Anda di halaman 1dari 13

Hedo, D. J. P. K., Putri, S. I., & Kurniagung, P. P. (2021).

Pengaruh aspek sosial budaya terhadap sikap pelecehan


seksual. Jurnal Psikologi, 14(2), 232-244 doi: https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331

PENGARUH ASPEK SOSIAL BUDAYA TERHADAP SIKAP


PELECEHAN SEKSUAL
1
Dian J. P. K. Hedo, 2Santy I. Putri, 3Philipus P. Kurniagung
1
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Jl. Airlangga No.31-33, Airlangga, Gubeng, Surabaya, Jawa Timur
1
putri.k.hedo@gmail.com
2
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
Jl. Tlogo Warna, Tlogomas, Malang, 65144, Jawa Timur
3
Poltekkes Kemenkes Surakarta
Jl. Letjend Sutoyo Mojosongo, Surakarta, 57127, Jawa Tengah

Received: 25 Juli 2021 Revised: 1 Desember 2021 Accepted: 3 Desember 2021

Abstrak
Pelecehan seksual semakin marak terjadi baik di ruang tertutup ataupun terbuka. Pelecehan
tersebut dapat dialami baik oleh perempuan ataupun laki-laki. Pelecehan seksual menimbulkan
konsekuensi negatif salah satunya masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan,
serta post traumatic syndrome disorder. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
aspek sosial budaya terhadap sikap pelecehan seksual. Metode dalam penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini melibatkan 300
responden yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2021. Teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan menggunakan metode simple random
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan
secara online menggunakan google form. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan uji
regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, pendidikan, dan budaya
berpengaruh signifikan terhadap sikap pelecehan seksual, sedangkan pekerjaan tidak
berpengaruh terhadap sikap pelecehan seksual.

Kata Kunci: sosial, budaya, pelecehan seksual

Abstract
Sexual harassment is increasingly happened on these recent days, both in private and public
spaces. Sexual harassment can be experienced by both women and men. Sexual harassment has
negative consequences that related to mental health problems such as depression and anxiety,
and post-traumatic syndrome disorder. This study aimed to determine the influence of socio-
cultural aspects on sexual harassment attitudes. This research is a quantitative study with cross
sectional design. Three hundred respondents were involved in this research which was
conducted in May-June 2021. The sampling technique in this study is probability sampling
(simple random sampling). Data were collected by using questionnaire that distributed using
Google form. Data analysis method in this study is multiple linear regression test. The results
show that age, education, and culture have significant effect on sexual harassment attitudes,
while occupation has no effect on attitudes of sexual harassment.

Keywords: social, cultural, sexual harassment

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 233


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331
PENDAHULUAN karakteristik tertentu (Herrera, Herrera, &
Pelecehan seksual dapat terjadi dimana Expósito, 2018). Pelecehan seksual
saja dan kapan saja. Meskipun banyak orang merupakan kejadian atau peristiwa yang
telah mengalami pelecehan seksual, pada dialami individu sebagai target dalam hal
umumnya mereka enggan melaporkan hal perkataan, komentar, gerak tubuh, atau
tersebut. Ada beberapa faktor yang menjadi tindakan seksual yang tidak diinginkan dari
penyebab minimnya pelaporan pelecehan pihak lain, terkait dengan gender, ekspresi
seksual yaitu berkaitan dengan ancaman gender, atau orientasi seksual yang
terhadap harga diri dan risiko yang diterima dimilikinya (Burn, 2019).
oleh korban, adanya ketakutan, intimidasi, Pelecehan seksual dapat terjadi melalui
dan penghakiman atas pelecehan yang mereka interaksi langsung maupun tidak langsung
alami (Keplinger dkk., 2019). seperti melalui telpon, pesan singkat, media
Pelecehan seksual merupakan masalah sosial, atau email (Burn, 2019; Merkin, 2012;
krusial yang masih terus ada dan terjadi di Sagala, 2020). Secara umum di berbagai
berbagai negara di dunia (Cardella, belahan dunia dan berbagai konteks
Licciardello, Castiglione, & Di Marco, 2016; kehidupan individu, pelecehan seksual terjadi
Ligina, Mardhiyah, & Nurhidayah, 2018). dalam 3 bentuk yaitu kekerasan gender
Jumlah terjadinya pelecehan seksual di (gender harassment), perhatian seksual yang
seluruh dunia adalah mencapai 736 juta. Satu tidak diinginkan (unwanted sexual attention),
dari tiga perempuan di dunia mengalami dan pemaksaan seksual (sexual coercion)
pelecehan seksual. Prevalensi terjadinya (Fitzgerald, Gelfand, & Drasgow, 1995;
pelecehan seksual di seluruh dunia juga Studzinska, 2015).
tergolong tinggi yaitu 51% (Asia Selatan dan Kekerasan gender (gender harassment)
Sub Sahara Afrika), 23% (Eropa), 18% (Asia adalah perilaku verbal dan nonverbal yang
Tengah), 20% (Asia Timur), dan 21% (Asia kasar meliputi sikap yang mengandung
Tenggara) (WHO, 2021). Sedangkan di penghinaan, kekerasan, dan pelecehan
Indonesia, pelecehan seksual terjadi sebanyak terhadap individu lain terkait dengan gender,
299.911 kasus, dengan penyebaran kejadian identitas gender, dan orientasi seksualnya.
tertinggi di tiga provinsi yaitu DKI Jakarta Beberapa bentuk kekerasan gender adalah
(2461 kasus), Jawa Barat (1.011 kasus), dan menunjukkan gerak tubuh seksual,
Jawa Timur (687 kasus) (Komnas Perempuan, memperlihatkan gambar seksual tanpa
2021). Secara umum setiap orang memiliki persetujuan, dan menghina orang yang
kemungkinan mengalami pelecehan seksual, melakukan peran di luar peran gender yang
meski terdapat kecenderungan pelecehan berlaku pada umumnya di lingkungan sosial.
seksual terjadi pada kelompok orang dengan Perhatian seksual yang tidak diinginkan

