Anda di halaman 1dari 8

Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Kesejahteraan Subjektif dan Strategi Koping Pada


Korban Kekerasan Dalam Pacaran
Indah Safrianty1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. The study of this research to describe the subjective well-being and coping strategy to
overcome problems of dating violance victims in Samarinda. The research used a qualitative method by
conducting interviews and observations on the victims of dating violence as many as 4 people who were in
accordance with special characteristics in the research and were willing to participate in this research. The
topics discussed in this study are experienced violence such as forms of dating violence, a description of the
dimensions of subjective well-being for victims and how the coping strategy to overcome problems is carried
out by victims who have experienced violence in dating. The results of this research showed that all 4 subjects
experienced violence in dating as found in other forms of violence namely physical, sexual, psychological /
emotional abuse, and economic violence. The four subjects used various strategies to overcome problems
both with problem-focused coping and emotion- focused coping and each subject had subjective well-being
through cognitive and affective dimensions in seeing relationships and facing the violence in dating they
experienced.

Keywords: dating violence, subjective well-being, coping strategy

ABSTRAK. Studi penelitian ini untuk menggambarkan kesejahteraan subjektif dan strategi coping untuk
mengatasi masalah kencan kekerasan korban di Samarinda. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan melakukan wawancara dan observasi terhadap korban kekerasan dalam pacaran sebanyak 4 orang
yang sesuai dengan karakteristik khusus dalam penelitian dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Topik-topik yang dibahas dalam penelitian ini adalah kekerasan yang dialami seperti bentuk kekerasan dalam
pacaran, deskripsi dimensi kesejahteraan subyektif bagi para korban dan bagaimana strategi mengatasi
masalah dilakukan oleh para korban yang telah mengalami kekerasan dalam pacaran. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa keempat subjek mengalami kekerasan dalam pacaran seperti yang ditemukan dalam
bentuk kekerasan lainnya yaitu kekerasan fisik, seksual, psikologis / emosional, dan kekerasan ekonomi.
Keempat subjek menggunakan berbagai strategi untuk mengatasi masalah baik dengan coping yang berfokus
pada masalah maupun coping yang berfokus pada emosi dan masing-masing subjek memiliki kesejahteraan
subyektif melalui dimensi kognitif dan afektif dalam melihat hubungan dan menghadapi kekerasan dalam
pacaran yang mereka alami.

Kata kunci: kekerasan kencan, kesejahteraan subjektif, strategi koping

1
Email: safriantyi@yahoo.com
375
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PENDAHULUAN Menurut SS salah satu pegawai BPMP Kota


Samarinda, angka tersebut merupakan jumlah kasus
Pacaran didefinisikan sebagai interaksi dyadic,
yang dilaporkan, sedangkan yang tidak dilaporkan
termasuk didalamnya adalah mengadakan pertemuan
mungkin bisa lebih tinggi dan lebih banyak lagi.
untuk berinteraksi dan melakukan aktivitas bersama
Douglas dan Frances dalam Thomas Santoso
dengan keinginan secara eksplisit / implisit untuk
(2002), menyatakan bahwa istilah kekerasan
meneruskan hubungan setelah terdapat kesepakatan
digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik
tentang status hubungan mereka saat ini (Straus,
yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik
2004). Kebiasaan-kebiasaaan yang banyak dilakukan
yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan
selama pacaran berbeda- beda karakteristik
(deffensife), yang disertai menggunakan kekuatan.
individual, kelompok sosioekonomi, era historis dan
Kekerasan dalam pacaran didefinisikan sebagai
konteks budaya. Terlepas dari perbedaan ini,
segala bentuk tindakan yang mempunyai unsur
terdapat persamaan secara struktural, yaitu hubungan
pemaksaan, tekanan, perusakan, dan pelecehan fisik
ini selalu memakan waktu dan energi yang cukup
maupun psikologis yang terjadi dalam hubungan
besar (Straus, 2004). Kegiatan yang menghabiskan
pacaran (Bird dan Melvile dalam Adelia, 2008).
waktu dan energi yang cukup besar dalam pacaran
Selain risiko cedera fisik, kekerasan berkencan pada
diantaranya adalah pergi berbelanja, nonton film
remaja dikaitkan dengan kesehatan mental dan fisik
bersama, makan bersama atau sekedar mengunjungi
yang lebih buruk (Howard et al, 2007), usaha bunuh
pasangan di rumah mereka (Straus, 2004). Individu
diri (Chiodo et al, 2012), perilaku seksual berisiko
dalam menjaga kekonsistenan sikapnya lebih di
(Hanson, 2010) , kehamilan yang tidak diinginkan
pengaruhi oleh tekanan kelompok atau masyarakat.
(Silverman, Raj dan Clements, 2004) dan kontrol
Individu yang mengalami ketidaksesuaian yaitu
berat badan yang tidak sehat (Ackard dan Neumark-
antara kognitif yang ada dipikirannya dan yang ada
Sztainer, 2002).
disekelilingnya (Adriansyah dan Hidayat, 2013).
Berdasarkan fakta dan fenomena diatas, maka
Sekilas, hal ini terlihat cukup membahagiakan
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
pasangan masing-masing, padahal data di lapangan
menggunakan metode penelitian kualitatif yang
dan kondisi aktivitas pacaran dikalangan remaja
berjudul kesejahteraan subjektif dan strategi koping
terjadi secara besar-besaran dalam intensitas jumlah
pada korban kekerasan dalam pacaran.
dan kualitas pelanggaran dan kekerasan yang
semakin menunjukkan angka yang mencengangkan
TINJAUAN PUSTAKA
(Set, 2009). Varia (2006) menyebutkan bahwa, 21%
remaja memiliki pacar yang membatasi mereka Kesejahteraan Subjektif
untuk bertemu dengan keluarga dan teman-teman Diener (2000) mendefinisikan, kesejahteraan
mereka, 64% memiliki pacar yang cemburuan dan subjektif adalah suatu keadaan seorang individu
ingin tahu segalanya tentang pasangannya setiap mempersepsi dan mengevaluasi segala hal yang
waktu. Di Indonesia, menurut Menteri terjadi didalam kehidupan mereka, baik evaluasi
Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, terdapat kognitif maupun evaluasi afektif.
satu dari lima remaja yang mengalami kekerasan Evaluasi kognitif merupakan penilaian
seksual, kesimpulan ini didasarkan pada survei terhadap kepuasan hidup seseorang dan evaluasi
terhadap 300 remaja (Rahmawati, 2008). Lebih afektif merupakan respon emosional yang timbul
lanjut, di kota Medan bersama-sama dengan DKI dari setiap pengalaman hidup seseorang.
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Sulawesi Adapun Diener (2002) menyatakan adanya 2
Selatan, dan Pontianak, ditemukan bahwa terdapat dimensi dalam kesejahteraan subjektif yaitu: a.
800 kasus kekerasan dan 30% dilakukan oleh pacar Dimensi kognitif, adalah evaluasi yang didefinisikan
(Siagian, 2009). sebagai penilaian dari hidup seseorang, terbagi atas:
Situasi di Samarinda juga tidak jauh berbeda 1). Evaluasi secara global (life satisfaction), yaitu
terlihat bahwa berdasarkan Data dari Badan evaluasi responden terhadap kehidupannya secara
Pemberdaya Masyarakat dan Perempuan (BPMP) menyeluruh. Kepuasan hidup secara global
kota Samarinda menunjukkan bahwa total ada 61 dimaksudkan untuk mempresentasikan penilaian
kasus kekerasan terhadap perempuan ditahun 2015, responden secara umum dan reflektif terhadap
kemudian ada 87 kasus kekerasan terhadap kehidupannya. Secara lebih spesifik, kepuasan hidup
perempuan ditahun 2016, ditahun 2017 terdapat 98 secara global melibatkan persepsi seseorang terhadap
kasus dan pada tahun 2018 terdapat 110 kasus. perbandingan keadaan hidupnya dengan standar unik
376
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

yang mereka punyai; 2). Evaluasi pada domain memperoleh dan mempertahankan kekuatan (power)
tertentu, adalah penilaian yang dibuat sesorang dan kontrol (control) terhadap pasangannya. Lebih
dalam mengevaluasi domain dalam kehidupannya, lanjut dikatakan bahwa perilaku ini tidak dilakukan
seperti kesehatan fisik dan mental, pendidikan, atas paksaan orang lain, sang pelaku lah yang
pendapatan, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial dan memutuskan untuk melakukan perilaku ini atau
keluarga. b. Dimensi afektif, didalamnya termasuk tidak, perilaku ini ditujukan agar sang korban tetap
mood dan emosi yang menyenangkan dan tidak bergantung atau terikat dengan pasangannya.
menyenangkan yakni: 1). Afek positif, seperti Shinta dan Bramanti (2007) mengungkap
perasaan bahagia antusias dalam melakukan sesuatu, bahwa tidak hanya kekerasan fisik dan non fisik,
bangga, rasa diperhatikan oleh orang lain, tertarik tetapi ia juga menambahkan salah satu bentuk
atau berminat akan sesuatu, gembira, antusias, dan kekerasan yaitu kekerasan ekonomi. Adapun
aktif. 2).Afek negatif, seperti permusuhan yang penjelasannya adalah sebagai berikut: a) Kekerasan
dialami dalam diri, sedih atau susah, kecewa, fisik, adalah penggunaan secara instensif kekuatan
bersalah, takut, lekas marah, malu, gelisah, dan fisik seperti memukul, menampar, menendang,
gugup. mendorong, mencengkeram dengan keras pada tubuh
pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain;
Strategi Koping b) Kekerasan seksual adalah upaya melakukan
Lazarus dan Folkman (Sarafino, 2006) strategi hubungan seksual yang melibatkan seseorang yang
koping adalah suatu proses dimana individu tidak memiliki kemampuan untuk memahami
mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi kelaziman/kebiasaan atau keadaan dari aksi tersebut,
antara tuntutan situasi yang menekan dengan tidak mampu untuk menolak, atau tidak mampu
kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan mengkomunikasikan ketidakinginan untuk turut
tersebut. Taylor (2009) strategi koping didefinisikan dalam hubungan seksual seperti memeluk, mencium,
sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan untuk meraba hingga melakukan hubungan seksual
mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari dibawah paksaan dan ancaman; c) Kekerasan
situasi yang menekan. Sementara itu, King (2010) psikologis/emosional dapat berupa tindakan
mengemukakan bahwa strategi koping adalah upaya ancaman kekerasan, atau taktik kekerasan/paksaan
mengelola keadaan dan mendorong usaha untuk seperti mengancam, memanggil dengan sebutan
menyelesaikan permasalahan kehidupan seseorang, yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan,
dan mencari cara untuk menguasai atau mengurangi juga mencakup kontrol terhadap apa yang dapat atau
stres. tidak dapat korban lakukan, mengisolasi korban dari
Lazarus dan Folkman (dalam Safaria dan teman-teman dan keluarga, menyangkal akses
Saputra, 2009) mengemukakan terdapat dua aspek korban atau sumber-sumber daya yang mendasar
yang menyertai masing-masing aspek strategi koping lainnya dan berkhianat/berbohong, tindakan stalking
tersebut yaitu: Aspek-aspek emotion focused coping seperti mengikuti, membututi dan serangkaian
(perilaku coping yang berorientasi pada emosi) yakni aktivitas yang mengganggu privasi dan membatasi
menjauh, kontrol diri, menerima tanggung jawab, aktivitas sehari-hari pasangan; d) Kekerasan
menghindar, penilaian positif, dan mencari dukungan ekonomi terjadi ketika pelaku kekerasan mengontrol
sosial, kemudian aspek problem focused coping secara penuh uang korban dan sumber-sumber
(perilaku coping yang berorientasi pada masalah) ekonomi lainnya, kekerasan yang berhubungan
yakni konfrontif, pemecahan masalah terencana, dan dengan uang dan barang. Misalnya pacar suka
mencari dukungan sosial berfokus pada masalah. meminta uang, utang tidak pernah membayar atau
kalau meminjam barang tidak pernah
Kekerasan Dalam Pacaran mengembalikan dan kehilangan atau kerusakan
Kekerasan dalam pacaran adalah tindakan atau barang dan uang milik korban.
ancaman untuk melakukan kekerasan, yang
dilakukan salah seorang anggota dalam hubungan METODE PENELITIAN
pacaran ke anggota lainnya (Sugarman & Hotaling
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
dalam Krahe, 2001). Murray, (2007) mendefiniskan
kualitatif. Menurut Moleong (2014), Penelitian
kekerasan dalam pacaran sebagai tindakan yang
kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
disengaja (intentional), yang dilakukan dengan
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang
menggunakan taktik melukai dan paksaan fisik untuk
masalah-masalah manusia dan sosial. Pendekatan
377
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

yang digunakan dalam penelitian ini adalah terjadi pertengkaran dengan pacarnya, oleh sebab itu
fenomenologi dimana menurut Moustakas (dalam HR menjadi lebih waspada agar pacarnya tidak
Creswell, 2013) metode ini merupakan strategi marah karean ulahnya dan menjadi penyebab
penelitian dimana di dalamnya peneliti pertengkaran karena tidak menuruti pasangan dan
mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia membuat dirinya merasa bersalah.
tentang suatu fenomena tertentu. Subjek dalam HR menggunakan kedua bentuk strategi
penelitian ini adalah empat orang dengan kriteria: koping yang disesuaikan dengan masalah yang ada.
1.Individu yang berusia 18-23 tahun; 2.Individu Perilaku koping yang dimaksud adalah problem
yang mengalami kekerasan dalam pacaran; focused coping, dimana HR berusaha mengalah dan
3.Individu yang saat ini pernah atau sedang mengikuti keinginan pacar dengan tujuan untuk tidak
menjalani hubungan pacaran (dating) dengan memperparah keadaan. Sedangkan perilaku emotion
pasangannya; 4.Individu yang masa pacaran nya focused coping HR adalah berusaha memendam
lebih dari 1 tahun; 5.Tidak memiliki gangguan dalam perasaanya, melakukan tindakan yang sebaik
komunikasi; 6.Bersedia untuk berpartisipasi dalam mungkin agar tidak terjadi pertengkaran yang
penelitian secara utuh. nantinya akan berujung pada tindak kekerasan.
Analisis data yang dilakukan untuk pengolahan Namun jika sudah terjadi pertengkaran, HR menahan
data penelitian adalah menggunakan uji analisis diri untuk mengalah dan menghindar. Pada akhirnya
regresi ganda menggunakan program bantuan HR memilih bertahan dalam hubungannya sebagai
komputer SPSS (Statistical Packages for Social bentuk problem focused coping dengan
Science) versi 24.0 for windows. mempertimbangkan resiko yang mungkin lebih besar
dikemudian hari. Pertimbangan tersebut adalah tidak
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN siap untuk memulai hubungan percintaan yang baru
dan adanya rasa rendah diri karena HR sudah tidak
Subjek HR
perawan lagi. Subjek juga melakukan emotion
Subjek pertama HR adalah perempuan berusia
focused coping untuk mengurangi perasaan dengan
21 tahun yang telah menjalin hubungan selama
mengambil nilai-nilai positif dari dukungan sosial
kurang lebih tiga tahun dan mulai mengalami
dan dukungan emosional yang diterima subjek dari
kekerasan dalam pacaran setelah memasuki tahun
orang-orang terdekatnya.
pertama menjalin hubungan dan ini adalah
pengalaman pertama subjek berpacaran. Pada
Subjek OT
awalnya HR mengalami kekerasan dalam pacaran
Subjek kedua yaitu OT adalah lelaki berusia 23
dalam bentuk psikologis berupa serangan verbal
tahun yang telah menjalin hubungan selama tujuh
dalam kata-kata kasar yang menghina fisik dan
tahun (1 tahun LDR dan 6 tinggal di kota yang
dipanggil dengan nama binatang serta dibuntuti oleh
sama). Pada awalnya subjek mengalami kekerasan
pacarnya beberapa kali dalam kegiatannya karena
psikologis berupa posesif yang berlebihan, dimana
tidak percaya dengan apa yang subjek katakan.
OT diminta untuk memberikan kabar mengenai
Kekerasan fisik berupa digigit hingga berdarah yang
kegiatan sehari-harinya seperti kegiatan apa yang
meninggalkan bekas lebam dan dilempari dengan
dilakukan, bersama siapa subjek melakukan
barang serta kekerasan seksual berupa dipaksa untuk
kegiatan, kapan waktu mulai kegiatan dan waktu
melakukan hubungan seksual. Subjek HR pun mulai
pulangnya, kemudian ketika OT lupa memberikan
diatur secara keuangan oleh pacarnya, mulai dari
kabar pacarnya akan marah, selalu mengecek sosial
kartu atm milik HR dan pengeluaran apa saja yang
media dan hp subjek tidak boleh berteman dengan
digunakan HR diatur oleh pacarnya dan ketika HR
orang-orang tertentu terutama lawan jenis walaupun
meminta uang untuk memenuhi kebutuhan, hanya
hanya berteman di dunia maya pasanagn subjek akan
diberi secukupnya sesuai yang diminta oleh subjek.
marah. OT juga dilarang untuk melakukan kegiatan
Kesejahteraan subjektik yakni dari afektif
lain selain dengan pacarnya. Kemudian kekerasan
bahwa subjek merasa tidak nyaman dan adanya
dalam bentuk fisik berupa pukulan dan tamparan
perasaan sedih sehingga subjek menangis, perasaan
yang meninggalkan bekas lebam. Selain itu, OT juga
tidak tenang karena subjek takut melakukan
mendapatkan perilaku yang merugikan yakni
kesalahan yang membuat pacarnya marah dan
pasangannya ketika marah suka melempar dan
berakhir dengan kekerasan. Dimensi kognitif berupa
merusak barang milik OT.
sering melamun dan mudah khawatir akan
kemungkinan kekerasan yang akan dialami ketika
378
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

OT memiliki kesejahteraan subjektif baik yang kasar seperti memanggil dengan sebutan
secara dimensi afektif maupun kognitif. Afektif atau binatang dan makian serta dalam bentuk fisik berupa
perasaan subjek yang muncul adalah suasana hati tamparan, cubitan dan tendangan yang meninggalkan
yang berubah menjadi kesal, mudah panik, perasaan bekas lebam. Selain itu, SW juga mengalami
tegang, merasa malu dan tidak tenang ketika terjadi kekerasan seksual berupa memaksa untuk mau
perkelahian. Dimensi kognitif berupa kekhawatiran melakukan walaupun subjek sudah berusaha untuk
bahwa pacaranya akan berteriak-teriak dan merusak selalu menolak dan kata-kata yang melecehkan
barang-barang subjek, melempar mengenai subjek sehingga membuat subjek merasa tidak nyaman.
dan jika hal tersebut terjadi akan meninggalkan Terkait dengan kekerasan yang dialami, SW
bekas yang harus ditutupi penyebabnya dari orang memiliki kesejahteraan subjektif baik secara dimensi
lain. OT menuturkan bahwa pacarnya tidak akan afektif maupun kognitif. Dimensi afektif dirasakan
melihat situasi dan kondisi jika sudah marah oleh SW adalah suasana hati yang berubah menjadi
sehingga membuat OT menjadi lebih waspada dalam kesal, mudah panik, dan menjadi lebih emosional.
bertindak dan bertutur kata, mengatur suasana hati SW menjadi mudah khawatir dan perasaan tidak
dan emosi, dan lebih berpikir untuk penyelesaian tenang ketika melalukan kegiatan dan bergaul
masalah agar pacarnya tidak marah. dengan teman-temannya, karena pacarnya selalu
OT menggunakan kedua bentuk strategi menanyakan dan memantau kegiatan subjek.
koping yang disesuaikan dengan masalah yang ada. Dimensi dari segi kognitif berupa selalu memiliki
Emotion focused coping yang dilakukan OT adalah pikiran negatif bahwa pacarnya sedang berselingkuh
berusaha memendam perasaannya, melakukan jika tidak mengangkat telepon atupun lambat
tindakan yang sebaik mungkin agar tidak terjadi membalas chat, serta subjek ketakutan ketika
pertengkaran yang nantinya akan berujung pada bersama pacar sehingga subjek merasa tidak nyaman
tindak kekerasan. Namun jika sudah terjadi dan tidak tenang beraktivitas atau berinteraksi
pertengkaran, OT menahan diri untuk mengalah dan dengan orang lain, sampai subjek tidak selera makan
menghindar. OT juga berusaha menenangkan diri sampai mengalami penurunan berat badan.
dan memendam sendiri apa yang dirasakannya. OT SW menggunakan kedua bentuk strategi
juga berusaha mengabaikan masalah dengan cara koping, dimana SW melakukan problem focused
meyakinkan diri bahwa masalah yang subjek alami coping berupa memberanikan diri menceritakan
dapat selesai dengan sendirinya. Bentuk problem kekerasan yang dialami pada teman dekat yang
focused coping yang dipakai OT adalah memilih dipercaya dan sepupu subjek untuk meminta nasehat
tetap menjalani hubungannya walaupun dengan dan solusi. SW sempat membenci dan menyalahkan
perilaku pacarnya yang terlalu posesif dan selalu diri sendiri karena memaafkan pacar yang selingkuh.
mengakhiri perselisihan dengan kekerasan. Subjek Sedangkan emotion focused coping yang dilakukan
juga melakukan emotion focused coping untuk SW adalah berusaha menghilangkan penatnya
mengurangi perasaan-perasaan yang berkecambuk dengan menceritakan masalah yang sedang dialami.
dengan mengambil nilai-nilai positif dari dukungan SW kadang minta ditemani oleh sepupu atau
sosial dan dukungan emosional yang diterima subjek temannya agar tidak merasa sendiri, melakukan
dari orang-orang terdekatnya. OT juga berharap aktivitas seperti berkumpul, jalan- jalan ataupun
dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan sekedar berbincang dengan temannya serta berusaha
berusaha lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan menemukan makna positif dari pengalaman
berdoa agar pacarnya dapat berubah lebih baik lagi. kekerasan yang dialami dalam hubungan subjek.
Pada akhirnya SW memutuskan untuk berpisah dari
Subjek SW pacarnya sebagai bentuk problem focused coping,
Subjek ketiga yaitu SW adalah wanita berusia namun sampai saat ini subjek belum bisa melupakan
20 tahun dan saat ini sedang menempuh pendidikan pengalaman kekerasan yang telah SW alami.
tinggi sebagai mahasiswi di salah satu universitas
yang ada di Kota Samarinda. Pada awalnya SW Subjek GS
mengalami kekerasan psikologis berupa adanya Subjek keempat yaitu GS adalah wanita
dominasi dari pacar yang suka memaksakan berusia 22 tahun yang bekerja sebagai perawat
kehendak. Selain itu, SW juga pernah diselingkuhi disalah satu rumah sakit di Samarinda. Ketika
oleh pacarnya. Hubungan SW mulai diwarnai bekerja di Samarinda subjek bertemu dan akhirnya
dengan kekerasan baik dalam bentuk serangan verbal berpacaran dan telah menjalani selama 4 tahun.

379
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Hubungan mereka tidak diawali dengan kata pacaran dipukul pacarnya. GS bahkan hampir mengakhiri
namun sangat dekat layaknya orang yang menjalin hubungan dan meninggalkan pacarnya, namun
kasih hingga mereka memutuskan untuk tinggal ditahan oleh pacarnya. Sedangkan perilaku emotion
bersama. Pada awalnya GS mengalami kekerasan focused coping GS adalah berusaha menjaga jarak
psikologis berupa serangan verbal yang kasar seperti dari pacarnya dan berusaha mengendalikan
memanggil dengan sebutan binatang, adanya perasaannya dengan cara meminta bantuan dari
dominasi dari pacar yang suka memaksakan teman pacarnya. GS menggunakan kedua bentuk
kehendak dan ancaman melalui kata-kata bahkan strategi koping dan menyesuaikan dengan masalah
dengan benda tajam seperti gunting atau pisau. yang ada. Sebagai bentuk problem focused coping
Kemudian kekerasan dalam bentuk fisik berupa GS berani mengambil langkah tegas untuk berbicara
pukulan, tamparan dan tendangan yang kepada pacarnya tentang perasaan ketidaknyamanan
meninggalkan bekas lebam. Selain itu GS pernah yang dirasakan GS terkait sikap pacarnya. Subjek
dilempari barang-barang. Kekerasan semakin juga melakukan emotion focused coping untuk
mewarnai hubungan mereka ketika GS mengetahui mengurangi perasaan takutnya dengan menceritakan
pacarnya selingkuh. Kekerasan seksual yang dialami masalah yang sedang dialami pada temannya.
GS adalah dipaksa untuk membuka celana, karena
pacar subjek cemburu dan ingin melihat apa yang KESIMPULAN DAN SARAN
sudah dilakukan subjek dengan temannya. Masalah Kesimpulan
keuangan juga sering menjadi pemicu konflik dalam Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
hubungan yang subjek jalani. GS tak segan memberi maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
gajinya terhadap pacar bahkan rela mengutang demi 1. Subjek penelitian yang menjadi korban
modal usaha pacarnya. Pacar korban yang mulai kekerasan dalam pacaran, mengalami bentuk-
sukses dalam kerjanya membalas kebaikan subjek bentuk kekerasan berpacaran yang terjadi
dengan membiayai semua keperluan subjek dengan seperti, kekerasan fisik, kekerasan
syarat subjek harus selalu menuruti kata-kata psikologis/emosional, kekerasan seksual, dasn
pacarnya saat keadaan seperti itulah subjek makin kekerasan ekonomi. Subjek penelitian memiliki
dikekang dan semakin tidak bisa berbuat apa-apa kesejahteraan subjektif yang dapat dilihat dari
kecuali menuruti kemauan pacarnya. dimensi afektif dan kognitif. Ke-empat subjek
Dimensi afektif yang dirasakan oleh GS adalah menggunakan strategi koping baik itu problem-
senang jika berkumpul dengan teman kerjanya, focused coping dan emotion-focused coping.
suasana hati yang berubah menjadi tidak tenang dan 2. Subjek HR memilih bertahan dalam
mudah sedih ketika mengingat pacarnya yang hubungannya sebagai bentuk problem focused
melakukan kekerasan dalam pacaran. Dimensi coping dengan mempertimbangkan resiko yang
kognitif berupa menjadi lebih waspada dan hati-hati mungkin lebih besar dikemudian hari.
dalam bertindak, awalnya subjek merasa senang Pertimbangan tersebut adalah tidak siap untuk
karena secara finansial pasangan selalu bertanggung memulai hubungan percintaan yang baru dan
jawab dan tidak segan memberi uang, namun karena adanya rasa rendah diri karena HR sudah tidak
sebab itu pasangan semakin mengekang subjek. perawan lagi. HR memiliki keyakinan bahwa
Kekhawatiran GS tertuju pada keuangan yang selalu sikap manusia pasti berubah, untuk itu subjek
ditanggung atau dibiayai oleh sang kekasih, takut
berharap suatu hari kelak, mungkin setelah
berlebihan karena merasa pacar telah memberi
menikah perilaku kasar dari pacarnya dapat
banyak uang dan ketika kegiatan yang banyak lelaki
berubah (hilang). Subjek juga melakukan
nya membuat pacar subjek cemburu dan salah
emotion focused coping untuk mengurangi
paham. Subjek GS merasa tidak nyaman, dan
perasaan sedihnya dengan mengambil nilai-nilai
cenderung malah berpikiran negatif ketika pacarnya
positif dari dukungan sosial dan dukungan
berbuat baik dengan memberi uang takut pacarnya
emosional yang diterima subjek dari orang-
semakin mengekang.
orang terdekatnya.
Strategi koping GS adalah problem focused
3. Subjek OT memilih untuk lebih tegas dan
coping, dimana GS sadar bahwa dirinya memiliki
membenahi hubungannya dengan komunikasi
tanggung jawab atas kekerasan yang terjadi dan
karena ingin perilaku pacarnya yang terlalu
terkadang menyalahkan diri sendiri, namun GS
posesif dan selalu mengakhiri perselisihan
berani melawan untuk membela diri ketika subjek
dengan kekerasan dapat berubah sebagai bentuk
380
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

problem focused coping. Subjek juga hubungan pacaran perlu ditanamkan rasa saling
melakukan emotion focused coping untuk menghargai, menghormati, keterbukaan,
mengurangi perasaan tidak nyaman nya ketika pengertian, kerjasama dan musyawarah dalam
terjadi perselisihian dengan mengambil nilai- memutuskan sesuatu, kemudian untuk yang
nilai positif dari dukungan emosional yang memutuskan mengakhiri hubungan diharapkan
diterima subjek dari orang-orang terdekatnya. dapat lebih berbenah diri menjadi pribadi yang
OT juga berharap dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan bijak dalam memilih pasangan,
lebih baik lagi, lebih tegas terhadap pacarnya, lebih menghargai diri sendiri dan optimis dalam
tidak selalu menjadi penurut dan berusaha lebih menjalani kehidupan. Diperlukan keterbukaan
mendekatkan diri pada Tuhan. dari pihak korban yang mengalami kekerasan
4. Subjek SW memutuskan untuk berpisah dari dalam pacaran, hal ini bertujuan agar korban
pacarnya sebagai bentuk problem focused yang mengalami kekerasan tersebut bisa dapat
coping, subjek juga melakukan emotion focused diberikan bantuan. Harus berani mengatakan
coping dengan menceritakan masalah yang “tidak” pada pacar ketika terjadi kekerasan
sedang dialami, SW kadang minta ditemani dalam pacaran dan mencari solusi konkret
temannya agar tidak merasa sendiri, melakukan seperti meminta bantuan pada lembaga dan
aktivitas seperti berkumpul, jalan-jalan ataupun instansi yang menaungi masalah mengenai
sekedar berbincang dengan temannya serta kekerasan dalam berpacaran.
berusaha menemukan makna positif dari 2. Bagi orang tua dan teman-teman terdekat perlu
pengalaman kekerasan yang menimpa subjek. adanya perhatian yang lebih terutama pada
SW berharap bahwa pengalaman dari hubungan remaja sebagai usia yang masih rentan terhadap
yang pernah dijalani dapat membantu subjek hal-hal yang bersifat menyimpang tentunya
menjadi pribadi yang lebih dewasa selektif memerlukan bimbingan dari orang tua. Salah
dalam melilih pasangan. satu hal yang menjadi perhatian adalah trend
5. Subjek GS masih mempertahankan pacaran di kalangan remaja saat ini yang
hubungannya namun mengambil langkah tegas cenderung lebih bebas dalam mengekspresikan
untuk berbicara serius mengkomunikasikan perasaan mereka, untuk itu diperlukan
hubungan yang tidak sehat tersebut dengan pengawasan dari para orang tua agar dapat
pacarnya sebagai bentuk problem focused memberikan perhatian, nasehat dan dampak-
coping. Pertimbangan yang melatar belakangi dampak negatif dan positif dari suatu hubungan
keputusan tersebut adalah GS sudah lelah, pacaran.
merasa sakit yang amat sangat, dan tidak ingin 3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk
hidup dengan kekerasan terus menerus. Subjek membahas mengenai kekerasan dalam pacaran
juga melakukan emotion focused coping dengan diharapkan dapat lebih berfokus pada
menceritakan masalah yang sedang dialami pengetahuan masyarakat, khususnya para
pada temannya. Selain mendapatkan dukungan korban mengenai kekerasan dalam pacaran,
emosional GS berharap dengan saling dampak kekerasan para korban dikaitkan
mengkomunikasikan perasaan masing-masing dengan pola kepribadian, pola asuh orangtua
antar dia dan pasangan dapat menjadi pelajaran ataupun dukungan dari teman sebaya.
untuk menjalin hubungan kedepannya yang
lebih serius. GS memiliki harapan agar DAFTAR PUSTAKA
pacarnya yang kasar bisa berubah perlahan Adriansyah, M. A., & Hidayat, K. (2013). Pengaruh
seiring dengan berjalannya waktu dan juga bisa harga diri dan penalaran moral terhadap
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. perilaku seksual remaja berpacaran.
Psikostudia: Jurnal Psikologi, 2(1), 1-9.
Saran Diener, E., & Seligman, M. E. P. (2002). Very
Berdasarkan hasil penelitian yang telah happy people. Journal psychological science,
dikemukakan di atas, maka saran yang dapat peneliti 13, 81-84.
berikan adalah sebagai berikut: Eddington, N., & Shuman, R. (2005). Subjective
1. Bagi korban kekerasan dalam pacaran untuk
Well Being (Happiness). Continuing
yang memutuskan bertahan dalam hubungan,
Psychology Education: 6 Continuing
perlu diketahui bahwa menjalani suatu
Education Hours.
381
Psikoborneo, Vol 7, No 3, 2019: 375-382 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Eid, M., & Larsen, R. J.(2008). The Science of Santrock, J. W. (2007). Psikologi perkembangan
Subjective Well Being. New York: The remaja. Terjemahan: B. Adelar dan S.
Guilford Pres. Sharagih). Jakarta: Erlangga.
Folkman, S. (1984). Personal control and stress and Seligman, M, E. (2005). Menciptakan kebahagian
coping processes: a theoretical analysis. dengan psikologi positif (authentic happiness).
Journal of personality and social psychology, Bandung: PT. Mizan Pustaka.
46(4), 839–852. Shinta, D. H., & Bramanti, O. C. (2007). Kekerasan
Komnas Perempuan. (2002). Peta kekerasan: dalam Rumah Tangga. Jakarta: LBH APIK
pengalaman perempuan Indonesia. Jakarta: dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP.
Ameepro. Straus, M. A. (2004). Prevalence of violence against
Moleong, L. J. (2014). Metode penelitian kualitatif. dating partners by male and female university
Bandung. PT.Remaja Rosdakarya. students worldwide. Violence against
Murray, J. (2007). But i love him. HarperCollins e- women, 10(7), 790-811.
book. Subhan, Z. (2004). Kekerasan terhadap perempuan.
Santoso, T. (2002). Teori-teori kekerasan. Jakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.
Ghalia Indonesia.

382

Anda mungkin juga menyukai