Anda di halaman 1dari 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Sekolah Tinggi Teologi Simpson (STT): Simpson Journals

Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat ISSN 2548-7558 (Online)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2020: 92-102 2548-7868 (Cetak)

TINJAUAN PSIKO-TEOLOGI TERHADAP FENOMENA KEKERASAN


DALAM PACARAN PADA REMAJA
Mariani Harmadi & Ruat Diana
Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia, Sekolah Tinggi Teologi Simpson
Email: marianiharmadi88@gmail.com

ABSTRAK: Fenomena kekerasan dalam berpacaran bukan hanya terjadi di ruang tertutup atau pribadi
saja melainkan sangat mudah ditemukan di ruang publik seperti halaman sekolah, tempat rental komputer,
taman, trotoar, kendaraan umum, pada penumpang kendaraan roda dua di tengah lalu lintas. Dan ketika
peristiwa itu berlangsung serta disaksikan oleh masyarakat umum, pelaku dan korban tidak merasa
terganggu, rikuh, malu, atau berhenti. Padahal kekerasan dalam pacaran di kalangan remaja merupakan
salah satu akses kepada kekerasan dalam rumah tangga, apabila hal ini tidak ditangani secara benar
sebelum berkelanjutan dengan korban yang mengalami dampak pada fisik, psikis, sosial, moral, ekonomi
dan masa depan generasi penerus. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan mengkaji
fenomena kekerasan dalam pacaran dari sudut pandang Alkitab dan psikologi, dimana secara psikologis
kekerasan seksual yang terjadi pada masa remaja berdampak negatif bagi pelaku maupun korban
kekerasan seksual. Adapun kekerasan pada masa berpacaran dapat disebabkan karena remaja mengalami
loncatan akibat gejolak hormon dan pesatnya teknologi informasi. Secara teologis hubungan seks sebelum
menikah adalah tindakan merusak kehidupan para pelakunya dan kekerasan pada masa berpacaran
merupakan tindakan yang bertentangan dengan konsep imago dei.

Kata kunci: Remaja, kekerasan dalam pacaran, Imago Dei.

ABSTRACT: The phenomenon of dating violence does not only occur in closed or private spaces but is
very easy to find in public spaces such as school yards, computer rental places, parks, sidewalks, public
transportation, on two-wheeled vehicle passengers in the middle of traffic. And when the event took place
and was witnessed by the general public, the perpetrators and victims did not feel disturbed,
uncomfortable, embarrassed, or stopped. Whereas violence in courtship among adolescents is one access
to domestic violence, if this is not handled properly before it is sustained with victims who have an
impact on the physical, psychological, social, moral, economic and future generations. The method used
is descriptive research by examining the phenomenon of dating violence from the perspective of the Bible
and psychology, where psychologically sexual violence that occurs during adolescence has a negative
impact on perpetrators and victims of sexual violence. The violence during dating can be caused by
adolescents experiencing jumps due to hormone fluctuations and rapid information technology.
Theologically sex before marriage is an act of destroying the lives of the perpetrators and violence during
dating is an action that is contrary to the concept of Imago dei.

Keywords: Teenagers, dating violence, Imago Dei.

PENDAHULUAN bagai physical violence, psychological abuse dan


Fenomena kekerasan dalam masa berpacar- sexual coercion (Zahra & Yanuvianti, 2017). Men-
an pada beberapa tahun ini mengalami peningkatan. dorong, memukul, menampar dan melempar benda-
Berbagai berita televisi, media cetak dan daring benda dapat dikategorikan dalam physical violence.
memberitakan berbagai masalah kekerasan pada ma- Psychological abuse berupa teriakkan, penghinaan
sa pacaran. Penelitian Putri (2012) tentang kekerasan serta pemberian nama atau panggilan-panggilan ter-
dalam pacaran menunjukkan wujudnya berupa keke- tentu yang sifatnya merendahkan. Sedangkan sexual
rasan emosional, kekerasan verbal, perilaku yang su- coercion adalah tindakan yang melibatkan pemak-
ka mengontrol, kekerasan fisik, dan kekerasan sek- saan terhadap pasangan yang tidak menginginkan
sual. Agresi pada masa berpacaran dikategorikan se- aktivitas seksual dengan menggunakan kekerasan