234 Jurnal Psikologi Volume 14 No.2, Desember 2021


(unwanted sexual attention) adalah pemberian 19, maka hal tersebut ikut mendorong
komentar positif atau negatif terkait tubuh maraknya kasus pelecehan seksual yang
seseorang, memanggil seseorang dengan dilakukan secara online. Pelecehan seksual
panggilan seksual, menyebarkan rumor yang dilakukan secara online dapat berupa
seksual tentang seseorang, menyebarkan pemunculan gambar-gambar, konten,
gambar seksual seseorang tanpa izin, percakapan, dan humor yang berbau seksual
menyentuh, mencubit, meraba seseorang atau pornografi kepada target pelecehan
dengan cara seksual. Pemaksaan seksual seksual, memanggil target pelecehan seksual
(sexual coercion) atau yang disebut juga dengan panggilan seksual, meminta target
dengan quid pro quo pelecehan seksual pelecehan seksual untuk melakukan aktivitas
adalah suatu permintaan yang dilakukan oleh seksual, dan mengomentari target pelecehan
individu ke individu lainnya dalam konteks seksual terkait cara berbusananya yang
kontak seksual sebagai syarat memperoleh dilakukan melalui surat elektronik, aplikasi
keuntungan atau reward seperti promosi karir, pesan singkat, dan media sosial. Selain itu
penilaian yang baik, dan status sosial tertentu terkait pelecehan seksual yang dilakukan
(Burn, 2019; Grose, Chen, Roof, Rachel, & secara seksual, dapat pula terjadi perilaku
Yount, 2021; Herrera et al., 2018; Kahsay, penggunaan teknologi informasi dan
Negarandeh, Dehghan Nayeri, & Hasanpour, komunikasi yang bertujuan untuk mem-
2020). berikan tekanan emosi pada seseorang secara
Pelecehan seksual tidak hanya terjadi seksual, misalnya berupa cyberstalking,
pada keadaan tatap muka atau langsung, tetapi online grooming, dan eksploitasi seksual
juga dapat terjadi melalui media dalam lainnya (Chawki & Shazly, 2013).
jaringan (online). Beberapa kasus pelecehan Pelecehan seksual menjadi suatu
seksual yang dilakukan secara online juga masalah yang penting untuk dikaji dan dicari
menjadi perhatian khusus di era digital saat solusinya secara berkelanjutan karena
ini. Keadaan pandemi akibat COVID-19 yang pelecehan seksual memberikan dampak
berlangsung hingga sekarang menyebabkan destruktif bagi orang yang mengalaminya.
adanya peraturan yang membatasi aktivitas Pengalaman mengalami pelecehan seksual
tatap muka secara langsung (WHO, 2021) dan dapat menyebabkan individu mengalami
menggantinya dengan aktivitas dalam penderitaan dan kesakitan secara fisik dan
jaringan (online) secara tidak langsung, yaitu psikis. Individu yang mengalami pelecehan
dengan bantuan media (WHO, 2021). seksual cenderung akan merasa malu,
Semakin tingginya penggunaan media online terlecehkan, kesal, stres, cemas, dan takut.
yang dilakukan oleh masyarakat selama Pelecehan seksual juga dapat memunculkan
kondisi pembatasan akibat pandemi COVID- Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD)

