Anda di halaman 1dari 7

KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN

MAKASSAR
Nomor : B- /R.4.7/Hpt.4/08/2018 Makassar, Agustus 2018
Sifat : Biasa
KEPADA YTH :
Lampiran : 1 (satu) eksampelar
Perihal : Membangun Kebijakan Hukum 1. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI
Mengedepankan Restorative 2. KEPALA CABANG KEJAKSAAN
Justice Perspektif Sistem Peradilan NEGERI
Pidana
DI-
TEMPAT

Fungsi Pengawasan menurut Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-


015/A/JA/07/2013 tanggal 2 Juli 2013 tentang perubahan atas Peraturan Jaksa
Agung RI Nomor : PER- 022/A/JA/03/2011 tanggal 18 Maret 2011 tentang
penyelengaraan pengawasan Kejaksaan RI, pasal 1 angka 1 bahwa
“Pengawasan adalah kegiatan berupa pengamatan, penelitian, pengujian,
penilaian, pemberian bimbingan, penertiban, pemeriksaan, penindakan,
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas semua unsur kejaksaan.”
Hasil penelitian, penilaian dan evaluasi yang dilakukan bidang pengawasan
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan melalui Inspeksi Umum dan Pemantauan
terhadap proses penanganan dan penyelesaian perkara, masih ditemukan
kelemahan dalam mewujudkan prinsip Rule Of Law sebagai Integrated
criminal justice system, (tidak mengaktifkan dirjapol) disebabkan karena
kurangnya koordinasi antar penegak hukum dan lemahnya fungsi pengawasan
melekat oleh pimpinan satuan kerja secara berjenjang kebawah untuk
memberikan bimbingan, penertiban, serta pemberian saran dan pertimbangan
atas surat-surat, berkas perkara yang ditangani tidak diteliti secara cermat dan
belum dilaksanakan secara rutin, karena penegakan hukum tidak serta merta
melakukan penindakan, tetapi yang terpenting pencegahan kejahatan melalui: (a)
Pra Ajudikasi bertujuan mencegah terjadinya korban kejahatan bagi masyarakat;
(b) Ajudikasi bertujuan menyelesaikan kejahatan yang terjadi, sehingga
masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah merasakan
pemidanaan setimpal dengan perbuatan-nya; dan (c) Pasca Ajudikasi bertujuan
agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi
perbuatannya.
Penegakan hukum selama ini diakui hanya terpaku dan mengedepankan
asas legalitas untuk mencegah bias kesewenang-wenangan penguasa, sehingga
penyelesaian perkara selama ini berorientasi pembalasan berujung pada
pemidanaan padahal seharusnya pembinaan. menyesuaikan dengan
perkembangan implementasi penyelesaian perkara pidana era sekarang, perlu
mengambil langkah-langkah strategis kebijakan hukum berdasarkan jenis-jenis
pemidanaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun
1946 Pasal 10 KUHP ditentukan sebagai berikut:
a. Pidana pokok:
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara;
3. Pidana kurungan;
4. Pidana denda;
5. Pidana tutupan.
b. Pidana tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu;
2. Perampasan barang-barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim
Bahwa selain itu penyelesaian perkara wajib berpedoman pada undang-undang
nomor 8 tahun 1981 pada prinsipnya memperhatikan dan mengedepankan :
1. Melindungi hak asasi manusia.
2. Peradilan harus bebas dan tidak memihak,
3. Asas legalitas harus dipegang teguh, dalam memberlakukan hukum formil
dan materiil.
Peluang dimungkinkannya menerapkan sistem Keadilan Restoratif (Restorative
Justice) ditentukan dalam Bab XII pasal 98 sampai dengan pasal 101 Kuhap
yaitu membangun peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, diawali dengan
mediasi atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Tujuannya mempermudah
penyelesaian perkara menjadi lancar dan mempercepat terwujudnya kepastian,
keadilan, ketertiban, keamanan dan kemanfaatan bagi pihak berperkara dan
wajib memperhatikan kerugian korban dari kejahatan atau korban dari
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penguasa atau penegak hukum
yang selama ini terabaikan, termasuk pemulihan asset (Assets Recovery)
dalam perkara Tindak Pidana Korupsi.
Selama ini terjadi konflik hukum karena pola pikir penyidik, penuntut umum
dan Hakim yang terpenting pelaku tebukti terdakwa masuk penjara sebagai