92 Volume 4, Nomor 1, Januari 2020


verbal maupun fisik (Sari & Rokhanawati, 2018; tuk mengontrol dan menguasai pasangannya yang
Satriyandari & Oktaviani, 2017). kadang-kadang merupakan ekspresi kemarahan, se-
Wishesa dan Suprapti (2014) memaparkan dangkan dating sexual violence yaitu kekerasan atau
tingkatan kekerasan seksual yaitu tingkatan pertama pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak
kekerasan verbal dan emosional, tingkatan kedua seksual. Selain itu, penyebab kekerasan dalam pa-
adalah kekerasan seksual, dan tingkatan ketiga ada- caran juga dipengaruhi oleh faktor adanya mitos
lah kekerasan fisik. Dari ketiganya, bentuk kekeras- yang berkembang di tengah masyarakat dengan ang-
an yang paling sering dijumpai adalah kekerasan ver- gapan bahwa kekerasan merupakan bagian dari ung-
bal. Sexual abuse umumnya berbentuk a) Perkosaan, kapan rasa sayang dan cinta kasih dari pasangan, se-
dengan melakukan hubungan seks tanpa ijin pa- hingga pasangan korban hanya menerima saja perla-
sangannya; b) Sentuhan yang tidak diinginkan kerap kuan semena-mena yang tidak senonoh itu, sehingga
kali terjadi di bagian dada, bokong; c) Ciuman yang menjadi pemicu dan salah satu sebab terjadinya ke-
tidak diinginkan atau tanpa persetujuan (Andini, kerasan pada masa pacaran.
2019). Luhulima (2000, p. 11) mengelompokkan ke- Kekerasan pada masa pacaran terjadi dalam
kerasan ini dalam bentuk fisik: memukul, menam- waktu yang relatif singkat dibanding usia hidup ma-
par, menendang, mendorong, serta tindakan fisik nusia namun dampak yang ditimbulkan akan mem-
lainnya. Secara psikologis: mengancam, memanggil pengaruhi perjalanan hidup korban selanjutnya ka-
dengan sebutan buruk, mencaci maki, menjelek-je- rena hal ini menyangkut segi kehidupan berikut ini:
lekan, berteriak. Seksual: memaksa pacarnya mera- a) Dampak terhadap fisik berupa luka (kecil maupun
ba, memeluk, mencium, hubungan seksual di bawah besar), memar, lebam, bahkan kehamilan yang tak
ancaman (Luhulima, 2000). Selain itu ada dua ben- dikehendaki korban; b) Dampak psikologis, yaitu:
tuk lain yaitu eksploitasi seksual berupa pemaksaan cemas, trauma, stres, depresi, bahkan gangguan
pada pacar untuk melakukan hubungan seksual de- mental; c) Dampak sosial, korban tidak berani pergi
ngan melayani orang lain baik yang bernuansa ko- atau melepaskan diri dari pelaku karena adanya pe-
mersial ataupun tidak dan diskriminasi seksual be- ngontrolan tindakan atau rutinitas korban yang ketat
rupa pemaksaan untuk berpakaian tertentu dengan sehingga menurunkan semangat hidup, rendah diri,
menunjukkan organ seksual, yang menimbulkan tidak berani menjalin hubungan, produktifitas mau-
rangsangan dengan dalih agama atau budaya tertentu pun prestasi; d) Dampak seksualnya, frigid akibat
untuk merendahkan perempuan pasangannya trauma, penyakit HIV/AIDS, cacat akibat aborsi
(Fitriani, 2013). yang tidak dilakukan ahli medis; e) Dampak ekono-
Kekerasan verbal dan emosional dapat men- mi, mengalami kerugian materiil dan finansial kare-
jadi tipe kekuasaan dan kontrol yang paling meru- na pemerasan atas pemenuhan kebutuhan ekonomi-
sak, dimana salah satu pasangan secara sistematis nya saja (Safitri & Kes, 2013).
merendahkan harga diri pasangannya dengan me- Rumusan masalah dalam penelitian ini ada-
manggilnya dengan sebutan buruk, membuat tuduh- lah bagaimana perspektif psiko-teologi tentang feno-
an, mempermalukan di depan umum, menghancur- mena kekerasan dalam pacaran pada remaja? Tujuan
kan benda-benda yang special bagi pasangannya, penulisan artikel ini adalah untuk memaparkan ten-
mengatakan gila, menggunakan tatapan mengancam tang tinjauan psiko-teologi terhadap fenomena keke-
dan mengintimidasi. Diakui bahwa kekerasan verbal rasan dalam pacaran pada remaja.
dan emosional merupakan jalan menuju kekerasan
fisik atau kekerasan seksual (Khrisma, 2011, p. 16). METODE
Kekerasan pada masa pacaran berupa serangan Penelitian ini menggunakan pendekatan ana-
seksual, fisik, maupun emosional dimaksudkan un- lisis literatur yang berkaitan dengan kekerasan da-

M. Hamadi & R. Diana, Tinjauan Psiko-Teologis Terhadap Fenomena Kekerasan Dalam Pacaran…. 93
lam pacaran untuk menghasilkan sebuah tinjauan sif yang selalu minta disalurkan) serta superego
tentang fenomena kekerasan dalam pacaran dengan yang berisi larangan-larangan yang menghambat na-
mencermati berbagai penelitian yang sudah dipubli- luri-naluri itu (Sarwono, 2002; Wijaya & Darma-
kasikan dalam jurnal dan repository dengan akses wan, 2019). Selanjutnya, ego masih harus memper-
secara daring. Pencermatan terhadap aspek psikolo- timbangkan realitas di dunia luar sebelum menam-
gis dan teologis berdasarkan sumber-sumber pustaka pilkan perilaku tertentu. Sehingga Amnon –seperti
yang relevan berkaitan dengan aspek tersebut yang teori Freud, yang dikuasai naluri seksualnya telah
pemaknaannya diwarnai dengan kegelisahan atas pe- melampaui superegonya sehingga egonya pun tidak
ngalaman menyaksikan langsung peristiwa yang ter- diberi kesempatan untuk memberi pertimbangan rea-
jadi di lingkungan masyarakat. Hasil analisis dari litas dari luar yaitu saran Tamar untuk melalui pro-
proses tersebut disajikan secara deskriptif dan pola ses peminangan yang berlaku (2 Sam 13:12-13) de-
ini menurut Darmawan (Darmawan & Asriningsari, ngan berkata,
2018) dapat digunakan dalam kajian teologis untuk Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab
mengemukakan sebuah pandangan secara teologis. orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Ja-
nganlah berbuat noda seperti itu. Dan aku, ke
manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau
Jurnal ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang
Analisis
Sumber Display bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah de-
makna
Buku ngan raja, sebab ia tidak akan menolak mem-
berikan aku kepadamu.
Gambar 1. Proses Penelitian Lain halnya dengan pandangan Erikson, seorang
neo-psikoanalisis yang berpendapat bahwa manusia
PEMBAHASAN adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan
perilakunya dikendalikan oleh ego yang lebih ba-
Perspektif Teologi tentang Kekerasan Dalam nyak dipengaruhi oleh faktor sosial daripada do-
Pacaran rongan seksual. Dalam kasus Amnon pun teori Erik-
son masih berpadanan karena memang pada awalnya
Kasus Amnon dan Tamar Amnon (2 Sam. 13:1-2: Amnon bin Daud jatuh cinta
Kasus Amnon & Tamar merupakan salah sa- kepadanya. Hati Amnon sangat tergoda, sehingga ia
tu wujud dari kekerasan dalam pacaran yang dicatat jatuh sakit karena Tamar) secara pribadi tidak punya
Alkitab (2 Sam. 13:1-22). Pemerkosaan Amnon ter- keberanian untuk melampiaskan dorongan seksual-
hadap Tamar didorong oleh hawa nafsu belaka yang nya terhadap Tamar karena menurut anggapan Am-
membutakan akal sehatnya untuk menunda penya- non mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap Ta-
lurannya yang secara budaya harus dilakukan setelah mar (2 Sam. 13:2). Namun setelah Yonadab, sebagai
proses peminangan yang berlaku pada masa itu (2 bagian dari faktor sosial memberi solusi, maka terja-
Sam 13:13). Namun rupanya nafsu birahi Amnon dilah malapetaka itu. Dalam 2 Samuel 13:3-5:
sudah menodai Tamar, dan tidak berhenti sampai di- Amnon mempunyai seorang sahabat bernama
situ, melainkan berkembang sampai melahirkan ke- Yonadab, anak Simea kakak Daud. Yonadab itu
bencian yang amat sangat terhadap korban pelam- seorang yang sangat cerdik. Katanya kepada
piasannya dengan mengusir Tamar. Seperti teori Amnon: "Hai anak raja, mengapa engkau demi-
kian merana setiap pagi? Tidakkah lebih baik
Freud seorang psikoanalisis yang berpendapat bah- engkau memberitahukannya kepadaku?" Kata
wa faktor bakat yang terpenting pada jiwa manusia Amnon kepadanya: "Aku cinta kepada Tamar,
adalah naluri seksual, dimana inti dari kepribadian adik perempuan Absalom, saudaraku itu." Lalu
manusia adalah Ego yang harus menghadapi konflik berkatalah Yonadab kepadanya: "Berbaringlah
di tempat tidurmu dan berbuat pura-pura sakit.
antara Id (yang berisi naluri-naluri seksual dan agre-