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 235


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331
dan gangguan pola makan bagi individu yang bentuk pelecehan seksual yang paling umum
mengalaminya (Burn, 2019). dialami pria adalah pengebirian dan
Korban yang mengalami pelecehan homofobia (Raj, Freund, McDonald, & Carr,
seksual juga dapat memiliki keinginan untuk 2020). Di dalam sudut pandang psikologi,
bunuh diri, memiliki harga diri yang rendah, pelecehan seksual dapat ditinjau melalui
mengalami psikosomatis, frustrasi, hingga beberapa penjelasan. Pelecehan seksual
depresi (Ligina dkk., 2018). Di dalam hal merupakan perilaku yang bersifat seksual,
pekerjaan atau dalam konteks pelecehan ofensif, dan mengancam yang dilakukan oleh
seksual yang terjadi di lingkungan kerja, seseorang kepada orang lainnya dengan tidak
pelecehan seksual dapat membuat individu diinginkan, yang dapat menimbulkan
mengalami penurunan performa, produktivitas, pengalaman psikologis tertentu bagi orang
dan motivasi kerja, penurunan kepuasan kerja yang menerima perlakuan tersebut (Herrera
dan komitmen terhadap tempat bekerjanya, dkk., 2018). Pelecehan seksual juga disebut
peningkatan ketidakhadiran, perilaku sebagai bentuk nyata dari hubungan antara
membolos, stress kerja, burnout, dan turnover seksualitas dengan agresivitas, yang timbul
(Burn, 2019). dari adanya aturan terkait peran gender
Pada tingkat global telah mulai disusun tentang agresivitas dan dominasi laki-laki
peraturan yang mengatur tentang pelecehan serta perilaku pasif dan patuh perempuan
seksual. Standar universal yang mengatur (Herrera dkk., 2018). Secara psikologis setiap
tentang hak asasi perempuan yang disebut individu memiliki kecenderungan untuk
dengan Convention on the Elimination of All mencapai status sosial yang tinggi. Hal ini
Forms of Discrimination against Women karena dengan adanya status sosial yang
(CEDAW) menjadi salah satu bentuk tinggi, individu dapat memperoleh beberapa
peraturan PBB yang melindungi perempuan keuntungan dan kemudahan dalam hidupnya,
terkait dengan pelecehan seksual dan yaitu meningkatnya kemungkinan individu
kekerasan lainnya. CEDAW menyatakan untuk bertahan hidup, meningkatkan
bahwa upaya perlindungan terhadap korban pengaruh dan kontrol individu terhadap orang
pelecehan seksual dapat dimulai dengan di luar dirinya, dan memperoleh kesempatan
meninjau konstruksi sosial yang dapat yang lebih besar untuk mendapatkan
menimbulkan ketidaksetaraan gender (Sagala, kemudahan dan keuntungan fisik, psikologis,
2020). Terdapat penelitian sebelumnya yang sosial, dan ekonomi. Salah satu cara yang
menunjukkan bahwa kasus pelecehan seksual dilakukan seseorang untuk mempertahankan
pada pria lebih rendah daripada perempuan. status sosialnya adalah dengan bersikap
Studi yang dilakukan oleh Raj, Freund, agresif dan mengontrol orang yang dianggap
McDonald, dan Carr mengungkapkan bahwa mengancam keberadaan status sosialnya,

236 Jurnal Psikologi Volume 14 No.2, Desember 2021


termasuk terkait aktivitas seksual yang dapat merupakan suatu kekuasaan atau kekuatan
digunakan untuk merendahkan salah satu yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok
pihak (Burn, 2019). pada suatu komunitas sosial (Merkin, 2012).
Adanya perbedaan peran gender pada Selain didorong oleh adanya gender-issue
laki-laki dan perempuan secara psikologis tersebut, pelecehan seksual juga terjadi karena
dapat membuat perempuan mengalami masalah kekuatan atau kekuasaan (power)
helplessness, yaitu rasa tidak berdaya dan (Burn, 2019; Merkin, 2012). Perspektif power
lemah. Perempuan cenderung berada dalam dalam sudut pandang sosiokultural
tekanan tertentu terkait peran gendernya yang menyatakan bahwa pelecehan seksual
pasif, tidak memiliki control, dan merupakan cara seseorang memperoleh,
menyalahkan diri sendiri. Hal tersebut mempertahankan, atau meningkatkan power
membuat perempuan rentan menerima yang dilakukan dengan cara seksual terhadap
pelecehan seksual dari pihak yang lebih aktif, orang (Burn, 2019; Merkin, 2012).
berdaya, dan memiliki power yang lebih besar Norma dan peran gender tradisional
(Burn, 2019; Herrera et al., 2018). Pelecehan juga memicu terjadinya hirearki gender yang
seksual juga dapat disebabkan oleh adanya menempatkan laki-laki heteroseksual sebagai
proses social learning yaitu pembelajaran dan pemilik power dan hak istimewa tertinggi
peniruan dari lingkungan sosial dengan dalam lingkungan sosialnya, yang
melihat secara langsung atau melalui media. memungkinkan mereka melakukan pelecehan
Individu yang melakukan proses pembelajaran seksual kepada pihak atau individu lain.
dari lingkungan sosial yang mewajarkan Pelecehan seksual didorong oleh adanya
perilaku seksual yang cenderung mengarah peran gender yang memandang bahwa
kepada pelecehan seksual, juga cenderung pelecehan seksual merupakan perilaku atau
melakukan pelecehan seksual kepada orang sikap sosio-seksual yang menyimpang karena
lain, demikian pula sebaliknya (Burn, 2019). adanya keyakinan bahwa peran gender laki-
Pelecehan seksual dapat dipicu oleh laki adalah sebagai pelaku seks (sex agent)
adanya keadaan sosial terkait minoritas atau dan peran gender perempuan adalah sebagai
marjinal yang dimiliki oleh seseorang. obyek penerima seks (sex object) (Burn,
Keadaan minoritas atau marjinal, termasuk di 2019).
dalamnya adalah prasangka terhadap etnis dan Pelecehan seksual merupakan isu
golongan tertentu yang membuat seseorang kekerasan terkait gender yang dapat ditinjau
memiliki kekuatan (power) dan sumber daya dari beberapa sudut pandang dan pemahaman
yang rendah sehingga rentan menjadi target seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan
kekerasan dan agresivitas secara seksual adanya kajian dan pembahasan menurut
(Burn, 2019; Merkin, 2012). Social power beberapa sudut pandang mengenai pelecehan

