Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEKERASAN DALAM PACARAN, INCEST, DAN ABORSI

TIDAK AMAN

Disusun Oleh :
Ismaya Anggrahini 21800003
Yuliana 21800014
Dini Lukitho Sari 21800023
Dwi Briyastuti 21800024
Delta Gabrielle 21800030

Dosen Pengampu :
Yustina Ananti, S.ST., M., M.Kes.

PROGRAM KEBIDANAN SARJANA DAN PRODI PENDIDIKAN


PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat


rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “ KEKERASAN
DALAM PACARAN, INCEST, DAN ABORSI TIDAK AMAN “ yang
berhubungan dengan pelajaran mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dan
Perimenopouse ini dapat selesai.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah
Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dan Perimenopouse. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan. Oleh
karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan ketidak sempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga mengharap adanya kritik serta
saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Yustina Ananti,
S.ST., M., M.Kes. berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan
kami berkaitan dengan topik yang diberikan dan berbagai sumber yang kami
pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.

Yogyakarta, 01 April 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1 KEKERASAN DALAM PACARAN..............................................................................
2.2 INCEST............................................................................................................................
2.3 ABORSI TIDAK AMAN.................................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................
3.2 SARAN...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi tidak aman adalah topik yang
akan kami bahas dalam makalah ini. Topik ini memilikan sasaran untuk
remaja khususnya remaja Indonesia. Banyak Tindakan kekerasan yang dialami
remaja dan dengan adanya makalah ini bertujuan agar para remaja khususnya
perempuan bisa lebih berhati-hati.
Merujuk Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan tahun 2016 mengindikasikan terjadinya peningkatan
kasus kekerasan dalam pacaran dalam beberapa tahun terakhir, yang
meningkat dari 21% di tahun 2015 menjadi 24% di tahun 2016.
Menurut Burandt, et (dalam Muray, 2007) kekerasan dalam pacaran adalah
suatu perilaku yang disengaja dengan menggunakan strategi kejahatan melalui
paksaan untuk mendapatkan atau mempertahankan kontrol, kekuatan, terhadap
pasangan.
Pada makalah kali ini akan disampaikan tentang pengertian incers,
penyebab kekerasan dalam pacarana dan mengapa aborsi tidak aman.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa penyebab dan efek samping kekerasan dalam pacaran?
2. Apa itu incest dan penyebabnya?
3. Mengapa aborsi di Indonesia illegal dan tidak aman?

1.3 TUJUAN
Para remaja khususnya remaja perempuan mampu mengerti tentang
kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi tidak aman. Para remaja mampu
menghindari dari kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi tidak aman.
Sehingga angka kekerasan dalam pacaran bisa berkurang, kekerasan seksual oleh
keluarga dan resiko kematian karena aborsi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kekerasan Dalam Pacaran


A. Pengertian
Pacaran (dating) dilihat sebagai relasi antara laki-laki dan perempuan
yang saling memiliki keterikatan secara emosional, karena adanya
perasaan istimewa (Katz & Arias, 1999). Perasaan tersebut dapat
diartikan sebagai perasaan cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki satu
sama lain. Oleh karena itu, tidak jarang muncul pendapat bahwa dalam
masa pacaran tidak akan memicu terjadinya tindak kekerasan, karena
diliputi oleh nuansa romantisme dan kasih sayang (Ramadita, 2012).
Namun faktanya, merujuk Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2016
mengindikasikan terjadinya peningkatan kasus kekerasan dalam pacaran
dalam beberapa tahun terakhir, yang meningkat dari 21% di tahun 2015
menjadi 24% di tahun 2016. Angka kekerasan dalam masa pacaran
memiliki pola yang sama setiap tahunnya dengan menduduki posisi
kedua tertinggi pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Relasi
Personal (KDRT/RP) terhadap perempuan. Kekerasan dalam pacarana
sering dijumpai pada masa remaja, dapat terjadi dalam bentuk kekeraasan
fisik, kekerasan psikologis, dan kekerasan seksual. Menurut Burandt, et
(dalam Muray, 2007) kekerasan dalam pacaran adalah suatu perilaku
yang disengaja dengan menggunakan strategi kejahatan melalui paksaan
untuk mendapatkan atau mempertahankan kontrol, kekuatan, terhadap
pasangan. Perempuan menjadi sebagian besar korban tindak kekerasan
dalam pacaran. Bentuk-bentuk dari kekerasan dalam pacaran menurut
Shorey dkk, (2008) dan Rifka Anisa WCC Yogyakarta (2000) dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Kekerasan Fisik : kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan berupa
memukul, mencubit, menceki, menendang, atau melempar barang kepada

2
pasangan yang dapat melukai dan menimbulkan bekas fisik terhadap
pasangan.
2. Kekerasan Psikis : Kekerasan yang menyerang psikologis pasangan
dapat berupa hinaan, mengkritisi secara berlebihan, merendahkan,
menekan dengan ancaman yang dapat menimbulkan rasa bersalah
terhadap pasangan dan membuat tekanan psikis lainnya.
3. Kekerasan Seksual : Kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan
dalam bentuk mengintimidasi, memaksa secara sengaja untuk melakukan
kegiatan seksual, serta mengeluarkan komentarkomentar yang merujuk
kepada konten pornografi.
4. Kekerasan Ekonomi : Bentuk kekerasan yang merugikan korban
terkait financial baik bentuk uang maupun barang, tindakan yang
dilakukan berupa pembatasan ruang gerak dalam kegiatan ekonomi atau
melakukan pemerasan dan pemaksaan pemenuhan kebutuhan pasangan.
B. Penyebab Kekerasan Dalam Pacaran
Laki-laki yang memiliki kepentingan mendasar untuk mengontrol,
menggunakan, dan menekan perempuan sebagai praktek dominasi. Ini
dijadikan ajang untuk menunjukan dan mempertahankan kontrol. Bentuk
kontrol tersebut beragam mulai dengan tidak mengakui kemandirian atau
kebebasan pihak perempuan (subordinat), sehingga hanya dijadikan
instrumen dari kehendak laki-laki (superordinat). Bentuk lain dari kontrol
dan penaklukan dapat melalui kekerasan. Alasan seseorang
menggunakan kekerasan sebagai bentuk kontrol diantaranya, terdapat
single factor motivational yang meliputi adanya penyakit mental,
perasaan cemburu, kebencian, over permissivesnes dan ketiadaan kontrol
sosial (keluarga) dalam pengalaman hidup seseorang (Abbot, dkk, 2005 :
272). Selain itu, juga terdapat kesalahan sosialisasi baik dari keluarga
maupun lingkungan sosial.
C. Efek Negatif Kekerasan Dalam Pacaran
Dampak buruk kekerasan dalam pacarana berdampak terhadap
Kesehatan fisik dan psikis. Situasi kekerasan dalam pacaran dapat

3
berdampak buruk terhadap kesehatan mental para korban. Pernyataan ini
dikuatkan dengan beberapa hasil penelitian (DeGenova, 2008; Safitri &
Sama’i, 2013) bahwa mengalami tindak kekerasan selama berpacaran
dapat berdampak pada terganggunya proses pikiran, perasaan, dan
perilaku korban. Korban dapat mengalami konsep diri yang tidak stabil
dan merasa harga dirinya (self-esteem) rendah.
D. Dasar Hukum
Aturan-aturan hukum yang dapat dipakai untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam
pacaran dilihat berdasarkan usia korban, bila anak berusia dibawah umur
18 tahun menjadi korban maka dikenakan Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 76D dan 76E, dan atau bila
korban berusia diatas 18 tahun maka menggunakan Kitab Undangundang
Hukum Pidana dan akan dikenai Pasal 351 KUHP, 352 KUHP dan 354
KUHP untuk kejahatan penganiayaan, Pasal 310 KUHP dan 315 KUHP
tentang kekerasaan verbal, Pasal 285 KUHP, 289 KUHP tentang
kekerasan seksual, dan pada Pasal 47 ayat (1) KUHP jika pelakunya anak
yang masih dibawah umur hukuman pidananya dapat dikurangi
sepertiga. Seorang anak yang menjadi pelaku tindak pidana maka aturan
hukum yang dipakai menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dapat dikenakan dua
jenis sanksi, yaitu : Sanksi tindakan dikenai Pasal 82 UU SPPA, dan
sanksi pidana dikenakan Pasal 71 UU SPPA. Jika pelakunya anak
berumur diatas 18 tahun maka diterapkan sanksi pidana sesuai dengan
tindak pidana yang dilakukannya.
2.2. Incest
A. Pengertian Inces
Incest dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual
antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar
adat, hukum dan agama. Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, incest

4
adalah “hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki
ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga
kandung”. Sedangkan menurut Kartini Kartono, Incest adalah “hubungan
seks diantara pria dan wanita di dalam atau diluar ikatan perkawinan,
dimana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang
yang dekat sekali”.8 Sofyan S. Willis mengemukakan pengertian incest
sebagai berikut: “Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar
nikah,sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.” Sedangkan
menurut Kartini Kartono, Incest adalah “hubungan seks diantara pria dan
wanita di dalam atau diluar ikatan perkawinan, dimana mereka terkait
dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali”.8
Sofyan S. Willis mengemukakan pengertian incest sebagai berikut:
“Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar
nikah,sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.” Dari pengertian
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa incest adalah hubungan seksual
yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti
seperti ayah, atau paman. Incest dapat terjadi suka sama suka yang
kemudian bisa terjalin dalam perkawinan dan ada yang terjadi secara
paksa yang lebih tepat disebut dengan perkosaan. Incest digambarkan
sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan darah,
akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu
untuk menerangkan hubungan seksual ayah dengan anak, antar saudara.
Incest merupakan perbuatan terlarang bagi hampir setiap lingkungan
budaya dan agama.
B. Faktor-Faktor Penyebab Inces
Proses berlangsungnya Inses bisa jadi berakibat pembatasan pergaulan
yang terlalu dekat, tidur bersama satu kamar atau satu ranjang, atau
kondisi rumah yang terlalu sempit dan mencegah orang lain mengetahui
hubungan mereka. Pada kondisi ini terjadinya Inses tidak terencana atau
malah sangat terencana dengan matang. Oleh arena itu terjadinya Inses

5
tidak hanya tertutup pada hubungan antara ayah dan anak, bisa juga
antara keponakan yang menginap di rumah bibi, atau paman yang
menginap di rumah keponakan. Antara kakak dengan adiknya dan lain-
lainnya.
Lustig menyatakan terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang
memungkinkan terjadinya incest, yaitu:
1. Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan
utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
2. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi
dorongan seksualnya.
3. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah
karena kebutuhan untuk mempertahankan kestabilan sifat patriachat-nya.
4. Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa
anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada
pecah sama sekali. 5. Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak
berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
C. Macam-Macam Inces
Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental incest, yaitu
hubungan antara orang tua dan anak. Kedua sibling incest, yaitu
hubungan antara saudara kandung. Ada pun macam-macam inces
berdasarkan penyebabnya adalah:
1. Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki
perempuan remaja yang tidur sekamar, bisa tergoda melakukan
eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
2. Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini biasa terjadi antara ayah
yang alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya.
Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat alkohol atau psikopati
sang ayah.
3. Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli
anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.

6
4. Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senang
melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang
sama dengan kakak atau adik perempuannya
5. Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak
harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi
serba mendominasi dari istrinya bisa terpojok melakukan incest dengan
anak perempuannya.
D. Bentuk-Bentuk Inces
Berikut beberapa bentuk kekerasan seksual yang termasuk incest:
1. Ajakan atau rayuan berhubungan seks.
2. Sentuhan atau rabaan seksual.
3. Penunjukan alat kelamin.
4. Penunjukan hubungan seksual.
5. Memaksa melakukan mastrubasi.
6. Meletakkan atau memasukkan benda-benda atau jari tangan ke anus
atau vagina.
7. Berhubungan seksual (termasuk sodomi).
8. Mengambil atau menunjukkan foto anak kepada orang lain tanpa
busana atau ketika berhubungan seksual
E. Dasar Hukum
Dalam KUHPidana di Indonesia, pasal yang menyebut perbuatan cabul
antar orang yang mempunyai hubungan keluarga, hanyalah Pasal 294
ayat (1) KUHPidana. Jenis hubungan yang diancamkan pidana dalam
Pasal 294 ayat (1) ini yaitu hubungan antara seseorang dengan anaknya,
anak tirinya, dan anak angkatnya. Bunyi selengkapnya dari Pasal 294
ayat (1) KUHPidana, yang terletak dalam Buku II Bab XIV: Kejahatan
terhadap Kesusilaan, menurut terjemahan BPHN, yaitu, Barang siapa
melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
dengan orang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau

7
bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama 7 tahun.

2.3. Aborsi Tidak Aman


Kehamilan tidak diinginkan umumnya berdampak buruk bagi perempuan,
terutama jika terjadi pada remaja perempuan. Kehamilan tidak diinginkan
pada remaja perempuan dapat menyebabkan putus sekolah, gangguan pada
kehamilan karena usia yang terlalu muda, ketidaksiapan mental remaja
perempuan menghadapi perannya di masa yang akan datang, dan juga
berdampak pada perkembangan anak yang
dikandungnya. Kehamilan tidak diinginkan dapat dialami oleh remaja hingga
orang dewasa, baik menikah maupun lajang. Pada data yang dihimpun oleh
Guttmacher Institute di Indonesia dari seluruh kasus kehamilan yang tidak
diinginkan, kehamilan tidak diinginkan paling banyak dialami oleh
perempuan yang telah menikah (66%), sementara pada perempuan yang
belum menikah hanya 34%. Kehamilan tidak diinginkan paling banyak terjadi
pada perempuan usia 20-29 tahun (46%) dan 30-39 tahun (37%), sementara
pada rentang usia <19 tahun dan >40 tahun masing-masing hanya berkisar
8% dan 10%. Indonesia termasuk negara yang tidak melegalkan aborsi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi, pada pasal 31, Tindakan aborsi di Indonesia hanya dapat
dibenarkan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis atau pada kasus
kehamilan akibat perkosaan. Indikasi kegawatdaruratan medis yang dimaksud
antara lain mengancam nyawa ibu dan/atau janin. Diagnosis
kegawatdaruratan medis hanya dapat dibuat oleh tim kelayakan aborsi, yang
terdiri dari minimal 2 tenaga Kesehatan dan diketuai oleh dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan. Kemudian, tim akan membuat surat
keterangan kelayakan aborsi. Pada kasus kehamilan akibat perkosaan, aborsi
hanya dapat dilakukan apabila terdapat bukti antara lain usia kehamilan
sesuai dengan kejadian perkosaan, serta adanya keterangan penyidik,

8
psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan. Aborsi
dalam kasus kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan pada usia
kehamilan maksimal 40 hari dari hari pertama haid terakhir.

Besarnya “kebutuhan” masyarakat tentang aborsi dan sulitnya melakukan


aborsi di Indonesia membuat banyak orang yang nekat melakukan aborsi
ilegal dan tidak aman. Belum ada angka pasti jumlah aborsi yang tidak aman
yang dilakukan di Indonesia, namun penelitian dari Guttmacher Institute
memperkirakan empat perlima aborsi yang dilakukan di Indonesia dikerjakan
di dukun bersalin, yang merupakan
individu tidak terlatih untuk melakukan aborsi. Metode yang digunakan
masih banyak menggunakan benda asing yang dimasukkan ke dalam
vagina/rahim (8%), jamu-jamuan/ramuan lain yang dimasukkan ke
vagina/rahim (5%), akupuntur (4%), serta paranormal (8%).

Maraknya praktik aborsi ilegal dan tidak aman, baik yang dilakukan oleh
tenaga tidak terlatih seperti dukun beranak maupun dilakukan sendiri
dengan obat-obatan tanpa pengawasan dokter, telah menimbulkan
konsekuensi serius. Berdasarkan data dari analisis sistematik WHO, dari
60.799 kematian maternal pada tahun 2003-2009, 7,9% terjadi akibat aborsi.
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 5 juta Wanita setiap tahun
membutuhkan perawatan untuk komplikasi yang terkait aborsi. Komplikasi
yang terkait kematian pada aborsi tidak aman antara lain perdarahan, infeksi,
sepsis, trauma genital, dan nekrosis usus. Untuk aborsi yang dilakukan sendiri
biasanya digunakan dengan obat-obatan yang umumnya dijual secara bebas
seperti golongan misoprostol. Misoprostol merupakan analog prostaglandin
E1 yang digunakan untuk mencegah ulkus peptik akibat penggunaan obat-
obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), namun memiliki efek yang
menginduksi kontraksi uterus, perdarahan uterus, dan efek menginduksi
aborsi. Selain itu, misoprostol juga banyak digunakan untuk menginduksi
pematangan dan dilatasi serviks. Efek samping dari misoprostol bila

9
digunakan dalam kehamilan antara lain hiperstimulasi uterus, laserasi serviks,
ruptur uteri, perdarahan vagina berat, syok, hingga menyebabkan kematian
ibu atau janin. Fenomena larisnya aborsi ilegal dan tidak aman ini
menunjukkan kurangnya edukasi mengenai bahaya aborsi yang tidak
dilakukan secara aman di bawah pengawasan dokter. Dampak-dampak buruk
aborsi ini tidak banyak diekspos kepada publik sehingga ketika mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan, banyak perempuan mencari upaya yang
dianggap mudah dengan melakukan aborsi, baik melalui obat-obatan yang
dijual secara online maupun cara-cara tradisional seperti pergi ke dukun
beranak. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari berbagai pihak untuk
mengatasi masalah ini.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi adalah salah satu
kekerasan yang harus dihapuskan karena memiliki efek buruk terhadap
perkembangan dan pertumbuhan remaja.
Dampak buruk kekerasan dalam pacarana berdampak terhadap
Kesehatan fisik dan psikis. Situasi kekerasan dalam pacaran dapat berdampak
buruk terhadap kesehatan mental para korban. Pernyataan ini dikuatkan
dengan beberapa hasil penelitian (DeGenova, 2008; Safitri & Sama’i, 2013)
bahwa mengalami tindak kekerasan selama berpacaran dapat berdampak pada
terganggunya proses pikiran, perasaan, dan perilaku korban. Korban dapat
mengalami konsep diri yang tidak stabil dan merasa harga dirinya (self-
esteem) rendah.

3.2 SARAN
Diharapkan pemerintah dan tenaga kesehatan bisa lebih perduli dan
fokus terhadap masalah yang terjadi pada remaja. Dapat memberikan
Pendidikan tentang kekerasan, incest, dan aborsi sejak dini agar masalah
tersebut tidak terjadi pada kemudian hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Erdianto, K. (2016). Angka kekerasan dalam pacaran tinggi, tetapi UU belum


melindungi.http://nasional.kompas.com/read/2016/03/08/07513391/Angka.Kekera
san. dalam.Pacaran.Tinggi.tetapi.UU.Belum.Melindungi

Aroma Elmina Martha, 2003, Perempuan, Kekerasan dan Hukum, UII Press
Jogjakarta, Jogjakarta

Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Surabaya Komnas Perempuan. 2002.


“Peta Kekerasan: Pengalaman Perempuan Indonesia”. Jakarta: Ameepro.

Lannakita, S. (2012). Hubungan antara self-esteem dan preferensi pemilihan


pasangan hidup pada wanita dewasa muda di Jabodetabek (Tesis tidak
dipublikasikan). Universitas Indonesia, Indonesi

Della. (2012). Cognitive behaviour therapy untuk meningkatkan self-esteem pada


mahasiswa universitas indonesia yang mengalami distres psikologis (Tesis tidak
dipublikasikan). Universitas Indonesia, Indonesia.

Ariestina, D. (2009). Kekerasan dalam pacaran pada siswi SMA di Jakarta.


KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 3(4), 161-170

Guttmacher Institute. Aborsi di Indonesia. Aborsi di Indonesia 2008;(2):1–6

12
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. 2014 p.1–34

13

Anda mungkin juga menyukai