94 Volume 4, Nomor 1, Januari 2020


Apabila ayahmu datang menengok engkau, ma- langgaran susila pada umumnya, menunjuk pada
ka haruslah engkau berkata kepadanya: Izinkan- semua jenis pelanggaran seksuil (Miles, 1983, p.
lah adikku Tamar datang memberi aku makan.
204).
Apabila ia menyediakan makanan di depan ma-
taku, sehingga aku dapat melihatnya, maka aku Bentuk lain kata percabulan (porneia, por-
akan memakannya dari tangannya. neue, eksporneue, pornos) muncul 39 kali dalam
Tampaknya dalam kasus Amnon dan Tamar, ada Perjanjian Baru, antara lain: a) Percabulan menunjuk
masalah dalam praktek Shema oleh Daud (Ul. 6:1-9) pada semua pelanggaran seksuil secara umum (Kis
sehingga menimbulkan masalah dalam tindakan ma- 15:20,29; 21:25; 1 Kor 5:1; 6:13,18; 2 Kor 12:21; Ef
nusia. Tanggung jawab Daud dalam mendidik anak- 5:3) dan pengertian hubungan seks seseorang yang
nya juga tampak bermasalah sebab Daud dalam me- masih lajang/bujang dengan seseorang yang telah
laksanakan peran sebagai raja kurang meluangkan menikah, atau antara orang-orang yang masih lajang
waktu bagi anak-anaknya. Dalam tradisi orang Is- (Miles, 1983, p. 204). Juga ada yang mengandung
rael, Shema merupakan kaidah dalam pendidikan ke- pengertian pelacuran, misalnya seorang wanita yang
luarga dengan peran utamanya adalah seorang Ayah. melakukan hubungan seks dengan laki-laki untuk
Darmawan (2019) mengungkapkan bahwa bangsa mendapatkan sejumlah uang. Ketika kata percabulan
Israel menekankan pengajaran dengan mengulang- dihubungkan dengan pelacuran, kata tersebut me-
ulang sehingga terbentuk pola pemahaman yang nunjuk kepada orang yang masih bujang, lajang atau
mendasar dan terimplementasi dalam kehidupan belum menikah; b) Dalam Matius 5:32; 19:9 kata
praktis sehari-hari. perzinahan digunakan sebagai sinomin kata perca-
bulan; c) Dalam Matius 15:19, Markus 7:21, 22, 1
Kekerasan Dalam Pacaran Dalam Perspektif Korintus 6:9 kata perzinahan menyangkut tingkah-
Perjanjian Baru laku orang-orang yang telah menikah dan percabul-
Pada masa Perjanjian Baru, pernikahan se- an sebagai salah satu arti menunjuk kepada hu-
gera berlangsung setelah masa remaja berakhir, se- bungan seks sebelum menikah; d) Dalam 1 Korintus
hingga hubungan seks sebelum pernikahan bukan 7:2 dan 1 Tesalonika 4:3-5 Paulus memperingatkan
merupakan masalah yang besar seperti yang terjadi mereka yang belum menikah tentang pencobaan
pada masa kini. Penulis Perjanjian Baru tidak ba- (percabulan) sehingga dianjurkan dengan pernikahan
nyak membahas masalah ini sesering masalah perzi- sebagai penangkal hidup bujang atau lajang yang ti-
nahan, sebab kebanyakan pria Ibrani dewasa telah dak bermoral (yaitu hubungan seks sebelum meni-
menikah pada akhir masa akil baliq (Miles, 1983, p. kah).
203). Namun demikian Alkitab mengajarkan bahwa Berdasarkan nilai-nilai kekristenan hubung-
seks diciptakan bagi dan menjadi milik suatu perni- an seks sebelum menikah merusak orang lain karena
kahan dan Alkitab mengutuk semua bentuk pelang- dimana ada penyerang di situ ada korban dan terha-
garan susila yang dilakukan bahkan dalam pikiran, dap kondisi ini, keluarga dengan asas Shema dalam
perasaan, ucapan kata-kata, tindakan baik oleh pe- pembentukan karakter dan lembaga pendidikan ke-
muda atau dewasa baik yang sudah atau belum agamaan yang bertanggung jawab atas pertumbuhan
menikah. Kata percabulan (bahasa Yunani porneia) iman tidak dapat berdiam diri terhadap kenyataan
dalam Perjanjian Baru diartikan secara sempit seba- ini. Karena Alkitab mengingatkan panggilan orang
gai hubungan seksuil yang dilakukan dengan suka- Kristen sebagai penjaga dan pelindung saudara se-
rela antara seseorang yang belum menikah dengan perti yang dikisahkan dalam Kejadian 4:9 Firman
seseorang lain yang berlainan jenis dan secara luas Tuhan kepada kain: “Di mana Habel, adikmu itu?”
sebagai hubungan seks dengan seseorang yang su- Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga
dah menikah serta arti yang paling luas sebagai pe- adikku?” Sebab nilai tertinggi ada pada manusia