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 237


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331
seksual tersebut, maka diharapkan dapat pilihan yaitu sangat setuju, setuju, netral,
tercipta suatu solusi yang holistik dan tidak setuju, dan sangat tidak setuju terdiri
integratif dalam pembelajaran, pengendalian, atas 12 item pernyataan. Contoh item
penanganan, dan penghapusan kasus-kasus pernyataan tersebut antara lain wanita
pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat. memiliki kedudukan yang sama dengan
lelaki, sehingga tidak ada toleransi untuk
METODE PENELITIAN suatu tindakan kekerasan/ancaman; apabila
Metode dalam penelitian ini memperoleh tindakan pelecehan seksual maka
menggunakan metode kuantitatif dengan saya akan mempertahankan kehormatan saya
teknik analisis regresi linier berganda. sebagai perempuan, laki-laki harus
Partisipan dalam penelitian ini adalah 300 menghormati keberadaan wanita dengan
responden dengan rincian 228 responden segala keterbatasannya, dan seterusnya.
berjenis kelamin perempuan dan 72 Variabel sikap diukur menggunakan skala
responden berjenis kelamin laki-laki berusia likert dengan menyediakan 5 pilihan antara
minimal 16 tahun. Teknik sampling yang lain selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan
digunakan dalam penelitian ini adalah tidak pernah terdiri dari 12 item pernyataan.
probability sampling dengan menggunakan Contoh item pernyataan tersebut antara lain
metode simple random sampling. Variabel perempuan tidak bisa menganggap pelecehan
independen dalam penelitian ini adalah usia, seksual adalah sebuah candaan; seorang laki-
pendapatan, pendidikan, dan budaya. Variabel laki harus mendapatkan keuntungan seksual
dependen dalam penelitian ini adalah sikap dari pasangannya; semua perilaku tentang
pelecehan seksual. Usia merupakan angka pelecehan seksual membuat lelaki dan
hidup responden pada saat dilakukan perempuan sulit memperoleh hubungan sosial
penelitian dinyatakan dalam satuan tahun. yang normal, dan seterusnya.
Pendapatan merupakan nominal uang yang
diperoleh responden rata-rata dalam satu HASIL DAN PEMBAHASAN
bulan selama enam bulan terakhir. Pendidikan Tabel 1 menunjukkan data deskriptif
merupakan jenjang pendidikan formal penelitian yang menyatakan bahwa responden
terakhir yang berhasil ditamatkan oleh dengan rentang usia 20-35 tahun merupakan
responden. Budaya adalah suatu kebiasaan responden yang paling dominan dalam
dan tradisi yang dilakukan seseorang. Sikap penelitian ini yaitu sebesar 250 responden
pelecehan seksual merupakan pandangan atau (83.3%) dan usia responden yang paling
tanggapan responden terhadap pelecehan muda terlibat dalam penelitian ini adalah usia
seksual. Variabel budaya diukur dengan <20 tahun, yaitu sebanyak 7 responden (2.3
menggunakan skala Likert yang terdiri atas 5 %). Sebagian besar responden dalam

