Anda di halaman 1dari 1

ROSIDA

KAJIAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: B-1113/F/Fd.1/05/2010 tanggal 10 Mei 2010 tentang Prioritas Dan Pencapaian Dalam Penanganan
Perkara Tindak Pidana Korupsi, meskipun Beleids Regel tersebut merupakan peraturan kebijakan internal di lingkungan Kejaksaan RI namun
setidaknya menjadi tonggak lahirnya konsep keadilan restoratif dalam tindak pidana korupsi dengan berdasarkan ketentuan perundang-
undangan serta kriteria dan syarat-syarat tertentu, antara lain:
1. Nilai kerugian negara yang kecil
2. Adanya rasa kesadaran pelaku yang mengembalikan kerugian keuangan negara.
3. Perbuatan tindak pidana korupsi yang tidak bersifat Still Going On (secara terus menerus atau berkelanjutan)
4. Dampak yang ditimbulkan oleh penyelesaian tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian negara yang kecil bagi pelaku, korban, dan
masyarakat agar memberikan porsi hukum yang sesuai baik bagi pelaku maupun kepada Negara.
Konsep keadilan restoratif dalam tindak pidana korupsi dapat beranjak dari teori yang dikemukakan Nigel Walker bahwa hukum pidana
jangan digunakan untuk tujuan pembalasan, bilamana masih ada sarana lain yang lebih efektif dan dengan kerugian yang lebih sedikit dalam
menanggulangi perbuatan yang dianggap tercela atau bila dampak negatif pidana lebih besar daripada tindak pidana. Dikaitkan dengan konsep
restorative justice dalam tindak pidana korupsi:
1. Dengan adanya pengembalian kerugian keuangan negara artinya kerugian negara tidak ada karena pasal 2 UU Tipikor telah diputuskan
oleh MK sebagai delik materiil
2. Masih ada sarana lain yang lebih efektif dan dengan kerugian yang lebih sedikit dalam menanggulangi perbuatan yang dianggap tercela,
dalam hal ini negara tidak perlu mengeluarkan biaya lebh besar untuk memproses tindak pidana korupsi.

Anda mungkin juga menyukai