M. Hamadi & R. Diana, Tinjauan Psiko-Teologis Terhadap Fenomena Kekerasan Dalam Pacaran…. 95
yang diciptakan segambar dengan Allah. Manusia tumbuh memampukan anak melewati berbagai krisis
memiliki nilai yang tak terbatas dalam setiap hu- kehidupan baik hal biologis maupun moral juga hal
bungan sosial. Setiap manusia berharga, apa pun ke- yang berkaitan dengan etika Kristen. Sambil tetap
bangsaannya, warna kulit, kepercayaan ataupun ke- menjaga hak memilih yang Tuhan karuniakan kepa-
budayaannya. Dalam pandangan Allah, semua ma- da manusia tanpa membatasi kebebasan. Namun se-
nusia mempunyai hak dan nilai yang sama sebagai tiap perbudakan termasuk perbudakan seks adalah
Gambar Allah yang bukan untuk disalahgunakan se- sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.
bagai alat demi mencapai kepuasan dan tujuan pri- Karena walau kitab Ulangan 4:32 mengi-
badi yang mementingkan diri sendiri, melainkan un- ngatkan umat Israel tentang kebesaran perbuatan Al-
tuk memuliakan Allah, Sang Pencipta. Sehingga ke- lah dalam proses penciptaan manusia, namun sama
pada anak harus ditanamkan suatu pertanyaan se- halnya dengan umat manusia pada masa kini yang
bagai bahan pertimbangan ketika anak diperhadap- seringkali menganggap dirinya sebagai makhluk
kan kepada pilihan untuk membuat keputusan dan yang kerdil dan rendah. Sehingga sikap penghormat-
bagi saudaranya bertanggung jawab untuk menjadi an terhadap Allah Pencipta dan kepada dirinya ma-
penjaga yang saling menjaga. sing-masingpun tidak sepadan dengan maksud Allah
yang memberi kedaulatan untuk menjadi penguasa.
Kekerasan Dalam Pacaran Dalam Perspektif Seperti halnya yang terjadi pada salah seorang ma-
Teologi Sistematika nusia pertama yang merendahkan dirinya setara de-
Konsep Imago Dei dalam diri remaja seba- ngan ular padahal diberi kesempatan dan otoritas un-
gai ciptaan Allah seperti juga pandangan Barth tuk mengendalikan pengambilan keputusan atas hi-
(1991, p. 50) disebut sebagai makhluk utama dan dupnya (Kej. 3:1-5). Perendahan citra diri ini ber-
mahkota segala makhluk memerlukan semangat ke- kelanjutan dengan pembunuhan terhadap Habil (Kej
tekunan untuk mengajarkannya dari generasi ke ge- 4:8) oleh kakaknya sendiri yang tidak menghargai
nerasi (Shema) tanpa lelah. Penghargaan yang se- keturunan makhluk utama ciptaan Allah.
demikian tinggi kepada manusia sebagai ciptaan Penghormatan manusia terhadap citra diri-
Allah walau dibentuk dari debu dan tanah merupa- nya semakin merosot dengan berbagai perilaku jahat
kan modal dasar pemahaman dan keyakinan diri pa- yang nampak dari penghinaan terhadap pasangan hi-
ra remaja. Khususnya ketika mereka sedang menga- dup dan lembaga pernikahan dengan memilih perce-
lami kegalauan atas krisis perubahan dalam dirinya raian ketika terjadi masalah. Para orang tua yang
yang tidak seimbang ditambah pula dengan tuntutan menyakiti, menganiaya, memperdagangkan, menyia-
masyarakat atasnya yang berpotensi mengaburkan nyiakan bahkan membunuh anak yang dipercayakan
konsep tentang sifat hakiki manusia dan konsep diri Tuhan kepadanya. Para remaja dan pemuda hidup
yang paling mendasar. Gambar Allah melekat baik bebas melakukan hubungan seks tanpa terikat janji
kepada laki-laki maupun perempuan, artinya manu- nikah, bahkan sampai memiliki keberanian untuk
sia memiliki martabat dan layak mendapat penghor- menggugurkan kandungan dengan cara yang bere-
matan dari sesama manusia, namun keberdosaan te- siko tinggi dari hasil hubungan di luar nikah. Pada-
lah merendahkan hakekat Imago Dei. Orang tua dan hal menurut Knoers et al (1989, p. 16) penginte-
gereja bertanggung jawab untuk menghidupkan kem- grasian Sexus (nafsu seks) dan Eros (rasa kasih yang
bali potensi dalam persekutuan dengan Allah sesuai mempunyai hakekat etis) serta berbagai macam nilai
dengan panggilan Allah bagi setiap umatnya. Pe- hidup dalam suatu sistem nilai pribadi bersamaan
nanaman hakekat gambar Allah dalam kehidupan dengan penemuan diri dan pembentukan suatu ren-
anak harus dilakukan sedini mungkin sehingga ka- cana hidup yang pribadi adalah inti perkembangan
rakter yang terbentuk karena benih iman yang ber- seseorang. Krisis terhadap penghayatan nilai hidup