benteng terakhir (Ultimum Remedium atau Premium Remedium), tanpa
memikirkan dampak bahwa pelaku masuk penjara tentunya menjadi beban APBN
dan tidak berupaya melakukan pemulihan keadaan terhadap korban maupun
mencegah kerugian Negara dengan cara memberikan perlindungan saksi dan
korban dimaksud dalam undang-undang Nomor : 13 Tahun 2006. Maka dari
proses penyelesaian perkara tanpa mengedepankan mediasi mewujudkan
Restorative Justice, berdampak pada :
1. Over kapasitas Tahanan / Napi dalam Rutan / Lapas
2. Konflik dalam Rutan sering terjadi
3. Pelanggaran hak asasi manusia
4. Menumpuknya upaya hukum
5. Kepastian hukum terhambat
6. Aspek kemanfaatan dalam melakukan pembinaan para Napi tidak terwujud
Oleh karenanya Jaksa atau Penuntut umum sebagai filter menerapkan asas
Dominus litis setiap perkara pelimpahan dari penyidik perlu teliti, cermat dan
obyektif menerima berkas perkara tahap I melakukan prapenuntutan supaya
berkoordinasi dengan penyidik, Penyelesaian perkara pidana tidak serta merta
hanya mengedepankan faktor yuridis, tetapi juga perlu mempertimbangkan faktor
sosiologis, keamanan dan politis, ditentukan dalam Undang-undang Nomor : 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI antara lain sebagai berikut :
a. Pasal 8 ayat 3 menyatakan:
“Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa
melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
b. Pasal 8 ayat 4 menyatakan
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak
berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan,
kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga
kehormatan dan martabat profesinya.
c. Pasal 30 ayat 3 huruf a dan b menyatakan “Dalam bidang ketertiban dan
ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggara kegiatan :
1. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
2. Mengamankan kebijakan penegakan hukum.
d. Pasal 35 Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang :
a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan
keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan.
b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-
Undang.
c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
e. Pasal 37 ayat (1) menyatakan :
Jaksa Agung bertangung jawab atas penuntuntan yang dilaksanakan secara
Independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
Bahwa dengan ketentuan tersebut maka setiap menyelesaikan perkara
perlu dilakukan mediasi sepanjang tidak dimaknai sebagai kolusi dan sebagai
dasar penghentian perkara, menguntungkan penegak hukum dan merugikan
pencari keadilan, wajib dikoordinasikan kepada penyidik sejak tingkat penyidikan,
pra penuntutan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan sebagai
solusi meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tetap menjadi tanggungjawab
bersama, sebagai Integrated criminal justice system dengan memperhatikan
ketentuan sebagai berikut :
1. Surat Nomor B-3523/E/EJP/11/2012 Tanggal 19 November 2012 Perihal
Nota Kesepakatan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri
Hukum Dan Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Tentang
Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan
Dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan
Keadilan Resoratif (Restorative Justice). (copy surat terlampir).
2. Nota kesepakatan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri
Hukum Dan Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang
Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan
Dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan
Keadilan Resoratif (Restorative Justice). (copy surat terlampir).
3. Surat Nomor : B-63/E/2/1994 Tanggal 4 Februari 1994 Perihal
perlindungan terhadap korban kejahatan. (copy surat terlampir)
4. Surat Nomor : B-185/E/5/1995 Tanggal 3 Mei 1995 Perihal meningkatkan
peranan masyarakat dalam penegakan hukum. (copy surat terlampir)
5. Surat Nomor : B-187/E/5/1995 Tanggal 3 Mei 1995 Perihal perlindungan
terhadap korban kejahatan. (copy surat terlampir)
6. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : B-
1425/F/Fd.1/08/2008 tanggal 05 Agustus 2008 perihal pungutan liar
7. Surat Jaksa Agung RI. Nomor: B-005/A/Fd.1/01/2009 tanggal 22 Januari
2009 perihal mempercepat proses penanganan perkara-perkara korupsi
se-Indonesia
8. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
1017/FFd.1/05/2009 tanggal 20 Mei 2009 perihal Pelaksanaan Program
Optimalisasi Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi
9. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : B-
1237/F/Fd.1/06/2009 tanggal 25 Juni 2009 perihal Penanganan Laporan
Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pemerintah
10. Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-001/JA/01/2010 tentang
Pengendalian Penanganan Tindak Pidana Korupsi
11. Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-003/A/JA/02/2010 tanggal 25
Pebruari 2010 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana
Korupsi
12. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
1113/F/Fd.1/05/2010 tanggal 18 Mei 2010 perihal Prioritas Pencapaian
Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi
13. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : B-
1158/F/Fd.1/05/2010 tanggal 20 Mei 2010 perihal Penanganan Perkara
Tindak Pidana Korupsi yang Berdaya Guna dan Berhasil Guna
14. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : B-
260/F/Fd.1/02/2018 tanggal 12 Februari 2018 perihal Peningkatan Kinerja
dan Kualitas dalam Penanganan Perkara.
Selanjutnya kewajiban Jaksa Peneliti atau Penuntut Umum wajib
menyampaikan kepada penyidik agar dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi
dan wewenang penyidik, setiap proses penyelesaian perkara pidana
mengedepankan hak asasi yang berperkara secara obyektif, tanpa
diskriminatif berpedoman pada undang-undang Nomor : 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara RI antara lain ditentukan sebagai berikut :
a. Pasal 16 ayat 2 hurup a menyatakan :
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang tidak bertentangan dengan
suatu aturan hukum.
b. Pasal 16 ayat 2 hurup e menyatakan :
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang menghomati hak asasi
manusia.
c. Pasal 18 ayat 1 menyatakan :
“Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara RI dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaian sendiri, dengan penjelasan adalah suatu tindakan yang dapat
dilakukan oleh anggota kepolisian RI yang dalam bertindak harus
mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakan dan betul-betul
untuk kepentingan umum.
d. Pasal 19 ayat 1 menyatakan :
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pejabat Kepolisian
Negara RI senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjujung
tinggi hak asasi manusia.
Selanjutnya kewajiban Penuntut Umum dalam membuat surat tuntutan wajib
menyampaikan kepada Hakim agar dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi
dan wewenang pengadilan, setiap proses penyelesaian perkara pidana
mengedepankan hak asasi yang berperkara secara obyektif, tanpa
diskriminatif berpedoman pada undang-undang Nomor : 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman antara lain ditentukan sebagai berikut :
a. Pasal 4 ayat 1 menyatakan:
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda
bedakan orang.
b. Pasal 4 ayat 2 menyatakan:
Pengadilan membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
c. Pasal 9 ayat 1 menyatakan :
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa
alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
d. Pasal 10 ayat 1 menyatakan :
Pengadilan dilarang untuk menolak memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
e. Pasal 10 ayat 2 menyatakan :
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha
penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
Setiap Jaksa yang di tunjuk sebagai P-16 wajib koordinasi dengan
penyidik memantapkan kelengkapan berkas perkara terkait syarat formil dan
syarat materiil, menghindari bolak baliknya berkas perkara, guna
mempercepat kepastian dan keadilan supaya tidak terhambat sesuai pasal 50
Kuhap dan pasal 25 undang-undang tentang pemberantasan tidak pidana
