TIDAK AMAN
Disusun Oleh :
Ismaya Anggrahini 21800003
Yuliana 21800014
Dini Lukitho Sari 21800023
Dwi Briyastuti 21800024
Delta Gabrielle 21800030
Dosen Pengampu :
Yustina Ananti, S.ST., M., M.Kes.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1 KEKERASAN DALAM PACARAN..............................................................................
2.2 INCEST............................................................................................................................
2.3 ABORSI TIDAK AMAN.................................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................
3.2 SARAN...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi tidak aman adalah topik yang
akan kami bahas dalam makalah ini. Topik ini memilikan sasaran untuk
remaja khususnya remaja Indonesia. Banyak Tindakan kekerasan yang dialami
remaja dan dengan adanya makalah ini bertujuan agar para remaja khususnya
perempuan bisa lebih berhati-hati.
Merujuk Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan tahun 2016 mengindikasikan terjadinya peningkatan
kasus kekerasan dalam pacaran dalam beberapa tahun terakhir, yang
meningkat dari 21% di tahun 2015 menjadi 24% di tahun 2016.
Menurut Burandt, et (dalam Muray, 2007) kekerasan dalam pacaran adalah
suatu perilaku yang disengaja dengan menggunakan strategi kejahatan melalui
paksaan untuk mendapatkan atau mempertahankan kontrol, kekuatan, terhadap
pasangan.
Pada makalah kali ini akan disampaikan tentang pengertian incers,
penyebab kekerasan dalam pacarana dan mengapa aborsi tidak aman.
1.3 TUJUAN
Para remaja khususnya remaja perempuan mampu mengerti tentang
kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi tidak aman. Para remaja mampu
menghindari dari kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi tidak aman.
Sehingga angka kekerasan dalam pacaran bisa berkurang, kekerasan seksual oleh
keluarga dan resiko kematian karena aborsi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pasangan yang dapat melukai dan menimbulkan bekas fisik terhadap
pasangan.
2. Kekerasan Psikis : Kekerasan yang menyerang psikologis pasangan
dapat berupa hinaan, mengkritisi secara berlebihan, merendahkan,
menekan dengan ancaman yang dapat menimbulkan rasa bersalah
terhadap pasangan dan membuat tekanan psikis lainnya.
3. Kekerasan Seksual : Kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan
dalam bentuk mengintimidasi, memaksa secara sengaja untuk melakukan
kegiatan seksual, serta mengeluarkan komentarkomentar yang merujuk
kepada konten pornografi.
4. Kekerasan Ekonomi : Bentuk kekerasan yang merugikan korban
terkait financial baik bentuk uang maupun barang, tindakan yang
dilakukan berupa pembatasan ruang gerak dalam kegiatan ekonomi atau
melakukan pemerasan dan pemaksaan pemenuhan kebutuhan pasangan.
B. Penyebab Kekerasan Dalam Pacaran
Laki-laki yang memiliki kepentingan mendasar untuk mengontrol,
menggunakan, dan menekan perempuan sebagai praktek dominasi. Ini
dijadikan ajang untuk menunjukan dan mempertahankan kontrol. Bentuk
kontrol tersebut beragam mulai dengan tidak mengakui kemandirian atau
kebebasan pihak perempuan (subordinat), sehingga hanya dijadikan
instrumen dari kehendak laki-laki (superordinat). Bentuk lain dari kontrol
dan penaklukan dapat melalui kekerasan. Alasan seseorang
menggunakan kekerasan sebagai bentuk kontrol diantaranya, terdapat
single factor motivational yang meliputi adanya penyakit mental,
perasaan cemburu, kebencian, over permissivesnes dan ketiadaan kontrol
sosial (keluarga) dalam pengalaman hidup seseorang (Abbot, dkk, 2005 :
272). Selain itu, juga terdapat kesalahan sosialisasi baik dari keluarga
maupun lingkungan sosial.
C. Efek Negatif Kekerasan Dalam Pacaran
Dampak buruk kekerasan dalam pacarana berdampak terhadap
Kesehatan fisik dan psikis. Situasi kekerasan dalam pacaran dapat
3
berdampak buruk terhadap kesehatan mental para korban. Pernyataan ini
dikuatkan dengan beberapa hasil penelitian (DeGenova, 2008; Safitri &
Sama’i, 2013) bahwa mengalami tindak kekerasan selama berpacaran
dapat berdampak pada terganggunya proses pikiran, perasaan, dan
perilaku korban. Korban dapat mengalami konsep diri yang tidak stabil
dan merasa harga dirinya (self-esteem) rendah.
D. Dasar Hukum
Aturan-aturan hukum yang dapat dipakai untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam
pacaran dilihat berdasarkan usia korban, bila anak berusia dibawah umur
18 tahun menjadi korban maka dikenakan Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 76D dan 76E, dan atau bila
korban berusia diatas 18 tahun maka menggunakan Kitab Undangundang
Hukum Pidana dan akan dikenai Pasal 351 KUHP, 352 KUHP dan 354
KUHP untuk kejahatan penganiayaan, Pasal 310 KUHP dan 315 KUHP
tentang kekerasaan verbal, Pasal 285 KUHP, 289 KUHP tentang
kekerasan seksual, dan pada Pasal 47 ayat (1) KUHP jika pelakunya anak
yang masih dibawah umur hukuman pidananya dapat dikurangi
sepertiga. Seorang anak yang menjadi pelaku tindak pidana maka aturan
hukum yang dipakai menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dapat dikenakan dua
jenis sanksi, yaitu : Sanksi tindakan dikenai Pasal 82 UU SPPA, dan
sanksi pidana dikenakan Pasal 71 UU SPPA. Jika pelakunya anak
berumur diatas 18 tahun maka diterapkan sanksi pidana sesuai dengan
tindak pidana yang dilakukannya.
2.2. Incest
A. Pengertian Inces
Incest dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual
antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar
adat, hukum dan agama. Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, incest
4
adalah “hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki
ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga
kandung”. Sedangkan menurut Kartini Kartono, Incest adalah “hubungan
seks diantara pria dan wanita di dalam atau diluar ikatan perkawinan,
dimana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang
yang dekat sekali”.8 Sofyan S. Willis mengemukakan pengertian incest
sebagai berikut: “Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar
nikah,sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.” Sedangkan
menurut Kartini Kartono, Incest adalah “hubungan seks diantara pria dan
wanita di dalam atau diluar ikatan perkawinan, dimana mereka terkait
dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali”.8
Sofyan S. Willis mengemukakan pengertian incest sebagai berikut:
“Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar
nikah,sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.” Dari pengertian
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa incest adalah hubungan seksual
yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti
seperti ayah, atau paman. Incest dapat terjadi suka sama suka yang
kemudian bisa terjalin dalam perkawinan dan ada yang terjadi secara
paksa yang lebih tepat disebut dengan perkosaan. Incest digambarkan
sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan darah,
akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu
untuk menerangkan hubungan seksual ayah dengan anak, antar saudara.
Incest merupakan perbuatan terlarang bagi hampir setiap lingkungan
budaya dan agama.
B. Faktor-Faktor Penyebab Inces
Proses berlangsungnya Inses bisa jadi berakibat pembatasan pergaulan
yang terlalu dekat, tidur bersama satu kamar atau satu ranjang, atau
kondisi rumah yang terlalu sempit dan mencegah orang lain mengetahui
hubungan mereka. Pada kondisi ini terjadinya Inses tidak terencana atau
malah sangat terencana dengan matang. Oleh arena itu terjadinya Inses
5
tidak hanya tertutup pada hubungan antara ayah dan anak, bisa juga
antara keponakan yang menginap di rumah bibi, atau paman yang
menginap di rumah keponakan. Antara kakak dengan adiknya dan lain-
lainnya.
Lustig menyatakan terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang
memungkinkan terjadinya incest, yaitu:
1. Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan
utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
2. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi
dorongan seksualnya.
3. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah
karena kebutuhan untuk mempertahankan kestabilan sifat patriachat-nya.
4. Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa
anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada
pecah sama sekali. 5. Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak
berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
C. Macam-Macam Inces
Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental incest, yaitu
hubungan antara orang tua dan anak. Kedua sibling incest, yaitu
hubungan antara saudara kandung. Ada pun macam-macam inces
berdasarkan penyebabnya adalah:
1. Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki
perempuan remaja yang tidur sekamar, bisa tergoda melakukan
eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
2. Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini biasa terjadi antara ayah
yang alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya.
Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat alkohol atau psikopati
sang ayah.
3. Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli
anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.
6
4. Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senang
melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang
sama dengan kakak atau adik perempuannya
5. Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak
harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi
serba mendominasi dari istrinya bisa terpojok melakukan incest dengan
anak perempuannya.
D. Bentuk-Bentuk Inces
Berikut beberapa bentuk kekerasan seksual yang termasuk incest:
1. Ajakan atau rayuan berhubungan seks.
2. Sentuhan atau rabaan seksual.
3. Penunjukan alat kelamin.
4. Penunjukan hubungan seksual.
5. Memaksa melakukan mastrubasi.
6. Meletakkan atau memasukkan benda-benda atau jari tangan ke anus
atau vagina.
7. Berhubungan seksual (termasuk sodomi).
8. Mengambil atau menunjukkan foto anak kepada orang lain tanpa
busana atau ketika berhubungan seksual
E. Dasar Hukum
Dalam KUHPidana di Indonesia, pasal yang menyebut perbuatan cabul
antar orang yang mempunyai hubungan keluarga, hanyalah Pasal 294
ayat (1) KUHPidana. Jenis hubungan yang diancamkan pidana dalam
Pasal 294 ayat (1) ini yaitu hubungan antara seseorang dengan anaknya,
anak tirinya, dan anak angkatnya. Bunyi selengkapnya dari Pasal 294
ayat (1) KUHPidana, yang terletak dalam Buku II Bab XIV: Kejahatan
terhadap Kesusilaan, menurut terjemahan BPHN, yaitu, Barang siapa
melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
dengan orang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau
7
bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama 7 tahun.
8
psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan. Aborsi
dalam kasus kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan pada usia
kehamilan maksimal 40 hari dari hari pertama haid terakhir.
Maraknya praktik aborsi ilegal dan tidak aman, baik yang dilakukan oleh
tenaga tidak terlatih seperti dukun beranak maupun dilakukan sendiri
dengan obat-obatan tanpa pengawasan dokter, telah menimbulkan
konsekuensi serius. Berdasarkan data dari analisis sistematik WHO, dari
60.799 kematian maternal pada tahun 2003-2009, 7,9% terjadi akibat aborsi.
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 5 juta Wanita setiap tahun
membutuhkan perawatan untuk komplikasi yang terkait aborsi. Komplikasi
yang terkait kematian pada aborsi tidak aman antara lain perdarahan, infeksi,
sepsis, trauma genital, dan nekrosis usus. Untuk aborsi yang dilakukan sendiri
biasanya digunakan dengan obat-obatan yang umumnya dijual secara bebas
seperti golongan misoprostol. Misoprostol merupakan analog prostaglandin
E1 yang digunakan untuk mencegah ulkus peptik akibat penggunaan obat-
obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), namun memiliki efek yang
menginduksi kontraksi uterus, perdarahan uterus, dan efek menginduksi
aborsi. Selain itu, misoprostol juga banyak digunakan untuk menginduksi
pematangan dan dilatasi serviks. Efek samping dari misoprostol bila
9
digunakan dalam kehamilan antara lain hiperstimulasi uterus, laserasi serviks,
ruptur uteri, perdarahan vagina berat, syok, hingga menyebabkan kematian
ibu atau janin. Fenomena larisnya aborsi ilegal dan tidak aman ini
menunjukkan kurangnya edukasi mengenai bahaya aborsi yang tidak
dilakukan secara aman di bawah pengawasan dokter. Dampak-dampak buruk
aborsi ini tidak banyak diekspos kepada publik sehingga ketika mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan, banyak perempuan mencari upaya yang
dianggap mudah dengan melakukan aborsi, baik melalui obat-obatan yang
dijual secara online maupun cara-cara tradisional seperti pergi ke dukun
beranak. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari berbagai pihak untuk
mengatasi masalah ini.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kekerasan dalam pacarana, incest, dan aborsi adalah salah satu
kekerasan yang harus dihapuskan karena memiliki efek buruk terhadap
perkembangan dan pertumbuhan remaja.
Dampak buruk kekerasan dalam pacarana berdampak terhadap
Kesehatan fisik dan psikis. Situasi kekerasan dalam pacaran dapat berdampak
buruk terhadap kesehatan mental para korban. Pernyataan ini dikuatkan
dengan beberapa hasil penelitian (DeGenova, 2008; Safitri & Sama’i, 2013)
bahwa mengalami tindak kekerasan selama berpacaran dapat berdampak pada
terganggunya proses pikiran, perasaan, dan perilaku korban. Korban dapat
mengalami konsep diri yang tidak stabil dan merasa harga dirinya (self-
esteem) rendah.
3.2 SARAN
Diharapkan pemerintah dan tenaga kesehatan bisa lebih perduli dan
fokus terhadap masalah yang terjadi pada remaja. Dapat memberikan
Pendidikan tentang kekerasan, incest, dan aborsi sejak dini agar masalah
tersebut tidak terjadi pada kemudian hari.
11
DAFTAR PUSTAKA
Aroma Elmina Martha, 2003, Perempuan, Kekerasan dan Hukum, UII Press
Jogjakarta, Jogjakarta
12
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. 2014 p.1–34
13