Anda di halaman 1dari 19

Pencegah Kekerasan

dalam pacaran,Incest,
Aborsi tidak aman

Dosen Pengampu : Bd. Yustina Ananti, S.ST .,M .,M.Kes


ANGGOTA KELOMPOK

Dini Lukhito Yuliana


21800023 21800014

Delta Gabrielle Dwi Briyastuti Ismaya Anggraini


21800030 21800024 21800003
KEKERASAN DALAM PACARAN

Kekerasan dalam pacaran sering dijumpai pada masa remaja, dapat terjadi dalam bentuk

kekeraasan fisik, kekerasan psikologis, dan kekerasan seksual.

Menurut Burandt, et (dalam Muray, 2007).

kekerasan dalam pacaran adalah suatu perilaku yang disengaja dengan menggunakan strategi

kejahatan melalui paksaan untuk mendapatkan atau mempertahankan kontrol, kekuatan,

terhadap pasangan. Perempuan menjadi sebagian besar korban tindak kekerasan dalam pacaran.
BEBERAPA BENTUK KEKERASAN DALAM PACARAN

1. Kekerasan Fisik 2. Kekerasan Psikis

3. Kekerasan sexsual 4. Kekerasan ekonomi


1. KEKERASAN FISIK

kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan berupa memukul,

mencubit, menceki, menendang, atau melempar barang kepada

pasangan yang dapat melukai dan menimbulkan bekas fisik

terhadap pasangan.
2. KEKERASAN PSIKIS

Kekerasan yang menyerang psikologis pasangan dapat berupa

hinaan, mengkritisi secara berlebihan, merendahkan, menekan

dengan ancaman yang dapat menimbulkan rasa bersalah terhadap

pasangan dan membuat tekanan psikis lainnya.


3. KEKERASAN SEXSUAL

Kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan dalam bentuk mengintimidasi,

memaksa secara sengaja untuk melakukan kegiatan seksual, serta

mengeluarkan komentar komentar yang merujuk kepada konten pornografi.


4. KEKERASAN EKONOMI

Bentuk kekerasan yang merugikan korban terkait financial baik

bentuk uang maupun barang, tindakan yang dilakukan berupa

pembatasan ruang gerak dalam kegiatan ekonomi atau melakukan

pemerasan dan pemaksaan pemenuhan kebutuhan pasangan.


PENYEBAB KEKERASAN DALAM PACARAN

Laki-laki yang memiliki kepentingan mendasar untuk mengontrol, menggunakan, dan menekan
perempuan sebagai praktek dominasi. Ini dijadikan ajang untuk menunjukan dan mempertahankan
kontrol. Bentuk kontrol tersebut beragam mulai dengan tidak mengakui kemandirian atau kebebasan
pihak perempuan (subordinat), sehingga hanya dijadikan instrumen dari kehendak laki-laki
(superordinat).

Alasan seseorang menggunakan kekerasan sebagai bentuk kontrol diantaranya, terdapat single factor
motivational yang meliputi adanya penyakit mental, perasaan cemburu, kebencian, over permissivesnes
dan ketiadaan kontrol sosial (keluarga) dalam pengalaman hidup seseorang. Selain itu, juga terdapat
kesalahan sosialisasi baik dari keluarga maupun lingkungan sosial.
DAMPAK NEGATIF KEKERASAN DALAM PACARAN

Dampak buruk kekerasan dalam pacarana berdampak terhadap Kesehatan fisik dan psikis.

Situasi kekerasan dalam pacaran dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental para

korban. Pernyataan ini dikuatkan dengan beberapa hasil penelitian (DeGenova, 2008; Safitri

& Sama’i, 2013) bahwa mengalami tindak kekerasan selama berpacaran dapat berdampak

pada terganggunya proses pikiran, perasaan, dan perilaku korban. Korban dapat mengalami

konsep diri yang tidak stabil dan merasa harga dirinya (self-esteem) rendah.
DASAR HUKUM KEKERASAN DALAM PACARAN

Aturan-aturan hukum yang dapat dipakai untuk memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan korban
kekerasan dalam pacaran dilihat berdasarkan usia korban, bila anak berusia dibawah umur 18 tahun menjadi korban
maka dikenakan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 76D dan 76E, dan atau bila korban berusia diatas 18 tahun maka
menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan akan dikenai Pasal 351 KUHP, 352 KUHP dan 354 KUHP
untuk kejahatan penganiayaan, Pasal 310 KUHP dan 315 KUHP tentang kekerasaan verbal, Pasal 285 KUHP, 289
KUHP tentang kekerasan seksual, dan pada Pasal 47 ayat (1) KUHP jika pelakunya anak yang masih dibawah umur
hukuman pidananya dapat dikurangi sepertiga. Seorang anak yang menjadi pelaku tindak pidana maka aturan hukum
yang dipakai menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dapat
dikenakan dua jenis sanksi, yaitu : Sanksi tindakan dikenai Pasal 82 UU SPPA, dan sanksi pidana dikenakan Pasal 71
UU SPPA. Jika pelakunya anak berumur diatas 18 tahun maka diterapkan sanksi pidana sesuai dengan tindak pidana
yang dilakukannya.
INCEST

Incest dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual antara orang-orang yang bersaudara dekat yang
dianggap melanggar adat, hukum dan agama.

Sofyan S. Willis mengemukakan pengertian incest sebagai berikut: “Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar
nikah,sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.” Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa incest adalah
hubungan seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti seperti ayah, atau paman. Incest
dapat terjadi suka sama suka yang kemudian bisa terjalin dalam perkawinan dan ada yang terjadi secara paksa yang lebih
tepat disebut dengan perkosaan. Incest digambarkan sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan darah,
akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu untuk menerangkan hubungan seksual ayah
dengan anak, antar saudara. Incest merupakan perbuatan terlarang bagi hampir setiap lingkungan budaya dan agama.
FAKTOR FAKTOR PENYEBAB INCEST

Proses berlangsungnya Inses bisa jadi berakibat pembatasan pergaulan yang terlalu dekat, tidur
bersama satu kamar atau satu ranjang, atau kondisi rumah yang terlalu sempit dan mencegah orang
lain mengetahui hubungan mereka. Pada kondisi ini terjadinya Inses tidak terencana atau malah
sangat terencana dengan matang. Oleh arena itu terjadinya Inses tidak hanya tertutup pada
hubungan antara ayah dan anak, bisa juga antara keponakan yang menginap di rumah bibi, atau
paman yang menginap di rumah keponakan. Antara kakak dengan adiknya dan lain-lainnya.
KONDISI GANGUAN KELUARGA YANG
MEMUNGKINGKAN TERJADINYA INCEST

• 1. Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan utama yang mengurus keluarga
dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.

• 2. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.

• 3. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kebutuhan untuk
mempertahankan kestabilan sifat patriachat-nya.

• 4. Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih
memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.

• 5. Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual
sebagai istri.
MACAM MACAM INCEST

• 1. Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang tidur sekamar,
bisa tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.

• 2. Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini biasa terjadi antara ayah yang alkoholik atau psikopatik dengan
anak perempuannya. Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat alkohol atau psikopati sang ayah.

• 3. Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli anak-anak perempuan dibawah
umur, termasuk anaknya sendiri.

• 4. Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senang melakukan incest karena meniru
ayahnya melakukan perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya

• 5. Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang suami-ayah yang
tertekan akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya bisa terpojok melakukan incest dengan anak
perempuannya.
BENTUK BENTUK INCEST

1. Ajakan atau rayuan berhubungan seks.

2. Sentuhan atau rabaan seksual.

3. Penunjukan alat kelamin.

4. Penunjukan hubungan seksual.

5. Memaksa melakukan mastrubasi.

6. Meletakkan atau memasukkan benda-benda atau jari tangan ke anus atau vagina.

7. Berhubungan seksual (termasuk sodomi).

8. Mengambil atau menunjukkan foto anak kepada orang lain tanpa busana atau ketika berhubungan seksual
DASAR HUKUM INCEST

Dalam KUHPidana di Indonesia, pasal yang menyebut perbuatan cabul antar orang yang mempunyai

hubungan keluarga, hanyalah Pasal 294 ayat (1) KUHPidana. Jenis hubungan yang diancamkan

pidana dalam Pasal 294 ayat (1) ini yaitu hubungan antara seseorang dengan anaknya, anak tirinya,

dan anak angkatnya. Bunyi selengkapnya dari Pasal 294 ayat (1) KUHPidana, yang terletak dalam

Buku II Bab XIV: Kejahatan terhadap Kesusilaan, menurut terjemahan BPHN, yaitu, Barang siapa

melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah

pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang belum dewasa yang pemeliharaannya,

pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya

yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
ABORSI TIDAK AMAN

Kehamilan tidak diinginkan umumnya berdampak buruk bagi perempuan, terutama jika terjadi pada remaja
perempuan. Kehamilan tidak diinginkan pada remaja perempuan dapat menyebabkan putus sekolah, gangguan pada
kehamilan karena usia yang terlalu muda, ketidaksiapan mental remaja perempuan menghadapi perannya di masa
yang akan datang, dan juga berdampak pada perkembangan anak yang dikandungnya.

kehamilan tidak diinginkan paling banyak dialami oleh perempuan yang telah menikah (66%), sementara pada
perempuan yang belum menikah hanya 34%. Kehamilan tidak diinginkan paling banyak terjadi pada perempuan
usia 20-29 tahun (46%) dan 30-39 tahun (37%), sementara pada rentang usia <19 tahun dan >40 tahun masing-
masing hanya berkisar 8% dan 10%. Indonesia termasuk negara yang tidak melegalkan aborsi.

Anda mungkin juga menyukai