96 Volume 4, Nomor 1, Januari 2020


terhambat dalam perkembangan hidup seorang anak Kekerasan Dalam Pacaran Dalam Perspektif
manusia harus menjadi tanggung jawab para pendi- Psikologi
dik baik dalam keluarga, lembaga agama, dan lem-
baga pendidikan- yang terabaikan. Susanti (2016) Psikologi Perkembangan
mengungkapkan bahwa perlu sebuah pendidikan se- Kondisi tubuh manusia yang ditinjau dari
hingga dapat membangun nilai hidup dan spiritual sudut pandang psikologi perkembangan memang
yang baik. berpotensi memicu salah satu penyebab terjadinya
Selain juga dari tatacara berpakaian yang kekerasan dalam pacaran yang mana hal ini jika ti-
penuh keterbukaan dan dandanan seronok bahkan dak diawali dengan pendidikan psiko-edukasi dari
ketika hadir di rumah Tuhan untuk beribadah yang lembaga pendidik yaitu keluarga, gereja atau seko-
berindikasi sebagai bentuk pelecehan dan perendah- lah, sehingga kecanggungan, kecemasan, ketakutan,
an citra diri sendiri yang terus marak di kalangan ketidak-pahaman akan gejolak hormon seksual yang
para remaja yang pun seturut gambar (tselem) de- muncul diekspresikan dengan cara yang tidak tepat
ngan rupa (demuth) Allah (Kej. 1:26). Namun me- dan wajar. Berikut ini kajian dari 2 perkembangan
reka khilaf akan rancangan Allah bagi hidupnya se- fisik dan tugas perkembangan.
bagai pusat dan puncak kehidupan seperti yang di- Perkembangan/pertumbuhan fisik pada masa
firmankan dalam Mazmur 8 (Erickson, 1998, 2003, remaja merupakan bekal bagi perlengkapan fisik
p. 69). Hal ini perlu menjadi tantangan bagi para manusia dewasa. Hormon-hormon seksual mulai
pendidik dengan mengenali pergumulan kaum rema- berfungsi secara aktif, sehingga individu tidak saja
ja tentang identitasnya karena usaha menemukan dapat dibedakan secara jelas antara laki-laki (man)
identitas merupakan bagian normal dari proses pen- dan perempuan (woman), tetapi juga sebagai pria
dewasaan, yaitu berpindah dari apa yang ditentukan dan wanita (Sit, 2012, pp. 70–71). Perkembangan ini
oleh orang tua untuk menjadi penentu bagi dirinya berpengaruh pada minat heteroseksual remaja yang
sendiri terhadap pandangan hidup serta nilai-nilai secara perlahan mengarah kepada orang tertentu dari
dan tujuan hidupnya. Akan tetapi ada saja orangtua jenis seks yang berlawanan, mulai dari perhatian
yang tidak benar-benar menanamkan nilai-nilai kehi- yang lebih bersifat genital menuju perhatian yang
dupan kepada anak mereka, atau menganjurkan ni- bersifat erotis. Pada saat ini muncul banyak cinta
lai-nilai yang mereka sendiri tidak nyatakan dalam monyet yang diawali dengan sifat ragu-ragu dan ma-
gaya hidup mereka. Sejalan dengan perkembangan lu-malu, kemudian perlahan-lahan berubah menjadi
teknologi informasi yang memasuki era revolusi in- lebih berani, terbuka untuk kencan.
dustri 4.0 ini dimana manusia tetap sebagai makhluk Mengenai ketuntasan tugas perkembangan
yang melampaui mesin cerdas mana pun, jika meya- dari tahap anak ke remaja/pemuda, pada setiap ke-
kini akan kebenaran bahwa permulaan pengetahuan lompok budaya mengharap anggotanya menguasai
adalah takut akan Allah (Ams. 1:7), niscaya para re- keterampilan tertentu dan memperoleh pola perilaku
maja sebagai homo informaticus diharapkan tetap yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang
membudayakan dirinya sebagai pribadi yang etis kehidupan, Hurlock (1953, 1980, p. 9) menamakan-
ketika berinteraksi dengan teknologi informasi yang nya sebagai tugas-tugas perkembangan (develop-
canggih sekalipun (Kristianto, 2008, p. 138). Hal ini menttal task) yang merupakan tugas yang muncul
sejalan dengan perkembangan rohani untuk menak- pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari ke-
lukkan tubuh agar dikuasai jiwa. Karena usaha untuk hidupan, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa
pendewasaan rohani dan pengudusan hidup tidak le- bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam
pas dari keadaan fisik dan mental serta emosional melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi,
(Erickson, 2003, p. 126).

M. Hamadi & R. Diana, Tinjauan Psiko-Teologis Terhadap Fenomena Kekerasan Dalam Pacaran…. 97
kalau gagal, menimbulkan rasa tidak bahagia dan kekuasaan tipe traditional authority mengenai jenis
kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. wewenang yang berkembang dalam kehidupan tra-
Menurut Mappiare (1982, p. 99) tugas-tugas disional yang mana keabsahannya berdasarkan tradi-
perkembangan pada remaja yang berhubungan de- si yang dianggap suci, yaitu patriarkhalisme tentang
ngan seksual, yaitu: 1) Menerima keadaan fisiknya jenis wewenang yang didasarkan pada senioritas di-
dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita; mana pihak yang lebih tua atau senior dianggap me-
2) Menjalin hubungan baru dengan teman-teman se- miliki kedudukan yang lebih tinggi. Contoh, seba-
baya baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin; gian masyarakat Indonesia menganut sistim ini se-
3) Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup hingga wewenang ayah, suami, anggota tertua atau
berkeluarga. Knoers et al (1989, p. 220) mengamati anak tertua dalam rumah tangga sangat dihormati,
krisis remaja sebagai suatu masa dengan gejala yang diutamakan dibandingkan dengan yang lebih muda.
menunjukkan adanya pembelokan dalam perkem- Hal ini terpola dalam kehidupan anak-anak, sehing-
bangan dan suatu kepekaan serta labilitas yang me- ga dalam konteks berpacaran pun, rasa ingin me-
ningkat. Hal ini terjadi karena dipicu oleh percepat- nguasai satu terhadap yang lain muncul. Utamanya
an pertumbuhan pada periode antara usia 11 dan 13 jika dalam rumah pelaku mengalami perendahan
tahun untuk anak wanita dengan permulaannya pada karena status sebagai yang muda atau bahkan yang
usia 11 tahun dan puncaknya pada usia 14 tahun. tua pun sudah terbiasa berada pada posisi sebagai
Namun hal ini tidak bersamaan waktu keberlang- yang lebih berkuasa. Namun tendensi suatu kekuasa-
sungannya dengan anak laki-laki yang nampaknya an dalam berpacaran pun tergantung adanya peluang
lebih lambat tetapi berakhir pada usia 15 tahun dari hubungan antara pihak yang memiliki kemam-
(Fauziyah, 2019). Selain juga terjadinya kesenjangan puan untuk melancarkan pengaruhnya dengan me-
antara tuntutan sosial dengan kesiapan yang belum merintah atau peran sebagai pengambil keputusan
maksimal untuk berperan sebagai orang dewasa bagi pihak lain baik secara paksaan atau tidak. Pada
yang mengakibatkan frustasi dan konflik batin (Suri- umumnya laki-laki ingin menguasai perempuan dan
tno, 2011, p. 24). Belum lagi terjadinya penyim- ketika maksudnya mengalami hambatan, tidak ja-
pangan-penyimpangan pada bentuk badan khas wa- rang muncul sikap agresi secara fisik ataupun verbal
nita atau khas laki-laki yang menimbulkan kegusar- terhadap objeknya (Susantyo, 2011, p. 189). Se-
an karena menyangkut penampilan dirinya. hingga kekerasan dalam pacaran berpotensi terjadi
di tengah masyarakat yang menganut pola patriarki
Aspek Psikologi Sosial Tentang Kekerasan Dalam dengan tambahan mitos yang berkembang bahwa
Pacaran kekerasan, pengekangan, dan sikap posesif yang ber-
Pengaruh budaya, lingkungan dan masyara- lebihan merupakan wujud rasa sayang dan melin-
kat mengandung dua sisi seperti pada mata uang dungi sehingga remaja perempuan yang terpengaruh
yang satu merupakan penunjang bagi pertumbuhan dengan mitos ini, bersikap pasif dan pasrah atas
anak manusia, sekaligus bisa juga menjadi pengham- perlakuan pacarnya yang tidak senonoh sekalipun.
bat bahkan penyesat. Hal ini tergantung dari bagai- Ditinjau dari segi perkembangan sosial di
mana pembekalan yang mendasar dari keluarga khu- lingkungan remaja usia 17-18 tahun mulai ada ke-
susnya orang tua untuk menghantar anak memasuki beranian untuk saling mengajak berkencan yaitu per-
masa remaja yang merupakan saatnya mereka lepas temuan atau pergaulan sosial di antara anak-anak re-
dari ikatan dengan orangtua dan bergabung dengan maja dari kedua jenis seks berbeda tanpa adanya ko-
kelompok usia sebayanya. Ritzer dan Goodman mitmen atau janji untuk nikah (Nurjanah, 2007, pp.
(2008) menjelaskan bahwa Weber mengamati salah 41, 61). Melainkan hanya sebagai kesempatan untuk
satu penyebab kekerasan dalam pacaran yaitu teori belajar mengenali dan menghargai arti dan makna

98 Volume 4, Nomor 1, Januari 2020


pergaulan sosial dengan berlatih bagaimana cara Kekerasan dalam pacaran di kalangan rema-
bersikap sebagai dan terhadap pria atau wanita; ber- ja berdasarkan teori ini bahwa mereka masih pada
latih tata cara dan seni bergaul menurut standar serta fase awal yang hanya berfokus pada kebutuhan bio-
norma yang berlaku bagi masing-masing jenis seks logis bagi dirinya sendiri semata dan mengabaikan
sesuai ketentuan adat istiadat yang berlaku. Sehing- hubungan antar manusia. Sehingga remaja laki-laki
ga bermakna untuk menetralisir ketegangan-kete- berani melakukan kekerasan bahkan sampai pembu-
gangan dan menumbuhkan kepercayaan diri serta ra- nuhan ketika hasrat biologisnya lebih dominan di-
sa aman dalam pergaulan. Walaupun tidak semua bandingkan faktor penyeimbang lainnya seperti ke-
anak mendapat kesempatan untuk kencan karena mampuan berpikir, berbela rasa, etika dan moral
berbagai situasi antara lain ekonomi, lebih berminat yang semuanya memang seharusnya sudah dibekali
terhadap study, hobby, dll. yang mana hal ini juga dalam konteks keluarga, sekolah atau lembaga pen-
berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan didikan keagamaan, serta masyarakat.
kesulitan menyesuaikan diri dalam pergaulan terha-
dap lawan jenisnya. Namun menurut Mead, kencan Strategi Menghadapi Kekerasan Dalam Pacaran
atau berpacaran ini juga bisa berpotensi untuk me- Karena kekerasan dalam pacaran berdampak
reka terlalu cepat bergoing steady dengan seseorang terhadap berbagai aspek kehidupan korban dan ber-
dari jenis seks yang berlawanan, tanpa adanya suatu potensi menjadi berkelanjutan, maka tindakan pre-
pilihan yang lebih luas, lebih matang dan dapat di- ventif jauh lebih efektif daripada kuratif. Untuk itu,
pertanggungjawabkan. strategi sebagai pembekalan dan pendampingan bagi
Dengan demikian, adanya hubungan antara perkembangan anak memasuki usia remaja harus
kegagalan kesempatan belajar secara wajar melalui menjadi fokus dari para orang dewasa dalam peran
kencan dengan resiko kekerasan dalam pacaran, bah- sebagai pendidik, utamanya orang tua, guru, pem-
wa seksualitas manusia selalu menampakkan dua fe- bina dalam keagamaan, dan aparat pemerintah se-
nomen, yaitu fenomen biologis dan fenomen sosial. bagai pelindung. Walaupun seharusnya remaja pe-
Namun dalam perkembangannya, fenomen sosial rempuan itu sendiri pun memiliki pertahanan diri
lebih mendominasi seksualitas manusia. Bahkan sek- terhadap gangguan dan upaya-upaya pemaksaan atau
sualitas yang dewasa baru akan tercapai setelah se- tekanan dari pihak pasangannya.
seorang mencapai seksualitas yang bersifat sosial Berikut ini upaya yang antara lain dapat di-
(Wardhani, 2012, p. 188). Jadi perkembangan mela- lakukan remaja perempuan terhadap ketidaknyaman-
lui dua fase yaitu fase awal, dimana seksualitas ma- an dan tekanan emosional akibat kekerasan dari pa-
nusia masih didominasi oleh fenomen biologis dan sangannya yang disebut coping. Menurut Rustiana
bersifat autoerotisme yang hanya berfokus pada fisik dan Cahyati (2012) coping adalah suatu proses di-
dan diri sendiri, yang mana pelampiasannya biasa mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang
dengan melakukan masturbasi, onani, menonton atau ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang
membaca literasi pornografi. Fase kedua dimana berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal
seksualitas manusia telah berkembang menjadi de- dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang
wasa karena telah bersifat sosial artinya seksualitas mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful.
tidak lagi hanya bagi dirinya sendiri, melainkan te- Sedangkan menurut Mariyanti dan Karnawati (2015)
lah mengarah keluar; kepada pribadi orang lain dan coping adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk
bagi penyempurnaan diri masing-masing seksualitas mengelola tuntutan internal dan eksternal yang khu-
yang menjadi matang ketika seksualitas itu menjadi sus dan konflik diantaranya yang dinilai individu se-
tugas bagi dua orang dan bersifat sosial dalam hu- bagai beban dan melampaui batas kemampuan indi-
bungan antar manusia heteroseksual. vidu tersebut, dimana individu akan memberikan

M. Hamadi & R. Diana, Tinjauan Psiko-Teologis Terhadap Fenomena Kekerasan Dalam Pacaran…. 99
reaksi yang berbeda untuk mengatasi stres ataupun negatif bagi pelaku maupun korban kekerasan sek-
tekanan emosional pada dirinya. Jadi coping dapat sual. Kekerasan dalam berpacaran di kalangan rema-
dipilih sebagai strategi merespon situasi menekan ja masih pada fase awal yang hanya berfokus pada
dengan fokus pada usaha mengurangi atau memi- dirinya sendiri dan mengabaikan hubungan dengan
nimalkan dampak dari kejadian tersebut. Bentuk dan orang lain. Secara psikologis kekerasan dalam pa-
fungsinya adalah a) Problem Focused Coping (PFC) caran dapat disebabkan karena remaja mengalami
lebih mengarah kepada upaya untuk mengurangi tun- loncatan akibat gejolak hormon dan pesatnya tekno-
tutan dari situasi yang penuh tekanan dengan meng- logi informasi. Secara teologis hubungan seks sebe-
gunakan keterampilan untuk meningkatkan percaya lum menikah adalah merusak orang lain karena ke-
diri, misalnya kemampuan bela diri; b) Emotion Fo- tika terjadi penyerang maka ada korban yang tidak
cused Coping (EFC) untuk mengalihkan maksud dapat berdiam diri terhadap kenyataan ini karena se-
dengan pendekatan behavioral seperti olahraga, rek- suai dasar Alkitab yang memanggil orang percaya
reasi bersama kelompok, dan pendekatan kognitif sebagai penjaga dan pelindung bagi saudaranya
seperti negosiasi, persuasif. Sehingga bentuk-bentuk (Kej. 4:9).
penekanan sebagai wujud otoritas yang dicobakan Penyelesaian masalah pada kekerasan dalam
oleh pihak lawan jenis terhadapnya dapat diantisi- pacaran harus menjadi keprihatinan segenap lapisan
pasi dengan ketrampilan coping yang tentunya juga masyarakat dengan mengupayakan strategi untuk
merupakan tugas pembekalan dan tanggung jawab menangani masalah ini yang melibatkan para pihak
dari para orang dewasa yang kompeten dalam hal ini terkait dalam pembinaan warga jemaat yang dapat
dengan cara menyelenggarakan seminar, workshop, menjalin kerjasama dengan jaringan institusi yaitu
talk-show, diskusi tentang topik-topik seks, love and keluarga dan gereja, sekolah, para profesional di bi-
dating yang sehat dan aman. Riniwati (2016) menje- dang yang terkait seperti psikologi, hukum, kese-
laskan bahwa gereja memiliki peran membekali je- hatan dan kebijakan pemerintah baik lokal maupun
maat sehingga dapat menjadi orang Kristen yang nasional.
mampu menghadapi berbagai perubahan dan situasi.

KESIMPULAN
Secara psikologis kekerasan seksual yang
terjadi di dalam kehidupan anak remaja berdampak

DAFTAR RUJUKAN
Andini, T. M. (2019). Identifikasi Kejadian Keke- Darmawan, I. P. A., & Asriningsari, A. (2018). Buku
rasan Pada Anak Di Kota Malang. Jurnal Ajar Penulisan Karya Ilmiah. Ungaran:
Perempuan Dan Anak, 2(1), 13–28. Sekolah Tinggi Teologi Simpson.
Barth, C., & Frommel, M. C. B. (1991). Teologi Erickson, M. J. (1998). Christian Theology (2 edi-
Perjanjian Lama Jilid 1. Jakarta: BPK Gu- tion). Grand Rapids, Mich: Baker Acade-
nung Mulia. mic.
Darmawan, I. P. A. (2019). Pembelajaran Memorisa- Erickson, M. J. (2003). Teologi Kristen Vol Dua.
si dalam Ulangan 6:6-9. EPIGRAPHE: Jur- Malang: Gandum Mas.
nal Teologi dan Pelayanan Kristiani, 3(1), Fauziyah, S. A. (2019). Hubungan dukungan sosial
25–31. orang tua dengan Self Efficacy pada santri
remaja di Pondok Pesantren X Cianjur (Di-
ploma, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).

100 Volume 4, Nomor 1, Januari 2020


Retrieved from http://digilib.uinsgd.ac.id/ Nurjanah, N. (2007). Perilaku Seksual Pada Remaja
21236/ Yang Berpacaran dan Remaja Yang Tidak
Fitriani, F. (2013). Faktor-Faktor Penyebab Terjadi- Berpacaran (Undergraduate). Universitas
nya Eksploitasi Seksual Terhadap Anak Di- Islam Negeri Syarif Hidayatulah, Jakarta.
tinjau Dari Sudut Kriminologi Di Kota Pon- Putri, R. R. (2012). Kekerasan Dalam Berpacaran
tianak. Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum (S1, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa Retrieved from http://eprints.ums.ac.id/
S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjung- 18277/
pura, 1(2). Retrieved from http://jurnal.un- Riniwati, R. (2016). Bentuk Dan Strategi Pembinaan
tan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/1821 Warga Jemaat Dewasa. Prosiding Seminar
Hurlock, E. B. (1953). Developmental psychology. Nasional Pendidikan Agama Kristen STT
New York: McGraw-Hill Book. Simpson Tahun 2016 Tema: Strategi Pem-
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan binaan Jemaat Untuk Meningkatkan Kehi-
suatu Pendekatan Sepanjang Rentang kehi- dupan Jemaat, 1–13. Ungaran: Sekolah
dupan. Jakarata: Erlangga. Tinggi Teologi Simpson.
Khrisma, V. P. (2011). Hubungan Antara Pola Asuh Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2008). Teori So-
Otoriter Dengan Emotional Abuse Dalam siologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai
Hubungan Berpacaran (Other, Prodi Psiko- Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post-
logi Unika Soegijapranata). Retrieved from modern. Retrieved from
http://repository.unika.ac.id/5582/ //library.fis.uny.ac.id/opac/index.php?p=sho
Knoers, A. M. P., F.J.Monks, & Siti Rahayu Han- w_detail&id=1396&keywords=
dinoto. (1989). Psikologi Perkembangan Pe- Rustiana, E. R., & Cahyati, W. H. (2012). Stress
ngantar dalam berbagai Bagiannya. Yogya- Kerja Dengan Pemilihan Strategi Coping.
karta: Gadjah Mada University Press. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7
Kristianto, P. L. (2008). Prinsip & Praktik Pen- (2), 149–155. https://doi.org/10.15294/
didikan Agama Kristen. Yogyakarta: Andi. kemas.v7i2.2811
Luhulima, S. (2000). Pemahaman Bentuk-bentuk Safitri, W. A., & Kes, S. M. (2013). Dampak Keke-
Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan rasan Dalam Berpacaran. Artikel Ilmiah Ha-
dan Alternatif Pemecahan. Jakarta: PT sil Penelitian Mahasiswa UNEJ, 1(1), 1–6.
Alumni. Sari, D. E., & Rokhanawati, D. (2018). The corre-
Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: lation between age of first dating and sexual
Usaha Nasional. behavior of adolescents and young adults in
Mariyanti, S., & Karnawati, Y. (2015). Model Stra- indonesia. Journal of Health Technology
tegi Coping Penyelesaian Studi sebagai Efek Assessment in Midwifery, 1(1), 23–28.
Stressor serta Implikasinya terhadap Waktu https://doi.org/10.31101/jhtam.441
Penyelesaian Studi Mahasiswa Universitas Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu
Esa Unggul: Studi pada Mahasiswa Univer- dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:
sitas Esa Unggul yang telah Menyelesaikan Balai Pustaka.
Skripsi. Seminar Psikologi & Kemanusiaan, Satriyandari, Y., & Oktaviani, M. (2017). Hubungan
378–383. Malang: Universitas Muhammadi- Penggunaan Jenis Media Massa Dengan
yah Malang. Kejadian Dating Violence. JHeS (Journal of
Miles, H. J. (1983). Sebelum Menikah Fahamilah Health Studies), 1(1), 78–94. https://doi.org/
Seks. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 10.31101/jhes.188

M. Hamadi & R. Diana, Tinjauan Psiko-Teologis Terhadap Fenomena Kekerasan Dalam Pacaran…. 101
Sit, M. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Me- Wijaya, H., & Darmawan, I. P. A. (2019). Optima-
dan: Perdana Publishing. lisasi Superego dalam Teori Psikoanalisis
Suritno, S. (2011). Pengaruh ibu bekerja di luar ko- Sigmund Freud untuk Pendidikan Karakter.
ta terhadap kenakalan remaja di desa Lu- Proceedings Seminar Nasional : Merajut
wijawa Kecamatan Jatinegara kabupaten Keragaman Untuk Mencapai Kesejahteraan
Tegal (Undergraduate, IAIN Walisongo). Psikologis Dalam Konteks Masyarakat 5.0,
Retrieved from 2019. https://doi.org/10.31219/osf.io/zmt6y
http://eprints.walisongo.ac.id/2956/ Wishesa, A. I., & Suprapti, V. (2014). Dinamika
Susanti, S. E. (2016). Spiritual Education: Solusi Emosi Remaja Perempuan Yang Sedang
Terhadap Dekadensi Karakter Dan Krisis Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran.
Spiritualitas Di Era Global. Humanistika, JURNAL Psikologi Pendidikan dan
2(1), 89–132. Perkembangan, 3(3), 159–163.
Susantyo, B. (2011). MEMAHAMI PERILAKU Zahra, G. P., & Yanuvianti, M. (2017). Hubungan
AGRESIF: Sebuah Tinjauan Konseptual. Antara Kekerasan dalam Berpacaran
Informasi, 16(03), 189–202. (Dating Violence) dengan Self Esteem Pada
Wardhani, D. T. (2012). Perkembangan Dan Seksu- Wanita Korban KDP di Kota Bandung.
alitas Remaja. Informasi, 17(03), 184–191. Prosiding Psikologi, 3(2), 303–309.

102 Volume 4, Nomor 1, Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai