Anda di halaman 1dari 14

TEORI PELANGGARAN HARAPAN DALAM

KONTEKS KEKERASAN DALAM PACARAN

Dosen Pengampu: Dianingtyas Putri

Disusun oleh:

RAYSA MAHARANI
1231913023

Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi & Ilmu Sosial
Universitas Bakrie
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Kekerasan dalam pacaran merupakan salah satu isu yang mendalam dan
kompleks dalam hubungan interpersonal di era modern. Ketika membahas
kekerasan dalam pacaran, penting untuk menjelajahi berbagai aspek yang
terkait dengan masalah ini. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah
teori pelanggaran harapan. Teori ini memberikan pemahaman mendalam
tentang bagaimana harapan dalam suatu hubungan dapat menjadi dasar bagi
munculnya kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam pacaran adalah
masalah serius yang tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi
juga pada masyarakat secara luas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kita
akan menjelaskan konsep teori pelanggaran harapan dalam konteks kekerasan
dalam pacaran dan menggali lebih dalam tentang bagaimana teori ini dapat
membantu kita memahami gejala ini serta mengembangkan strategi untuk
mencegahnya (Sari et al., 2020).
Kekerasan dalam pacaran merujuk pada berbagai tindakan fisik,
emosional, atau seksual yang dilakukan oleh salah satu atau kedua pasangan
dalam hubungan percintaan. Kekerasan semacam ini dapat mencakup
pelecehan verbal, pengendalian yang berlebihan, pemakaian kekerasan fisik,
hingga ancaman serius terhadap keselamatan individu. Fenomena ini terjadi di
berbagai lapisan masyarakat, dan seringkali korban merasa terjebak dalam
hubungan yang destruktif. Teori pelanggaran harapan dalam konteks ini
menunjukkan bahwa konflik dalam pacaran sering kali muncul ketika salah
satu pihak merasa harapannya tidak terpenuhi dalam hubungan tersebut. Ini
bisa berkaitan dengan ekspektasi tentang perlakuan yang adil, penghargaan,
atau komitmen dari pasangan.
Salah satu contoh konkret adalah ketika salah satu pasangan
mengharapkan hubungan yang sehat dan mendukung, namun malah
menghadapi perilaku yang merendahkan diri, seperti penghinaan atau
pengendalian yang berlebihan. Ketika ekspektasi ini terus-menerus tidak

2
terpenuhi, tekanan emosional dapat meningkat, dan inilah saat teori
pelanggaran harapan berperan. Ketika harapan-harapan tersebut diabaikan atau
sengaja dilanggar, individu tersebut mungkin merasa frustrasi, marah, atau
terluka. Tanpa mekanisme yang sehat untuk mengekspresikan perasaan
tersebut, kekerasan dalam pacaran bisa menjadi hasilnya (Sari et al., 2020).
Dalam konteks ini, teori pelanggaran harapan memberikan wawasan
yang berharga tentang dinamika konflik dalam pacaran. Melalui pemahaman
tentang bagaimana harapan-harapan individu dapat mengarah pada kekerasan,
kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor pemicu dan memahami peran
pentingnya komunikasi yang sehat dalam hubungan percintaan. Selain itu, teori
ini juga memberi kita landasan untuk mengembangkan strategi untuk
mencegah kekerasan dalam pacaran dan mendukung korban yang terjebak
dalam situasi yang merugikan. Dalam upaya menciptakan hubungan yang
aman dan sehat, penelitian tentang teori pelanggaran harapan dalam konteks
kekerasan dalam pacaran menjadi semakin relevan dan mendesak (Nugraha et
al., 2023).

3
BAB II
ISI

Kasus yang melibatkan mahasiswi Universitas Pelita Harapan, AS, yang


menjadi korban kekerasan dalam hubungan, merupakan sebuah contoh nyata
dari permasalahan yang sangat relevan dalam masyarakat kita. AS mengalami
tindakan kekerasan dan ancaman yang dilakukan oleh mantan kekasihnya,
BJK, sejak Juni 2022. Kisah AS yang beredar di media sosial, khususnya di
Twitter, telah membangkitkan kesadaran publik akan kasus kekerasan dalam
pacaran (KDP) dan menunjukkan pentingnya penanganan serius terhadap
masalah ini.
Berdasarkan kisah AS, terlihat jelas bagaimana tindakan kekerasan dalam
pacaran dapat dimulai dari hal-hal yang seempurna, seperti perbedaan
pandangan atau pertentangan kecil dalam hubungan. Namun, ketika tidak ada
mekanisme yang efektif untuk menyelesaikan konflik, situasi dapat memburuk
dan berujung pada kekerasan. Hal ini menggarisbawahi perlunya pemahaman
yang lebih mendalam tentang teori pelanggaran harapan dalam konteks
kekerasan dalam pacaran, di mana harapan-harapan individu menjadi kunci
untuk memahami munculnya kekerasan dalam hubungan.
Lebih jauh, kasus AS bukanlah kejadian yang terisolasi. Data dari
Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2022 menunjukkan bahwa kasus
kekerasan dalam pacaran (KDP) menempati posisi tiga besar kasus kekerasan
di ranah privat terbanyak di Indonesia. Dalam satu tahun, tercatat sebanyak
1.685 kasus KDP yang terjadi. Namun, yang diadukan ke lembaga layanan
perlindungan hanya mencakup 1.222 kasus, sementara 463 kasus lainnya
dilaporkan ke Komnas Perempuan. Ini menunjukkan adanya sejumlah korban
yang mungkin belum mendapatkan bantuan dan dukungan yang mereka
butuhkan (Saputra & Putri, 2022).
Kekerasan dalam pacaran (KDP) merupakan fenomena yang memiliki
berbagai lapisan dan bentuk, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, dan
ekonomi. Terkadang, pelaku memanfaatkan perasaan cinta korban untuk

4
mencapai superioritas, dominasi, dan agresi, seperti mengumbar janji
pernikahan yang manis ketika kekerasan, terutama kekerasan seksual, terjadi
berulang. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal
kekerasan dalam hubungan yang perlu diperhatikan (Hasanah et al., 2020)
Menurut Yayasan Pulih, beberapa tanda-tanda awal kekerasan dalam
hubungan melibatkan kontrol yang berlebihan atas pasangan, perubahan emosi
yang sulit ditebak, cemburu berlebihan, pemaksaan tindakan seksual tanpa
persetujuan, kekerasan fisik, serta manipulasi yang melibatkan permintaan
maaf palsu. Kesadaran tentang tanda-tanda ini adalah langkah awal dalam
menghindari terjerumus dalam hubungan yang berpotensi berbahaya (Ni Kadek
Candra Swasti1 et al., 2023).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KemenPPPA) menawarkan sejumlah langkah untuk menghindari kekerasan
dalam hubungan pacaran, seperti mengenali calon pasangan secara
menyeluruh, berani mengatakan 'tidak', dan berkomitmen sebelum memulai
hubungan yang lebih mendalam. Peran orangtua dan orang terdekat juga sangat
penting dalam menjaga anak-anak dan teman-teman mereka dari bahaya
kekerasan dalam pacaran. Dengan demikian, pentingnya pendidikan,
pemahaman, dan dukungan komunitas dalam mengatasi kasus kekerasan dalam
pacaran semakin terlihat (hidayat fahrul, 2023).

1. Faktor Faktor Pemicu


Faktor-faktor yang memicu terjadinya kekerasan dalam pacaran
(KDP) sangat beragam dan dapat melibatkan dinamika hubungan antara
pasangan. Beberapa faktor utama yang dapat memicu KDP meliputi :
a) Ketidaksetaraan Kekuasaan: Ketika salah satu pasangan merasa memiliki
kendali dan dominasi penuh dalam hubungan, ini dapat memicu
kekerasan. Pihak yang merasa lebih kuat secara fisik, ekonomi, atau
sosial dapat menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan
kontrol.

5
b) Masalah Komunikasi: Ketidakmampuan pasangan untuk berkomunikasi
secara efektif atau menyelesaikan konflik dapat meningkatkan
ketegangan dalam hubungan. Kurangnya keterampilan komunikasi yang
sehat dapat menyebabkan penumpukan emosi negatif yang akhirnya
mendorong kekerasan.
c) Pengaruh Lingkungan: Faktor lingkungan, seperti paparan terhadap
kekerasan di rumah tangga saat masa kecil atau paparan kepada budaya
yang mendorong agresi, juga dapat berperan dalam memicu KDP.
d) Penyalahgunaan Zat: Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan dapat
mengurangi pengendalian diri seseorang dan meningkatkan
kecenderungan terjadinya kekerasan dalam hubungan.
e) Ketidaksetujuan atau Perbedaan Pandangan: Konflik dalam hubungan,
seperti perbedaan pandangan, nilai-nilai, atau tujuan hidup, dapat
memicu kekerasan jika tidak diatasi dengan cara yang sehat.
f) Pelanggaran Harapan: Ini adalah tempat di mana teori pelanggaran
harapan memainkan peran penting. Kekerasan dalam pacaran dapat
muncul ketika harapan-harapan individu dalam hubungan tidak
terpenuhi. Ini bisa termasuk harapan akan perlakuan yang adil,
penghargaan, atau komitmen dari pasangan. Ketika harapan-harapan ini
terus-menerus tidak terpenuhi atau sengaja dilanggar, individu tersebut
mungkin merasa frustrasi, marah, atau terluka, yang dapat memicu
kekerasan.

Teori pelanggaran harapan dalam konteks KDP menjelaskan bahwa


pelanggaran harapan individu dapat memicu respons emosional yang tidak
sehat, termasuk kemarahan, rasa sakit, dan frustrasi. Jika individu tersebut
tidak memiliki keterampilan atau strategi yang efektif untuk
mengekspresikan perasaan ini, maka mereka mungkin beralih ke tindakan
kekerasan sebagai cara untuk merespons pelanggaran harapan mereka. Oleh
karena itu, teori pelanggaran harapan berperan dalam memahami bagaimana
konflik dan kekerasan dalam pacaran dapat muncul dari ketidaksetujuan

6
antara harapan individu dan realitas hubungan mereka (Burgoon et al.,
2005).

2. Tanda Tanda Awal Kekerasan


Tanda-tanda awal kekerasan dalam hubungan adalah indikator penting
yang dapat membantu mencegah kasus kekerasan dalam pacaran (KDP).
Identifikasi tanda-tanda ini dapat memungkinkan individu untuk mengambil
langkah-langkah preventif atau mencari bantuan lebih awal sebelum situasi
menjadi lebih buruk. Dalam konteks inilah peran penting Yayasan Pulih
atau organisasi serupa dalam memberikan edukasi dan kesadaran tentang
KDP. Berikut adalah beberapa tanda-tanda awal yang harus diperhatikan:
a) Kontrol yang berlebihan: Pasangan yang cenderung mengontrol
kehidupan Anda dengan cara-cara yang invasif, seperti mengatur cara
berpakaian, melarang Anda bertemu dengan teman-teman tertentu, atau
selalu memeriksa barang pribadi Anda, seperti handphone, adalah tanda
peringatan. Kontrol yang berlebihan adalah salah satu tanda bahwa
pasangan mungkin ingin mendominasi atau mengendalikan Anda
(Carroll, 2016).
b) Emosi yang sulit ditebak: Pasangan yang mudah marah, sulit ditebak
dalam emosi, atau sering berubah-ubah dari hangat menjadi dingin, dapat
menunjukkan ketidakstabilan emosional yang dapat memicu tindakan
kekerasan. Tanda-tanda perubahan suasana hati yang drastis perlu
diwaspadai.
c) Cemburu berlebihan: Pasangan yang sering cemburu secara berlebihan
dan menuduh Anda melakukan tindakan tertentu tanpa bukti yang jelas
merupakan tanda peringatan. Cemburu yang tidak beralasan dapat
menyebabkan ketegangan dan konflik yang mungkin berujung pada
KDP.
d) Pemaksaan tindakan seksual: Memaksa atau mendorong untuk
melakukan tindakan seksual, seperti berciuman atau berhubungan
seksual, tanpa persetujuan dari kedua belah pihak adalah tanda-tanda

7
awal kekerasan seksual. Ini adalah bentuk serius dari KDP yang harus
dihindari.
e) Kekerasan fisik: Tanda-tanda fisik, seperti pemukulan, melukai, atau
menyakiti secara fisik, jelas merupakan tanda-tanda kekerasan dalam
hubungan. Tindakan fisik semacam ini harus diperhatikan sejak dini.
f) Manipulasi: Pasangan yang sering meminta maaf setelah melakukan
tindakan kekerasan atau berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama, tetapi terus mengulanginya, menunjukkan pola manipulatif yang
dapat memperburuk situasi.
Tanda-tanda ini dapat membantu individu untuk mengenali dan
merespons situasi yang berpotensi berbahaya dalam hubungan pacaran.
Dalam menghindari kasus KDP, penting untuk: Berbicara terbuka dengan
teman-teman dan keluarga tentang hubungan Anda, sehingga mereka dapat
memberikan dukungan dan saran jika Anda mengalami tanda-tanda awal
kekerasan. Menjaga komunikasi yang jujur dan terbuka dengan pasangan.
Mengidentifikasi sumber dukungan dan bantuan, seperti organisasi yang
peduli terhadap KDP seperti Yayasan Pulih atau lembaga perlindungan
perempuan. Tidak ragu untuk mengakhiri hubungan yang berpotensi
berbahaya dan mencari perlindungan hukum jika perlu. Dengan
meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda awal ini dan dengan
pendidikan yang lebih baik tentang KDP, kita dapat membantu mencegah
kasus kekerasan dalam hubungan pacaran dan memberikan dukungan
kepada korban yang mungkin memerlukannya (Ayun et al., 2018).

3. Peran Pihak Berwajib


Pihak berwajib, lembaga perlindungan perempuan, dan masyarakat
memiliki peran yang sangat penting dalam menangani dan mencegah kasus
kekerasan dalam pacaran (KDP), serta memberikan dukungan kepada
korban. Pihak berwajib, seperti kepolisian dan sistem peradilan, memiliki
tanggung jawab untuk menegakkan hukum dan memberikan perlindungan
kepada korban KDP. Mereka perlu merespons laporan-laporan kasus KDP

8
dengan serius, menyelidiki secara cermat, dan memastikan bahwa pelaku
diadili sesuai dengan hukum. Langkah-langkah ini memberikan jaminan
kepada korban bahwa kekerasan dalam hubungan pacaran adalah
pelanggaran hukum yang harus ditindaklanjuti. Lembaga perlindungan
perempuan, seperti Komnas Perempuan dan organisasi non-pemerintah
yang peduli terhadap KDP, berperan penting dalam memberikan dukungan
emosional dan bantuan praktis kepada korban. Mereka dapat memberikan
konseling, perlindungan sementara, dan bantuan hukum kepada korban
KDP. Selain itu, lembaga-lembaga ini berperan dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang KDP, memberikan edukasi tentang tanda-
tanda awal, dan mengadvokasi perubahan kebijakan untuk melindungi
korban (Triguswinri, 2023).
Masyarakat juga memegang peran kunci dalam menangani KDP.
Kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang KDP dapat membantu dalam
mendeteksi tanda-tanda awal dan memberikan dukungan kepada korban.
Menolak untuk membiarkan KDP menjadi "masalah pribadi" dan
mendukung korban adalah tindakan penting dalam memutuskan lingkaran
kekerasan. Masyarakat juga dapat melaporkan kasus yang dicurigai kepada
pihak berwajib, sehingga tindakan dapat diambil lebih lanjut.

4. Upaya Pemerintah
Upaya konkret yang telah dilakukan pemerintah, seperti yang
disarankan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KemenPPPA), dalam mengatasi kasus kekerasan dalam hubungan
pacaran, melibatkan sejumlah langkah proaktif. KemenPPPA telah
mengambil beberapa tindakan seperti:
Kampanye Kesadaran: KemenPPPA telah meluncurkan kampanye
kesadaran tentang kekerasan dalam pacaran melalui media massa, platform
online, dan kegiatan publik. Kampanye tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang KDP, tanda-tanda awalnya,
dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi diri. Pendidikan

9
di Sekolah: KemenPPPA telah berupaya untuk memasukkan pendidikan
mengenai hubungan sehat, kekerasan dalam pacaran, dan pemecahan
konflik non-kekerasan dalam kurikulum sekolah. Ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang lebih baik kepada generasi muda tentang
KDP. Pelatihan Tenaga Kesejahteraan Sosial: KemenPPPA telah
memberikan pelatihan kepada para tenaga kesejahteraan sosial, guru, dan
konselor tentang cara mengidentifikasi tanda-tanda awal KDP dan
memberikan dukungan kepada korban (Triguswinri, 2023).
Sejauh ini, efektivitas dari upaya-upaya ini masih perlu dievaluasi
lebih lanjut. Namun, langkah-langkah ini merupakan langkah awal yang
penting dalam mengatasi KDP dan memberikan dukungan kepada korban.
Evaluasi terus menerus dan kolaborasi dengan organisasi non-pemerintah
serta pihak terkait akan menjadi kunci dalam mengukur efektivitas dan terus
meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan KDP.

10
BAB III
KESIMPULAN

Kekerasan dalam pacaran (KDP) merupakan isu yang mendalam dan


kompleks dalam hubungan interpersonal yang memiliki dampak serius pada
individu dan masyarakat secara luas. Teori pelanggaran harapan, dalam
konteks KDP, menyoroti pentingnya harapan-harapan individu dalam
hubungan dan bagaimana pelanggaran terhadap harapan-harapan ini dapat
memicu kekerasan. Kasus nyata, seperti yang dialami oleh AS, menunjukkan
betapa konflik dalam hubungan percintaan dapat bermula dari ketidakcocokan
harapan individu dengan realitas hubungan mereka. Teori ini memberikan
wawasan mendalam tentang mekanisme yang mendorong kekerasan dalam
pacaran dan menggarisbawahi perlunya upaya pencegahan, pendidikan, dan
dukungan bagi korban.
Sejauh ini, langkah-langkah konkret yang diambil oleh pemerintah,
seperti yang disarankan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KemenPPPA), termasuk kampanye kesadaran, pendidikan
di sekolah, dan pelatihan tenaga kesejahteraan sosial, merupakan langkah
positif untuk mengatasi masalah KDP. Namun, efektivitas dari langkah-
langkah ini masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Kesadaran publik dan
pendidikan masyarakat tentang KDP juga memegang peran penting dalam
mengurangi jumlah kasus KDP di Indonesia. Dengan pemahaman yang lebih
baik tentang teori pelanggaran harapan dalam konteks KDP, kita dapat
mengidentifikasi faktor-faktor pemicu, tanda-tanda awal, peran pihak berwajib,
lembaga perlindungan perempuan, dan masyarakat dalam menangani dan
mencegah KDP. Selain itu, teori ini juga membantu memahami pentingnya
kampanye kesadaran dan pendidikan untuk menciptakan hubungan yang bebas
dari kekerasan dan meminimalkan pelanggaran harapan yang memicu
kekerasan dalam pacaran. Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan
lingkungan yang lebih aman dan mendukung korban KDP serta secara efektif

11
mengurangi jumlah kasus KDP di Indonesia, sesuai dengan prinsip-prinsip
Expectancy Violations Theory.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ayun, Q., Puspitawati, D. I., & Si., M. (2018). Dating Violence: Descriptive
Study of Adult Women in Jakarta City, Indonesia. International Journal of
Advances in Scientific Research and Engineering, 4(11), 272–278.
https://doi.org/10.31695/ijasre.2018.32986
Burgoon, J. K., Hubbard, A. E., & Gudykunst, W. B. (2005). Cross-cultural and
intercultural applications of expectancy violations theory and interaction
adaptation theory. Theorizing about Intercultural Communication, July, 149–
171.
Carroll, C. E. (2016). Expectancy Violations Theory. The SAGE Encyclopedia of
Corporate Reputation, 1–9. https://doi.org/10.4135/9781483376493.n117
Hasanah, N., Urbayatun, S., & Widiana, H. S. (2020). Empathic Love Therapy to
Reduce Depression on Victims of Female Student Violence in Courtship.
Asian Social Work Journal, 5(1), 37–46.
https://doi.org/10.47405/aswj.v5i1.125
hidayat fahrul, D. (2023). GAMBARAN DISONANSI KOGNITIF PADA
PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG BERTAHAN DALAM HUBUNGAN
INTIMATE PARTNER VIOLENCE (IPV). 3(07), 31–41.
Ni Kadek Candra Swasti1, N. L. I. D. S., Ni Made Swasti Wulanyani3, Omar Al
Omari4 123Udayana University, I., & 4Sultan Qaboos University, O. (2023).
Reasons for Women to Stay in Violent Dating Relationships : Literature
Review. Sinergi International Journal of Psychology, 1, 46–56.
Nugraha, S. N., Herliawan, I., Rahmawati, A., Ambarsari, D. A., & Fikri, M.
(2023). Pelatihan Pemeliharaan Website Sistem Informasi Rukun Warga.
5(02), 65–75.
Saputra, E., & Putri, D. M. (2022). How the Children’s ex-Convict Survive: Self-
Conception, Symbolic Interaction, and Interpersonal Communication.
Journal Communication Spectrum, 11(2), 106–118.
https://doi.org/10.36782/jcs.v11i2.2025
Sari, F., Wijono, S., & Hunga, A. (2020). Violence Against Women:

13
Psychological Trauma Phenomena that Occur in Dating Violence Victims.
https://doi.org/10.4108/eai.10-7-2019.2299313
Triguswinri, K. (2023). Komnas Perempuan , Consolidation Role and
Institutionalization Policy Violence Sexuality in the Environment College.
1(1), 63–77.

14

Anda mungkin juga menyukai