Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332762705

Bentuk Pertahanan Diri dan Strategi Coping Mahasiswa Korban Kekerasan


Dalam Pacaran

Conference Paper · April 2019

CITATIONS READS

0 2,461

2 authors, including:

Nadhila Safitri
Universitas Islam Indonesia
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Nadhila Safitri on 30 April 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2019
Vol. 4, No. 1, Hal 11-22

Bentuk Pertahanan Diri dan Strategi Coping Mahasiswa Korban


Kekerasan Dalam Pacaran
Nadhila Safitri1, Marsilia Arianti2
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
nadhila.ns@gmail.com1, marsiliaarianti@gmail.com2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengalaman mahasiswa korban kekerasan dalam
pacaran, khususnya pada bentuk pertahanan diri dan strategi coping korban. Subjek dalam
penelitian ini berjumlah 2 orang yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan
kriteria yang telah ditetapkan.. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi
dan metode pengumpulan data dengan wawancara. Metode triangulasi digunakan untuk
memvalidasi data. Adapun analisis data penelitian menggunakan teknik Interpretative
Phenomenological Analysis (IPA). Berdasarkan hasil analisis maka dihasilkan temuan-temuan
yang bermakna dari pengalaman subjek. Kedua subjek mengalami kekerasan dalam bentuk
fisik sekaligus verbal. Adapun bentuk pertahanan diri yang dilakukan oleh kedua subjek
cenderung serupa dan ditunjukkan melalui fisik maupun verbal. Sementara strategi coping
yang dilakukan kedua subjek cenderung berfokus pada usaha untuk mengurangi emosi negatif
atau diistilahkan sebagai emotion focused coping. Selain mengkaji bentuk pertahanan diri dan
strategi koping, penelitian ini menyajikan persamaan dan perbedaan dari segi faktor, dampak,
dan respon terhadap perilaku pasangan. Hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa korban
kekerasan dalam pacaran penting untuk memiliki bentuk pertahanan diri dan strategi coping
yang baik.
Kata kunci : kekerasan dalam pacaran, pertahanan diri, strategi coping

sebagai komitmen yang ditumbuhkan oleh


Pendahuluan individu dalam relasi yang bermakna
dengan pasangannya. Tugas perkembangan
Mahasiswa merupakan sekelompok pada tahapan ini salah satunya adalah
individu yang berada pada tahap membangun relasi yang akrab dan intim.
perkembangan remaja akhir hingga dewasa Misalnya melalui sebuah hubungan
awal. Transisi dari masa remaja ke dewasa sebelum pernikahan atau diistilahkan
disebut juga dengan istilah emerging sebagai dating relationship. Di Indonesia
adulthood yaitu terjadi pada usia 18-25 biasa dikenal dengan istilah pacaran.
tahun (Santrock, 2012). Salah satu ciri
individu yang berada pada masa ini adalah Dalam hubungan pacaran, kedua individu
eksplorasi identitas, khususnya dalam relasi menjalin keakraban dan menumbuhkan
romantis. Pada tahapan psikososial cinta romantis. Melalui hubungan pacaran,
Erikson, individu seusia mahasiswa atau individu juga saling memberikan perasaan
dewasa awal sebagian besar sudah berada emosional yang positif, seperti kasih
pada tahap keintiman vs isolasi. Erikson sayang, cinta, dan perhatian. Selain terjalin
(Santrock, 2012) menjelaskan keintiman
[11]
cinta dan emosi-emosi positif, dalam semakin tahun angka kejadian KDP di
pacaran biasanya juga diwarnai dengan Indonesia selalu meningkat (Trifiani &
adanya konflik atau permasalahan. Konflik- Margaretha, 2012). Kementerian
konflik tersebut dapat memunculkan Pemberdayaan Perempuan dan
emosi-emosi negatif dan bisa berujung ke Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerja
arah perbuatan yang melampaui batas, sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS)
seperti tindak kekerasan. Fenomena adanya melakukan Survei Pengalaman Hidup
tindak kekerasan yang terjadi dalam Perempuan Nasional (SPHPN), dilaporkan
hubungan pacaran ini biasa dikenal dengan sebanyak 42,7 % wanita yang belum
istilah kekerasan dalam pacaran (KDP) atau menikah pernah mengalami kekerasan baik
dating violence. Perilaku pasangan dapat secara fisik maupun seksual. Sebanyak 34.4
dikatakan sebagai kekerasan dalam pacaran % mengalami kekerasan seksual dan 19.6
jika ada salah satu pihak merasa tersakiti, % kekerasan fisik. Simfoni PPA 2016
terlukai, terpaksa, serta tersinggung mengatakan bahwa dari 10.847 pelaku
terhadap perlakuan yang dilakukan kekerasan, 2090 pelaku kekerasan tersebut
pasangannya dalam ikatan pacaran (Untari, adalah pacar (www.kemenpppa.go.id,
2014). 2018). Di Yogyakarta sendiri, Lembaga
perlindungan wanita Rifka Anisa mencatat
Terdapat beberapa bentuk kekerasan di sebanyak 2.481 kasus kekerasan terhadap
dalam pacaran, diantaranya kekerasan fisik, wanita selama kurun waktu 2009-2016.
verbal, cyber, seksual, dan ekonomi (Vagi, Kasus kekerasan dalam pacaran sendiri
Olsen, Basile, & Vivolo, 2015; Wincentak, ditemukan sebanyak 238 kasus dengan
Connolly, & Card, 2017; Yahner, Dank, kelompok paling banyak dialami pada usia
Zweig, & Lachman, 2015; Ayu, Hakimi, & remaja akhir yaitu 18-25 tahun
Hayati, 2012). Kekerasan dalam bentuk (tribunjogja.com, 2017).
fisik biasanya meliputi perilaku seperti
memukul, menendang, menjambak, Jika dilihat dari perbedaan gender,
mencubit, menampar, dan perilaku-perilau prevalensi kekerasan dalam pacaran lebih
lain yang dapat menyakiti anggota tubuh. banyak dialami oleh wanita. Sedangkan
Sementara kekerasan secara verbal jika dilihat berdasarkan bentuk atau
misalnya memaki-maki, membentak, jenisnya, kekerasan fisik dan kekerasan
mempermalukan pasangan di depan umum, seksual lebih banyak ditemukan
cemburu yang berlebihan, dan lain dibandingkan dengan bentuk lainnya.
sebagainya. Kekerasan seksual misalnya Wincentak, Connolly, dan Card (2017)
dipaksa mencium atau melakukan dalam review meta-analisisnya terhadap
hubungan seksual. Kekerasan cyber 101 studi, mengatakan bahwa prevalensi
biasanya kekerasan atau perilaku menyakiti korban kekerasan dalam pacaran yakni 1
yang dilakukan melalui suatu media seperti dari 5 remaja mengalami kekerasan fisik,
media sosial. Sedangkan kekerasan dan 1 dari 10 remaja mengalami kekerasan
ekonomi misalnya meminta uang atau seksual. Vagi, Olsen, Basile, dan Vivolo
barang secara paksa tanpa mengembalikan. (2015) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa remaja wanita memiliki prevalensi
Kekerasan dalam pacaran adalah fenomena lebih tinggi mengalami kekerasan dalam
yang patut menjadi perhatian karena