korupsi, menghindari konflik hukum, pelaku dan korban atau keluarga kedua
belah pihak tidak puas terhadap proses penyelesaian perkara, disebabkan
adanya diskriminatif proses penyidikan, tinggi rendahnya tuntutan pidana atau
putusan dan penghentian perkara dan ditutup demi hukum selain ditentukan
pasal 109 ayat 2 dan pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP serta pasal 72-75,76
dan 78 KUHP, seharusnya pelaku yang dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya, tidak ada alasan pembenar atau pemaaf yang dapat
menghapuskan perbuatan pelaku tetap dilimpahkan ke pengadilan.
Selama ini dengan berlakunya undang-undang Nomor : 11 tahun 2012
tentang Peradilan Anak, bahwa setelah penuntut umum berhasil melakukan
diversi selanjutnya mengajukan penetapan dan keluar penetapan pengadilan
perkara ditutup demi hukum padahal sewaktu waktu bisa di pra peradilan
karena hanya penetapan dan bukan putusan. Padahal mewujudkan kepastian
hukum dalam sistem Keadilan Restoratif (Restorative Justice) wajib adanya
pemulihan keadaan dan kepastian hukum, setiap perkara yang memenuhi
syarat untuk dilimpahkan wajib diteruskan ke pengadilan untuk diadili dengan
putusan dan bukan penetapan sehingga apabila telah diputus pengadilan
terhadap subjek dan obyek yang sama tidak akan terulang kembali karena
adanya prinsip dan asas ne bis in idem.
Kewajiban Jaksa atau Penuntut Umum dalam menjalankan tugas pokok,
fungsi dan wewenangnya selain memahami prinsip peradilan Restorative
Justice untuk mewujudkan maksud diatas supaya mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Agar Jaksa peneliti setelah menerima (P-16) melakukan koordinasi dengan
Penyidik untuk setiap berkas perkara pada tahap Penyelidikan/Penyidikan
perkara pidana, supaya dilakukan mediasi antara pelaku dan korban
dengan disaksikan keluarga kedua belah pihak dengan tujuan untuk
pemulihan kerugian material atau inmateril yang dialami oleh korban
sehingga tercapai perdamaian antara kedua belah pihak.
2. Terkait poin 1, agar dituangkan dalam berita acara dan surat pernyataan
damai yang dibuat di atas materai yang berlaku, kemudian ditandatangani
oleh pelaku, korban, dan keluarga para pihak.
3. Agar kerugian korban nominalnya ditentukan dengan jelas dan pasti
selanjutnya ditentukan pula kemampuan pelaku membayar jumlah kerugian
tersebut dibuat di atas materai yang berlaku, kemudian ditandatangani oleh
pelaku, korban, dan keluarga para pihak.
4. Agar ditanyakan kepada masing-masing jaksa selama menjadi penuntut
umum apakah pernah menerapkan hal tersebut, apabila pernah supaya
dilampirkan foto copy surat tuntutan dan putusan akhir yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Untuk Membangun Kebijakan Hukum Mengedepankan Restorative
Justice Perspektif Sistem Peradilan Pidana, agar setiap Kejaksaan
Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri setiap bulan melakukan dinamika
kelompok/diskusi bersama dengan penyidik dan hasilnya dilaporkan
kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk diteruskan
kepada pimpinan Kejaksaan Agung RI. Dilampiri dokumentasi dan notulen
hasil dinamika kelompok yang isinya saran, pendapat peserta.
6. Laporan Rutinitas tersebut pada angka 5 akan dinilai dan dievaluasi oleh
bidang Pengawasan sebagai perwujudan aspek managerial dan
profesionalisme serta proporsional dalam Penyelesaian Perkara pidana
untuk memperhatikan aspek Yuridis, Sosiologis, Ketertiban dan Keamanan,
Politis guna menciptakan Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan,
yang mengedepankan Restorative Justice (pemulihan keadaan).

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan.

An. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN


ASISTEN BIDANG PENGAWASAN

W I T O, S.H.,M.Hum
JAKSA UTAMA MUDA NIP. 19650805 199211 1 001

Tembusan :
1. Yth. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
2. Yth. Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
(1 & 2 sebagai laporan)
3. Yth. Para Asisten pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
4. Yth. Kepala Tata Usaha Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
5. Arsip.

Anda mungkin juga menyukai