Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah Makhluk Sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa orang lain, yang mana antara satu sama lainya saling
membutuhkan,baik dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya maupun
kebutuhan rohaninya.
Melihat semakin majunya dunia informasi dan teknologi
menyebabkan semakin cepatnya isu-isu menyebar baik positif
maupun negatif, dan juga tak terhindarkan lagi dari segi moral.
Banyak orang melakukan perselingkuhan maupun perzinahan yang
sekarang disebarluaskan kedunia maya yang sering disebut PELAKOR
atau Perebut (le)Laki Orang.
Berbagai video tentang perkelahian dua perempuan yang di
narasikan sebagai istri yang melabrak perempuan lain (pelakor) tiba-
tiba mendapat tempat tersendiri di masyarakat Indonesia. Bahkan,
perkelahian di tempat umum pun menjadi hal biasa. Mulai dari adu
mulut hingga adu otot terjadi. Lokasinya pun bermacam-macam, dari
tempat kerja hingga jalan raya. Fenomena ini tentu menjadi sebuah
tanda tanya tren apa yang melatarbelakangi perempuan "menyerang"
perempuan lain yang dianggap bersalah.
Beragam tanggapan pengguna media sosial terkait
pelakor.Banyak yang menyalahkan laki-laki, tetapi sepertinya
lebih banyak pula yang menyalahkan kaum perempuan. Sesung-
guhnya istilah pelakor adalah istilah –setidaknya singkatan- ini
seolah-olah mendiskreditkan kaum perempuan. Seolah-olah
perempuan sematalah yang berusaha merebut laki atau suami
orang.
Padahal, terjadinya perselingkuhan tersebut tentu tidak
terlepas dari adanya ‘simbiosis mutualisme’antara perempuan dan
laki-laki. Dengan demikian, sudah sepatutnya, laki-laki dan
perempuan harus sama-sama disalahkan.
Perzinahan yang dilakukan para pelakor sendiri merupakan
dosa atau aib paling besar dalam kehidupan berumah tangga.
Baik menurut adat istiadat ketimuran maupun menurut ajaran
agama apa pun. Oleh karena itu, di era internet dan media sosial
saat ini, beragam cara yang dilakukan masyarakat menghukum
para pelakor. Ada yang memberikan sanksi sosial dengan cara
mempermalukan melalui pemberitaan di media sosial sehingga
semua warganet mengetahui. Harapannya, hal tersebut akan
menjerakan pelaku.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas adapun yang menjadi
pokok permasalahan adalah:
1. Apa faktor yang menyebabkan adanya Perzinahan
(Pelakor) ?
2. Bagaimana ketentuan hukum terhadap Perzinahan
(Pelakor) ?
3. Bagaimana perlindungan terhadap perempuan pada kasus
perzinahan ?
C.TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan adanya
perzinahan (pelakor)
2. Untuk mengetahui ketentuam hukum terhadap perzinahan
(pelakor)
3. Untuk mengetahui ketentuan mengenai perlindungan
terhadap perempuan pada kasus perzinahan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor penyebab adanya perzinahan (pelakor)
Perebut laki orang (pelakor) merupakan salah satu topik
yang paling hangat dan sering dibicarakan akhir-akhir ini, khu-
susnya di media sosial. Secara sederhana, pelakor dapat dimaknai
sebagai seorang perempuan yang berhubungan (termasuk
hubungan intim) dengan seorang laki-laki lain yang sudah terikat
perkawinan (memiliki isteri sah).Dari berbagai referensi berita,
terdapat beragam motivasi pelakor. Mulai dari motivasi uang,
kepuasan nafsu seks hingga sekadar bersenang-senang (have
fun).
1. Kurangnya kepuasaan seksual dalam pernikahan, dan hasrat untuk
hubungan seksual tambahan
Nafsu seksual seringnya berumur pendek, dan giarah bisa
merosot turun cukup cepat saat gairah perlahan mati atau masalah
emosional kembali muncul ke permukaan. Hal ini juga dapat
memudar jika kedua pasangan dalam hubungan perselingkuhan
tidak menemukan banyak kesamaan lain di luar seks.
2. Kurangnya kepuasaan emosional dalam pernikahan
Mencari keintiman emosional bisa sama menariknya dengan
mencari keintiman fisik sebagai alasan untuk memiliki
perselingkuhan. Sebagian besar orang yang berselingkuh atas
alasan ini melaporkan mereka merasa kurang terpenuhi
kebutuhan emosionalnya dari pasangan menikah mereka. Jenis
perselingkuhan ini biasanya tidak melibatkan seks dan
cenderung memilih untuk tetap dalam hubungan platonis.