Anda di halaman 1dari 11

 PERZINAHAN DILAKUKAN DI LUAR KAWIN DAN PERLINDUNGAN

TERHADAP PEREMPUAN PELAKU PERZINAHAN

Tugas Hukum Perlindungan Anak dan


 Kekerasan Dalam Rumah Tangga

 Oleh:

Melisa Anggia Sitanggang (16600078)


Astriwita Sihite (16600099)
Raymon Pakpahan (16600084)

 FAKULTAS HUKUM
 UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
 MEDAN
 2018
 BAB I
 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah Makhluk Sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa orang lain, yang mana antara satu sama lainya saling
membutuhkan,baik dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya maupun
kebutuhan rohaninya.
Melihat semakin majunya dunia informasi dan teknologi
menyebabkan semakin cepatnya isu-isu menyebar baik positif
maupun negatif, dan juga tak terhindarkan lagi dari segi moral.
Banyak orang melakukan perselingkuhan maupun perzinahan yang
sekarang disebarluaskan kedunia maya yang sering disebut PELAKOR
atau Perebut (le)Laki Orang.
Berbagai video tentang perkelahian dua perempuan yang di
narasikan sebagai istri yang melabrak perempuan lain (pelakor) tiba-
tiba mendapat tempat tersendiri di masyarakat Indonesia. Bahkan,
perkelahian di tempat umum pun menjadi hal biasa. Mulai dari adu
mulut hingga adu otot terjadi. Lokasinya pun bermacam-macam, dari
tempat kerja hingga jalan raya. Fenomena ini tentu menjadi sebuah
tanda tanya tren apa yang melatarbelakangi perempuan "menyerang"
perempuan lain yang dianggap bersalah.
Beragam tanggapan pengguna media sosial terkait
pelakor.Banyak yang menyalahkan laki-laki, tetapi sepertinya
lebih banyak pula yang menyalahkan kaum perempuan. Sesung-
guhnya istilah pelakor adalah istilah –setidaknya singkatan- ini
seolah-olah mendiskreditkan kaum perempuan. Seolah-olah
perempuan sematalah yang berusaha merebut laki atau suami
orang.
Padahal, terjadinya perselingkuhan tersebut tentu tidak
terlepas dari adanya ‘simbiosis mutualisme’antara perempuan dan
laki-laki. Dengan demikian, sudah sepatutnya, laki-laki dan
perempuan harus sama-sama disalahkan.
Perzinahan yang dilakukan para pelakor sendiri merupakan
dosa atau aib paling besar dalam kehidupan berumah tangga.
Baik menurut adat istiadat ketimuran maupun menurut ajaran
agama apa pun. Oleh karena itu, di era internet dan media sosial
saat ini, beragam cara yang dilakukan masyarakat menghukum
para pelakor. Ada yang memberikan sanksi sosial dengan cara
mempermalukan melalui pemberitaan di media sosial sehingga
semua warganet mengetahui. Harapannya, hal tersebut akan
menjerakan pelaku.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas adapun yang menjadi
pokok permasalahan adalah:
1. Apa faktor yang menyebabkan adanya Perzinahan
(Pelakor) ?
2. Bagaimana ketentuan hukum terhadap Perzinahan
(Pelakor) ?
3. Bagaimana perlindungan terhadap perempuan pada kasus
perzinahan ?

C.TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan adanya
perzinahan (pelakor)
2. Untuk mengetahui ketentuam hukum terhadap perzinahan
(pelakor)
3. Untuk mengetahui ketentuan mengenai perlindungan
terhadap perempuan pada kasus perzinahan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor penyebab adanya perzinahan (pelakor)
Perebut laki orang (pelakor) merupakan salah satu topik
yang paling hangat dan sering dibicarakan akhir-akhir ini, khu-
susnya di media sosial. Secara sederhana, pelakor dapat dimaknai
sebagai seorang perempuan yang berhubungan (termasuk
hubungan intim) dengan seorang laki-laki lain yang sudah terikat
perkawinan (memiliki isteri sah).Dari berbagai referensi berita,
terdapat beragam motivasi pelakor. Mulai dari motivasi uang,
kepuasan nafsu seks hingga sekadar bersenang-senang (have
fun).
1. Kurangnya kepuasaan seksual dalam pernikahan, dan hasrat untuk
hubungan seksual tambahan
Nafsu seksual seringnya berumur pendek, dan giarah bisa
merosot turun cukup cepat saat gairah perlahan mati atau masalah
emosional kembali muncul ke permukaan. Hal ini juga dapat
memudar jika kedua pasangan dalam hubungan perselingkuhan
tidak menemukan banyak kesamaan lain di luar seks.
2. Kurangnya kepuasaan emosional dalam pernikahan
Mencari keintiman emosional bisa sama menariknya dengan
mencari keintiman fisik sebagai alasan untuk memiliki
perselingkuhan. Sebagian besar orang yang berselingkuh atas
alasan ini melaporkan mereka merasa kurang terpenuhi
kebutuhan emosionalnya dari pasangan menikah mereka. Jenis
perselingkuhan ini biasanya tidak melibatkan seks dan
cenderung memilih untuk tetap dalam hubungan platonis.

3. Hasrat untuk mendapatkan rasa penghargaan dari orang lain


Saling menghargai adalah faktor kunci dalam aspek emosional
dalam suatu hubungan romantis. Kedua orang ini bisa saja
bertumbuh semakin terpisah secara emosional dan gagal untuk
mengakui kebutuhan yang mereka miliki dalam hubungan
tersebut. Dalam penelitian Susan Berkowitz pada pria yang
berhenti berhubungan seks dalam pasangannya, 44%
mengatakan mereka merasa marah, dikritik, dan tidak penting
dalam pernikahan mereka. M. Gary Neuman menemukan bahwa
48% pria melaporkan ketidakpuasaan emosional sebagai alasan
utama untuk berselingkuh. Mereka merasa tidak dihargai dan
berharap bahwa pasangan mereka bisa mengakui ketika mereka
bekerja keras untuk mempertahankan pernikahan tersebut.
4 Tidak lagi cinta dengan pasangannya dan menemukan cinta yang
baru
 Keintiman emosional dan fisik tampaknya menjadi faktor utama
yang mengarah pada perselingkuhan.

5. Balas dendam
 Dalam sebuah hubungan yang sudah terlanjur “sekarat”,
keinginan untuk menyakiti pasangan yang (atau dicurigai)
berselingkuh tampaknya mengalahkan hasrat pemenuhan
keintiman fisik dan batin semata. Perselingkuhan melambangkan
hasrat, penderitaan, dan kebutuhan akan sebuah hubungan.
Perselingkuhan jarang hadir tanpa adanya konflik atau bahkan
tekanan. Selain itu perselingkuhan mungkin adalah akibat, atau
penyebab dari pernikahan.

B. Ketentuan hukum terhadap perzinahan (pelakor)
Sesungguhnya, perselingkuhan yang dilakukan para pelakor
ini termasuk perbuatan zina dan dapat dijerat dengan meng-
gunakan Pasal 284 KUHP. Dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP dikatakan
bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan, apabila a) seorang pria yang telah kawin yang melakukan
gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku
baginya, atau b) seorang wanita yang telah kawin yang melakukan
gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
Overspel atau gendak menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia (KBBI) diartikan sebagai perempuan yang disukai
(diajak berzina).Atau bisa juga dikatakan sebagai perempuan
simpanan. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar hubungan
seorang pria laki-laki dan perempuan yang tidak sah dikatakan
sebagai gendak adalah adanya hubungan seksual secara nyata
dan suka sama suka antara laki-laki dan perempuan.
Namun perlu diingat, tidak semua hubungan seksual
tersebut dapat dikenakan pidana perzinahan. Menruut KUHP, suatu
hubungan seksual baru dikualifikasikan sebagai tindak pidana
perzinahan kalau salah satu perempuan dan laki-laki atau
keduanya sudah memiliki suami/isteri. Dengan kata lain, sudah
terikat dengan perkawinan yang sah.
Ternyata, bukan hanya laki-laki atau perempuan yang sudah
terikat dalam perkawinan yang sah itu yang dapat dipi-
dana.Pasangan atau selingkuhannya juga turut dipidana. Karena
ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHP mengatakan bahwa a) seorang
pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui-
nya bahwa yang turut bersalah telah kawin, dan b) seorang wanita
yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin
dan pasal 27 BW berlaku baginya.
Namun demikian, perselingkuhan pelakor ini tidak otomatis
dapat ditangani yang berwajib kecuali mendapatkan pengaduan
terlebih dahulu dari suami/isteri dari salah satu atau keduanya
dari pasangan yang berselingkuh. Dengan kata lain, bahwa perse-
lingkuhan pelakor ini merupakan delik aduan. Selama tidak ada
pengaduan, maka tidak bisa dikualifikasikan sebagai tindak
pidana.Jika terbukti, maka indakan ini juga bisa dijadikan sebagai
salah satu alasan dalam permintaan bercerai atau pisah-meja dan
ranjang.
Perselingkuhan para pelakor ini tentu bisa juga beranjak ke
jenjang yang lebih tinggi yakni perkawinan. Dalam kasus ini,
perempuan dan laki-laki ada yang secara terbuka mengakui
bahwa ia sebelumnya sudah terikat dalam perkawinan. Tetapi ada
juga yang berusaha menyembunyikan perkawinannya sebelum-
nya dan mengaku sebagai gadis atau pemuda.
Untuk kasus seperti ini, maka selain ketentuan Pasal 284
KUHP, pelakor juga dapat dijerat pidana dengan ketentuan Pasal
279 KUHP yang mengatur bahwa diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun jika pertama, barang siapa mengadakan
perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau per-
kawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang
yang sah untuk itu; kedua, barang siapa mengadakan perkawinan
padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-
perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu. Dengan
bahasa sederhana, seseorang dapat dipidana maksimal 5 tahun
jika seseorang melakukan perkawinan kembali tanpa persetujuan
dari isteri pertama dan ijin pengadilan.
Sesuai dengan yang diuraikan di atas bahwa perselingkuhan
pelakor ini tidak otomatis dapat ditangani yang berwajib kecuali
mendapatkan pengaduan terlebih dahulu dari suami/isteri dari
salah satu atau keduanya dari pasangan yang berselingkuh.
Dengan kata lain, bahwa perselingkuhan pelakor ini merupakan
delik aduan. Namun pada kenyataannya banyak pihak (istri) yang
langsung menghakimi dengan perbuatan kekerasan seperti
menjambak, memukul, mengupload video ke jejaring sosial
seperti you tube, penyerangan secra verbal, dll. Hal ini tidaklah
sesuiai, walaupun salah “perempuan” melakukan perbuatan zina
dengan suami orang namun perbuatan menghakimi secara
langsung dengan mempermalukan tidaklah sesuai karena harus
dilaporkan dahulu kepada pihak yang berwajib dan bukan
langsung di hakimi pada saat mengrebek atau tertangkap tangan.
Sehingga perlindungan perempuan pada kasus perzinahan yang
melakukan zina masih belum tercapai.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Adapun yang menjadi faktor adanya perzinahan (pelakor) yakni:
a. Kurangnya kepuasaan seksual dalam pernikahan, dan hasrat
untuk hubungan seksual tambahan.
b. Kurangnya kepuasaan emosional dalam pernikahan
c. Hasrat untuk mendapatkan rasa penghargaan dari orang lain
d. Tidak lagi cinta dengan pasangannya dan menemukan cinta
yang baru
e. Balas dendam
2. Ketentuan hukum terhadap perzinahan (pelakor) yakni diatur
dalam Pasal 284 dan Pasal 279 KUHP.
3. Perlindungan terhadap perempuan pada kasus perzinahan masih
belum tercapai secara maksimal, penangana kasus perzinahan
dilakukan oleh pihak berwajib setelah adanya aduan namun
masih banyak yang menyelewengkan hal ini, menghakimi dahulu
baru mengadukan.

Anda mungkin juga menyukai