[12]
pacaran (dating violence) dibandingkan bahaya dengan membatasi interaksi dengan
dengan remaja pria. pelaku

Kekerasan dalam pacaran pada umumnya Selanjutnya, berbicara mengenai dampak


dipicu oleh sebuah konflik, konflik tersebut dari kekerasan dalam pacaran, maka hal itu
misalnya ketidakcocokan ataupun akan bergantung dengan bentuk dari
kesalahpahaman. Selain konflik, kekerasan kekerasan itu sendiri. Dampak tersebut
dalam pacaran juga bisa disebabkan oleh umumnya tidak hanya menyisakan luka
ketimpangan gender, dimana laki-laki fisik ataupun perasaan, tetapi juga berkaitan
umumnya dipandang lebih kuat dan dengan kondisi kesehatan mental dan
berkuasa atas perempuan. Kaukinen (2014) kesejahteraan (well being) individu yang
mengatakan bahwa kekerasan dalam mengalami kekerasan dalam pacaran.
pacaran (dating violence) dapat disebabkan Dampak dari kekerasan dalam pacaran
oleh beberapa faktor, diantaranya faktor akan berimplikasi dengan masalah
pribadi (personal), faktor keluarga, kesehatan dan kesejahteraan psikologis
dinamika hubungan (relationship), dan pada korbannya (Cortens, 2014). Sejalan
faktor perilaku (behavioral factor). Faktor dengan itu, Kaukinen (2014) juga
psikologis seperti self esteem, kepribadian menjelaskan dampak dari dating violence
dominan, dan agresivitas juga dapat akan mempengaruhi kesejahteraan individu
mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam dan performa akademik korban yang
pacaran (Aguado & Martinez, 2015). sedang menjalani studi. Kekerasan juga
berkaitan dengan kondisi kecemasan dan
Dalam menghadapi situasi yang tidak gejala depresi pada korbannya (Ayu,
menyenangkan, korban kekerasan dalam Hakimi, & Hayati, 2012; Nurislami &
pacaran umumnya memiliki bentuk Hargono, 2014).
pertahanan diri. Pertahanan dalam bentuk
verbal misalnya melawan dengan Dalam keadaan seperti ini, korban
perkataan, berteriak, menangis, kekerasan dalam pacaran membutuhkan
bernegosiasi, dan lain sebagainya. sebuah strategi coping. Lazarus & Folkman
Sedangkan pertahanan dalam bentuk fisik (Putriana, 2018) mendefinisikan coping
adalah melawan atau membalas perbuatan sebagai suatu proses dimana individu
pelaku secara fisik seperti memukul, berusaha untuk mengatur kesenjangan
menendang, menepis, menghindar, antara situasi yang menekan dengan
melarikan diri, dan lain sebagainya kemampuan mereka dalam memenuhi
(Desideria, 2017). Bentuk pertahanan diri situasi tersebut. Secara garis besar, strategi
lainnya menurut Riger dan Gordon (Astuti, coping dibedakan menjadi 2, yaitu problem
2011) diantaranya adalah a) perlindungan focused coping dan emotion focused
diri, yakni meningkatkan kemampuan coping. Menurut Lazarus dan Folkman
untuk melawan ancaman kekerasan dalam (Aziz, 2018), problem focused coping
rangka persiapan antisipatif; b) adalah strategi coping yang berfokus pada
Penghindaran, yakni mengurangi masalah. Strategi ini biasa disebut dengan
kesempatan bagi orang lain untuk dapat strategi kognitif, yakni dimana individu
mengancam dan melakukan kekerasan; c) mengambil tindakan untuk mengatasi
Pembatasan, yakni mengisolasi diri dari masalahnya melalui berpikir logis.

[13]
Sedangkan emotion focused coping
adalah strategi pemberian respon secara
emosional. Individu berfokus pada
usaha untuk mengurangi emosi negatif,
misalnya dengan menghindari masalah,
penyalahan diri (self blamming),
penyesalan diri, dan pencarian
dukungan emosional. mahasiswi; 2) berusia 18-25 tahun; 3)
pernah mengalami Kekerasan dalam
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, Pacaran minimal dalam bentuk fisik.
dapat diketahui bahwa fenomena kekerasan Desain penelitian yang digunakan dalam
dalam pacaran merupakan fenomena sosial penelitian ini adalah studi fenomenologi.
yang dapat ditemukan pada individu yang Menurut Alase (2017), fenomenologi
menjalani sebuah hubungan pacaran, tak adalah sebuah metodologi kualitatif yang
terkecuali pada mahasiswa. Fokus dari mengizinkan peneliti menerapkan dan
penelitian ini adalah mengeksplorasi mengaplikasikan kemampuan subjektivitas
bagaimana bentuk pertahanan diri dan dan interpersonalnya dalam proses
strategi coping korban kekerasan dalam penelitian eksploratori. Hasil wawancara
pacaran. Selain itu, akan disajikan pula kemudian divalidasi melalui proses
gambaran bentuk kekerasan yang dialami triangulasi dari masing-masing subjek.
subjek, faktor, serta dampak yang Adapun analisis data yang digunakan
dirasakan. Hasil penelitian ini diharapkan adalah pendekatan Interpretative
dapat berkontribusi untuk mengembangkan Phenomenological Analysis (IPA), yang
khazanah keilmuan psikologi dan bertujuan untuk menjelajahi atau eksplorasi
diharapkan dapat dikembangkan lebih pengalaman yang diperoleh subjek melalui
lanjut oleh peneliti selanjutnya. kehidupan pribadi dan sosialnya. Dalam
konteks ini, peneliti berfokus untuk
Metode Penelitian
memahami pengalaman korban kekerasan
dalam pacaran (Alase, 2017).
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
Hasil dan Pembahasan
metode penelitian yang mendeskrispsikan
fenomena berdasarkan sudut pandang para Bersadarkan pengambilan data yang
informan, menemukan realita yang telah dilakukan, penelitian ini
beragam dan mengembangkan pemahaman menghasilkan beberapa temuan yang
secara holistik tentang sebuah fenomena berkaitan dengan fenomena kekerasan
dalam konteks tertentu (Hilal & Alabri, dalam pacaran. Hasil temuan didapatkan
2013). Responden dalam penelitian ini dari pengalaman yang dialami oleh 2 orang
ditentukan dengan metode purposive subjek. Peneliti mengawali penyajian hasil
sampling, yaitu penentuan responden dengan informasi singkat dan hasil
berdasarkan ketetapan ciri-ciri khusus yang wawancara dari subjek. Informan penelitian
sesuai dengan tujuan penelitian.Adapun ciri disajikan dalam profil singkat pada tabel 1.
khusus yang ditetapkan adalah: 1)

[14]
Selanjutnya, berikut ini adalah hasil berkata kasar, membentak, dan menyakiti
wawancara yang telah dilakukan terhadap perasaan subjek. Pasangan M juga sering
subjek penelitian: merusak barang atau membenturkan
tangannya sendiri ke tembok atau kaca
1. Subjek M ketika sedang marah. Suatu saat ketika
sedang berkonflik dan emosi pasangan M
Subjek M adalah seorang mahasiswi sedang memuncak, M mendapat kekerasan
berusia 23 tahun yang sedang fisik. Pasangan M menampar wajah M dan
menyelesaikan skripsi. Subjek menjalani mencekik M hingga terjatuh.
hubungan pacaran selama 3.5 tahun. Subjek
mengenal pasangannya sejak SMP, namun Pada situasi tersebut, M cenderung mencari
hubungan mereka dimulai ketika subjek aman dengan tidak membalas secara fisik
memasuki dunia perkuliahan. Awalnya, sebab M tidak ingin pasangannya
subjek mengenal bahwa pasangannya membalas. Akan tetapi, M sesekali
termasuk sosok yang baik, rajin beribadah, melawan secara verbal dalam rangka
dan pintar. Setelah menjalani hubungannya membela diri. Seminggu setelah
beberapa waktu, subjek mendapati bahwa mendapatkan kekerasan fisik yang cukup
pasangannya adalah orang yang banyak berat, M memutuskan pacarnya karena M
bicara dan emosional. Meskipun menjalani merasa itu jalan keluar yan terbaik. Setelah
hubungan secara LDR (Long Distance kejadian tersebut, subjek merasa sedih,
Relationship), namun subjek mengaku kecewa, dan ada perasaan malu karena
bahwa dirinya sering mengalami konflik keluarga dan teman-temannya terlanjur
dengan pasangannya. sudah mengetahui bahwa hubungan mereka
akan dilanjutkan ke jenjang pernikahan.
Konflik-konflik yang terjadi biasanya Selain itu, subjek mengakui bahwa dirinya
dipicu oleh subjek M yang tidak menuruti sempat berada dititik terbawah, stres, dan
keinginan pasangannya. Pasangan subjek sempat terpikir untuk merokok ataupun
M sangat posesif dan terlalu mengatur M, pergi ke diskotik. Namun setelah
mulai dari cara berpakaian dan jam pulang melakukan perenungan lebih jauh,
subjek. Selain itu, pasangan M sangat ditambah lagi terdapat dukungan sosial dari
membatasi pergaulan M, dengan alasan temannya, akhirnya subjek mengurungkan
bahwa M itu hanya milik dirinya. Subjek M niatnya. Subjek akhirnya memilih untuk
mengaku bahwa pasangannya sering memotong rambutnya menjadi pendek.

[15]
2. Subjek H alasan pasangannya merusak barang.
Ketika emosi pasangan H tak terbendung,
H adalah mahasiswi berusia 22 tahun yang H seringkali mendapatkan kekerasan fisik
sedang menyelesaikan skripsi. Hubungan seperti didorong ke dinding. Respon H saat
yang H jalani bersama pasangannya itu kaget dan tidak menyangka
berlangsung selama 7 bulan. Awal pasangannya melakukan hal tersebut
pertemuan mereka terjadi ketika mereka kepada dirinya. Ketika disakiti secara fisik,
berada pada satu kelas yang sama. subjek tidak membalas dan segera
Pasangan H melakukan pendekatan menghindar atau menjauhi pasangannya.
(PDKT) selama 2 bulan. H mengakui
bahwa pasangannya memperlakukan Respon lainnya ketika subjek dihadapkan
dirinya dengan sangat baik dan romantis. dengan perlakuan yang tidak
Namun setelah 2 bulan mereka menjalani menyenangkan dari pasangannya adalah
hubungan pacaran, pasangan H penyalahan diri sendiri (self blamming).
menunjukkan sisi gelap yang belum Subjek bertanya kepada dirinya sendiri
diketahui sebelumnya. Pasangan H sangat tentang apa yang telah ia perbuat kepada
posesif dan emosional. Pasangan H sangat pasangannya dan kemudian menyalahkan
membatasi pergaulan subjek dengan dirinya yang tidak bisa mengikuti
temannya yang lain, terutama teman laki- keinginan pasangannya. Dampak yang
laki. dirasakan subjek adalah subjek tidak nafsu
makan sehingga membuat kesehatannya
Konflik yang terjadi biasanya dipicu oleh menurun. Subjek juga merasa trauma
hal-hal kecil, seperti telat memberi kabar, berhubungan spesial dengan laki-laki
jalan bersama teman yang lain, dan tidak karena takut mengalami hal yang serupa.
menuruti keinginan pasangannya. Disisi Subjek mengaku sering memendam
lain, faktor dapat dipicu dari dalam diri masalahnya sendiri. Subjek sempat mogok
pasangan H itu sendiri yang bersifat kuliah selama seminggu karena ingin
emosional dan sering membesar-besarkan menghindari bertemu dengan pasangannya.
masalah. Ketika berhadapan dengan Tidak lama waktu berselang, subjek
konflik, pasangan H sering melempar dan memutuskan untuk mengakhiri
merusak barang-barang, bahkan melempar hubungannya karena subjek merasa
barang tersebut ke arah subjek. Subjek hubungannya sudah tidak sehat. Pasca
sesekali membentak dan mempertanyakan kejadian tersebut, subjek berkonsultasi

[16]
dengan psikolog. kali selama masa pacaran 7 bulan. Subjek
H juga mengalami kekerasan dalam bentuk
Alur pengalaman subjek terkait fisik yang juga terjadi berulang kali berupa
kekerasan dalam pacaran dapat dilihat pada pelemparan barang, didorong, dan ditarik
bagan 1 dan bagan 2. Selanjutnya, analisis hingga kesakitan.
data dimulai dari menginterpretasikan
pengalaman subjek secara berurutan untuk Perlakuan kasar pasangan dalam kasus
menemukan persamaan dan perbedaan subjek M dipicu oleh beberapa faktor yaitu
antar subjek. Analisis tersebut kemudian pasangan yang suka mengatur mengenai
menghasilkan pola makna dari beberapa lingkungan pertemanan subjek, pasangan
pengalaman subjek. Melalui proses yang pencemburu dan emosional. Subjek
abstraksi, tema itu kemudian dikelompokan M menyatakan jika pasangannya terlalu
menjadi tema inklusif yang disebut mengekang mengenai kehidupan
superordinat dan master tema (Smith, pribadinya. Pemicu utama yang
Flowers & Larkin, dalam Zafirah & menyebabkan terjadinya kekerasan fisik
Indriana, 2016). Tema superordinat dan adalah ketika subjek M berselingkuh
tema induk yang merangkum keseluruhan dengan seseorang yang dapat memberikan
hasil dari rangkaian analisis dengan kenyamanan dan perhatian. Hal ini sesuai
pendekatan Interpretative dengan faktor yang disampaikan oleh
Phenomenological Analysis disajikan Annisa (2008), bahwa kekerasan dalam
dalam tabel 2. Berdasarkan temuan tema pacaran dapat dipengaruhi oleh adanya
superordinat dan tema induk, maka anggapan bahwa pacar adalah sautu bentuk
kemudian peneliti sajikan deskripsi singkat kepemilikan atau penguasaan atas diri
mengenai pengalaman kekerasan dalam pasangannya sehingga ketika menjadi pacar
pacaran antar kedua subjek yang terdapat maka dianggap hak miliki pribadi.
pada tabel 3. Selanjutnya peneliti
menyajikan pembahasan mengenai Sedangkan pemicu perlakuan kasar pada
dinamika yang dialami oleh kedua subjek: kasus subjek H dipicu oleh beberapa faktor
yaitu pasangan yang membatasi lingkungan
Bentuk dan Faktor Kekerasan dalam pertemanan, mempermasalahkan hal kecil,
Pacaran emosi pasangan yang naik turun dan
mendominasi waktu subjek H hanya untuk
Subjek M selama menjalani pacaran selama pasangan. Selain itu, faktor lain adalah
3,5 tahun mengalami kekerasan dalam pasangan subjek sering menuntut H untuk
bentuk verbal yang berupa bentakan, selalu memberi kabar, sehingga sering
makian dan hinaan yang terjadi berulang terjadi miskomunikasi ketika H tidak
kali. Selain itu subjek M pernah juga memberikan informasi yang diinginkan
mengalami kekerasan dalam bentuk fisik pasangannya. Menurut Annisa (2008),
yang terjadi sekali namun cukup parah keyakinan yang salah mengenai sesuatu hal
yaitu berupa tamparan dan mencekik leher yang disebabkan kurangnya informasi
subjek M hingga terjatuh di lantai. ataupun kesalahan pengertian memang
Selanjutnya, H juga mengalami kekerasan menjadi salah satu faktor pemicu kekerasan
dalam bentuk verbal yang serupa yaitu dalam pacaran.
bentakan dan makian yang terjadi berulang

[17]
Dampak Kekerasan dalam Pacaran untuk memulai hubungan yang lebih jauh
dengan laki-laki dan selain itu subjek H
Kekerasan dalam pacaran menimbulkan juga masih ingin menjaga perasaan
beberapa dampak negatif bagi korban, pasangannya tersebut.
seperti yang dialami oleh subjek M yang
merasa stres. Subjek M sedih dan sakit hati Respon dan Bentuk Pertahanan Diri
atas perilaku pasangannya yang sering
membentak, memaki bahkan mendapat Ketika subjek M mendapatkan perlakuan
hinaan secara verbal yang menyakitkan kasar oleh pasangannya, respon subjek M
hingga subjek pernah berada pada titik kaget karena tidak menyangka pasangannya
terendah. Dampak secara psikologis yang akan berbuat demikian. M juga merasa risih
dirasakan subjek sesuai dengan hasil dengan perilaku pasangannya dan menjadi
penelitian sebelumnya bahwa kekerasan tidak respect karena berulang kali
dalam pacaran mempengaruhi mendapatkan perlakuan yang kasar dari
kesejahteraan individu, stres, cemas, hingga pasangannya. Sementara itu, subjek H
gejala depresi. (Ayu, Hakimi, & Hayati, merasakan hal yang sama yaitu kaget dan
2012; Cortens, 2014; Nurislami & bingung atas perlakuan pasangannya.
Hargono, 2014). Subjek M merasa malu Kemudian subjek H bertanya-tanya kepada
kepada orangtuanya karena hubungan yang diri sendiri kenapa dan apa yang sedang
sudah lama terjalin ini harus berakhir, terjadi. Selain itu subjek juga masih
selain itu subjek juga merasa malu karena memiliki keyakinan bahwa pasangannya
hubungan ini sudah serius, diketahui oleh masih bisa berubah karena masih memiliki
banyak orang dan tersebar isu yang tidak sisi positif yang lain sehingga subjek H
baik. Dampak lain dari sisi akademik mempertahankan hubungannya.
adalah proses pengerjaan skripsi menjadi
tertunda beberapa waktu sehingga subjek Ketika subjek M mendapatkan
M tidak bisa lulus tepat waktu. Menurut, kekerasan secara verbal oleh pasangannya,
Kaukien (2014), kekerasan dalam pacaran subjek M melakukan pertahan diri dengan
akan mempengaruhi performa akademik melawan dengan verbal, misalnya dengan
korban yang sedang menjalani studi. membentak. Ketika konflik tersebut terjadi
karena kesalahan subjek M, subjek M
Selanjutnya pada subjek 2, subjek mengakui kesalahan tersebut dan meminta
mengakui stres karena belum mampu maaf kepada pasangannya. Sementara
memahami apa yang sedang terjadi pada ketika subjek M mendapat kekerasan secara
dirinya dan bagaimana mengatasinya. fisik, subjek M cenderung diam dan
Sehingga hal tersebut mempengaruhi mempersilahkan pasangannya untuk
kesehatan subjek H yang sempat menurun melukai dirinya karena tidak tega melihat
hingga sakit tifus, lalu membuat tidak nafsu pasangannya menyakiti diri sendiri. Subjek
makan hingga berat badan turun. Menurut M menunjukkan bentuk pertahanan diri
Cortens (2014), kekerasan dalam pacaran secara verbal, yakni mencoba memberikan
akan mempengaruhi kondisi kesehatan ungkapan secara verbal kepada
pada korbannya. Setelah terlepas dari pasangannya (Desideria, 2017).
hubungan tersebut dampak yang dialami
subjek H adalah mengalami ketakutan

[18]
Selanjutnya pada subjek kedua, ketika mengambil pelajaran dari proses
subjek H mendapatkan kekerasan verbal, H perenungan.
juga melawan dengan verbal dan
menanyakan alasan perilaku pasangannya. Selanjutnya pada subjek 2, subjek
Subjek H meminta pasangannya untuk awalnya memendam atau merepres
lebih menjelaskan apa yang menjadi perasaan-perasaan negatifnya. Seringkali
masalah. Ketika subjek H mengalami subjek 2 melakukan penyalahan terhadap
kekerasan fisik, subjek H cenderung diam dirinya sendiri (self blamming). Kemudian
dan sebisa mungkin berusaha menghindar. subjek berusaha untuk menenangkan
Ada saat dimana subjek berusaha dirinya dengan menghabiskan waktunya
menghindar dari pasangannya agar tidak sendiri untuk refreshing. Hal ini diakui
bertemu hingga subjek H tidak mengikuti subjek agar dirinya merasa tetang terlebih
perkuliahan selama satu minggu. Hal ini dahulu dan sejenak melupakan
menunjukkan bahwa H selain bertahan permasalahannya. Upaya-upaya yang
secara verbal, tetapi juga memilih untuk dilakukan subjek 2 termasuk ke dalam
mempertahankan dirinya dengan kategori emotion-focused coping. Menurut
penghindaran dan pambatasan, yakni Lazarus dan Folkman (Aziz, 2018),
mengurangi kesempatan bagi orang lain emotion-focused coping termasuk pada
untuk dapat mengancam dan melakukan upaya meredakan emosi dan melupakan
kekerasan serta membatasi interaksi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaku (Astuti, 2011). hal yang telah menekan emosinya, namun
hanya bersifat sementara. Upaya
Strategi Coping selanjutnya yang dilakukan oleh subjek 2
yakni berkonsultasi dengan psikolog untuk
Saat mengalami kekerasan dalam mendapatkan dukungan secara emosional.
pacaran subjek M mengakui bahwa dirinya
sempat stres, down, dan ingin melakukan Penelitian-penelitian sebelumnya
hal-hal diluar kebiasannya seperti merokok, menunjukkan bahwa strategi coping
ke club dan mencoba minuman keras. berkaitan dengan fenomena kekerasan
Namun setelah melakukan perenungan dan dalam pacaran (Taft, Resick, Panuzio,
subjek M menceritakan kondisinya ke Voqt, & Mechanic, 2010; Kelley, Edwards,
teman-teman dekatnya, subjek M Dardis, & Gidycz, 2015; Aziz, 2018;
mengurungkan niat tersebut. Subjek M Putriana, 2018). Berbicara mengenai
meyakinkan dirinya bahwa tidak perlu strategi coping apa yang paling baik
melakukan hal bodoh seperti itu karena hal digunakan, maka akan bergantung pada
tersebut tidak akan membuat masalah beberapa hal, diantaranya kepribadian
selesai. Hal ini menunjukkan bahwa subjek individu, tuntutan sosial, dan karakteristik
termasuk kategori strategi coping jenis sosial dari lingkungan (Bolger, 1990;
problem-focused coping. Menurut Lazarus Majumdar & Ray, 2010). Misalnya, strategi
dan Folkman (Aziz, 2018), problem coping jenis emotional foocused coping
focused coping ditandai dengan proses akan lebih tepat digunakan ketika
dimana individu akan berpikir logis dan dihadapkan dengan situasi dimana individu
berusaha memecahkan permasalahan sedikit memiliki kemampuan atau
dengan positif, misalnya dengan curhat dan kesempatan untuk memperbaiki keadaan.

[19]
Artinya, strategi jenis ini lebih bertujuan Mechanic, 2010). Selain itu, strategi coping
untuk mengubah cara pandang individu juga bermanfaat untuk mengembalikan
terhadap stressor, yang sebelumnya kondisi positif korban kekerasan dalam
dianggap sebagai ancaman kemudian pacaran (Edwards, Dardis, & Gidycz,
menjadi tantangan, serta meredakan emosi- 2015).
emosi negatif yang dirasakan. Sementara
problem focused coping lebih tepat Simpulan
digunakan ketika individu memiliki
kesempatan dan kemampuan untuk Berdasarkan hasil temuan dalam
mengubah keadaan, sehingga perubahan penelitian ini, maka dapat disimpulkan
tersebut akan memperbaiki keadaan. bahwa terdapat persamaan dan perbedaan
Strategi coping yang efektif yang dilakukan terkait pengalaman subjek sebagai korban
oleh korban kekerasan dalam pacaran akan kekerasan dalam pacaran. Persamaan dapat
memprediksi kondisi kesehatan mental terlihat dari bentuk kekerasan dalam
yang baik (Taft, Resick, Panuzio, Voqt, & pacaran yang dialami, yakni dalam bentuk
kekerasan fisik dan verbal. Intensitas
[20]
kekerasan fisik lebih sering dirasakan oleh A Guide to a Good Qualitative
subjek 2, sementara kekerasan verbal lebih Reseach Approach. International
sering dirasakan oleh oleh subjek 1. Dalam Journal of Education and Literacy
Studies. 5 (2). 10-19
mempertahankan diri ketika dihadapkan
dengan kekerasan fisik, hal yang pertama Annisa, R. (2008). Kekerasan Dibalik
dilakukan oleh kedua subjek adalah diam. Cinta. Yogyakarta : Rifka Annisa
Perbedaan dapat dilihat dari bagaimana Women’s Crisis Center.
subjek 1 tetap berusaha berbicara dengan Aguado,M.,J.,D. & Martinez, R. (2015).
Types of adolescent male dating
pasangannya, sedangkan subjek 2 memilih
violence against women, self
untuk segera menjauhi pasangannya. esteem, and justification of
Sementara itu bentuk pertahanan diri saat dominance and aggression. Journal
menghadapi kekerasan verbal antar kedua of Interpersonal Violence. 30 (15).
subjek cenderung sama, yakni melawan 2636-2658
dengan verbal dalam rangka membela Astuti, R. (2011). Hubungan Kesadaran
dirinya. Akan Kerentanan Diri dan
Mekanisme Coping pada
Perempuan Pekerja Malam di
Selanjutnya, strategi coping yang
Tempat Hibiran Karaoke Wilayah
dilakukan kedua subjek memiliki Jakarta Barat Jurnal Kriminologi
perbedaan, subjek 1 cenderung Indonesia. 7 (2). 193 – 211
menggunakan teknik problem-focused Ayu, S.M., Hakimi,M. & Hayati,E.N.
coping yakni berbicara dengan orang (2012). Kekerasan dalam pacaran
terdekat, melakukan perenungan, dan dan kecemasan remaja putri di
Kabupaten Purworejo. Jurnal Kes
mengambil pelajaran. Sedangkan subjek 2
Mas. 6 (1). 61-74
termasuk kategori emotion-focused coping Aziz, Y. A (2018). Strategi Coping
yakni banyak mengabiskan waktu untuk me Perempuan Korban Kekerasan
time seperti menonton. Meskipun melewati dalam Pacaran di Rifka Annisa
dinamika yang sangat kompleks, kedua Women Crisis Center Yogyakarta.
subjek menunjukkan strategi coping yang Komunika: Jurnal Dakwah dan
cukup efektif sehingga dapat Komunikasi. 1 (12). 58-84
menyelamatkan diri mereka dari dampak Bolger, N. (1990). Coping as a personality
negatif kekerasan dalam pacaran yang lebih process: A prospective study.
parah. Pengalaman kedua subjek dalam Journal of Personality and Social
penelitian ini mengimplikasikan bahwa Psychology, 59 (3), 525-537
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan Cortens, D.E. (2014). Theory and teen
dating violence victimization:
dalam fenomena kekerasan dalam pacaran,
Considering adolescent
yakni bagaimana individu penting memiliki development. Developmental
pertahanan diri yang baik serta memiliki Review. Elsevier. (34). 168—188
strategi coping yang baik agar Desideria, B. (2017, Maret 29).Teknik
kesejahteraan individu tetap terjaga. Pertahanan Diri Saat Jadi Korban
Kejahatan. Liputan 6. Diunduh dari
Daftar Pustaka https://www.liputan6.com/health/re
ad/2903370/coba-teknik-
Alase, A. (2017). The Interpretative pertahanan-diri-ini-saat-jadi-
Phenomenological Analysis (IPA): korban-kejahatan

[21]
Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik Tribunjogja.com. (2017, Maret 8). Rifka
Observasi : Sebuah Alternatif Anisa catat Rata-rata Ada 300
Metode Pengumpulan Data laporan kekerasan perempuan di
Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial. Jurnal DIY. Retrieved from
at-Taqaddum. 8 (1). 21-46 http://jogja.tribunnews.com/2017/03
/08/rifka-anisa-catat-rata-rata-ada-
Hilal, A., H. & Alabri, S.S. (2013). Using 300-laporan-kekerasan-perempuan-
NVIVO for Data Analysis in di-diy.
Qualitative Research. International Trifiani, N.R. & Margaretha (2012).
Interdisciplinary Journal of Pengaruh Gaya Kelekatan Romantis
Education. 2 (2). 181—186 Dewasa (Adult Romantic
Attachment Style) terhadap
Kaukinen, C. (2014). Dating violence
Kecenderungan untuk Melakukan
among college students: The risk
Kekerasan dalam Pacaran. Jurnal
and protective factors. Trauma,
Psikologi Kepribadian dan Sosial. 1
Violence, & Abuse. 15 (4). 283-296
(2). 105-114.
Kelley, E. L., Edwards, K. M., Dardis, C.
Vagi, K,J., Olsen, E.O., Basile,K.C., &
M., & Gidycz, C. A. (2015).
Vivolo, A.M. (2015). Teen dating
Motives for physical dating
violence (physical and sexual)
violence among college students: A
among US high school students :
gendered analysis. Psychology of
Finding from the 2013 National
Violence, 5(1), 56-65.
Youth Risk Behavior Survey. JAMA
http://dx.doi.org/10.1037/a0036171
pediatrics. (5). 474-482
Majumdar, B. & Ray, A. (2010). Stress and Wincentak,K., Connolly, J., & Card, N.
Coping Strategies among University (2017). Teen dating violence: A
Students: A Phenomenological meta-analytic review of prevalence
Study. Indian Journal Social rates. Psychology of violence,
Science Researches. 7 (2). 100-111 American Psychological
Association. 7 (2). 224-240.
Nurislami, N.R. & Hargono, R. (2014). Www.kemenpppa.go.id (2018 Maret 20).
Kekerasan dalam pacaran dan gejala Waspada bahaya kekerasan dalam
depresi pada remaja. Jurnal pacarana. Retrieved from
Promkes. 2 (2). 173-185 https://www.kemenpppa.go.id/index
Putriana, A. (2018). Kecemasan dan .php/page/read/31/1669/waspada-
Strategi Coping pada Wanita bahaya-kekerasan-dalam-pacaran
Korban Kekerasan dalam Pacaran. Yahner,J., Dank,M., Zweig,J.M., &
Psikoborneo. 6(3). 691-703 Lachman, P. (2015). The co-
Santrock, J.W. (2012). Life-Span occurance of physical and cyber
Development (Perkembangan Masa dating violence and bullying among
Hidup Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: teens. Journal of interpersonal
Erlangga. violence. 30 (7). 1079-1089
Set, S. (2009). Teen Dating Violence. Zafirah, S. B & Indriana, Y. (2016).
Yogyakarta : Kanisius. Strategi Koping Korban Kekerasan
Taft, C. T., Resick, P. A., Panuzio, J., Vogt, dalam Rumah Tangga (KDRT):
D. S., & Mechanic, M. B. (2010). (Interpretative Phenomenological.
Coping among victims of Analysis). Jurnal Empati. 5 (2).
relationship abuse: a longitudinal 229-235
examination. Violence and victims,
22(4), 408-18.

[22]

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai