Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DALAM

KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK


(Studi Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1642 K/PID.SUS/2018)

Rizki Wahyu Ramadhan


(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
rizkiramadhan16040704047@mhs.unesa.ac.id

Emmilia Rusdiana
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
emmiliarusdiana@unesa.ac.id

Abstrak
Kekerasan terhadap anak dapat menimbulkan luka fisik maupun luka psikis. Kekerasan terhadap
anak diatur pada Pasal 76C UU Perlindungan Anak. Amar putusan hakim pada Putusan Kasasi MA
RI Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 menguatkan putusan hakim sebelumnya yaitu memvonis
terdakwa dengan pidana penjara 1 bulan namun disertai pidana bersyarat sebagaimana Pasal 14a
KUHP. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim pada Putusan
Kasasi MA RI Nomor 1642 K/PID.SUS.2018 mengenai pidana percobaan dikaitkan dengan pasal
14a KUHP serta menganalisis sanksi pidana yang tepat bagi terdakwa tindak pidana penganiayaan
pada putusan ini berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual,
dan pendekatan kasus pada putusan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
1642 K/PID.SUS/2018. Bahan hukum yang digunakan yaitu primer dan sekunder. Teknik analisis
menggunakan metode preskriptif untuk menganalisis kasus tersebut. Hasil penelitian ini yaitu: (1)
Pertimbangan yuridis hakim pada putusan kasasi ini telah sesuai dengan Pasal 14a KUHP, yaitu
dapat dijatuhkan pidana bersyarat jika hukuman yang diberikan hakim berupa pidana penjara dan
tidak lebih dari 1 tahun. Namun, pidana bersyarat yang diberikan kepada Terdakwa belum cukup
menimbulkan efek jera. (2) Penjatuhan pidana bersyarat juga menemui banyak hambatan dalam
pengawasannya. Sehingga, penjatuhan pidana penjara 2 bulan tanpa adanya masa percobaan selama
4 bulan dinilai sudah cukup tepat untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban serta setimpal dengan
perbuatan terdakwa.
Kata kunci: kekerasan, perlindungan anak, pidana bersyarat

Abstract

Violence against children can cause physical and psychological injuries. Violence against children
is regulated in Article 76C of the Child Protection Law. The judge's decision on the Supreme Court
Cassation Decision strengthened the previous judge's decision, namely to sentence the defendant to
1 month in prison but accompanied by a conditional sentence. The purpose of this study was to
analyze the basis of the judge's considerations in the Supreme Court Cassation Decision Number
1642 K/PID.SUS.2018 regarding probation in relation to Article 14a of the Criminal Code and to
analyze the appropriate criminal sanction for the defendant of the crime of maltreatment in this
decision based on applicable legal provisions. This research is a normative legal research using a
statutory approach, a conceptual approach, and a case approach to the decision of the Supreme Court
of the Republic of Indonesia Number 1642 K/PID.SUS/2018. The legal materials used are primary
and secondary. The analysis technique uses a prescriptive method to analyze the case. The results
of this study are: (1) The judge's juridical considerations in this cassation decision are in accordance
with Article 14a of the Criminal Code, namely that a conditional sentence can be imposed if the
sentence given by the judge is in the form of imprisonment and not more than 1 year. (2) The
imposition of a conditional sentence also encounters many obstacles in its supervision. Thus, the
imposition of a 2-month prison sentence without a 4-month probationary period is deemed

24
appropriate enough to satisfy the victim's sense of justice and be commensurate with the defendant's
actions.
Key words: violence, child protection, conditional imprisonment

PENDAHULUAN
Setiap anak mempunyai harkat dan serta lingkungan masyarakat tempat tinggal anak.
martabat yang patut dijunjung tinggi serta tanpa Berdasarkan data dan fakta hukum yang diperoleh
diminta setiap anak yang terlahir harus mendapatkan oleh penulis dinyatakan bahwa terjadi peningkatan
hak-haknya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan kekerasan yang menimpa anak-anak (dari keluarga,
konvensi hak anak yang telah diratifikasi oleh sekolah, lingkungan sekitar) dari tahun ke tahun.
pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No Zainal (2014) menyebutkan bahwa kekerasan anak
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang pada tahun 2005 meningkat sekitar 20 sampai 25
mengemukakan tentang prinsip-prinsip umum persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, Bahkan, selama tahun 2018 data dari Komnas
kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup dan Perlindungan Anak (PA) menyebutkan jumlah
tumbuh kembang serta menghargai partisipasi anak kekerasan fisik sebanyak 247 kasus, kekerasan
(Muladi, 2004). seksual 426 kasus sedangkan kekerasan psikis 451
Seorang anak yang dilahirkan, di belahan kasus (Zainal, 2014).
dunia manapun, merupakan penerus generasi Berdasarkan Data Komnas Perlindungan
bangsa. Dengan kata lain, maju–mundurnya suatu Anak disebutkan bahwa kekerasan pada anak tidak
bangsa ditentukan dari anak-anak yang terlahir. mengenal strata sosial, baik menengah ke bawah
Maidin (2012) mengungkapkan bahwa memberikan sampai menengah ke atas. Faktor kemiskinan
yang terbaik pada anak harus selalu dikedepankan diklaim sebagai faktor kekerasan pada anak di strata
melalui suatu pembinaan dan perlindungan dalam menengah ke bawah. Berbeda dengan strata
rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan menengah ke atas, faktor utama penyebab kekerasan
fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, terhadap anak dikarenakan ambisi orang tua untuk
dan seimbang. menjadikan anaknya yang terbaik di sekolah
Arif Gosita (dalam Zainal, 2014) maupun di lingkungan masyarakat. Sudah saatnya
berpendapat bahwa agar anak-anak tidak menjadi pemerintah, orang tua, serta masyarakat menyadari
korban tindakan siapa saja (individu, kelompok, bahwa anak juga memiliki hak asasi yang harus
organisasi swasta maupun pemerintah), baik secara dihargai seperti manusia dewasa lainnya. Zainal
langsung maupun secara tidak langsung, maka anak (2014) menyebutkan bahwa dalam Konvensi Hak
harus dilindungi. Diberlakukannya Undang-undang Anak yang diratifikasi Pemerintah Indonesia tahun
RI No. 14 Tahun 2004 tentang Penghapusan 1990, disusul disahkannya UU RI No. 23/2022
Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU RI No. 23 tentang Perlindungan Anak yang mencantumkan
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan berbagai sanksi bagi pelanggaran hak anak. Dalam
salah satu upaya negara melalui pemerintah) untuk konvensi tersebut tercantum hak-hak anak yang
memberikan yang terbaik kepada anak-anak. perlu ditegakkan, meliputi: hak untuk hidup layak,
Bahkan sejak 1979, pemerintah Indonesia tumbuh dan berkembang optimal, memperoleh
menunjukkan kepeduliannya terhadap harkat dan perlindungan, pendidikan dan ikut berpartisipasi
martabat anak yaitu dengan dibuatnya Undang- dalam hal-hal yang menyangkut nasibnya sendiri
undang RI No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan sebagai anak.
Anak. Hal-hal tersebut dinilai belum cukup Seolah tiada henti, kekerasan terhadap
maksimal dalam menekan tingginya tindak anak masih saja terus terjadi, termasuk di Indonesia.
kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. Bahkan, Salah satu kasus yang terjadi pada seorang anak
sejak terbitnya undang-undang perlindungan anak sebagai korban kekerasan di wilayah hukum Takalar
hingga saat ini, harapan kesejahteraan dan Sulawesi Selatan pada Putusan Pengadilan Negeri
pemenuhan hak anak belum terpenuhi secara Takalar Nomor 74/Pid.Sus/2017/PN.TKA.
maksimal. Peristiwa terjadi pada hari Rabu tanggal 21
Beberapa tindak kekerasan terhadap anak Desember 2016 sekira pukul 14.30 WITA atau
secara umum terjadi di lingkungan terdekat seperti setidak-tidaknya pada suatu hari dalam bulan
keluarga yang penuh konflik, lingkungan sekolah Desember 2016, terjadi peristiwa penyerempetan
akibat tuntutan guru dalam pencapaian prestasi, motor yang dikendarai Terdakwa SAPARUDDIN

