Anda di halaman 1dari 21

REPLIK PENGGUGAT

Dalam Perkara Nomor 6/G/2018/PTUN.BJM

Dalam perkara antara

PT MAKMUR JAYA BATUBARA

Melawan

Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan


Jakarta, 3 April
2018

Perihal: Replik

Kepada Yang Terhormat,


Majelis Hakim Dalam Perkara Nomor:
6/G/2018/PTUN. BJM
Di Jl. Brigjend. H. Hasan Basri No. 32,
Kayutangi, Banjarmasin, Kalimantan Selatan,
70123

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rudi Harahap
Tempat Kedudukan : Jl. Premier Estate Blok I-12 Cipayung, Jakarta Timur
Selaku Direktur Utama PT MAKMUR JAYA BATUBARA berdasarkan Akta Pendirian
Perseroan Nomor 121 tanggal 27 Agustus 2008, dibuat dihadapan Notaris Cazarashcka
Ven, S.H. (Vide Bukti P-2) yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor AHU-
63524.AH.01.01 tahun 2008, tanggal 8 September 2008 (Vide Bukti P-3) yang telah
beberapa kali diubah, terakhir berdasarkan Akta Nomor 97 tanggal 13 Oktober 2017 yang
dibuat dihadapan Notaris Andhika Zakaria, S.H., M.Kn., (Vide Bukti P-4) yang dalam hal
ini memilih domisili hukum di kantor kuasa hukumnya tersebut di atas.
Yang dalam hal ini diwakili oleh :
1. Agnia Nurrahma Dewi S.H., M.H.;
2. Bintang Setiadi Pratama, S.H., LL.M., Ph.D;
3. Dinda Rizqiyatul Himmah S.H., M.H.;
4. Githa Dwi Damara, S.H., M.H.;
5. Khairul Rizal Harahap, S.H., M.H.;
6. Merdithia Mahadirja S.H.;
Secara sendiri-sendiri atau Bersama-sama, Penasehat hukum di Kantor Hukum Pratama &
Partners, beralamat di Metro Tower 12th Floor, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 58, Senayan,
Kebayoran Baru, Jakarta Pusat 12190 berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
345/SKK.TUN/PT.MJB/II/2018 tanggal 1 Februari 2018 (Vide Bukti P-1). Untuk
selanjutnya disebut
sebagai……………………………………………………………………...PENGGUGAT

Dengan ini PENGGUGAT mengajukan Replik terhadap Jawaban tertanggal 29 Maret 2018
yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Banjarmasin di bawah register
perkara tata usaha negara nomor 6/G/2018/PTUN. BJM oleh:

Nama : Zhakirah Zatalini Irawan, S.H., M.H.


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan
Alamat : Jl. H.R Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan

Nama : Revia Adini, S.H.


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Kepala Bagian Bantuan Hukum dan HAM
Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
Alamat : Jl. H.R Rasuna Said Kav. 8, Kuningan, Jakarta Selatan

Nama : Fazari Muhammad Kasyfi, S.H.


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Kepala Sub Bagian Perlindungan Hukum
pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
Alamat : Jl. H.R Rasuna Said Kav. 9, Kuningan, Jakarta Selatan

Nama : Kevin Anggara, S.H.


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Kepala Sub Bagian Sengketa Hukum dan
HAM pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan
Alamat : Jl. H.R Rasuna Said Kav. 10, Kuningan, Jakarta Selatan

Nama : Artha Debora Silalahi, S.H.


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pada Biro
Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
Alamat : Jl. H.R Rasuna Said Kav. 11, Kuningan, Jakarta Selatan
Para advokat pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang
beralamat di Jalan Aneka Tambang No. 10, Banjarbaru. Berdasarkan Surat Kuasa Nomor:
021/ SKK/V/2018 tertanggal 22 Maret 2018 (terlampir dalam berkas perkara) dalam
perkara ini bertindak ada untuk dan atas nama:

Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan


Berkedudukan di Jalan Jendral Sudirman No. 14, Antasan Besar, Banjarmasin
Tengah,
Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan

dalam hal ini memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya tersebut di
atas dan selanjutnya disebut sebagai………………………………………………………....
TERGUGAT

Adapun alasan-alasan PENGGUGAT mengajukan Replik terhadap Jawaban TERGUGAT


adalah sebagai berikut:
Bahwa PENGGUGAT menolak seluruh dalil Jawaban TERGUGAT dan PENGGUGAT
tetap pada dalil-dalil dalam Gugatannya kecuali dalil TERGUGAT yang secara tegas diakui
kebenarannya oleh PENGGUGAT.

DALAM EKSEPSI:
Bahwa selanjutnya PENGGUGAT akan menanggapi Eksepsi TERGUGAT atas Eksepsi
Gugatan PENGGUGAT Kabur dan Tidak Jelas (Obscuur Libel). Adapun tanggapan yang
hendak PENGGUGAT sampaikan adalah:
1. Bahwa Jawaban TERGUGAT pada halaman 4 angka (2.1), TERGUGAT
menyampaikan “PENGGUGAT subjektif dalam menilai Keputusan Tata Usaha
Negara yang diterbitkan oleh TERGUGAT. Dalam gugatannya, PENGGUGAT
menyatakan terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara oleh TERGUGAT, yaitu
“Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 503/119/DPMPTSP/2918
tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT
Makmur Jaya Batubara di Kabupaten Kotabaru (KTB. 1007IUPOP0094) tanggal
24 Januari 2018, tidaklah memadai untuk dijadikan sebagai alasan menerbitkan
objek gugatan sekalipun telah dilandasi dasar-dasar “Menimbang”, “Mengingat”,
dan “Memperhatikan” untuk terbitnya objek gugatan. Bahwa pencantuman dasar
“Mengingat dalam sebuah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) merupakan
landasan yuridis bagi terbitnya KTUN yang dimaksud (objek gugatan), atau
dengan kata lain tidak mungkin KTUN diterbitkan dengan melanggar peraturan
perundang-undangan yang dijadikan dasar yuridisnya”;
2. Bahwa dalil jawaban TERGUGAT tidak jelas dan berupaya untuk menghilangkan
fakta-fakta yang telah diuraikan dan disampaikan oleh PENGGUGAT dalam surat
Gugatan perkara a quo;
3. Bahwa dalam surat Gugatan Penggugat telah diuraikan landasan yuridis yang
melandasi Objek Gugatan telah tidak sesuai dengan aturan yang penting dan
berupaya untuk menghilangkan landasan yuridis penting yakni Pasal 38 ayat (2)
Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan Di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan pemberian sanksi wajib
untuk melalui tahapan-tahapan yang termuat dalam aturan tersebut;
4. Bahwa aturan tersebut menjadi penting karena yang melandasi Pasal 42 Peraturan
Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan Di Bidang Pertambangan
Mineral dan Batubara yang digunakan dalam Objek Gugatan wajib untuk memenuhi
ketentuan “kondisi tertentu” yang dalam Objek Gugatan tidak dielaborasi lebih
lanjut oleh TERGUGAT, dalam kondisi untuk mengesampingkan pengaturan
mengenai Pasal 38 ayat (2);
5. Bahwa dengan tidak dilandasinya Objek Gugatan dengan Pasal 38 ayat (2)
Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan Di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara dan tidak dielaborasikannya secara mendalam
frasa “kondisi tertentu” dalam Pasal 42 Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun
2017 tentang Perizinan Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara membuat
landasan yuridis dari Objek Gugatan menjadi tidak ada dan dalil yang diajukan
PENGGUGAT tetap berdiri;
6. Bahwa dengan demikian Eksepsi TERGUGAT mengenai Gugatan Penggugat tidak
jelas (obscuur libel) haruslah DITOLAK atau setidak-tidaknya dinyatakan TIDAK
DAPAT DITERIMA.

DALAM POKOK PERKARA


1. Bahwa PENGGUGAT mohon agar semua dalil yang telah diuraikan di dalam
Eksepsi tersebut di atas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Replik yang
PENGGUGAT dalilkan dalam Pokok Perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas seluruh dalil TERGUGAT dalam
pokok perkara jawaban kecuali dalil-dalil yang diakui kebenarannya secara tegas
oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa Objek Sengketa Tidak Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
3.1 OBJEK SENGKETA TIDAK MEMBERIKAN DASAR YANG JELAS
TERKAIT PENGENAAN SANKSI PENCABUTAN IUP YANG
DIMILIKI PENGGUGAT SEHINGGA BERTENTANGAN DENGAN
PASAL 9 AYAT (3) UU 30/2014
3.1.1 Bahwa TERGUGAT mendalilkan dalam Jawabannya menganggap
Objek Sengketa sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dengan landasan hukum sebagaimana dimuat dalam unsur “mengingat”
yakni:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo Undang-Undang
Darurat Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang- Undang
Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan
Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan sebagai Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor
65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan
Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di
Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5209);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5110);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5282);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Negara Batubara (Lembaran Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5142);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5285);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang
Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah di Wilayah Provinsi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 342), sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun
2014 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Tugas dan
Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 342);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
19. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34
Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 663);
20. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1453.K/29MEM/2000 tanggal 3 November 2000 Pedoman
Penyelenggaraan Pemerintah tentang Teknis Tugas di Bidang
Pertambangan Umum;
21. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun
2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2015 Nomor 9);
22. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Perangkat Daerah Susunan Provinsi
Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2016 Nomor 11);
23. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 072 Tahun 2016
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Berita
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016 Nomor 72);
24. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 04 Tahun 2017
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2016 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2018 Nomor 5);
25. Keputusan Gubernur Gubernur Kalimantan Selatan Nomor
188.44/0316/KUM/2017 tentang Pelimpahan Kewenangan
(Delegasi) Pelayanan – Perizinan Dan Nonperizinan Kepada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kalimantan Selatan;
3.1.2 Bahwa dalam “mengingat” tidak ada satu dasarpun yang menerangkan
alasan PENGGUGAT harus diberikan sanksi berupa pencabutan IUP
yang dimiliki PENGGUGAT;
3.1.3 Bahwa berdasarkan Gugatan PENGGUGAT yang menyatakan perlunya
pertimbangan yang memuat pasal-pasal sebagaimana diatur pasal 151
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara sebagai bentuk dasar pemberian sanksi pencabutan
IUP PENGGUGAT, sementara dalam Objek Sengketa tidak dinyatakan
pertimbangan pasal tersebut;
3.1.4 Bahwa berdasarkan pasal 151 Ayat (1) UU Minerba tersebut, perusahaan
dapat dikenakan sanksi sesuai yang dinyatakan pada pasal 151 ayat (2)
Minerba jika melanggar pasal: Pasal 40 ayat (3), Pasal 40 ayat (5),
Pasal 41, Pasal 43, Pasal 70, Pasal 71 ayat (1), Pasal 74 ayat (4), Pasal
74 ayat (6), Pasal 81 ayat (1), Pasal 93 ayat (3), Pasal 95, Pasal 96,
Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 102, Pasal 103, Pasal
105 ayat (3), Pasal 105 ayat (4), Pasal 107, Pasal 108 ayat (1), Pasal
110, Pasal 111 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114 ayat (2), Pasal
115 ayat (2), Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1), Pasal 128 ayat (1),
Pasal 129 ayat (1), atau Pasal 130 ayat (2). Namun pada nyatanya tidak
ada pasal di atas yang dinyatakan dalam pertimbangan Objek Sengketa
yang TERGUGAT lakukan, sehingga PENGGUGAT tidak mengetahui
kesalahan apa yang PENGGUGAT lakukan karena pelanggarannya saja
tidak diketahui bentuknya seperti apa;
3.1.5 Bahwa dengan demikian, tidaklah beralasan atas Jawaban TERGUGAT
yang menyatakan Objek Sengketa sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan karena Objek Sengketa sendiri tidak menjelaskan
dasar peraturan yang menjadikan PENGGUGAT diberikan sanksi
pencabutan IUP;
3.2 OBJEK SENGKETA TIDAK MEMBERIKAN TERGUGAT
KEWENANGAN UNTUK MENCABUT IUP PENGGUGAT
BERDASARKAN PASAL 119 UU 4/2009
3.2.1 Bahwa terkait Dinas Lingkungan Hidup provinsi Kalimantan Selatan
yang mengirimkan surat kepada PENGGUGAT dengan Nomor
660/648/TL/DLH, pada tanggal 14 Oktober 2017, melalui Bupati
Kotabaru, PENGGUGAT diminta untuk mengirimkan salinan izin dan
memperbaharui izin lingkungan karena ketiadaan kegiatan
PENGGUGAT dalam wilayah usaha pertambangannya. Padahal pada
kenyataannya PENGGUGAT tetap melaksanakan kegiatan sesuai
dengan izin lingkungan yang sudah dimiliki sehingga PENGGUGAT
tidak perlu memperbaharui izin lingkungannya (Vide bukti P-11);
3.2.2 Bahwa dengan adanya laporan dari Dinas ESDM Provinsi Kalimantan
Selatan yang melakukan peninjauan lapangan di wilayah usaha
Pertambangan PENGGUGAT yang menghasilkan berita acara tindak
lanjut peninjauan lapangan terkait monitoring kegiatan usaha
pertambangan Batubara yang ditandatangani oleh perwakilan
PENGGUGAT dan perwakilan Dinas ESDM Provinsi Kalimantan
Selatan yang berisi bahwa PENGGUGAT sejak mendapatkan Izin
Lingkungan telah melaksanakan tahapan kegiatan pra konstruksi dan
konstruksi;
3.2.3 Bahwa dengan demikian PENGGUGAT dalam hal ini tidak melanggar
ketentuan pada Pasal 119 UU Nomor 4 Tahun 2009 yang mengatur
mengenai pencabutan IUP Operasi Produksi dikarenakan PENGGUGAT
sudah memenuhi kewajibannya sebagai pemegang IUP Operasi Produksi
sebagaimana yang telah ditetapkan sehingga TERGUGAT seharusnya
tidak mencabut IUP Operasi Produksi PENGGUGAT;
3.3 OBJEK SENGKETA TIDAK SESUAI KARENA PENGGUGAT TELAH
MEMENUHI KETENTUAN PASAL 50 AYAT (2) HURUF E
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2012
3.3.1 Bahwa dalil TERGUGAT dalam jawaban yang menyatakan bahwa
PENGGUGAT tidak mematuhi kelengkapan dokumen lingkungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e PP No. 27 Tahun
2012 tidak dapat dibenarkan karena PENGGUGAT telah melaksanakan
rencana Usaha dan/atau Kegiatannya kurang dari 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkannya Izin Lingkungan, sehingga PENGGUGAT tidak
memenuhi kriteria untuk melakukan permohonan perubahan Izin
Lingkungan kepada Bupati Kotabaru;
3.3.2 Bahwa Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan
Selatan melakukan kegiatan peninjauan lapangan ke tempat
PENGGUGAT yang menghasilkan Berita Acara Tindak Lanjut Kegiatan
Peninjauan Lapangan dalam Rangka Monitoring Kegiatan Pertambangan
Batubara pada tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh
perwakilan PENGGUGAT dan pewakilan Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral Provinsi Kalimantan Selatan yang berisi bahwa
PENGGUGAT telah melaksanakan tahapan kegiatan pra konstruksi
sampai dengan tahun 2017 sejak mendapatkan Izin Lingkungan (Vide
bukti P-18B);
3.3.3 Bahwa PENGGUGAT telah memenuhi kriteria pada Pasal 5 Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2015 karena
PENGGUGAT telah memenuhi dan memiliki serangkaian izin di bidang
usaha pertambangan sebagaimana telah dijelaskan dalam Gugatan Poin
2.2., sehingga TERGUGAT tidak memiliki kewenangan untuk mencabut
IUP sebagaimana disebutkan Poin 3.1 huruf C Jawaban.
3.4 KETIADAAN PARAF KOORDINASI DALAM OBJEK SENGKETA
MELANGGAR PASAL 55 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
80/2015
3.4.1 Bahwa dalil TERGUGAT dalam Jawaban yang menyatakan bahwa
Objek Sengketa dikecualikan dari kewajiban adanya paraf koordinasi
pada tiap paraf sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 karena ketentuan tersebut
hanya untuk salinan arsip tidak dapat dibenarkan;
3.4.2 Bahwa tidak ada ketentuan dalam Peraturan Gubernur Kalimantan
Selatan Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kewenangan Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana digunakan oleh
TERGUGAT dalam Jawaban yang mengecualikan secara eksplisit Objek
Sengketa dari ketentuan paraf;
3.4.3 Bahwa dalam bagian “mengingat” dalam Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kewenangan Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Provinsi Kalimantan Selatan mengacu pada Peraturan Menteri
dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah sehingga tidak mungkin memuat ketentuan yang
berlawanan dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015;
3.4.4 Bahwa PENGGUGAT memiliki kepentingan untuk mendapat kepastian
apabila muatan materi, substansi, redaksi dan pengetikan Objek
Sengketa dapat dipertanggungjawabkan oleh para pembentuknya;
4. Bahwa Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan
yang Baik
4.1 Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum
4.1.1 Bahwa berdasarkan dalil TERGUGAT yang menyatakan menolak dalil a
quo sengketa tidak bertentangan dengan asas kepastian hukum
dikarenakan segenap peraturan peraturan perundang-undangan memang
menjadi dasar ditetapkannya objek gugatan, sehingga TERGUGAT
menganggap legalitas objek gugatan sudah jelas.
4.1.2 Bahwa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34
Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan
Batubara sebagaimana yang termuat di dalam pasal 38 ayat (2) jo. Pasal
41 yang pada dasarnya mengatur bahwa pemegang IUP, IUPK, IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang
tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud
dalam ketentuan Pasal 26-Pasal 36 dikenakan sanksi administratif.
4.1.3 Bahwa Pasal 26-Pasal 36 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur tentang kewajiban
operasional dari pemegang IUP atau IUPK
4.1.4 Bahwa menurut dalil TERGUGAT yang menyatakan telah mengikuti
prosedur pemberian sanksi administratif berdasarkan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara tidak tepat
dikarenakan dasar dari pemberian sanksi administratif menurut
TERGUGAT adalah tidak adanya izin lingkungan sehingga peraturan
perundang-undangan yang seharusnya menjadi dasar serta ditaati
prosedurnya dalam menjatuhkan sanksi adalah Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
4.1.5 Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, TERGUGAT tidak bisa langsung
mencabut IUP OP dari PENGGUGAT melainkan harus ditinjau dari izin
lingkungannya terlebih dahulu.
4.1.6 Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kotabaru Nomor
188.45/668/KUM/2013, PENGGUGAT telah memperoleh izin
lingkungan dari Bupati Kotabaru pada tanggal 5 November 2013
sehingga PENGGUGAT sudah mengikuti ketentuan dari Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
4.1.7 Bahwa dengan telah dimilikinya izin lingkungan oleh PENGGUGAT
maka TERGUGAT tidak memiliki dasar yang menyatakan bahwa
PENGGUGAT tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan apalagi untuk mencabut IUP OP dari PENGGUGAT.
4.1.8 Bahwa menurut dalil TERGUGAT yang telah mendasarkan objek
gugatan pada segenap peraturan perundang - undangan sejumlah 26 (dua
puluh enam) peraturan tersebut pada kenyataannya TERGUGAT yang
tidak mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut
terutama Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
4.1.9 Bahwa dengan tidak mengikuti ketentuan dari peraturan perundang-
undangan yang ada maka objek sengketa bertentangan dengan asas
kepastian hukum.
4.2 Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Kecermatan
4.2.1 Bahwa berdasarkan dalil TERGUGAT dalam Jawabannya yaitu dalam
poin 3.2.2., TERGUGAT menyatakan menolak dalil a quo karena
PENGGUGAT sendiri yang tidak memenuhi persyaratan bagi usaha
pertambangan batubara, yang setidaknya diperlihatkan pada fakta tidak
diperbaharuinya Izin Lingkungan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal
5 Peraturan Menteri ESDM No.43 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
4.2.2 Bahwa pada tanggal 14 Oktober 2017 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Kalimantan Selatan mengirimkan surat kepada PENGGUGAT melalui
Bupati Kotabaru yang menyatakan bahwa tidak adanya kegiatan yang
dilakukan oleh PENGGUGAT dalam wilayah usaha pertambangan
PENGGUGAT sehingga PENGGUGAT diminta untuk mengirimkan
salinan izin lingkungan yang PENGGUGAT miliki serta memerintahkan
PENGGUGAT untuk memperbarui izin lingkungan dikarenakan
PENGGUGAT tidak melakukan kegiatan;
4.2.3 Bahwa PENGGUGAT tidak melakukan pembaruan Izin Lingkungan
sebab pada kenyataannya PENGGUGAT tidak melakukan
pemberhentian kegiatan melainkan PENGGUGAT tetap melaksanakan
kegiatan sesuai Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (“IUP OP”)
dan juga Izin Lingkungan yang PENGGUGAT miliki (Vide bukti P-8);
4.2.4 Bahwa kemudian pada tanggal 28 Oktober 2017 PENGGUGAT
mengirimkan surat keberatan kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Kalimantan Selatan yang pada pokoknya berisi mengenai keberatan atas
