Anda di halaman 1dari 13

TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU

YANG MASIH ADA HUBUNGAN KELUARGA


(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tenggarong No. 458/Pid.Sus/ 2019/PN Trg)

Ade Yolanda
(SI Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
adeyolanda@mhs.unesa.ac.id

Emmilia Rusdiana
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Univeritas Negeri Surabaya)
emmiliarusdiana@unesa.ac.id

Gelar Ali Ahmad


(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Univeritas Negeri Surabaya)
gelaraliahmad@unesa.ac.id

Abstrak

Putusan Pengadilan Negeri Tenggarong Nomor 458/ Pid.Sus/ 2019/PN Trg,


menyatakan bahwa HS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana perbuatan cabul dengan kekerasan terhadap anak dan terbukti masih ada hubungan
keluarga dengan korban. Putusan tersebut tidak mempertimbangkan status terdakwa yang
masih ada hubungan keluarga dengan korban. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui
ketepatan putusan no.458/Pid.Sus/2019/PN.Trg berdasarkan Undang-undang Nomor 17
Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan mengetahui akibat hukum putusan Pengadilan
Negeri Tenggarong yang memutuskan perkara pidana terhadap anak berdasarkan Pasal 82
UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus,
pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa Putusan Nomor 458/Pid.Sus/
2019/PN.Trg tidak tepat karena jika dikaitkan dengan tempus delicti, penggunakan Pasal 82
UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dikualifikasikan melanggar asas lex
posteriori derogat legi priori. Dakwaan penuntut umum menjadi alasan utama kesalahan
dalam penuntutan pasal yang dikenakan dalam surat dakwaan yang dilimpahkan ke
pengadilan yang berdampak pada pemberian pertimbangan hukum dan proses penjatuhan
putusan oleh hakim. Akibat hukum yang timbul dalam pelanggaran asas lex posteriori
derogat legi priori tersebut adalah putusan tersebut dapat diajukan ke tahap selanjutnya
yang lebih tinggi melalui mekanisme upaya hukum banding yang diatur dalam 67 KUHAP.
Kata Kunci : Pencabulan, Putusan Pengadilan, Keluarga, Anak

Abstract
The District Court in of Verdict in Tenggarong in decision Number 458/Pid.Sus/2019/PN
Trg, stated that HS was legally violence against children and it was proven that there was a
relative relationship with the victim. The verdict did not take into account the status of the
defendant who still had a relative relationship with the victim. The purpose of this research
is to find out the accuracy of the decision no.458/Pid.Sus/2019/PN.Trg based on Number
17 of 2016 Child Protection Law and to find out the legal consequences of the decision
which decided criminal cases against children based on Article 82 Number 35 of 2014 of
Child Protectio Law. This research is a normative juridical research using a statutory
approach, a case approach, and a conceptual approach. The results show Decision is not
correct because if it is associated with tempus delicti , Article 82 Number 35 of 2014 of
Child Protection Law can be qualified to violate the principle of lex posteriori derogat legi

1
priori. The indictment of the public prosecutor is the main reason for the error in
prosecuting the articles imposed in the indictment which are delegated to the court which
have an impact on the provision of legal considerations and the process of imposing a
decision by the judge. The legal consequence that arises in the violation of the principle is
that the decision can be submitted to a higher next stage through the mechanism of legal
appeal as regulated in 67 of the Criminal Procedure Code.
Keywords: Molestation , Court Decisions, Family, Child .

PENDAHULUAN depan bangsa tergantung pula pada baik buruknya


Perihal anak tidak lepas dari membahas kondisi anak saat ini”(Nasir,2013:11).
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Memperhatikan definisi sebagaimana di atas dapat
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 dijelaskan bahwa anak sebagai penerus generasi
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah yang akan datang, didasarkan pada batasan anak,
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun yakni belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- termasuk anak yang masih dalam kandungan.
undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan terhadap anak, termasuk anak
Perlindungan Anak (selanjutnya disingkat UU yang menjadi korban tidak pidana menurut Pasal 1
Perlindungan Anak), diundangkan dengan angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
pertimbangan bahwa “setiap anak berhak atas tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang (selanjutnya disingkat UU Peradilan Pidana Anak)
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan adalah “anak yang belum berumur 18 (delapan
dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik,
Undang-Undang Dasar Negara Republik mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
Indonesia Tahun 1945”, sebagaimana Konsideran disebabkan oleh tindak pidana”. Perlunya
Bagian Menimbang UU Perlindungan Anak, yang perlindungan terhadap anak “merupakan amanah
berarti bahwa yang berhak untuk kelangsungan dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki
hidup, tumbuh dan berkembang adalah seluruh harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
anak. Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak
Anak menurut Pasal 1 angka 1 UU berhak mendapatkan pelindungan khusus,
Perlindungan Anak adalah “seseorang yang terutama pelindungan hukum”, sebagaimana
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, Konsideran UU Perlindungan Anak.
termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Anak belum mampu melindungi dirinya
Anak adalah sejak masih ada dalam kandungan sendiri, sehingga anak tidak jarang menjadi
hingga berusia 18 (delapan belas) tahun, anak korban tindak pidana pencabulan baik yang
sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus dilakukan oleh orang yang berada di luar lingkup
cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran keluarga maupun di dalam lingkup hubungan
strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib keluarga. Menurut data yang diperoleh dari
dilindungi dari segala bentuk perlakuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
mencatat bahwa kasus kekerasan seksual terhadap
anak terus meningkat. Pada 2019, ditemukan
tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya sebanyak 350 perkara. Jumlah ini meningkat 70
pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana persen dibandingkan tahun sebelumnya
Konsideran UU Perlindungan Anak. Anak (LokadataID 2020). LPSK mencatat ada
menurut M. Nasir Djamil adalah “generasi peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak
penerus yang akan datang. Baik buruknya masa setiap tahunnya dari sejak 2016. Ironisnya dalam

2
peningkatan yang signifikan tersebut LPSK juga dalam Pasal 82 Jo. Pasal 76 huruf E Undang
mengungkap pelaku kekerasan seksual terhadap Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
anak didominasi oleh orang terdekat sebesar 80,23 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang
persen. Sedangkan menurutnya, 19,77 persen Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
dilakukan oleh orang tidak dikenal(DetikNews tentang Perlindungan Anak. Perbuatan HS dalam
2019). dakwaan kedua melanggar ketentuan sebagaimana
Anak yang menjadi korban pidana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 290 ke-2
pencabulan terjadi dalam kasus JL seorang remaja KUHP.
yang pada saat kejadian masih berumur 14 tahun Pengadilan Negeri Tenggarong dalam
yang berkenalan dengan HS seorang pemuda putusannya Nomor 458/Pid.Sus/2019/PN Trg,
berusia 24 Tahun yang lahir pada 07 April 1995 di menyatakan bahwa HS, tersebut di atas terbukti
Tangerang. Sedangkan JL berdasarkan Kutipan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Akta Kelahiran No. 110 yang dikeluarkan Dinas tindak pidana “melakukan perbuatan cabul dengan
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Kutai kekerasan terhadap anak”; Menjatuhkan pidana
Kartanegara yang menyatakan JL terlahir pada terhadap HS oleh karena itu dengan pidana
tanggal 01 Juni 2003. HS dan JL telah berteman penjara selama 6 (enam) Tahun, dan pidana denda
melalui media sosial, keduanya sepakat sejumlah Rp100.000.000, (seratus juta Rupiah)
mengadakan pertemuan tepatnya pada hari Kamis dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut
Tanggal 06 Juli 2017 sekira pukul 15.30 Wita tidak dibayar maka diganti dengan pidana
bertempat di taman Wisata Tanah Merah Rt. 01 kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Kel. Tanjung Harapan Kec. Samboja kab. Kutai Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut
Kartanegara. HS awalnya menjemput saksi JL di dapat dijelaskan bahwa HS terbukti secara sah dan
rumahnya dengan menggunakan sepeda motor meyakinkan melakukan tindak pidana melanggar
Yamaha Jupiter Z. HS menjemput kerumah saksi Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
JL, kemudian HS mengajak kerumahnya dan Perlindungan Anak dakwaan kesatu jaksa
setelah itu menyuruh saksi JL masuk kedalam Penuntut Umum. Peristiwa pidana terjadi pada
kamamya, Bahwa HS menutup pintu kamar, hari Kamis Tanggal 06 Juli 2017 dilakukan oleh
kemudian mengajak saksi JL untuk berhubungan HS yang terbukti saat penyidikan masih ada
badan namun pada saat itu saksi JL sempat hubungan keluarga dengan JL. Jika dikaitkan
menolak dengan alasan masih berhalangan namun dengan tempus delicti ketika peristiwa terjadi,
HS tetap memaksa saksi JL dengan cara HS telah berlaku Penetepan Peraturan Pemerintah
melepaskan baju dan BH saksi JL kemudian HS Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
menciumi dan melakukan hubungan sebagaimana Perlindungan Anak yang disahkan tepatnya pada
layaknya suami istri. Tidak lama kemudian tanggal 25 Mei 2016. Setelah itu kemudian
perbuatan HS kepada JL tersebut diketahui oleh dikeluarkan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang
keluarga JL dan merasa keberatan sehingga Perlindungan Anak yang disahkan pada 9
langsung melaporkan HS kepada pihak kepolisian. November 2016.
Berdasarkan hasil Visum et Repertum No. Hal sebagaimana tersebut di atas dapat
445/45/VI/RSUD-AMP/2019 tanggal 25 Juni dijelaskan bahwa kasus HS, Jaksa Penuntut
2019, pemeriksaan terhadap korban diketahui Umum dan Hakim Pengadilan Negeri Tenggarong
mengalami luka robek pada selaput dara. Pada dalam putusannya Nomor 458/Pid.Sus/ 2019/PN
saat pemeriksaan penyidikan, diketahui bahwa JL Trg mendasarkan Pasal 82 Nomor 35 Tahun 2014
dengan HS adalah masih ada hubungan keluarga. tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dan
Jaksa Penuntut Umum mendakwa HS dalam tidak mempertimbangakan status pelaku tindak
dakwaan kesatu melakukan perbuatan melanggar pidana yg masih ada hubungan keluarga dengan
ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana korban. Kajian teoritik yang berkaitan dengan

3
permasalahan penggunaan pasal tindak pidana akan digunakan dalam penelitian ini adalah
anak yang telah diubah dalam Putusan Nomor konsep perlindungan anak, konsep keluarga, dan
458/Pid.Sus/ 2019/PN.Trg adalah kajian teoritik konsep pertimbangan hakim.
mengenai perlindungan anak, kajian teori anak Pendekatan kasus (case approach)
yang menjadi korban tindak pidana anak, konsep digunakan untuk mengkaji dan menganalisis
keluarga, kajian tempus delicti, kajian tugas kasus Putusan 458/Pid.Sus/ 2019/PN.Trg yang
penuntut umum dan pertimbangan hakim. memutuskan perkara pidana terhadap anak
Sehingga dalam Penelitian ini akan menganalisa dengan mendasarkan Nomor 35 Tahun 2014
bagaimana ketepatan Putusan Nomor 458/Pid.Sus/ tentang Perlindungan Anak.Pengumpulan bahan
2019/PN.Trg dan Akibat hukum Putusan tersebut hukum dalam Penelitian Hukum Normatif adalah
yang Mendasarkan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun metode penelitian hukum yang dilakukan dengan
2014 tentang Perlindungan Anak. meneliti bahan pustaka atau data sekunder(Mukti
& Yulianto, 2010:188). Teknik pada
METODE pengumpulan bahan hukum yang digunakan oleh
Penelitian ini adalah jenis penelitian normatif. peneliti dalam melakukan penelitian hukum ini
Penelitian normatif yaitu Penelitian hukum ialah dengan cara studi kepustakaan.
normatif adalah penelitian hukum yang Dalam penelitian ini digunakan metode
mencakup Penelitian terhadap Asas-asas hukum, analisis bahan hukum yang bersifat preskriptif
Sistematika hukum, Sejarah hukum dan yang artinya ilmu hukum mempelajari tujuan
Perbandingan Hukum (Soekanto 2014). hukum, konsep serta nilai-nilai keadilan dalam
Penelitian ini menganilisis perlindungan hukum suatu norma hukum (Marzuki, 2009:22). Dengan
terhadap anak korban pencabulan yang dilakukan penggunaan metode ini diharapkan terdapat
oleh pelaku yang masih ada hubungan keluarga suatu argumentasi dan konsep yang mengandung
serta akibat hukum Putusan 458/Pid.Sus/ nilai dan dapat dijadikan suatu pertimbangan
2019/PN.Trg yang memutuskan perkara pidana dalam menyelesaikan permasalahan yang
terhadap anak dengan mendasarkan pasal Nomor berhubungan dengan penelitian ini.
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pendekatan yang digunakan dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian normatif ini adalah pendekatan 1. Ketepatan Putusan
perundang-undangan (statute approach), no.458/Pid.Sus/2019/PN.Trg berdasarkan
pendekatan konseptual (conceptual approach) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang
dan pendekatan kasus (case approach). Perlindungan Anak
Pendekatan perundang-undangan (statute Pada sub pembahasan kali ini akan dibahas
approach) diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai perubahan terhadap UU Perlindungan
mengenai dasar hukum mengenai aturan terkait Anak terlebih dahulu sehingga akan ditemukan
dengan yang akan dianalisa untuk mendapatkan mengenai kriteria yang dapat diterapkan terhadap
posisi yang menguatkan atau dapat melemahkan terdakwa. Hal tersebut juga mengingat bahwa
pendapat hakim dalam Putusan 458/Pid.Sus/ perubahan terhadap ketentuan Pasal 81 ayat (3)
2019/PN.Trg yang memutuskan perkara pidana UU Perlindungan Anak juga terdapat ketentuan
terhadap anak dengan mendasarkan pasal Nomor mengenai hubungan keluarga yang diperlukan
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. analisis lebih lanjut.
Pendekatan konseptual (conseptual approach) Seperti yang diketahui bahwa subyek
digunakan untuk memecahkan isu yang dihadapi, hukum yang terkait dalam perlindungan hukum
dengan cara mempelajari pandangan-pandangan terhadap anak korban pencabulan yang dilakukan
dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum yang oleh pelaku yang masih ada hubungan keluarga
relevan dengan isu yang dihadapi. Konsep yang adalah anak itu sendiri. Menurut Pasal 1 angka 1

4
UU Perlindungan Anak, bahwa anak adalah diratifikasinya Konvensi Hak Anak atau
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Convetion on the Right of the Child pada 5
tahun, termasuk anak yang masih dalam September 1990 berdasarkan Keputusan Presiden
kandungan”. Sementara anak menurut Pasal 1 Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Konvensi tentang Hak-hak Anak yang disetujui Konvensi tentang hak-hak Anak. Dengan
oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa meratifikasi Konvensi Hak Anak, Indonesia
pada tanggal 20 November 1989 bahwa untuk berdasarkan asas pacta sunt servanda (itikad baik)
tujuan-tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-
setiap manusia di bawah umur delapan belas tahun ketentuan yang terkandung dalam Konvensi Hak 
kecuali menurut undang-undang yang berlaku Anak, khususnya memenuhi hak-hak anak secara
pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal. umum, termasuk memberikan perlindungan dan
Lebih lanjut dalam Pasal 16 UU penghargaan kepada anak agar terhindar dari
Perlindungan Anak secara lebih perinci hak-hak kekerasan dan pengabaian dalam lingkungan
anak dalam hak untuk memperoleh perlindungan sosial.
dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau Meski demikian, nyatanya masih banyak
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak kasus kekerasan, penganiayaan, sampai kejahatan
untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan seksual yang terjadi dan melibatkan anak-anak
hukum dan perlindungan dari penangkapan, sebagai korbannya. Satu dari banyak kasus
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya kekerasan seksual pada anak yang mengundang
dilakukan apabila sesusai dengan hukum yang perhatian masyarakat ialah Robot Gedek tahun
berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya 1994-1996. Seorang gelandangan bernama
hukum terakhir. Pemberian perlindungan terhadap Siswanto atau Robot Gedek terbukti melakukan
anak dengan tujuan sebagaimana Pasal 3 UU sodomi terhadap 12 anak laki-laki dan membunuh
Perlindungan Anak, yang menentukan: mereka(Suastha 2008).
“Perlindungan anak bertujuan untuk Kasus itu menyentak publik dan
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar menyadarkan betapa peran negara minim dalam
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan melindungi anak-anak. Sebagai upaya penguatan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan hukum perlindungan anak, pemerintah kemudian
harkat dan martabat kemanusiaan, serta menerapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
mendapat perlindungan dari kekerasan dan 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal tersebut
diskriminasi, demi terwujudnya anak dapat dilihat dalam penjelasan umumnya yang
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, menyatakan bahwa meskipun Undang-undang
dan sejahtera”. Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Secara umum Pengertian korban seperti yang Manusia telah mencantumkan tentang hak anak,
tercantum dalam Pasal 1 angka (2) Undang- pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara
Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan untuk memberikan perlindungan pada anak masih
bahwa korban adalah seseorang yang mengalami memerlukan suatu undang-undang mengenai
penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi
yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
Terhadap perlindungan kepada anak yang menjadi tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-
korban tindak pidana, UU Perlindungan Anak undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
telah melakukan perubahan beberapa kali dalam perlindungan anak dalam segala aspeknya
menyikapi kekerasan terhadap anak. Secara merupakan bagian dari kegiatan pembangunan
historis pengaturan perlindungan terhadap nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan
kekerasan kepada anak dimulai dengan berbangsa dan bernegara.

5
Selanjutnya walaupun instrumen hukum mereka, dikenakan pidana dengan tambahan satu
telah dimiliki, dalam perjalanannya Undang- pertiga dari hukuman semula.
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Adanya kejahatan terhadap anak yang lebih
Perlindungan Anak belum dapat berjalan secara luas dan belum mampu memberikan efek jera,
efektif karena masih adanya tumpang tindih antara menjadikan beberapa perubahan terhadap
peraturan perundang-undangan sektoral terkait Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
dengan definisi Anak. Di sisi lain, maraknya Perlindungan Anak. Pemerintah menerbitkan
kejahatan terhadap Anak di Masyarakat, salah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
satunya adalah kejahatan seksual, memerlukan Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
peningkatan komitmen dari Pemerintah, Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Pemerintah Daerah, dan Masyarakat serta semua Tentang Perlindungan Anak yang selanjutnya
pemangku kepentingan yang terkait dengan disahkan dalam Undang-Undang Republik
penyelenggaraan Perlindungan Anak. Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Anak, untuk memberikan efek jera, serta Menjadi undang-undang.
mendorong adanya langkah konkret untuk Untuk memberikan efek jera terhadap
memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan
korban dan/atau Anak pelaku kejahatan. Hal seksual terhadap anak, Pemerintah perlu
tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi menambah pidana pokok berupa pidana mati dan
Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan di pidana seumur hidup, serta pidana tambahan
kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan berupa pengumuman identitas pelaku. Selain itu,
yang sama. Dengan pertimbangan tersebut maka perlu menambahkan ketentuan mengenai tindakan
selanjutnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi
2002 tentang Perlindungan Anak diubah dengan elektronik, dan rehabilitasi. Selain itu, dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang pertimbangan lainnya bahwa UU Perlindungan
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun Anak sebelumnya belum mampu mencegah secara
2002 tentang Perlindungan Anak. komprehensif terjadinya kekerasan seksual
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 terhadap anak. Secara gramatikal, komprehensif
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan kata yang bersifat mampu menangkap
memuat beberapa perubahan atas aturan (menerima) dengan baik, luas dan lengkap,
sebelumnya, salah satunya penegasan dan mempunyai dan memperlihatkan wawasan yang
penambahan sanksi bagi pelaku kejahatan seksual luas(KBBI n.d.)
terhadap anak. Pasal 81 UU tersebut menyebut, Berdasarkan pertimbangan serta makna
para pelaku dapat dikenai pidanha penjara paling dari komprehensif sendiri ditegaskan bahwa
singkat lima tahun dan denda maksimal Rp5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
miliar. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tahun 2016 merupakan pembaharuan tindak
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor pidana kekerasan terhadap yang mencakup lebih
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga luas dari peraturan sebelumnya. Salah satu
mempertegas hukuman bagi para pelaku kejahatan pembaharuan yang belum tercangkup dalam
seksual yang merupakan orang tua, wali, pengasuh peraturan sebelumnya dan diatur dalam Undang-
anak, pendidik, atau tenaga pendidik. Bagi Undang Nomor 17 Tahun 2016 adalah mengenai
Pasal 81 aya (3) yang berbunyi :

6
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana orang-orang terdekatnya(LokadataID 2020).
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Selain orang-orang terdekat anak, mereka juga
orang tua, wali, orang-orang yang memiliki kewajiban untuk memberikan
mempunyai hubungan keluarga, pengasuh perlindungan terhadap anak, baik karena ada
anak, pendidik, tenaga kependidikan, hubungan keperdataan, hubungan kerja, maupun
aparat yang menangani perlindungan anak, karena profesinya berkaitan dengan perlindungan
atau dilakukan oleh lebih dari satu orang terhadap anak. Dengan demikian, pemberatan juga
secara bersama-sama, pidananya ditambah dimaksudkan karena adanya unsur pengingkaran
1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana terhadap kewajiban yang melekat pada diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” seseorang.
Pasal tersebut merupakan ketentuan yang berisi Pemberatan terhadap pelaku pencabulan
ancaman pidana terhadap pelaku kekerasan yang masih memiliki hubungan keluarga
seksual terhadap anak dengan tambahan pidana menggunakan ketentuan pola pengancaman
pidana minimum khusus (straf minima), seperti
jika dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang
pidana penjara minimal 3 (tiga) tahun, atau kalau
yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh ada pemberatan tertentu minimal 15 (lima belas)
anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang tahun. Makna dari sanksi pidana minimum khusus
menangani perlindungan anak, atau dilakukan yakni UU telah menetapkan sendiri batas
oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama. maksimum dan minimum sanksi pidana dalam
Ketentuan mengenai pelaku yang melakukan suatu delik tindak pidana. Dalam hal ini hakim
kekerasan seksual jika dirunutkan muncul pertama tidak boleh menjatuhkan pidana di bawah dari
sanksi pidana minimum yang telah ditetapkan
kali dalam Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang
dalam undang-undang. Penggunaan pola
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas pengancaman pidana minimum khusus bertujuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang untuk memperkuat efek penjeraan terhadap pelaku
Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa : tindak pidana dan menghindari disparitas
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana (disparity of sentencing) putusan pengadilan
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh terhadap suatu tindak pidana(Huda 2018).
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, Perubahan mendasar dalam Pasal 81 ayat
pendidik, atau tenaga kependidikan, maka (3) dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
ancaman pidana sebagaimana dimaksud 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
pada ayat (1).” dengan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor
Pada peraturan sebelumnya yakni Undang- 17 Tahun 2016 adalah penambahan subjek pelaku
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang yang dikenakan tambahan pidana. Perbedaan yang
Perlindungan Anak tidak menyebutkan mengenai terlihat adalah dengan ditambahkannya orang-
jenis pelaku yang melakukan tindak pidana. orang yang mempunyai hubungan keluarga, aparat
Pemberatan ini dilatarbelakangi bahwa pihak- yang menangani perlindungan anak, dilakukan
pihak tersebut merupakan orang-orang terdekat oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama.
anak sehingga potensi untuk melakukan kekerasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
terhadap anak lebih besar dengan memanfaatkan memberikan penjelasan terhadap Pasal 81 ayat (3)
kondisi fisik dan psikis anak yang lebih lemah. yakni sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan
Beberapa tahun terakhir ini menurut data hubungan keluarga termasuk hubungan sedarah
LPSK dari tahun 2016 hingga 2019 banyak kasus- dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Yang dimaksud dengan aparat yang menangani
orang-orang terdekat anak, sehingga dibutuhkan perlindungan anak misalnya, polisi, jaksa, hakim,
proteksi yang lebih besar terhadap anak dari pembimbing kemasyarakatan, atau pekerja sosial.”
potensi kekerasan seksual yang dilakukan oleh Mengenai penjelasan hubungan keluarga yang

7
dijelaskan yakni hubungan sedarah dalam garis kedua melanggar ketentuan ssebagaimana diatur
menyamping sampai derajat ketiga dapat dikaitkan dan diancam pidana dalam Pasal 290 ke-2 KUHP.
dengan Pasal 294 KUH Perdata yang menyatakan Seperti yang dijelaskan pada uraian di latar
bahwa : belakang menjelaskan bahwa peristiwa pidana
“Dalam garis menyimpang, derajat-derajat terjadi pada hari Kamis Tanggal 06 Juli 2017
dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula- dilakukan oleh HS yang terbukti masih ada
mula antara keluarga sedarah yang satu dan hubungan keluarga dengan JL. Ketika peristiwa
bapak asal yang sama dan terdekat dan terjadi Undang-Undang Republik Indonesia
selanjutnya antara yang terakhir ini dan Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan
keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
paman dan keponakan ada dalam derajat Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat Tentang Perlindungan Anak telah disahkan dan
keempat, dan demikian seterusnya.” diundangkan tepatnya pada tanggal 25 Mei 2016.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan Peristiwa diatas dapat dikaitkan dengan
keluarga dalam konteks Pasal 81 ayat (3) UU konsep tempus delicti yaitu berdasarkan waktu,
Perlindungan Anak adalah hubungan sedarah untuk menentukan apakah suatu undang-undang
dalam garis menyamping sampai derajat ketiga dapat diterapkan terhadap suatu tindak pidana.
yang berarti saudara kandung sebagai derajat Moeljatno mengenai penentuan soal waktu
kedua serta paman dan keponakan sebagai derajat (tempus delicti) dalam undang-undang hukum
ketiga. pidana tidak dijelaskan secara rinci serta tidak ada
Berdasarkan hal tersebut maka perlindungan ketentuan khusus yang mengaturnya, padahal
hukum terhadap anak korban pencabulan yang keberadaan tempus delicti sangat diperlukan untuk
dilakukan oleh pelaku yang masih ada hubungan menentukan berlakunya hukum pidana
keluarga telah diatur dalam Pasal 81 ayat (3) UU sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat 1
Perlindungan Anak. Dalam penjelasan Pasal 81 KUHP(Moeljatno 2001).
ayat (3) UU Perlindungan Anak dijelaskan bahwa Pokok permasalahan yang terjadi pada
hubungan sedarah dalam garis menyamping putusan tersebut adalah penggunaan pasal yang
sampai derajat ketiga yang berarti saudara sudah dirubah dengan ketentuan yang terbaru
kandung sebagai derajat kedua serta paman dan yang didasarkan dakwaan jaksa dan dalam
keponakan sebagai derajat ketiga. Perlindungan pertimbangan hukumnya. Hal tersebut
anak terhadap pencabulan yang dilakukan oleh bertentangan dengan asas lex posterior derogat
pelaku yang masih memiliki hubungan keluarga legi priori. Menurut Peter Mahmud Marzuki,
sampai keponakan sesuai dengan pengertian beliau berpendapat bahwa asas lex posterior
hubungan sedarah dalam garis menyamping derogat legi priori memiliki definisi yaitu
derajat ketiga dapat ditemukan dalam Pasal 294 peraturan perundang-undangan yang baru/terkini
KUH Perdata. mengesampingkan peraturan perundang-undangan
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum yang lama/terdahulu(Marzuki 2009).
mendakwa HS dalam dakwaan kesatu melakukan Proses peradilan berakhir dengan putusan
perbuatan melanggar ketentuan sebagaimana akhir (vonnis) dan dalam akhir putusan itu hakim
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Jo. menyatakan pendapatnya tetang apa yang telah
Pasal 76 huruf E Undang Undang Republik dipertimbangkan dan putusannya. Menurut
Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang Undang Republik Kekuasaan Kehakiman, pertimbangan hakim
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim
Perlindungan Anak. Perbuatan HS dalam dakwaan dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-

8
hal yang dapat meringankan atau memberatkan menegaskan bahwa ukuran pidana yang
pelaku. dijatuhkan merupakan kewenangan judex facti
Setiap hakim wajib menyampaikan untuk menjatuhkan pidana, di mana hal tersebut
pertimbangan atau pendapat terlulis terhadap tidak diatur dalam undang-undang dan hanya ada
perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian batasan maksimal pidana yang dapat dijatuhkan,
yang tidak terpisahkan dari putusan. Pertimbangan sebagaimana dalam KUHP atau dalam
hakim merupakan salah satu aspek untuk undangundang tertentu ada batas minimal, seperti
mewujudkan nilai dari sebuah putusan hakim yang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
mengandung kepastian hukum, serta mengandung dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001
maanfaat bagi para pihak yang bersangkutan Tentang HAM.
sehingga pertimbangan hakim harus disikapi Mengenai dakwaan sendiri dijelaskan
dengan teliti, baik dan cermat(Arto 2004). Apabila bahwa Dakwaan merupakan dasar hukum acara
pertimbangan hakim tersebut tidak teliti, baik dan pidana karena berdasar itulah pemeriksaan di
cermat, maka putusan hakim tersebut akan persidangan dilakukan. Dakwaan selain berisikan
dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau identitas terdakwa, juga memuat uraian tindak
Mahkamah Agung. Pada hakikatnya pertimbangan pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu
hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dakwaan
sebagai berikut(Arto 2004): yang dijadikan pertimbangan hakim adalah
1) Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui dakwaan yang telah dibacakan di depan sidang
atau dalil-dalil yang tidak disangkal; pengadilan. Dalam dakwaan itu sendiri, pasal
2) Adanya analisis secara yuridis terhadap peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan
putusan segala aspek menyangkut semua dengan perbuatan terdakwa. Terkait hal ini,
fakta/hal-hal yang terbukti dalam penuntut umum dan hakim berusaha untuk
persidangan; membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat
3) Adanya semua bagian dari petitum bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah
penggugat/dakwaan harus dipertimbangkan atau tidak memenuhi unsur-unsur yang
atau diadili secara satu demi satu sehingga dirumuskan dalam pasal peraturan hukum pidana.
hakim dapat menarik kesimpuan tentang Dalam permasalahan serupa yakni dalam
terbukti/tidaknya dan dapat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor
dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut 195/Pid.Sus/2015/Pn.Jkt.Utr) dijelaskan bahwa
dalam amar putusan. Surat dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum
Dasar Pertimbangan Hakim merupakan tidaklah cermat dalam melimpahkan berkas
dasar hakim dalam menjatuhkan putusan perkara ke pengadilan jika jaksa salah membuat
pengadilan perlu didasarkan kepada teori dan hasil suatu dakwaan maka hakim juga akan keliru
penelitian yang saling berkaitan sehingga dalam memutuskan terdakwa bersalah atau tidak.
didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan Jika dikaitkan dengan kasus tersebut Terdakwa
seimbang dalam tataran teori dan praktek. dituntut Jaksa Penuntut Umum bersalah dalam
Dalam hal ini terdakwa jika telah terbukti secara melakukan tindak pidana pencabulan dengan cara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan
pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan perbuataan yang melanggar kesusilaan
penuntut umum, maka terhadap terdakwa harus sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
dijatuhi pidana yang setimpal dengan tindak Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia
pidana yang dilakukannya (Pasal 193 ayat (1) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
KUHAP). Putusan Mahkamah Agung RI No. Anak. Namun, pada saat sidang pembacaan
553.K/Pid/1982, tanggal 17 Januari 1983 putusan terdakwa dinyatakan bebas terlepas dari

9
bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan. Pasal Akibat hukum adalah suatu akibat dari
tersebut justru sangat menguntungkan pelaku tindakan yang dilakukan, untuk memperoleh suatu
yakni selain ancaman maksimum yang kurang yang akibat yang diharapkan oleh pelaku hukum.
memadai, juga memberikan kewenangan pada Akibat yang dimaksud adalah akibat yang diatur
hakim untuk menjatuhkan pidana yang bersifat oleh hukum, sedangkan tindakan yang dilakukan
subyektif, sehingga dalam implementasinya pasal merupakan tindakan hukum yaitu tindakan yang
ini memberikan disparitas pidana yang cukup sesuai dengan hukum yang berlaku. Akibat hukum
besar. adalah akibat yang ditimbulkan oleh suatu
Seperti yang diketahui bahwa institusi peristiwa hukum, yang dapat berwujud(Soeroso
Kejaksaan (Penuntut Umum) mempunyai peran 2006):
sangat penting dalam penanganan suatu perkara 1) Lahir, berubah atau lenyapnya suatu
pidana, oleh karena Kejaksaan merupakan pihak keadaan hukum. Contohnya, akibat hukum
yang mempunyai kewenangan untuk menguji dapat berubah dari tidak cakap hukum
suatu perkara dalam proses persidangan dihadapan menjadi cakap hukum ketika seseorang
Majelis Hakim dalam melaksanakan kegiatan berusia 21 tahun.
penegakkan hukum. Pemeriksaan sidang di 2) Lahir, berubah atau lenyapnya suatu
Pengadilan akan memeriksa dan menilai data dan hubungan hukum antara dua atau lebih
fakta sebagai bahan baku yang telah disajikan subjek hukum, dimana hak dan kewajiban
pada tahap penyidikan dan penuntutan. Oleh pihak yang satu berhadapan dengan hak
karena itu, dapat dikatakan bahwa hasil dan kewajiban pihak yang lain. Contohnya,
penyidikan akan menentukan kelancaran dan X mengadakan perjanjian sewa-menyewa
keberhasilan penanganan dan penyelesaian rumah dengan Y, maka lahirlah hubungan
perkara pidana secara keseluruhan hukum antara X dan Y apabila sewa
Dari penjelasan mengenai alasan pengajuan menyewa rumah berakhir, yaitu ditandai
kasasi dan isi surat pemutusan pemidanaan diatas, dengan dipenuhinya semua perjanjian
maka penjatuhan putusan Putusan Pengadilan sewa-menyewa tersebut, maka hubungan
Negeri Tenggarong Nomor 458/Pid.Sus/ hukum tersebut menjadi lenyap.
2019/PN.Trg tidak tepat karena menggunakan 3) Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang melawan hukum. Contohnya, seorang
dapat dikualifikasikan dengan melanggar asas lex pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu
posteriori derogat legi priori. Dakwaan penuntut akibat hukum dari perbuatan si pencuri
umum menjadi kesalahan utama dalam tersebut yaitu, mengambil barang orang
pelanggaran asas lex posteriori derogat legi priori lain tanpa hak dan secara melawan hukum.
terhadap ketentuan perlindungan anak korban Dalam sub pembahasan ini, akibat hukum
pencabulan karena ketidakcermatan penuntut yang akan ditinjau adalah putusan Pengadilan
umum dalam penjeratan pasal yang dikenakan Negeri Tenggarong dalam putusannya Nomor
dalam surat dakwaan yang dilimpahkan ke 458/ Pid.Sus/ 2019/PN Trg. Dalam putusannya
pengadilan akan berdampak pada pemberian menyatakan bahwa HS, tersebut di atas terbukti
pertimbangan hukum dan proses penjatuhan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
putusan oleh hakim. tindak pidana “melakukan perbuatan cabul dengan
2. Akibat Hukum Putusan Pengadilan kekerasan terhadap anak”; Menjatuhkan pidana
Negeri Tenggarong yang Memutuskan terhadap HS oleh karena itu dengan pidana
Perkara Pidana Terhadap Anak dengan penjara selama 6 (enam) Tahun, dan pidana denda
Mendasarkan Pasal 82 UU Nomor 35 sejumlah Rp100.000.000, (seratus juta Rupiah)
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut
tidak dibayar maka diganti dengan pidana

10
kurungan selama 3 (tiga) bulan. HS terbukti secara ketentuan perlindungan anak korban pencabulan
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena ketidakcermatan penuntut umum dalam
melanggar Pasal 82 UU Perlindungan Anak penjeratan pasal yang dikenakan dalam surat
sebagai dakwaan kesatu jaksa Penuntut Umum. dakwaan yang dilimpahkan ke pengadilan akan
Peristiwa pidana terjadi pada hari Kamis Tanggal berdampak pada pemberian pertimbangan hukum
06 Juli 2017 dilakukan oleh HS yang terbukti dan proses penjatuhan putusan oleh hakim.
masih ada hubungan keluarga dengan JL. Hal Akibat hukum yang akan timbul dari dalam
tersebut dapat dilihat dalam pertimbahan hukum pelanggaran asas lex posteriori derogat legi
dalam putusan tersebut yang menyatakan bahwa : priori tersebut adalah putusan tersebut dapat
“Menimbang bahwa Terdakwa telah didakwa diajukan ke tahap selanjutnya yang lebih tinggi
oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang melalui mekanisme upaya hukum banding yang
berbentuk Alternatif yaitu Kesatu : diatur dalam 67 KUHAP.
melanggar Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 76 E Saran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Diperlukan penjelasan lebih konkrit dalam
35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Pasal 81 ayat (2) UU Perlindungan Anak terhadap
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor subyek atau pelaku yang dapat dikenakan
hukuman tambahan terhadap kekerasan seksual
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
terhadap anak. Dalam hal ini frasa hubungan
Atau Kedua : melanggar Pasal 290 Ke-2 keluarga dengan batas sampai derajat ketiga dapat
KUHP; ditambahkan pula dengan penjelasan dan definisi
“Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan yang lebih rinci. Serta diperlukan kecermatan dan
disusun secara alternatif maka berdasarkan ketelitian kepada Jaksa Penuntut Umum dalam
fakta-fakta hukum tersebut Majelis Hakim membuat Surat dakwaan agar dalam penerapan
memilih langsung dakwaan alternatif Kesatu hukum yang berlaku Hakim pun menjatuhkan
putusan sesuai dengan hukum yang berlaku.
sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1)
jo Pasal 76 E UndangUndang Republik DAFTAR PUSTAKA
Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perubahan atas UndangUndang Republik Buku
Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Arto, Mukti. 2004. Praktek Perkara Perdata
Perlindungan Anak.” Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:
Akibat hukum yang akan timbul dari salah Pustaka pelajar.
menerapkan hukum secara materiil tersebut
DetikNews. 2019. “LPSK: Kasus Kekerasan
adalah putusan tersebut dapat diajukan ke tahap Seksual Pada Anak Meningkat Tiap
selanjutnya yang lebih tinggi melalui mekanisme Tahun,.” Detiknews. Retrieved (lpsk: Kasus
upaya hukum banding yang diatur dalam Pasal Kekerasan Seksual pada Anak Meningkat
67 KUHAP. Tiap Tahun,).

PENUTUP Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk


Kesimpulan Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Putusan Pengadilan Negeri Tenggarong
Nomor 458/Pid.Sus/ 2019/PN.Trg tidak tepat Huda, Chairul. 2018. “Pola Pemberatan Pidana
Dalam Hukum Pidana Khusus.” 18.
karena menggunakan Pasal 82 UU Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dapat KBBI. n.d. “Definisi Komprehensif.” Kamus
dikualifikasikan melanggar asas lex posteriori Besar Bahasa Indonesia. Retrieved July 18,
derogat legi priori. Dakwaan penuntut umum 2021 (https://kbbi.web.id/komprehensif).
menjadi kesalahan utama dalam pelanggaran
asas lex posteriori derogat legi priori terhadap LokadataID. 2020. “Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, 2016-2019.” Lokadata.ID.

11
Retrieved February 17, 2020 Tesis dan Disertasi. Jakarta: Raja
(https://lokadata.id/data/kasus-kekerasan- Grafindo Persada.
seksual-terhadap-anak-2016-2019- Lilik Mulyadi. 2012. Bunga Rampai Hukum
1578639190.). Pidana Umum dan Khusus. Bandung:
Alumni.
Marzuki, Peter Mahmud. 2009. Penelitian Hukum. Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak di
Jakarta: Kencana. Indonesia, Bandung: Refika Aditama.
Marzuki, Peter Mahmud. 2009. Penelitian
Moeljatno. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana. Hukum. Jakarta: Kencana.
Jakarta: Rineka Cipta. Mertokusumo, Sudikmo. 1999. Mengenal
Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Mukti, Fajar, and Achmad Yulianto. 2010. Liberty.
Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Moeljatno. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana.
Empiris. Jakarta: Pustaka pelajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Mukti, Fajar dan Achmad Yulianto. 2010.
Soekanto, Soerjono. 2014. Pengantar Penelitian Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. Empiris. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Prasetyo, Teguh. 2012. Hukum Pidana. Jakarta:
Soeroso, R. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali Press.
Jakarta: Sinar Grafika. Purwoleksono, Didik Endro. 2016. Hukum
Pidana. Surabaya: Airlangga University
Suastha, Riva Dessthania. 2008. “Hukum Press.
Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Raharjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung:
Indonesia.” CNN Indonesia 06:1. Retrieved Citra Aditya Bakti.
July 18, 2021 Rasjidi, Lili dan I. B Wysa Putra. 1993. Hukum
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20 Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja
160526155355-12-133626/riwayat-hukum- Rusdakarya
perlindungan-anak-di-indonesia). Schaffmeister, N. Keijzer & Sutorius. 2011.
Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Alfons, Maria. 2010. Implentasi Perlindungan Sianturi. 2012. Asas-asas Hukum Pidana Di
Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Indonesia dan Penerapannya. Jakarta:
Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak Alumni AHAEM-PETEHAEM.
kekayaan Intelektual. Malang: Universitas Soekanto, S. (2014). Pengantar Penelitian
Brawijaya. Hukum. Universitas Indonesia.
Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian
Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Djamil, M. N. 2013. Anak Bukan Untuk Undang-Undang
Dihukum. Sinar Grafika. Indonesia, 2013. Undang-Undang Nomor 11
Gultom, Maidin. 2008. Perlindungan Hukum Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Terhadap Pidana Anak (Lembaran Negara Republik
Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Tahun 2012 Nomor 153,
Anak Di Indonesia. Bandung: Refika Tambahan Lembaran Negara Republik
Aditama. Indonesia Nomor 5332);
Hadjon, Phillipus M. 1987. Perlindungan Hukum
bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Indonesia, 2002. Undang-Undang Nomor 23
Ilmu. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Hamzah, Andi. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbani. Lembaran Negara Republik Indonesia
Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Nomor 4235).
Indonesia, 2014. Undang-Undang Nomor 35

12
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Suastha, Riva Dessthania. 2008. “Hukum
tentang Perlindungan Anak (Lembaran Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Indonesia.” CNN Indonesia 06:1. Retrieved
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara July 18, 2021
Republik Indonesia Nomor 5606); (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20
Indonesia, 2016. Undang-Undang Republik 160526155355-12-133626/riwayat-hukum-
Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang perlindungan-anak-di-indonesia).
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5882) Menjadi Undang-
Undang;
Indonesia, Mahkamah Agung, 2018. Putusan
Pengadilan Negeri Tenggarong Nomor
458/Pid.Sus/ 2019/PN.Trg.

Website
Arto, Mukti. 2004. Praktek Perkara Perdata Pada
Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
DetikNews. 2019. “LPSK: Kasus Kekerasan
Seksual Pada Anak Meningkat Tiap
Tahun,.” Detiknews. Retrieved (lpsk: Kasus
Kekerasan Seksual pada Anak Meningkat
Tiap Tahun,).
Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk
Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Huda, Chairul. 2018. “Pola Pemberatan Pidana
Dalam Hukum Pidana Khusus.” 18.
KBBI. n.d. “Definisi Komprehensif.” Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Retrieved July 18,
2021 (https://kbbi.web.id/komprehensif).
LokadataID. 2020. “Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, 2016-2019.” Lokadata.ID.
Retrieved February 17, 2020
(https://lokadata.id/data/kasus-kekerasan-
seksual-terhadap-anak-2016-2019-
1578639190.).
Marzuki, Peter Mahmud. 2009. Penelitian Hukum.
Jakarta: Kencana.
Moeljatno. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana.
Jakarta: Rineka Cipta.
Mukti, Fajar, and Achmad Yulianto. 2010.
Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris. Jakarta: Pustaka pelajar.
Soekanto, Soerjono. 2014. Pengantar Penelitian
Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.
Soeroso, R. 2006. Pengantar Ilmu Hukum.

13

Anda mungkin juga menyukai