagi anak yang berumur diatas 12 tahun dan belum berumur 14 tahun dalam Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang melihat dari tolak ukur usia anak dengan
Queensland Criminal Code Act 1899 yang melihat dari kapasitas pengetahuan anak terhadap
perbuatan yang dilakukan. Dengan menggunakan pendekatan mikro yang dilakukan terhadap
konsep pertanggungjawaban pidana bagi anak yang berumur diatas 12 tahun dan belum
berumur 14 tahun, sehingga dapat dilihat apakah konsep pertanggungjawaban pidana bagi
anak yang berumur diatas 12 tahun dan belum berumur 14 tahun dalam Queensland Criminal
Code Act 1899 dapat diterapkan di hukum Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai