Anda di halaman 1dari 9

MANAGEMEN KASUS KORBAN

KEKERASAN PASANGAN

Disusun Oleh :
1. Hardianti (202201106)
2. Irwandy Purba (202201107)
3. Kelvin Kurniawan (202201108)
4. Lusi Anindya Mahatasari (202201109)
5. Muhajir Ridho Sanjaya (202201110)
6. Nindya Elys Febbiana (202201111)
7. Putri Nurmentari (202201112)
8. Sekar Trisnaningrum (202201115)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (S-1)


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020 – 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan seksual dan kekerasan pasangan intim (IPV) - yang dap
at berupa fisik, seksual dan / atau emosional / psikologis - merupakan mas
alah global yang terjadi di setiap masyarakat, negara dan wilayah. Dalam s
ituasi kemanusiaan, sebagai akibat dari pengungsian massal dan rusaknya
perlindungan sosial, perempuan dan anak-anak yang merupakan pengungsi
pengungsi internal (IDP), atau terkena dampak krisis terkait konflik atau k
emanusiaan, berada pada peningkatan risiko. Tingginya tingkat kekerasan
seksual dan IPV didokumentasikan dengan baik dan merupakan pelanggar
an serius hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia.
Ini mengacu pada “tindakan seksual apa pun, upaya untuk mendap
atkan tindakan seksual, komentar atau rayuan seksual yang tidak diinginka
n, atau tindakan untuk memperdagangkan, atau diarahkan, melawan seksu
alitas seseorang dengan menggunakan paksaan, oleh siapa pun terlepas dar
i hubungannya dengan korban, dalam bentuk apa pun. pengaturan”. Keker
asan seksual termasuk pemerkosaan, yang didefinisikan sebagai penetrasi
non-konsensual bahkan jika sedikit - dari vulva, mulut atau anus, menggun
akan penis, bagian tubuh lain atau benda. Upaya untuk melakukannya dike
nal sebagai "percobaan pemerkosaan". Istilah "serangan seksual" sering di
gunakan secara bergantian dengan pemerkosaan.
Kekerasan seksual dan IPV merusak kesehatan perempuan dalam b
anyak hal - langsung dan jangka panjang, jelas dan tersembunyi. Wanita y
ang pernah mengalami kekerasan dapat mengalami cedera (termasuk ceder
a genital), kehamilan yang tidak diinginkan dan komplikasi kehamilan, inf
eksi menular seksual (IMS) termasuk HIV, nyeri panggul, infeksi saluran
kemih, fistula, dan kondisi kronis. Dampak kesehatan mental dari kekerasa
n seksual dan IPV dapat mencakup reaksi stres akut, gangguan stres pascat
rauma (PTSD), depresi, kecemasan, gangguan tidur, penyalahgunaan zat,
melukai diri sendiri, dan perilaku bunuh diri. Selain itu, para penyintas mu
ngkin menghadapi stigma dan penolakan dari keluarga dan komunitas mer
eka.

B. Tujuan
Untuk mengetahui cara managemen kasus pada kekerasan pasanga
n.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan Pasangan


Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau memiliki
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Sekar).
Dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau
penelentaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hokum dalam lingkup rumah tangga (Hardianti).
Kekerasan pasangan merupakan segala bentuk kekerasan yang
terjadi dalam hubungan, dimana bentuknya bisa berupa kekerasan secara
fisik, verbal, ekonomi, maupun seksual (Kelvin).
Kekerasan dalam pasangan adalah kekerasan psikologis dan fisik
yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam hubungan pasangan, yang
mana perilaku ini ditujukan untuk memperoleh control, kekuasaan dan
kekuatan atas pasangannya (Irwandy).
Kekerasan dalam pasangan merupakan perilaku yang disengaja
dengan menggunakan strategi kejahatan melalui paksaan untuk
mendapatkan atau mempertahankan control, kekuatan pada pasangan
(Ninda).
B. Penyebab Kekerasan Pasangan
Berdasarkan hasil survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional
(SPHPN) tahun 2016 mengungkapkan terdapat 4 faktor penyebab
terjadinya kekerasan fisik/seksual terhadap perempuan yang dilakukan
oleh pasangan yaitu : faktor individu perempuan, faktor pasangan, faktor
ekonomi, faktor social budaya (Hardianti).
Penyebab terjadinya kekerasan rumah tangga pada survivor adalah
perselingkuhan, masalah ekonomi, budaya patriarki, campur tangan pihak
ketiga, bermain judi, dan perbedaan prinsip. Faktor utama dalam
kekerasan rumah tangga adalah perselingkuhan (Ridho).