238 Jurnal Psikologi Volume 14 No.2, Desember 2021


penelitian ini memiliki latar belakang Nilai b sebesar -1.80 memiliki makna bahwa
pendidikan S1 yaitu sejumlah 97 responden tidak ada pengaruh antara pekerjaan dan sikap
(32.3%), dan hanya terdapat 1 responden pelecehan seksual atau dapat dikatakan tidak
dengan pendidikan terakhir S3 (0.3%). berhubungan signifikan secara statistik. Hal
Pekerjaan responden yang paling banyak ini menunjukan bahwa usia yang semakin tua
dalam penelitian ini adalah pekerja swasta terkait dengan peningkatan sikap untuk
sebanyak 142 responden (47.3%). Terdapat menghindari pelecehan seksual. Nilai b
pula responden belum bekerja yang terlibat sebesar 0.10 menunjukkan bahwa apabila
dalam penelitian ini, yaitu sebesar 32 nilai usia dapat ditingkatkan satu unit, maka
responden (10.7%). Pada Tabel 2 dapat sikap menghindari pelecehan seksual akan
diketahui besar koefisien regresi pada bertambah sebesar 0.10 hal ini menunjukkan
variabel pekerjaan memiliki tanda negatif. bahwa ada hubungan positif antara usia dan
Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang sikap pelecehan seksual atau dapat dikatakan
semakin baik tidak memiliki keterkaitan memiliki hubungan yang signifikan secara
dengan menurunnya sikap pelecehan seksual. statistik

Tabel 1. Karakteristik Sampel


Karakteristik Kriteria N %
. Usia < 20 7 2.3
20-35 250 83.3
> 35 43 14.3
Pendidikan SD 29 9.7
SMP 19 6.3
SMA 70 23.3
Diploma 58 19.3
S1 97 32.3
S2 26 8.7
S3 1 0.3
Pekerjaan Swasta 142 47.3
Wiraswasta 82 27.3
PNS 44 14.7
Belum bekerja 32 10.7

Tabel 2. Analisis Multivariat

CI 95 % p
Variabel independent B
Batas bawah Batas atas
Usia 0.10 0.02 0.18 0.018
Pendidikan 3.39 1.76 5.02 <0.001
Pekerjaan -1.80 -3.69 0.09 0.062
Budaya 0.10 0.02 0.19 0.016
Jumlah sampel = 300
Adj R-Squared = 0.99
p = <0.001

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 239


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331
Besar koefisien regresi pada variabel Mordukhovich, Newlan, & McNeely, 2019).
pendidikan bertanda positif. Hal ini me- Wanita muda merupakan kelompok yang
nyatakan bahwa pendidikan yang semakin memiliki resiko tinggi terhadap pelecehan
tinggi memiliki keterkaitan dengan peningkatan seksual. Sebagian besar hasil publikasi
sikap untuk menghindari pelecehan seksual. penelitian mengenai laki-laki yang menjadi
Nilai b sebesar 3.39 menunjukkan bahwa korban pelecehan seksual masih sangat
apabila nilai pendidikan ditingkatkan satu terbatas. Korban pelecehan seksual cenderung
unit, maka sikap menghindari pelecehan tidak melaporkan tindak pelecehan yang
seksual akan bertambah sebesar 3.39. Hal ini dialaminya karena adanya intimidasi, rasa
menunjukkan terdapat hubungan positif malu, takut, tidak dipercaya, dan adanya
antara pendidikan dan sikap pelecehan budaya maskulin. Perempuan dan laki-laki
seksual atau dapat dikatakan memiliki memiliki perbedaan dalam persepsi mengenai
hubungan yang signifikan secara statistik.. pelecehan seksual. Laki-laki memiliki
Besar koefisien regresi pada variabel ambang batas yang lebih tinggi daripada
budaya bertanda positif. Hal ini menyatakan perempuan dalam melabeli suatu pengalaman
bahwa budaya yang semakin tinggi memiliki sebagai pelecehan seksual atau bukan
keterkaitan dengan peningkatan sikap untuk (Sivertsen dkk., 2019). Salah satu pemicu
menghindari pelecehan seksual. Nilai b terjadinya pelecehan seksual adalah keadaan
sebesar 0.10 menunjukkan bahwa apabila sosiokultural (Burn, 2019). Pelecehan seksual
nilai budaya ditingkatkan satu unit, maka terjadi karena adanya ketidakadilan sosial
sikap menghindari pelecehan seksual akan dalam hal gender dan aspek sosial lainnya
bertambah sebesar 0.10 hal ini menunjukkan (Burn, 2019; Herrera dkk., 2018). Pelecehan
terdapat hubungan positif antara budaya dan seksual dilatarbelakangi oleh adanya proses
sikap pelecehan seksual atau dapat dikatakan sosialisasi terkait peran gender yang
memiliki hubungan yang signifikan secara menekankan adanya dominasi laki-laki
statistik. terhadap perempuan, adanya obyektifikasi
Di dalam penelitian ini, dilakukan perempuan secara seksual, dan permakluman,
analisis multivariat yang merupakan metode toleransi, serta normalisasi budaya tertentu
pengolahan variabel dalam jumlah banyak. terhadap berberapa bentuk kekerasan seksual
Tujuannya adalah untuk mencari pengaruh (Burn, 2019; Cardella dkk., 2016). Selain itu
variabel-variabel tersebut terhadap suatu adanya kepercayaan dan ekspektasi laki-laki
obyek secara simultan atau serentak. terkait maskulinitas juga menjadi pendukung
Pelecehan seksual merupakan permasalahan munculnya keyakinan, norma, dan sikap yang
yang banyak dialami di berbagai negara di menerima adanya pelecehan seksual (Burn,
dunia dialami di seluruh dunia (Gale, 2019). Hal tersebut mendorong laki-laki

240 Jurnal Psikologi Volume 14 No.2, Desember 2021


melakukan pelecehan seksual untuk menunjuk- demografis dan faktor keluarga atau orangtua
kan atau mempertahankan maskulinitasnya juga mempengaruhi terjadinya pelecehan
(Burn, 2019). seksual (Cardella dkk., 2016). Perspektif
Perspektif sosiokultural juga me- konstruksi sosial budaya juga menyatakan
nyatakan bahwa pelecehan seksual dapat bahwa pelecehan seksual dipengaruhi oleh
terjadi karena adanya keinginan untuk adanya suatu stratifikasi sosial yaitu individu
menghukum seseorang yang menyimpang yang memiliki status yang lebih rendah dalam
atau keluar dari norma dan peran gender konteks sosial budaya, misalnya memiliki
tradisional yang ada di lingkungannya status yang lebih rendah dalam hal status
(gender-non conforming) (Burn, 2019; perkawinan, usia, tingkat pendidikan, ras,
Herrera dkk., 2018). Adanya penerimaan jenis kelamin, dan stereotip gender,
sosial atas mitos dan kepercayaan terkait cenderung lebih sering menjadi korban
pelecehan seksual, penekanan pada ideologi pelecehan seksual (Merkin, 2012). Terkait
maskulin yang tradisional, konformitas sosial dengan hal ini, French dan Raven (1959)
terhadap tradisi maskulin tradisional, adanya mengungkapkan teori tentang kekuatan sosial
hirarki gender yang diyakini, dan rendahnya yang disebut social power theory. Teori ini
empati sosial juga turut menjadi pendorong menyatakan bahwa pelaku pelecehan seksual
terjadinya pelecehan seksual di suatu cenderung bertindak dengan melakukan
lingkungan (Burn, 2019; Cardella dkk., 2016; pemaksaan kekuasaan (coercive power) yang
Herrera dkk., 2018). mereka miliki. Seseorang yang memiliki
Sikap terhadap pelecehan seksual power sosial (status sosial, peran sosial) yang
dipicu oleh adanya peran dari sosial budaya, tinggi merasa ‘berhak’ dan memiliki
pendidikan, pengetahuan, dan usia. Keadaan legitimasi ketika meminta orang lain dengan
atau konstruksi sosial budaya mempengaruhi power sosial yang lebih rendah darinya
sikap terkait pelecehan seksual (Merkin, (subordinate) untuk melakukan aktivitas
2012; Young & Hegarty, 2019). Pada seksual dengannya (Burn, 2019; Herrera dkk.,
kebudayaan tertentu terdapat kepercayaan 2018).
yang dianut oleh masyarakat pada budaya Tidak hanya kekuasaan sosial (social
terebut bahwa korban pelecehan seksual power), pelaku pelecehan seksual juga dapat
adalah pihak yang patut disalahkan atas menggunakan kekuasaan organisasional,
terjadinya pelecehan seksual pada dirinya dan ekonomi, dan fisik sebagai sarana pemaksaan
pelaku pelecehan seksual dianggap hanyalah kekuasaan melalui aktivitas seksual pada
berasal dari laki-laki yang memiliki kondisi orang lain. Mereka juga merasa dapat
patologis tertentu (Herrera dkk., 2018; menjanjikan memberikan keuntungan atau
Merkin, 2012). Selain itu, keadaan mengancam memberikan kerugian pada

