0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan1 halaman
Restorative justice dapat diterapkan dalam kasus korupsi dengan kerugian keuangan negara kecil, di mana pelaku dapat mengembalikan kerugian dalam 10 hari kerja tanpa dituntut secara pidana. Meskipun bertentangan dengan UU Tipikor, penerapan restorative justice memberikan manfaat seperti pemulihan kerugian negara tanpa biaya lebih lanjut dan memberikan efek jera. Prinsip hukum seharusnya tidak hanya menjamin kepastian huk
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Muhammad Dzikri Akbar Syafi'i_231221018_Tugas Kapita Selekta Hukum Pidana
Restorative justice dapat diterapkan dalam kasus korupsi dengan kerugian keuangan negara kecil, di mana pelaku dapat mengembalikan kerugian dalam 10 hari kerja tanpa dituntut secara pidana. Meskipun bertentangan dengan UU Tipikor, penerapan restorative justice memberikan manfaat seperti pemulihan kerugian negara tanpa biaya lebih lanjut dan memberikan efek jera. Prinsip hukum seharusnya tidak hanya menjamin kepastian huk
Restorative justice dapat diterapkan dalam kasus korupsi dengan kerugian keuangan negara kecil, di mana pelaku dapat mengembalikan kerugian dalam 10 hari kerja tanpa dituntut secara pidana. Meskipun bertentangan dengan UU Tipikor, penerapan restorative justice memberikan manfaat seperti pemulihan kerugian negara tanpa biaya lebih lanjut dan memberikan efek jera. Prinsip hukum seharusnya tidak hanya menjamin kepastian huk
NIM : 231221018 Mata Kuliah : Kapita Selekta Hukum Pidana
Restorative Justice Dalam Tindak Pidana Korupsi
Restorative Justice untuk tindak pidana korupsi dicantumkan dalam salah satu poin pada Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Nomor : B113/F/Fd.1/05/2010 tanggal 18 Mei 2010 yakni menginstruksikan kepada seluruh Kejaksaan Tinggi yang isinya himbauan agar dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, masyarakat yang dengan kesadaran telah mengembalikan kerugian keuangan negara perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti atas berlaku asas restorative justice. Selanjutnya apabila melihat ketentuan Pasal 20 UU No 30 Tahun 2014, bahwa jika berdasarkan hasil pengawasan APIP terdapat kesalahan administratif dan menimbulkan kerugian keuangan negara yang terjadi karena adanya unsur penyalahgunaan wewenang, maka dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara yang dibebankan pada Pejabat Pemerintahan tersebut dalam tenggat waktu 10 hari kerja. Berdasarkan ketentuan tersebut secara tidak langsung UU No. 30 Th. 2014 memberlakukan restorative justice dalam hal penyalahgunaan wewenang dengan pengembalian kerugian keuangan negara dalam jangka waktu 10 hari kerja. Hal ini juga didukung pernyataan dari Jaksa Agung ST. Burhanuddin yang menyampaikan mekanisme penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara dibawah 50 juta rupiah dapat diselesaikan dengan pengembalian kerugian keuangan negara. Dengan diterapkannya restorative justice dalam tindak pidana korupsi dengan nominal kecil, kerugian keuangan negara dapat kembali tanpa harus negara mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan kerugian tersebut untuk memproses, memidana, dan memberi makan dan minum kepada terpidana korupsi serta mencegah bertambahnya beban lapas yang saat ini sudah over capacity. Selain memberikan manfaat, penerapan restorative justice dalam tindak pidana korupsi juga memberikan keadilan dengan kembalinya kerugian keuangan negara dan pemberian efek jera terhadap pelaku korupsi melalui sanksi administrative yang diatur dalam PP No. 48 tahun 2016. Penerapan restorative justice dalam tindak pidana korupsi pada dasarnya contra legem dengan ketentuan Pasal 4 UU Tipikor yang memuat ketentuan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana korupsi, pengembalian kerugian keuangan negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan. Meskipun bertentangan dengan Pasal 4 UU Tipikor, menurut Rudolf Von Jhering hukum harus mendatangkan kemanfaatan, karena jika tidak maka landasan filosofis hukum yang sedang digunakan tidaklah berarti. Selanjutnya Gustav Radbruch mengatakan bahwa hukum yang baik tidak hanya menjamin kepastian hukum semata, tetapi juga harus menjamin keadilan dan kemanfaatan. Sebab keadilan adalah nilai dasar, kemanfaatan adalah nilai praktis, sedangkan kepastian adalah nilai instrumen yang harus diletakkan paling akhir. Dengan demikian penerapan restorative justice dalam tindak pidana korupsi dapat diterapkan dengan melihat pada sisi kemanfaatan dan keadilan yang didapat.
Fira Janice Natasha Sinuraya_DENDA DAMAI OLEH KEJAKSAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENGGANTIKAN PIDANA BADAN SEBAGAI UPAYA MENGOPTIMALKAN PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA MUNGKINKAH._Lomba KTI Kejari Lamongan_Mahasiwa