25
Dg. SIJAYA Bin MOHA oleh Anak Korban SAFRI 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa
RAHIM, sehingga Terdakwa marah dan SAPARUDDIN Dg SIJAYA bin MOHA
tersinggung. Bahwa pada saat Terdakwa melihat oleh karena itu dengan pidana penjara
Anak korban bermain di halaman rumah, Terdakwa selama 2 (dua) bulan;
datang membawa sepotong kayu lalu mengejar 3. Memerintahkan supaya pidana penjara
kemudian memukul Anak Korban mengenai tersebut tidak usah dijalani kecuali di
pinggang sebelah kiri lalu Anak Korban melarikan kemudian hari berdasarkan suatu Putusan
diri tetapi kakinya tersandung hingga luka dan Anak Hakim, Terpidana dinyatakan bersalah atas
korban terjatuh, kemudian Terdakwa mencakar suatu tindak pidana sebelum habis masa
tubuh Anak korban. Sehingga pada perkara ini, percobaan selama 4 (empat) bulan;
Terdakwa diadili karena melakukan perbuatan Sedangkan pada Putusan Banding di
pidana “telah menempatkan, membiarkan, Pengadilan Tinggi Makassar Nomor
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta 379/PID.SUS/2017/PT.MKS, tanggal 23 Oktober
melakukan kekerasan terhadap anak” sebagaimana 2017, yang intinya sebagai berikut:
tercantum dalam Pasal 76C UU Perlindungan Anak. 1. Menerima permintaan banding dari Jaksa
Akibat perbuatan Terdakwa, anak Korban SAFRI Penuntut Umum tersebut;
RAHIM mengalami: 2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Takalar Nomor 74/Pid.Sus/2017/PN.Tka
- 2 (dua) luka gores pada lengan kanan dekat tanggal 21 Agustus 2017 yang dimintakan
siku dengan ukuran masing-masing panjang 2
banding tersebut;
(dua) centimeter dan tiga centimeter
Selanjutnya yang terakhir pada Putusan
- luka gores pada pergelangan lengan kiri Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia
sepanjang 2 (dua) centimeter
Nomor 1642 K/PID.SUS/2018, yang intinya sebagai
- 2 (dua) luka gores pada bagian perut berikut :
dengan ukuran masing-masing 10 (sepuluh)
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon
centimeter dan 11 (sebelas) centimeter
Kasasi/PENUNTUT UMUM PADA
- tampak bengkak pada jari kaki sebelah kiri KEJAKSAAN NEGERI TAKALAR
Seorang anak bernama Safri Rahim tersebut tersebut;
merupakan satu dari ratusan bahkan jutaan anak 2. Alasan kasasi Penuntut Umum tidak dapat
yang masa kecilnya dinodai oleh tindak kekerasan. dibenarkan, judex facti tidak salah dalam
Noda kekerasan yang dilakukan oleh orang tua, menjatuhkan pidana percobaan selama 4
kerabat, maupun masyarakat. Bahkan orang tua (empat) bulan;
yang seharusnya melindungi juga tidak menjamin 3. Perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur
tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal delik Pasal 80 ayat (1)
(kata-kata kasar) terhadap anak. Tidak hanya kasus 4. Undang-Undang Nomor RI Nomor 35
Safri Rahim, jutaan anak di luar sana juga masih saja Tahun 2014 tentang Perubahan atas
berjuang dengan keras untuk menafkahi diri bahkan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002
keluarga di tengah teriknya matahari maupun di tentang Perlindungan Anak;
kedinginan malam. Kesimpulan akhir dari perkara ini adalah
Sehubungan dengan penelitian ini, di mana Hakim memutus pidana bersyarat atau pidana
pengkajiannya diarahkan dalam hal dasar percobaan kepada terdakwa seharusnya perbuatan
pertimbangan hakim dalam menetapkan hukuman terdakwa dijatuhi pidana penjara yang sesuai dengan
atas kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak tingkat kesalahan dan akibat yang ditimbulkan
pada Putusan Pengadilan Negeri Takalar Nomor tersebut. Sebagaimana diatur dan diancam pidana
74/Pid.Sus/2017/PN.TKA, tanggal 21 Agustus dalam Pasal 76 c juncto pasal 80 Ayat (1) Undang-
2017, yang intinya sebagai berikut: undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
1. Menyatakan Terdakwa SAPARUDDIN Dg atas Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang
SIJAYA bin MOHA telah terbukti secara perlindungan Anak.
sah dan meyakinkan bersalah melakukan Pasal tentang penganiayaan anak ini diatur
tindak pidana “Melakukan kekerasan khusus dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang
terhadap anak” sebagaimana dalam berbunyi:
Dakwaan Tunggal Penuntut Umum;

26
“Setiap Orang dilarang menempatkan, Pemilihan jenis penelitian ini didasarkan atas
membiarkan, melakukan, menyuruh pemikiran bahwa penelitian ini hendak menganalisis
melakukan, atau turut serta hukum mengenai dasar pertimbangan hakim pada
melakukan Kekerasan terhadap Anak.” Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik
Sementara, sanksi bagi orang yang Indonesia Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 sudah
melanggar pasal di atas (pelaku tepat dalam menentukan pidana bersyarat jika
kekerasan/peganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 dikaitkan dengan akibat dari tindak pidana
ayat 1 UU 35/2014: kekerasan terhadap anak dan pengaturan hukum
“(1) Setiap Orang yang melanggar yang benar mengenai tindak pidana kekerasan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam terhadap anak sesuai Undang-undang RI No. 35
Pasal 76C, dipidana dengan pidana Tahun 2014 tentang perlindungan Anak. Tujuan dari
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 penelitian hukum yuridis normatif untuk
(enam) bulan dan/atau denda paling memberikan argumentasi terkait adanya
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua kekosongan hukum, kekaburan hukum, atau konflik
juta rupiah).” norma. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Hal ini dianalisis lebih lanjut serta dikaji perundang-undangan (statute approach),
lebih dalam dengan menggunakan teori-teori yang pendekatan konseptual atau conseptual approach,
relevan dan dasar hukum yang sesuai dengan serta pendekatan kasus yaitu kasus pada putusan
perkara tindak pidana khusus perlindungan anak Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia
tersebut. Nomor 1642 K/PID.SUS/2018.
Menurut peneliti, perbuatan terdakwa tidak Penelitian ini bermula dari pengumpulan
seharusnya dijatuhi pidana bersyarat melainkan bahan-bahan hukum primer maupun sekunder.
pidana penjara karena adanya pengaturan terkait Bahan hukum primer memuat otoritas hukum yang
kekerasan terhadap anak yang sudah diatur dalam ditetapkan oleh suatu cabang kekuasaan dari
UU Perlindungan Anak, sehingga putusan hakim pemerintahan, meliputi undang-undang yang dibuat
tersebut tidak cukup memberikan sanksi pidana atas oleh parlemen, putusan pengadilan, serta peraturan
kekerasan terhadap anak. Oleh sebab itu peneliti eksekutif/administratif. Bahan hukum primer dalam
memberikan judul terhadap penelitian ini yaitu : penelitian ini adalah KUHP, KUHAP, UU
“Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Bersyarat Perlindungan Anak, UU Kesejahteraan Anak, serta
dalam Kasus Kekerasan Terhadap Anak (Studi Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Komisi Nasional Perlindungan Anak, Putusan
Indonesia Nomor 1642 K/PID.SUS/2018)” Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1642
Berdasarkan latar belakang yang telah K/PID.SUS/2018, Putusan Pengadilan Tinggi
dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan Makassar Nomor 379/PID.SUS/2017/PT.MKS
perumusan masalah sebagai berikut: ,Putusan Pengadilan Negeri Takalar Nomor
1. Apakah dasar pertimbangan hakim pada 74/Pid.Sus/2017/PN.TKA. Sedagkan bahan hukum
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik sekunder adalah bahan hukum yang diharapkan
Indonesia Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 dapat memberikan keterangan atau penjelasan lebih
mengenai pidana percobaan pada tindak pidana lanjut terhadap bahan hukum primer (Mukti, 2010)
penganiayaan anak dikaitkan dengan Pasal 14a sehingga bahan hukum sekunder dari penelitian ini
KUHP? adalah buku teksi oleh para ahli hukum, jurnal
hukum, bahan dari internet yang berkolerasi dengan
2. Apa sanksi pidana yang tepat bagi terdakwa penelitian, artikel media elektronik, serta hasil karya
tindak pidana penganiayaan pada Putusan ilmiah yang dibuat oleh para sarjana dan berkaitan
Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan permasalahan. Bahan non hukum penelitian
Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 berdasar ini adalah kamus besar bahasa Indonesia (KBBI).
ketentuan perundang-undangan yang berlaku? Teknik pengumpulan bahan hukum yang
dipakai oleh peneliti yaitu peneliti menentukan isu
METODE PENELITIAN hukum dalam penelitian terlebih dahulu untuk
Jenis penelitian yang digunakan dalam kemudian dilakukan studi kepustakaan (library
penelitian ini ialah penelitian hukum normatif
research), yaitu dengan mengumpulkan dan
Penelitian normatif membahas doktrin-doktrin atau mengidentifikasi bahan-bahan hukum (primer dan
asas-asas dalam ilmu hukum (Zainal, 2014).
27
sekunder) serta menelusuri buku-buku hukum yang 3. Apakah benar pengadilan telah melampaui
memuat konsep hukum yang berkaitan dengan batas wewenangnya
masalah yang diteliti. Teknik analisis dalam Hakim dalam mengambil suatu keputusan
dalam sidang pengadilan dapat mempertimbangkan
penelitian ini dengan teknik preskriptif, atau
beberapa aspek (Arief, 2001):
memberikan penilaian mengenai benar atas salah a. Kesalahan pelaku tindak pidana;
atau apa yang seharusnya menurut hukum terdapat b. Motif dan tujuan dilakukannya suatu
fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian tindak pidana;
(Mukti, 2013). Penelitian ini menggunakan metode c. Cara melakukan tindak pidana;
preskriptif bertujuan untuk memberikan penjelasan d. Sikap batin pelaku tindak pidana;
atau gambaran terhadap masalah hukum yang e. Riwayat hidup dan sosial ekonomi;
f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah
diteliti.
melakukan tindak pidana;
g. Pengaruh pidana terhadap masa depan
pelaku;
HASIL DAN PEMBAHASAN
h. Pandangan masyarakat terhadap tindak
1. Dasar pertimbangan hakim pada Putusan pidana yang dilakukan oleh pelaku.
Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 mengenai pidana Berdasarkan Undang-undang Kekuasaan
percobaan pada tindak pidana penganiayaan Kehakiman Pasal 50, berbunyi:
anak dikaitkan dengan Pasal 14a KUHP (1) Putusan pengadilan selain harus memuat
alasan dan dasar putusan, juga memuat
Menurut Pasal 244 KUHAP, terhadap pasal tertentu dari peraturan perundang-
putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat undangan yang bersangkutan atau sumber
akhir oleh pengadilan lain selain dari pada hukum tak tertulis yang dijadikan dasar
Mahkamaah Agung , Terdakwa atau Penuntut untuk mengadili.
Umum dapat mengajukan pemeriksaan Kasasi
(2) Tiap putusan pengadilan harus
Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. ditandatangani oleh ketua serta hakim
Pengertian KUHAP tersebut, Kasasi juga dapat yang memutus dan panitera yang ikut serta
diartikan bahwa: Kasasi merupakan salah satu upaya bersidang.
hukum biasa dan merupakan hak asasi yang
Putusan hakim merupakan puncak dari proses
diberikan peraturan perundang-undangan kepada
perkara pidana. Hakim dalam memutus suatu
pencari keadilan. Kasasi berasal dari “Cassation”
perkara harus mempertimbangkan kebenaran
dengan kata kerja “Casser” artinya membatalkan
yuridis dan kebenaran non yuridis, yaitu kebenaran
atau memecahkan. Peradilan Kasasi dapat diartikan
filosofis dan sosiologis. Kebenaran yuridis artinya
memecahkan atau membatalkan putusan atau
landasan hukum yang dipakai apakah memenuhi
penetapan pengadilan-pengadilan, karena diniai
ketentuan hukum yang berlaku. Kebenaran filosofis
salah menerapkan hukum.
artinya hakim harus mempertimbangkan sisi
Putusan pidana yang diberikan pada tingkat keadilan apakah hakim telah berbuat dan bertindak
terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah yang seadil-adilnya dalam memutuskan suatu
Agung, terdakwa atau penuntut Umum berhak perkara. Pertimbangan sosiologis artinya hakim juga
mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada harus mempertimbangkan apakah putusannya akan
Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas berakibat buruk dan berdampak di masyarakat
/ vrijpraak. Selanjutnya sebagaimana diatur Pasal dengan kata lain bahwa hakim harus membuat
253 KUHAP pemeriksaan tingkat kasasi dilakukan keputusan yang adil dan bijaksana dengan
oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak mempertimbangkan dampak hukum dan dampak
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 244 dan yang terjadi dalam masyarakat.
Pasal 248 KUHAP untuk menentukan :
Pertimbangan yuridis adalah bentuk
1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak
diterapkan atau diterapkan tidak pertanggungawaban hakim di muka persidangan
sebagaimana mestinya. dengan dilandaskan atas fakta yang terungkap di
2. Apakah benar cara mengadili tidak persidangan beserta bunyi ketentuan dalam undang-
dilaksanakan menurut ketentuan undang- undang. Pertimbangan yuridis hakim pada Putusan
undang. Pengadilan Negeri Takalar Nomor:

28
74/Pid.sus/2017/PT.TKA dengan terdakwa bernama ukuran panjang 40 cm untuk digunakan
Saparuddin dg Sijaya Bin Moha ini antara lain: memukul korban.

a) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum e) Alat bukti surat

Dakwaan berisi identitas terdakwa, Alat bukti surat yang dijadikan alat
uraian tindak pidana, serta waktu pembuktian pidana pada perkara ini adalah
dilakukannya tindak pidana dan pasal yang visum et repertum No.
dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP). 03/PKM/PU/VER/XII/206 tanggal 21
Dalam putusan PN Takalar dengan Desember 2016 yang dibuat atas sumpah
Terdakwa Sapparudin, memuat uraian jabatan dokter sehingga mempunyai
kronologis tindak pidana dan waktu tindak keontentikan sebagaimana dalam Pasal 184
pidana, serta terdakwa didakwa oleh ayat (1) dan Pasal 187 KUHAP.
penuntut umum dengan Pasal 80 ayat (1)
f) Pasal-pasal yang didakwakan
Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-undang RI Pasal ini bermula dari surat dakwaan
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum
Anak. sebagai ketentuan yang memuat tindak
b) Keterangan saksi pidana yang dilanggar terdakwa. Dalam
Putusan PN Takalar Nomor
Keterangan saksi merupakan Alat bukti 74/Pid.sus/2017/PN.TKA perbuatan
mengenai keterangan yang diberikan oleh pidana terdakwa telah memenuhi unsur
seseorang yang melihat dan mengalami Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI No.
sendiri suatu peristiwa pidana dan harus 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
disampaikan di muka persidangan dengan Undang-undang RI No.23 Tahun 2002
bersumpah (Pasal 184 KUHAP). Dalam tentang Perlindungan Anak.
putusan PN Takalar, saksi yang dihadirkan
Perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa
adalah anak korban yang bernama Safri
digolongkan sebagai penganiayaan, namun
Rahim dan saksi Lino Dg. Ngugi Binti Dg.
oleh karena korban nya adalah anak, maka
Lalang yang merupakan ibu korban.
pasal yang dikenakan adalah kekerasan
c) Keterangan terdakwa terhadap anak yang termuat dalam Undang-
Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang
Berdasarkan Pasal 184 KUHAP butir E Perubahan atas Undang-undang RI No.23
disebutkan bahwa keterangan terdakwa Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
adalah salah satu barang bukti, berupa Pasal tentang penganiayaan anak ini diatur
pernyataan terdakwa tentang perbuatan khusus dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang
yang dialami, diketahui, maupun dilakukan berbunyi:
sendiri di hadapan persidangan. Dalam “Setiap Orang dilarang menempatkan,
putusan PN Takalar, terdakwa bernama membiarkan, melakukan, menyuruh
Sapparudin Dg. Sijaya Bin Moha melakukan, atau turut serta
memberikan keterangan terkait melakukan Kekerasan terhadap Anak.”
penganiayaan yang dia lakukan di
persidangan. Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar
d) Barang bukti pasal di atas (pelaku
kekerasan/peganiayaan) ditentukan
Benda terdakwa yang digunakan dalam Pasal 80 ayat 1 UU 35/2014:
Sebagian atau seluruhnya untuk “(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan
mendukung perbuatan pidana atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
diperoleh dari hasil perbuatan pidana. dipidana dengan pidana penjara paling
Dalam Putusan PN Takalar , barang bukti lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan
berupa 1 buah potongan ranting kayu dan/atau denda paling banyak

29
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta terdakwa. Sebagai pertimbangan, ialah karena
rupiah).” Terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan
dikhawatirkan jika dimasukkan ke Lapas, Terdakwa
Berdasarkan pertimbangan yuridis telah akan berkumpul dan bergaul dengan para Napi
diketahui bahwa seluruh unsur pada Pasal 76C telah lainnya sehingga tujuan pemidanaan sebagai sarana
terpenuhi. Sebagai pertimbangan dalam unsur-unsur pendidikan menjadi tidak berhasil. Selain itu, karena
pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak keterangan terdakwa Sapparudin pada pemeriksaan
memiliki unsur-unsur sebagai berikut: tingkat pertama, menyatakan alasan memukul anak
korban dengan kayu karena sebelumnya anak
1. Setiap orang
korban pernah menyerempet terdakwa dengan
Dalam Putusan Pengadilan Negeri menggunakan sepeda motor, artinya korban sendiri
Takalar Nomor 74/Pid.Sus/2017/PN.TKA adalah pemicu tindak pidana terjadi.
yang dimaksud setiap orang adalah siapa Pidana bersyarat bukanlah pidana pokok
saja yang dianggap dapat dalam KUHP. Melainkan sistem penjatuhan pidana
mempertanggungjawabkan setiap tindak oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada
pidana yang dilakukannya. dalam hal ini, syarat tertentu, artinya pidana yang dijatuhkan
terdakwa SAPARUDDIN adalah seorang hakim tidak perlu dijalankan selama syarat umum
yang dari segi umur dikategorikan dewasa dan syarat khusus tidak dilanggar. Tujuan dari
yang cakap hukum dan dalam keadaan pidana bersyarat ini adalah memberikan kesempatan
sehat jasmani rohani. Oleh sebab itu, bagi pelaku agar memperbaiki diri dan tidak
terdakwa dianggap mampu melakukan perbuatan pidana. Pidana bersyarat
mempertanggungjawabkan perbuatannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dan dalam diri terdakwa tidak ditemukan (KUHP) pada Pasal 14a sampai dengan Pasal 14f,
alasan yang dapat menghapus tindak yakni sebagai berikut:
pidananya.
Pasal 14a:
2. Menempatkan, membiarkan, melakukan, 1. Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara
menyuruh melakukan, atau turut serta paling lama satu tahun atau pidana kurungan
melakukan Kekerasan terhadap Anak.” pengganti maka dalam putusannya hakim dapat
memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah
Unsur ini adalah unsur alternatif, dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan
seingga hakim dapat mempertimbangkan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena
dari unsur-unsur tersebut yang paling terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum
masa percobaan yang ditentukan dalam perintah
mendekati fakta yang muncul di
tersebut di atas habis, atau karena terpidana
persidangan. Dalam putusan PN Takalar selama masa percobaan tidak memenuhi syarat
dengan terdakwa Sapparudin yang termuat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah
kronologis kejadian, menyatakan bahwa itu.
terdakwa memenuhi unsur “Melakukan 2. Hakim juga mempunyai kewenangan seperti
kekerasan pada anak” sebab melakukan diatas, kecuali dalam perkara-perkara mengenai
perbuatan pidana berupa penganiayaan penghasilan dan persewaan negara apabila
menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata
atau kekerasan terhadap anak korban
kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan
bernama Safri Rahman dengan memukul yang mungkin diperintahkan pula akan sangat
menggunakan balok kayu serta mencakar memberatkan terpidana. Menerapkan ayat ini,
tubuh korban, sehingga ditemukan bekas kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap
luka pada tubuh korban dan mengalami sebagai perkara mengenai penghasilan negara,
trauma psikis. jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu
ditentukan bahwa dalam hal dijatuhi pidana
Vonis hakim Mahkamah Agung Republik denda, tidak diterapkan ketentuan Pasal 30 Ayat
Indonesia pada perkara pidana tingkat kasasi dalam (2).
kasus ini menguatkan putusan judex facti 3. Jika hakim tidak menentukan lain maka perintah
mengenai pidana pokok juga mengenai pidana
sebelumnya yaitu memutus untuk menjatuhkan tambahan.
pidana bersyarat berupa pidana penjara 2 bulan 4. Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah
dengan masa percobaan selama 4 bulan bagi menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa

30
dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk perkara dalam tingkat pertama, selama masa
dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus
akan melakukan tindak pidana, dansyarat-syarat atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus
khusus jika sekiranya ditetapkan. dalam masa percobaan. Hakim juga boleh
5. Perintah tersebut dalam Ayat (1) harus disertai memerintahkan orang lain daripada orang yang
hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi diperintahkan semula, supaya memberi bantuan
alasan perintah itu. kepada terpidana danjugaboleh memperpanjang
Pasal 14b: masa percobaan sau kali, paling banyak dengan
1. Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran separuh dari waktu yang paling lama dapat
dalam Pasal-pasal 492,504, 505, 506, dan 536 ditetapkanuntuk masa percobaan.
paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran Pasal 14f:
lainnya paling lama dua tahun. 1. Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka
2. Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah atas usul pejabat tersebut dalam Pasal 14d ayat
menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada (1), hakim yang memutus perkara dalam tingkat
terpidana menurut cara yang ditentukan dalam pertama dapat memerintahkan supaya pidananya
undang-udang. dijalankan, atau memerintahkan supaya atas
3. Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana namanya diberi peringatanpada terpidana, yaitu
ditahan secara sah. jika terpidana selama masa percobaan melakukan
Pasal 14c: tindak pidana dan karenanya ada pemidanaan
1. Dengan perintah yang dimaksud Pasal 14a kecuali yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat
jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana
syarat umum bahwa terpidana tidak akan sebelum masa percobaan habis dijatuhi
melakukan tindak pidana, hakim dapat pemidanaan yang menjadi tetap, karena
menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam melakukan tindak pidana sebelum masa
waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi
percobaannya, harus mengganti segala atau peringatan, hakim harus menentukan juga cara
sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak bagaimana memberi peringatan itu.
pidana tadi. 2. Setelah masa percobaan habis, perintah supaya
2. Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi,
dari tigabulan atau pidana kurungan atas salah kecuali jika sebelum masa percobaan habis,
satu pelanggaran berdasarkan Pasal-pasal 492, terpidana dituntut karena melakukan tindak
504, 505, 506, dan 536, maka boleh ditetapkan pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan
syarat-syarat khusus lainnya mengenai tengkah itu kemudian berakhir dengan pemidanaan yang
laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa menjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua
percobaan atau selama sebagian dari masa bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim
percobaan. masih boleh memerintahkan supaya pidananya
3. Syarat-syarat tersebut diatas tidak boleh dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.
mengurangi kemerdekaan beragama atau
kemerdekaan berpolitik pidana.
Pasal 14d: Penjatuhan hukuman terhadap terdakwa
1. Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat harus melihat kesalahan yang dilakukan berdasarkan
dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang asas kesalahan. Syarat pemidanaan dalam suatu
menyuruh menjalankan putusan, jika kemudian putusan bertolak dari dua pilar yang sangat
ada perintah untuk menjalankan putusan.
fundamental yaitu asas legalitas yang merupakan
2. Jika ada alasan, hakim dalam perintahnya boleh
mewajibkan lembaga yang berbentuk badan asas kemasyarakatan dan asas kesalahan yang
hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau merupakan asas kemanusiaan. Sebelum
kepada pemimpin suatu rumah perkampungan memberikan pertimbangan yuridis dan penjatuhan
yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat pidana, hakim terlebih dahulu harus mengumpulkan
tertentu, supaya memberi pertolongan, dan fakta-fakta di persidangan berupa keterangan
bantuan kepada terpidana dalam memenuhi terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli,
syarat-syarat khusus.
maupun barang bukti yang diajukan di persidangan.
3. Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan
dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan Dalam kasus ini, pada tingkat pertama di
lembaga dan pemimpin rumah perkampungan
Pengadilan Negeri Takalar, atas tuntutan Jaksa
yang dapat diserahi memberi bantuan itu diatur
dengan undang-undang. Penuntut Umum terhadap Terdakwa yang menuntut
Pasal 14e: pidana penjara 1 bulan dan atas vonis hakim yang
Asal usul pejabat dalam Pasal 14d Ayat (1), memutus pidana 2 bulan penjara dengan masa
atauataspermintaan terpidana, hakim yang memutus percobaan selama 4 bulan.

31
Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung diancam pidana dalam Pasal 76 C juncto pasal 80
pada putusan Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 dalam Ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2014
memutus menolak permohonan Kasasi Penuntut Tentang Perubahan atas Undang-undang RI No. 23
Umum dengan adanya dissenting opinion menurut Tahun 2002 tentang perlindungan Anak.
pandangan Peneliti sudah sesuai dengan Pasal 182 Berdasarkan hasil penelitian, Hakim pada
ayat (6) KUHAP. Pasal 182 ayat (6) berbunyi : tingkat pertama tidak menyertakan hal-hal yang
memberatkan maupun hal yang meringankan
(6) Pada asasnya putusan dalam
terdakwa. Kemudian, Pertimbangan non yuridis
musyawarah majelis merupakan hasil
permufakatan bulat kecuali jika hal itu hakim pada Tingkat Kasasi pada Putusan
setelah diusahakan dengan sungguh- Mahkamah Agung Nomor 1642 K/Pid.sus/2018
sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku yang termuat ialah hal yang meringankan terdakwa
ketentuan sebagai berikut : bahwa sebelumnya terdakwa belum pernah
dihukum, sehingga pemidanaan yang diberikan
a. putusan diambil dengan suara
terbanyak; baiknya adalah pidana bersyarat berupa pidana
penjara dengan masa percobaan agar tidak
b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak terpengaruh oleh lingkungan di dalam lapas yang
dapat diperoleh putusan yang dipilih bisa saja memberikan dampak negatif.
adalah pendapat hakim yang paling
mengunungkan bagi terdakwa Peneliti berpendapat lain atas
Hakim yang memutus berdasarkan pertimbangan non yuridis hakim. Bahwa, Terdakwa
pertimbangan yuridis telah sesuai dengan ketentuan tidak sepantasnya memukul korban dengan
dalam KUHP, yaitu dapat dijatuhkan pidana menggunakan kayu setelah itu mencakar lagi tubuh
bersyarat jika hukuman yang diberikan hakim korban. Fakta yang terungkap di persidangan bahwa
berupa pidana penjara dan tidak lebih dari 1 tahun Korban masih berusia 14 tahun dan masih
sebagaimana Pasal 14a KUHP. Namun, Peneliti bersekolah. Berdasarkan penelitian Pekerja Sosial
berpendapat lain atas pertimbangan hakim yang dari Kementerian Sosial RI yang dimuat dalam
menolak kasasi Penuntut Umum pada Putusan memori banding yang diajukan Penuntut Umum
Mahkamah Agung Nomor 1642 K/PID.SUS/2018 dalam Putusan Banding Nomor
yang melakukan kekeliruan dalam hal menjatuhkan 379/Pid.Sus/2017/PT.MKS, akibat perbuatan
pidana bersyarat dengan masa percobaan yaitu terdakwa korban secara psikologi merasa takut,
pidana penjara selama 2 (dua) bulan dengan cemas, dan bingung. Terdakwa sebagai orang yang
ketentuan pidana penjara tersebut tidak usah dijalani lebih tua dan terpaut usia 22 tahun dengan Anak
kecuali di kemudian hari berdasarkan suatu putusan Korban seharusnya memberikan teladan dan bukan
hakim, terpidana dinyatakan bersalah atas suatu sebaliknya melakukan perbuatan main hakim
tindak pidana sebelum habis masa percobaan selama sendiri. Peneliti berpendapat pidana bersyarat yang
4 empat) bulan. Sebab , menurut Peneliti putusan dijatuhkan terhadap Terdakwa tidaklah tepat. Sebab,
tersebut kurang cukup dalam pertimbangan ada rasa keadilan yang terabaikan bagi Anak Korban
hukumnya terhadap fakta yang terungkap di yang mengalami luka-luka serta trauma psikis.
persidangan. Selain itu, pidana yang diberikan kepada
Hakim kurang mempertimbangakan sisi Terdakwa belum cukup menimbulkan efek jera bagi
keadilan apakah hakim telah berbuat dan bertindak terdakwa untuk tidak melakukan perbuatannya
yang seadil-adilnya dalam memutuskan suatu kembali. Sebagaimana salah satu tujuan pidana juga
perkara. Hakim juga harus mempertimbangkan untuk menakut-nakuti orang agar jangan sampai
apakah putusannya akan berdampak buruk di berbuat kejahatan atau bagi yang sudah melakukan
masyarakat. Seorang hakim harus membuat kejahatan, untuk tidak melakukannya lagi di
keputusan yang adil dan bijaksana dengan kemudian hari.
mempertimbangkan dampak hukum dan dampak
yang terjadi dalam masyarakat, baik dari segi Peneliti sependapat dengan Ketua Majelis
kerugian dari sisi korban yang masih tergolong yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam
anak-anak atau di bawah umur. Sepatutnya putusan Kasasi, bahwa ketentuan Pasal 14 a ayat (1),
perbuatan terdakwa dijatuhi pidana penjara yang ayat (4) , dan ayat (5) KUHPidana sangat penting
sesuai dengan tingkat kesalahan dan akibat yang untuk dipertimbangkan dalam memutus pidana
ditimbulkan tersebut, sebagaimana diatur dan percobaan sebab ada keharusan untuk pengawasan
32
terhadap syarat yang ditentukan dalam putusan Terdakwa Saparuddin dengan pidana bersyarat
berupa syarat umum bahwa Terdakwa dalam akibat perbuatannya melakukan tindak pidana
menjalani pidana percobaan tidak melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Putusan hakim pada
Pidana. Hakim yang menolak Kasasi Jaksa Penuntut tingkat pertama, serta judex juris yang menguatkan
Umum kurang memiliki alasan/dasar yang tepat putusan judex facti, menjatuhkan pidana penjara 2
dalam memutus pidana penjara dengan masa bulan dengan masa percobaan 4 bulan dinilai kurang
percobaan. Meskipun anak korban tidak mengalami memenuhi rasa keadilan pada masyarakat sebab
luka berat, namun sangat disayangkan jika pidana kurang sensitif dengan penderitaan korban yang
yang diberikan adalah pidana bersyarat dengan masa dialami akibat tindak pidana tersebut.
percobaan selama 4 bulan.
Kendala pada pidana bersyarat menurut
Pidana bersyarat yang dijatuhkan hakim E.Y Kanter dan Sianturi adalah sistem pengawasan
kurang memenuhi rasa keadilan bagi korban yang dan pembinaan, perundang-undangan, teknis dan
adalah anak. Pidana penjara tanpa adanya masa administrasi, sarana dan prasarana, proses
percobaan layak diberikan bagi terdakwa pada penjatuhan pidana (Kanter, 1982). Lebih lanjut,
kasus ini yang merupakan orang dewasa dan hambatan dalam pidana bersyarat antara lain
dianggap lebih stabil emosinya. Pidana penjara (Handoyo, 2018):
memberikan kurungan badan bagi pelaku agar
a) Hambatan dalam sistem pengawasan dan
menyesali perbuatannya bahwa penganiayaan atau
pembinaan
main hakim sendiri adalah perbuatan yang salah,
1) Pola-pola pengawasan dan sistem
sekaligus memberikan sifat pencegahan atau
kerjasama dalam pengawasan belum
preventif bagi masyarakat agar tidak mengulangi
melembaga dengan baik
perbuatan yang sama.
2) Belum berkembangnya lemba
2. Sanksi pidana yang tepat bagi terdakwa tindak reklasering swasta yang merupakan
pidana penganiayaan pada Putusan Kasasi sarana yang sangat penting di dalam
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor pelaksanaan pengawasan dan
1642 K/PID.SUS/2018 berdasar ketentuan pembinaan narapidana bersyarat
perundang-undangan yang berlaku 3) Pasal 280 ayat (4) KUHAP yang
mengatur peranan Hakim Pengawas
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di dan Pengamat dalam pelaksanaan
atas, maka dalam penjatuhan pidana bersyarat, pidana bersyarat belum berfungsi
hakim harus cermat dan adil serta dengan baik, akibat belum adanya
mempertimbangkan faktor normatif sebagai dasar peraturan terkait pelaksanaan pasal
hukum penjatuhan pidana serta disesuaikan dengan tersebut.
sifat dan kondisi pelaku, untuk memilih pidana yang b) Hambatan di dalam perundang-undangan
dijatukan serta bagaimana pelaksanaanya. 1) Pedoman terkait pelaksanaan pidana
Penjatuhan pidana bersyarat haruslah dengan pokok bersyarat belum jelas, yang memuat
pikiran yaitu: “Putusan pidana penjara yang hakikat, tujuan yang ingin dicapai,
dijatuhkan paling lama 1 tahun dan hakim hingga ukuran dalam penjatuhan
berkeyakinan bahwa pidana bersyarat akan pidana bersyarat
dilaksanakan dengan pengawasan yang baik 2) Oleh karena tidak adanya pedoman
sehingga terpenuhi syarat umum dan khusus. Hakim penerapan pidana bersyarat, maka
memandang pemidanaan terhadap pelaku dilakukan pertimbangan hakim hanya berdasar
bisa di luar penjara, berdasarkan sifat, Riwayat subjektivitas hakim yang terkadang
hidup, keadaan sosial ekonomi pelaku dan bersifat terlalu psikologis dan bahkan
masyarakat dimana pelaku berada. Sifat dan kualitas tidak relevan dalam penjatuhan
tindak pidana yang dilakukan, baik bobot maupun pidana bersyarat.
sikap pelaku setelah melakukan pidana (Nugraha, c) Hambatan dalam bidang teknis dan
2016). administrasi
Hakim pada Pengadilan Negeri Takalar, 1) Terpidana bertempat tinggal terpencil
Pengadilan Tinggi Takalar, hingga Mahkamah dan sulit dijangkau
Agung Republik Indonesia, pada akhirnya memutus
33
2) Oleh karena dana kunjungan klien untuk memberikan pukulan dan rasa sakit di badan.
terbatas, maka kegiatan ini sering kali Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pekerja
tidak terlaksana dengan baik sesuai Sosial pada Kementerian Sosial RI yang termuat
yang diinginkan, dan pada umumnya dalam Putusan Banding Pengadilan Tinggi
Balai BISPA daerah kerjanya lebih Makassar Nomor 379/PID.SUS/2017/PT.MKS juga
dari satu kabupaten. menjelaskan bahwa dampak dari kekerasan itu, anak
d) Hambatan dalam bidang sarana dan korban mengalami trauma dan bingung.
prasarana
Isu hukum dalam Putusan PN Takalar, PT
1) Sarana angkutan untuk petugas
Makassar, dan Mahkamah Agung dengan pidana
pengawasan belum tersedia
bersyarat yang diberikan hakim yaitu seyogyanya
2) Petugas pengawasan terbatas
memberikan efek jera kepada pelaku sebagaimana
jumlahnya
tujuan hukum pidana untuk memberikan
3) Anggaran perjalanan dinas untuk
pembelajaran kepada masyarakat agar tidak
pengawas terbatas jumlahnya
mengulangi perbuatan yang sama. Menurut Peneliti,
e) Hambatan dalam proses penjatuhan
seharusnya pelaku diberikan hukuman yang lebih
pidana
optimal berupa pidana penjara sebagaimana tuntutan
1) Jaksa dan hakim masih selektif dalam
Jaksa Penuntut Umum sebagai bentuk
penjatuhan pidana bersyarat,
pertanggungjawaban pelaku atas perbuatan yang
meskipun telah diatur dalam KUHP,
dilakukan. Hakim harus memperhatikan segala
masih sedikit tindak pidana yang jadi
aspek dan teliti dalam merumuskan putusan agar
dasar hakim untuk penjatuhan pidana
dihasilkan putusan yang sungguh-sungguh
bersyarat
memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
2) Terpidana tidak mendapat petikan
(Hamzah, 2001). Hakim sebagai corong undang-
vonis hakim yang berisi
undang mempertaruhkan kepercayaan masyarakat
pertimbangan hakim dalam
terhadap citra pengadilan yang diharapkan dapat
penjatuhan pidana bersyarat serta
memenuhi rasa keadilan bagi semua orang.
syarat apa saja yang harus dipenuhi.
Meskipun hakim menyatakan telah memeriksa
3) Hakim tidak memperoleh laporan
secara maksimal bukti-bukti perkara tersebut dan
pemeriksaan pribadi pelaku tindak
berdasarkan keyakinannya menjatuhkan putusan
pidana sebagai alat memutuskan
yang seadil-adilnya.
pidana
Setiap orang yang terbukti melanggar
Berdasarkan uraian terkait kendala pidana hukum dan melakukan perbuatan pidana wajib
bersyarat di atas, maka pelaksanaan dan pengawasan mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata
terhadap pidana bersyarat ini masih kurang efektif di hukum dan mendapatkan pidana yang setimpal
Indonesia. Oleh sebab itu, Peneliti berpendapat berdasarkan undang-undang pidana yang berlaku.
bahwa Hakim seharusnya memberikan pidana Oleh sebab itu, hakim dalam memeriksa dan
penjara tanpa adanya masa percobaan sebagai mengadili perkara harus tetap dikawal dan dihormati
hukuman yang setimpal dengan perbuatan pelaku oleh semua orang, dan tak ada seorang pun yang
serta penderitaan fisik berupa luka yang dialami dapat mengintervensi hakim dalam menjalankan
korban seperti yang tertuang dalam Visum et tugasnya. Sebab, kebebasan hakim adalah mahkota
Repertum Nomor03/PKM/PU/VER/XII/2016 pada bagi hakim untuk mempertimbangkan banyak hal
tanggal 21 Desember 2016 yang dibuat oleh dokter terkait perkara yang diperiksa, tingkat perbuatan dan
Aztiah pada Puskesmas Polombangkeng Utara kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan
dengan hasil pemeriksaan ditemukan luka gores di pihak korban, dan keluarganya dan rasa keadilan
lengan kanan, pergelangan lengan kiri, perut dan masyarakat (Lilik Mulyadi, 2010).
bengkak pada jari kaki kiri diakibatkan oleh trauma
benda tumpul. Terdakwa Sapparudin Dalam Putusan
Pengadilan Negerti Takalar Nomor
Selain itu, perbuatan pelaku dilakukan 74/Pid.sus/2017/PN.TKA terbukti melakukan
terhadap anak yang masih berusia 14 tahun dan tindak pidana kekerasan pada anak korban yang
dengan sengaja mencakar korban serta bernama Safri Rahim. Kemudian akibat dari
menggunakan senjata benda tumpul berupa kayu perbuatan pelaku, korban mengalami penderitaan
34
fisik, tetapi hakim hanya memutus pidana bersyarat pemidanaan di Lembaga permasyarakatan
bagi pelaku. Menurut Peneliti, penjatuhan pidana asal tidak melanggar syarat umum dan
berupa pidana penjara 2 bulan tanpa adanya masa khusus. Penjatuhan pidana bersyarat juga
percobaan dinilai sudah cukup tepat untuk menemui banyak hambatan dalam
memenuhi rasa keadilan bagi korban serta setimpal pengawasannya. Selain penderitaan fisik
dengan perbuatan terdakwa. Selain penderitaan fisik yang dialami, berdasarkan putusan banding
yang dialami, berdasarkan penelitian Pekerja Sosial yang memuat penelitian dari pekerja sosial
dari Kementerian Sosial RI yang termuat dalam Kementerian Sosial RI yang termuat dalam
Putusan Banding Pengadilan Tinggi Makassar putusan banding, perbuatan terdakwa
Nomor 379/PID.SUS/2017/PT.MKS, akibat menyebabkan trauma psikologis bagi
perbuatan terdakwa menyebabkan trauma korban. Pidana penjara memberikan
psikologis bagi korban yaitu rasa takut, cemas, dan kurungan badan bagi pelaku dan
bingung. Pidana penjara memberikan kurungan diharapkan pelaku menyesali perbuatannya
badan bagi pelaku dan diharapkan pelaku menyesali dan tidak mengulangi kesalahan yang
perbuatannya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bagaimanapun, orang dewasa adalah
sama untuk main hakim sendiri dan dilakukan teladan bagi anak-anak dan dianggap
terhadap anak yang masih di bawah umur. cukup mampu mengendalikan emosi dalam
Bagaimanapun, orang dewasa adalah teladan bagi bersikap.
anak-anak dan dianggap cukup mampu
mengendalikan emosi dalam bersikap. Saran
Peneliti menyarankan beberapa hal antara lain:
PENUTUP
1) Sebagai alternatif dari pidana penjara, pidana
Kesimpulan bersyarat dapat menjadi alternatif dalam
Berdasarkan pembahasan dalam Bab III, maka pemidanaan agar terciptanya pembinaan bagi
Peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: pelaku agar tidak terpengaruh dengan dampak
negatif yang mungkin saja timbul saat dia
1. Pidana bersyarat yang dijatuhkan hakim
dipidana penjara dalam Lembaga
Mahkamah Agung dirasa kurang
pemasyrakatan. Oleh sebab itu, pemerintah
memenuhi rasa keadilan bagi korban yang
perlu segera merealisasikan undang-undang
adalah anak. Sebelum menjatuhkan pidana
khusus terkait pidana bersyarat dalam sistem
bersyarat,hakim wajib mempertimbangkan
pemidanaan di Indonesia. Hal ini bertujuan
pelaksanaan pengawasan pidana bersyarat.
agar menghindari subyektifitas hakim dalam
Pidana penjara memberikan kurungan
penentuan perkara pidana yang cenderung
badan bagi pelaku agar menyesali
bersifat psikologis dan kurang memuat
perbuatannya bahwa penganiayaan atau
pertimbangan yuridis, filosofis, dan sosiologis.
main hakim sendiri adalah perbuatan yang
salah, sekaligus memberikan sifat
2) Majelis hakim perlu mempertimbangkan hal
pencegahan atau preventif bagi masyarakat yang ada dalam diri terdakwa, berupa hal yang
agar tidak mengulangi perbuatan yang memberatkan maupun meringankan. Begitu
sama. Hakim dalam memutus suatu pula dengan rasa keadilan di masyarakat,
perkara wajib mempertimbangkan terutama penderitaan yang dialami korban.
pertimbangan yuridis maupun non yuridis
(filosofis dan sosiologis). DAFTAR PUSTAKA

2. Penjatuhan pidana penjara 2 bulan tanpa Buku


adanya masa percobaan selama 4 bulan
dinilai sudah cukup tepat untuk memenuhi Arief, B. N. (2001). Masalah Penegakan Hukum dan
Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Citra
rasa keadilan bagi korban serta setimpal
Aditya Bakti.
dengan perbuatan terdakwa. Meskipun Kanter, E. . dan S. (1982). Asas-asas Hukum Pidana
hakim memutus pidana penjara 2 bulan, Indonesia dan Penerapannya. Alumni
namun disertai dengan pidana bersyarat Indonesia.
atau masa percobaan selama 4 bulan. Lilik Mulyadi. (2010). Putusan Hakim dalam
Sehingga, terdakwa luput dari hukuman Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik,, Teknik

35
Penyusunan dan Permasalahannya. Citra
Aditya Bakti.
Supramono, Gatot. 2005. Hukum Acara Pengadilan
Anak., Jakarta: Djambatan
Subekti dan Tjitrosudibio. 2002. Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Jakarta:PT. Pradnya
Paramita.
Suyanto, Bagong 2013.Masalah Sosial Anak,
Surabaya: PT Interpratama Mandiri.

Skripsi dan Jurnal


Handoyo, S. (2018). Pelaksanaan Pidana Bersyarat
dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia.
Pakuan Law Review, IV.
Nugraha, A. (2016). Penjatuhan pidana Bersyarat
terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan.
Fiat Justisia Universitas Lampung, 10(1).
Zainal, A. (2014). Kejahatan Kesusilaan Dan
Pelecehan Seksual Di Tinjau Dari Kebijakan
Hukum Pidana. Jurnal Al-‘Adl, 7(1), 138–154.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak.
Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang
Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1642 K/PID.SUS/2018.
Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor
379/PID.SUS/2017/PT.MKS
Putusan Pengadilan Negeri Takalar Nomor
74/Pid.Sus/2017/PN.TKA

36

Anda mungkin juga menyukai