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 241


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331
subordinate apabila mereka melakukan individualisme-kolektivisme, power distance,
aktivitas seksual yang diminta. Hal ini uncertainty avoidance, dan maskulinitas-
semakin diperkuat dengan adanya respon dari feminitas.
orang yang merasa berada dalam posisi Individu yang berada dalam lingkungan
subordinate untuk ‘berkewajiban’ mematuhi yang menerapkan budaya kolektif, memiliki
dan menerima permintaan atasannya untuk power distance yang tinggi (adanya
melakukan aktivitas seksual tertentu (Burn, penekanan pada penghormatan akan pihak
2019; Young & Hegarty, 2019). Pelecehan yang memiliki otoritas), dan memiliki
seksual juga didorong oleh adanya uncertainty avoidance yang tinggi (menekan-
ketimpangan dan perbedaan kekuatan dan kan pada perlunya kejelasan dengan menaati
status sosial budaya. Individu yang memiliki suatu peraturan yang berlaku), cenderung
kekuatan dan status sosial budaya yang enggan menindaklanjuti pelecehan seksual
rendah (misalnya perempuan, orang dengan yang terjadi karena menekankan pada
ras tertentu dan memiliki preferensi seksual pentingnya menjaga harmoni sosial dan
tertentu) lebih rentan mengalami pelecehan hirarki sosial yang ada (Merkin, 2012).
seksual yang dilakukan oleh individu yang Budaya yang menganut sistem patriarki dan
memiliki kekuatan dan status sosial budaya menimbulkan bias gender juga mendorong
yang lebih tinggi (Burn, 2019; Merkin, 2012). terjadinya pelecehan seksual karena adanya
Dengan adanya konteks tersebut, pelaku penempatan salah satu gender di posisi yang
pelecehan seksual cenderung memperoleh lebih kuat sebagai subyek dan gender lainnya
toleransi dan permakluman dari lingkungan di posisi yang lebih lemah sebagai obyek
sosialnya, tidak ada atau rendahnya hukuman (Sagala, 2020).
yang diberikan pada pelaku pelecehan Pelecehan seksual juga dipengaruhi
seksual, serta adanya penyalahan dari sisi oleh usia. Satu dari empat perempuan muda di
korban pelecehan seksual oleh lingkungan dunia mengalami pelecehan seksual pada
sosial (Burn, 2019; Herrera dkk., 2018). rentang usia 15 hingga 24 tahun. Seseorang
Selain keadaan sosial, budaya juga ikut yang berusia muda cenderung memiliki kuasa
mempengaruhi pelecehan seksual. Suatu yang relatif rendah. Hal tersebut me-
sikap atau perilaku yang mengarah kepada mungkinkan mereka lebih sering mengalami
pelecehan seksual di suatu budaya, dapat pelecehan seksual dibanding orang yang
diinterpretasi normal atau wajar dan berusia lebih tua dan memiliki lebih banyak
diperbolehkan di budaya lain (Ho dkk., 2018; kuasa ataupun sumber daya (Merkin, 2012;
Merkin, 2012). Hofstede (2001) menjelaskan WHO, 2021). PS juga lebih sering terjadi
bahwa terdapat 4 dimensi budaya yang pada individu yang memiliki pendidikan yang
mempengaruhi pelecehan seksual yaitu rendah. Individu yang pendidikannya rendah

242 Jurnal Psikologi Volume 14 No.2, Desember 2021


cenderung memiliki kuasa dan sumber daya penelitian, serta meneliti variabel lain yang
yang lebih kecil dibandingkan dengan belum diteliti dalam penelitian ini, misalnya
individu yang memiliki pendidikan tinggi. faktor demografi, ekonomi, dan lain
Individu yang memiliki pendidikan yang sebagainya.
tinggi cenderung memiliki social power yang
juga tinggi karena semakin tinggi DAFTAR PUSTAKA
pendidikannya maka jaringan sosial dan Burn, S. M. (2019). The psychology of
modal sosialnya juga akan semakin luas dan sexual harassment. Teaching of
besar (Merkin, 2012). Pelecehan seksual juga Psychology, 46(1), 96-103.
disebabkan oleh rendahnya pengetahuan yang https://doi.org/10.1177/0098628318816
dimiliki oleh seseorang terkait pelecehan 183
seksual. Terdapat beberapa istilah yang Cardella, M., Licciardello, O., Castiglione,
berbeda maknanya terkait pelecehan seksual, C., & Di Marco, G. (2016). The social
yaitu seks, gender, diskriminasi gender, dan representation of sexual violence
seksualitas (Sagala, 2020). Seseorang yang between “background and surface
tidak memiliki pengetahuan yang cukup attitudes” A research with university
terkait beberapa istilah tersebut dapat students. International Journal of
memiliki interpretasi dan konstruksi yang Developmental and Educational
kurang tepat terkait posisi, peran, dan nilai Psychology, 1(1), 113-124.
yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. https://doi.org/10.17060/ijodaep.2016.n
Hal tersebut dapat memicu terjadinya 1.v1.241
kerentanan yang dialami oleh salah satu pihak Chawki, M., & Shazly, Y. el. (2013). Online
gender dalam mengalami pelecehan seksual. Sexual Harassment: Issues & Solutions.
JIPITEC 2, 4, 71–86. Retrieved from
SIMPULAN DAN SARAN https://www.jipitec.eu/issues/jipitec-4-
Dari hasil penelitian diketahui bahwa 2-2013/3742
usia, pendidikan, dan budaya berpengaruh Fitzgerald, L. F., Gelfand, M. J., & Drasgow,
terhadap sikap pelecehan seksual. Pelecehan F. (1995). Measuring sexual
tersebut berdampak pada kesehatan mental, harassment: Theoretical and
fisik, dan sosial individu yang mengalaminya. psychometric advances. Basic and
Peneliti selanjutnya disarankan untuk Applied Social Psychology, 17(425-
mengembangkan metode penelitian seperti 445). Retrieved from
menggunakan pendekatan mix methods https://psycnet.apa.org/record/1996-
dengan menggunakan pendekatan kualitatif 00214-001
yang bertujuan untuk memperdalam hasil French, J. R. P., J., & Raven, B. (1959). The