pencabutan Izin Lingkungan milik PENGGUGAT dan klarifikasi bahwa
PENGGUGAT telah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tercantum di
dalam Izin Lingkungan dan IUP OP (vide bukti P-14);
4.2.5 Bahwa atas surat keberatan PENGGUGAT tersebut kemudian
TERGUGAT melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
(“ESDM”) Provinsi Kalimantan Selatan mengirimkan surat kepada
PENGGUGAT perihal akan diadakannya peninjauan lapangan ke
wilayah usaha pertambangan PENGGUGAT pada tanggal 2 November
2017 (vide bukti P-16);
4.2.6 Bahwa pada tanggal 2 November 2017, Dinas ESDM Provinsi
Kalimantan Selatan melakukan kegiatan peninjauan lapangan ke wilayah
usaha pertambangan PENGGUGAT yang menghasilkan Berita Acara
Tindak Lanjut Kegiatan Peninjauan Lapangan Dalam Rangka
Monitoring Kegiatan Pertambangan Batubara yang ditandatangani oleh
perwakilan PENGGUGAT dan perwakilan Dinas ESDM Provinsi
Kalimantan Selatan yang berisi bahwa PENGGUGAT sejak
mendapatkan izin lingkungan telah melaksanakan tahapan kegiatan pra
konstruksi dan konstruksi sampai dengan tahun 2017 (vide bukti P-9);
4.2.7 Bahwa berdasarkan Bukti Acara atas kegiatan peninjauan lapangan
tersebut maka sudah jelas terbukti bahwa PENGGUGAT melaksanakan
kegiatan sesuai dengan Izin Lingkungan dan IUP OP sehingga
PENGGUGAT tidak perlu mengajukan pembaruan Izin Lingkungan (P-
18B);
4.2.8 Bahwa kemudian pada tanggal 6 November 2017, Dinas Lingkungan
Hidup Provinsi Kalimantan Selatan menyampaikan surat kepada
PENGGUGAT yang berisi bahwa PENGGUGAT tidak membuat
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup - Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (“RKL-RPL”) sejak tahun 2013 (Vide bukti P-17);
4.2.9 Bahwa PENGGUGAT sesungguhnya mempunyai RKL-RPL yang mana
merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh Izin Lingkungan,
sehingga tidak mungkin PENGGUGAT dapat memperoleh Izin
Lingkungan jika tidak mempunyai RKL-RPL, serta apabila ditarik lebih
lanjut lagi bahwa PENGGUGAT juga memiliki IUP OP dan Sertifikat
Clear and Clean yang mana untuk mendapatkan hal tersebut harus
memiliki Izin Lingkungan (Vide bukti P-10)
4.2.10 Bahwa PENGGUGAT dahulu telah menyerahkan RKL-RPL sebagai
persyaratan dokumen untuk mendapatkan Izin Lingkungan kepada
Bupati Kotabaru sesuai dengan kewenangannya yang tertera dalam Pasal
47 PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Vide bukti P-18);
4.2.11 Bahwa pada tanggal 24 Januari 2018, TERGUGAT justru mencabut IUP
OP yang dimiliki oleh PENGGUGAT sebab menurut TERGUGAT
belum menerima salinan izin lingkungan dan RKL-RPL milik
PENGGUGAT yang diminta sebelumnya;
4.2.12 Bahwa berdasarkan uraian PENGGUGAT di atas bahwa PENGGUGAT
telah memenuhi semua persyaratan untuk memperoleh Izin Lingkungan
dan IUP OP serta tidak melakukan pemberhentian kegiatan yang mana
alasan ini menjadi landasan bagi TERGUGAT untuk mencabut IUP OP
PENGGUGAT, hal ini menunjukkan bahwa TERGUGAT telah tidak
cermat mengeluarkan surat keputusan pemberhentian IUP OP yang
ditujukan kepada PENGGUGAT;
4.2.13 Bahwa seharusnya TERGUGAT cermat melihat apakah dokumen-
dokumen sehubungan dengan izin PENGGUGAT telah dipenuhi
PENGGUGAT dengan baik atau belum sebelum mencabut Izin Usaha
Pertambangan (“IUP”) PENGGUGAT;
4.2.14 Bahwa dengan demikian penerbitan Objek Sengketa oleh TERGUGAT
jelas-jelas telah melanggar Asas Kecermatan;

4.3 Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Tidak Menyalahgunakan


Wewenang
4.3.1 Bahwa TERGUGAT dalam Jawabannya di angka 3.2 huruf (c) berupaya
untuk menolak dalil muatan dalam Gugatan PENGGUGAT yang
menyatakan bahwa TERGUGAT telah melanggar asas tidak
menyalahgunakan wewenang melalui Objek Gugatan yang diterbitkan
oleh TERGUGAT;
4.3.2 Bahwa TERGUGAT menggunakan landasan argumentasi tindakan
PENGGUGAT yang telah tidak memperbaharui Izin Lingkungan
sebagai alasan yang cukup untuk langsung menerbitkan Objek Gugatan
yang pada intinya adalah langsung mencabut Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi yang sebelumnya diberikan kepada PENGGUGAT;
4.3.3 Bahwa TERGUGAT menggunakan landasan pada Pasal 42 Peraturan
Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan Di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai wewenang yang dimiliki
TERGUGAT untuk langsung mencabut Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi yang sebelumnya diberikan kepada PENGGUGAT;
4.3.4 Bahwa dengan digunakannya landasan tersebut, maka TERGUGAT
sejatinya telah melakukan tindakan yang dilarang dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
yakni melanggar asas umum pemerintahan yang baik, utamanya
TERGUGAT telah melampaui wewenangnya;
4.3.5 Bahwa frasa “melampaui wewenang” perlu dimaknai sesuai yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yakni “melampaui masa
jabatan atau batas wilayah berlakunya, dan/atau bertentangan dengan
ketentuan perundang–undangan” yang dikontekstualisasikan dalam
kasus ini menjadi tindakan TERGUGAT yang bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan;
4.3.6 Bahwa TERGUGAT telah bertentangan dengan ketentuan perundang-
undangan karena pada Pasal 38 Peraturan Menteri ESDM Nomor 34
Tahun 2017 tentang Perizinan Di Bidang Pertambangan Mineral dan
Batubara mengamanatkan adanya pemberian sanksi administratif secara
bertahap yakni (diurutkan dari paling ringan ke paling berat) 1.)
peringatan tertulis, 2.) penghentian sementara sebagian atau seluruh
kegiatan usaha; dan/atau 3.) pencabutan izin;
4.3.7 Bahwa sejatinya TERGUGAT boleh menyimpangi Pasal 38 tersebut
dengan digunakannya Pasal 42 Nomor 34 Tahun 2017 Peraturan Menteri
ESDM tentang Perizinan Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara
yang memberikan wewenang langsung untuk melakukan pencabutan izin
secara langsung tanpa adanya pemberian sanksi administratif secara
bertahap, namun amanat Pasal 42 tersebut adalah harus berlandaskan
pada “kondisi tertentu” yang senyatanya dalam Objek Gugatan tidak
dijelaskan secara mendalam dan menggunakan penalaran yang logis;
4.3.8 Bahwa TERGUGAT telah menafsirkan frasa “kondisi tertentu” hanya
berdasarkan pada landasan yang sumir dan dari dampak yang
ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai “..bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan” yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1),
(2), dan (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014;
4.3.9 Bahwa selain uraian argumentasi yang telah disampaikan sebelumnya,
titik vital kesalahan TERGUGAT yang melanggar asas-asas umum
pemerintahan yang baik adalah ada pada dilanggarnya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, yang pada intinya membatasi TERGUGAT untuk tidak bisa
langsung mencabut IUP OP dari PENGGUGAT melainkan harus
ditinjau dari izin lingkungannya terlebih dahulu;
4.3.10 Bahwa Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi tidak bisa langsung
dicabut oleh TERGUGAT, melainkan ada Izin Lingkungan yang terlebih
dahulu seharusnya dicabut oleh TERGUGAT, karena satu-satunya
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada
TERGUGAT adalah untuk mencabut Izin Lingkungan;
4.3.11 Bahwa TERGUGAT telah tidak patuh pada peraturan perundang-
undangan dan dalam kasus ini telah melanggar peraturan perundang-
undangan;
4.3.12 Bahwa dengan demikian penerbitan Objek Sengketa oleh TERGUGAT
dengan jelas dan nyata telah melanggar Asas Tidak Menyalahgunakan
Wewenang.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, fakta-fakta dan bukti-bukti yang


telah diuraikan tersebut di atas, maka PENGGUGAT dengan ini memohon kepada Majelis
Hakim Yang Mulia untuk memeriksa dan memutus perkara ini dengan amar putusan
sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI
1. Menolak Eksepsi TERGUGAT untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Gugatan yang diajukan oleh PENGGUGAT terhadap TERGUGAT
bukanlah Gugatan yang kabur (obscuur libel);
3. Menyatakan Gugatan PENGGUGAT dapat diterima.

DALAM POKOK PERKARA


1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor
503/119/DPMPTSP/2018 Tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Operasi
Produksi Batubara PT. MAKMUR JAYA BATUBARA di Kabupaten Kotabaru
(KTB.1007IUPOP0094) tanggal 24 Januari 2018;
3. Mewajibkan Tergugat untuk Mencabut Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor 503/119/DPMPTSP/2018 Tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi Batubara PT.MAKMUR JAYA BATUBARA di Kabupaten
Kotabaru (KTB.1007IUPOP0094) tanggal 24 Januari 2018;
4. Menghukum Tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono).
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat

Bintang Setiadi Pratama, S.H., LL.M., Ph.D

Merdithia Mahadirja S.H.

Githa Dwi Damara, S.H., M.H.

Khairul Rizal Harahap, S.H., M.H.

Dinda Rizqiyatul Himmah, S.H., M.H.

Agnia Nurrahma Dewi, S.H., M.H.

Anda mungkin juga menyukai