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 243


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331
bases of social power. Michigan: behaviors, institutions, and
Univer. organizations across nations.
Gale, S., Mordukhovich, I., Newlan, S., & California: Sage Publication.
McNeely, E. (2019). The impact of Kahsay, W. G., Negarandeh, R., Dehghan
workplace harassment on health in a Nayeri, N., & Hasanpour, M. (2020).
working cohort. Frontiers in Sexual harassment against female
Psychology, 10, 1–10. nurses: A systematic review. BMC
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.011 Nursing, 19(1), 1-12.
81 https://doi.org/10.1186/s12912-020-
Grose, R. G., Chen, J. S., Roof, K. A., 00450-w
Rachel, S., & Yount, K. M. (2021). Keplinger, K., Johnson, S. K., Kirk, J. F., &
Sexual and reproductive health Barnes, L. Y. (2019). Women at work:
outcomes of violence against women Changes in sexual harassment between
and girls in lower-income countries: A September 2016 and September 2018.
review of reviews. Journal of Sex PLoS ONE, 14(7), 1-20.
Research, 58(1), 1–20. https://doi.org/10.1371/journal.pone.02
https://doi.org/10.1080/00224499.2019. 18313
1707466 Komnas Perempuan. (2021). Perempuan
Herrera, M. d. C., Herrera, A., & Expósito, dalam himpitan pandemi: Lonjakan
F. (2018). To confront versus not to kekerasan seksual, kekerasan siber,
confront: Women’s perception of perkawinan anak, dan keterbatasan
sexual harassment. European Journal penanganan di tengah COVID-19. In
of Psychology Applied to Legal Journal of Chemical
Context, 10(1), 1-7. Informatfile:///Users/ghinahana/Downl
https://doi.org/10.1016/j.ejpal.2017.04. oads/10964-27747-1-PB.pdfion and
002 Modeling. Jakarta. Retrieved from
Ho, I. K., Dinh, K. T., Bellefontaine, S. M., https://komnasperempuan.go.id/
& Irving, A. L. (2018). Cultural uploadedFiles/1466.1614933645.pdf
adaptation and sexual harassment in the Ligina, N. L., Mardhiyah, A., & Nurhidayah,
lives of Asian American women. I. (2018). Peran orang tua dalam
Women and Therapy, 41(3-4), 281-297. pencegahan kekerasan seksual pada
https://doi.org/10.1080/02703149.2018. anak sekolah dasar di Kota Bandung.
1430300 Ejournal UMM, 9(2), 109–118.
Hofstede, G. (2001). Culture’s Retrieved from
consequences: Comparing values, http://ejournal.umm.ac.id/index.php/ke

244 Jurnal Psikologi Volume 14 No.2, Desember 2021


perawatan/article/view/ 5454%0A H., Knapstad, M., Lønning, K. J., &
Merkin, R. S. (2012). Sexual harassment Hysing, M. (2019). Sexual harassment
indicators: The socio-cultural and and assault among university students
cultural impact of marital status, age, in Norway: A cross-sectional
education, race, and sex in Latin prevalence study. BMJ Open, 9(6), 1-
America. Intercultural Communication 10. https://doi.org/10.1136/bmjopen-
Studies XXI, 1, 154–172. Retrieved 2018-026993
from https://www.researchgate.net/ Studzinska, A. (2015). Gender differences in
publication/259220725_Sexual_harass perception of sexual harassment
ment_indicators_The_socio- (Universite Toulouse France).
cultural_and_cultural_ Universite Toulouse France.
impact_of_marital_status_age_educatio https://doi.org/10.4314/GAB.V10I1
n_race_and_sex_in_Latin_America WHO. (2021). Devastatingly pervasive: 1 in
Raj, A., Freund, K. M., McDonald, J. M., & 3 women globally experience violence.
Carr, P. L. (2020). Effects of sexual In World Health Organization. Geneva.
harassment on advancement of women Retrieved from
in academic medicine: A multi- https://www.who.int/news/item/09-03-
institutional longitudinal study. 2021-devastatingly-pervasive-1-in-3-
EClinicalMedicine, 20, 100298. women-globally-experience-violence
https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2020.1 Young, J. L., & Hegarty, P. (2019).
00298 Reasonable men: Sexual harassment
Sagala, R. V. (2020). Dunia kerja, and norms of conduct in social
kekerasan, dan pelecehan berbasis psychology. Feminism & Psychology,
gender. Bandung: Yayasan Institut 2. Retrieved from
Perempuan. https://journals.sagepub.com/doi/full/1
Sivertsen, B., Nielsen, M. B., Madsen, I. E. 0.1177/0959353519855746

Hedo, Putri, Kurniagung, Pengaruh Aspek ... 245


https://doi.org/10.35760/psi.2021.v14i2.4331

Anda mungkin juga menyukai