C. Contoh Kekerasan Pasangan


Contoh kekerasan pasangan :
1. Kekerasan verbal : perkataan yang menyakitkan, menjelek-jelekan
2. Kekerasan fisik : memukul, menendang
3. Kekerasan seksual : perkosaan, mencium, memeluk
(Sekar)
Contoh kekerasan pasangan :
1. Kekerasan fisik, contohnya memukul, menendang, mendorong,
membakar, melukai dengan atau tanpa senjata yang dapat
menyebabkan cidera atau kerusakan pada tubuh.
2. Emosional/pelecehan psikologis, contohnya mengkritik berkali-
kali, menghina atau membuat tidak enak diri, mengancam akan
melukai, dan mempermalukan pasangan ditempat umum.
3. Pembatasan aktivitas oleh pasangan contoh pasangan terlalu
posesif,
4. Kekerasan seksual contohnya memaksa melakukan hubungan
seksual dibawah ancaman.
(Hardianti, Lusi)
Contoh kekerasan pasangan : fisik, psikis, seksual, ekonomi (Ninda)
Contoh kekerasan terhadap pasangan meliputi kekerasan fisik, emosional,
ekonomi dan pembatasan aktivitas (Putri)
D. Dampak Kekerasan Pasangan
Dampak dari kekerasan pasangan :
1. Secara fisik : mengakibatkan luka ringan, memar bahkan sampai
cidera seperti patah tulang
2. Secara psikologis : ketakutan, harga diri rendah, isolasi social,
perubahan suasana hati, menyalahkan diri, ketidakberdayaan,
depresi (Sekar)
Dampaknya yaitu mengalami sakit fisik, tekanan mental,
menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak
berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa
dirinya, stress, depresi (Ridho).
Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan pasangan :
1. Melakukan gaya hidup yang tidak sehat, seperti konsumsi alcohol,
merokok, menggunakan narkoba
2. Hamil secara tidak sengaja atau tidak direncanakan, ims
3. Tidak percaya diri terhadap penampilan
4. Mencoba bunuh diri
5. Menjadi terlalu ketergantungan dengan orang lain
6. Saat menjalani hubungan di usia dewasa memiliki perilaku kasar
(Putri)
Dampak kekerasan pasangan paling fatal adalah kematian, upaya
bunuh diri dan terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu juga berdampak pada
gangguan mental, gangguan kesehatan reproduksi (Hardianti).

E. Managemen Kekerasan Pasangan


Management kasus kekerasan adalah sesuai dengan peran perawat
antara lain : mensupport secara psikologis korban, melakukan
pendampingan, melakukan perawatan fisik korban dan merekomendasikan
crisis women centre (Kelvin).
Management kasus kekerasan pasangan ada beberapa langkah, yaitu :
1. Mengidentifikasi apakah seorang wanita mungkin mengalami
kekerasan pasangan
2. Mendengarkan, menanyakan tentang kebutuhan dan kekhawatiran,
dan memvalidasi kembali data yang ada
3. Memberikan perawatan fisik
4. Meningkatkan keamanan korban kekerasan dan merujuk pada
dukungan
5. Menilai kesehatan mental dan memberikan dukungan psikososial
6. Mendokumentasikan kunjungannya
(Hardianti)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau memiliki kemungkinan
besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan atau perampasan hak. Kekerasan pasangan
memiliki beberapa bentuk yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual,
kekerasan psikologi. Cara untuk managemen kekerasan pasangan yaitu
mengidentifikasi apakah seorang wanita mungkin mengalami kekerasan
pasangan, mendengarkan, menanyakan tentang kebutuhan dan
kekhawatiran, dan memvalidasi kembali data yang ada, memberikan
perawatan fisik, meningkatkan keamanan korban kekerasan dan merujuk
pada dukungan, menilai kesehatan mental dan memberikan dukungan
psikososial, mendokumentasikan kunjungannya

B. Saran
 untuk penulis supaya menambahkan materi yang lebih lengkap
 untuk pembaca carilah sumber lain tidak hanya dari bacaan ini saja
DAFTAR PUSTAKA
Achi Sudiarti. (2010). Pemahaman Bentuk-bentuk Tindakan Kekerasaan terhadap
perempuan dan Alternatif Pemecahanya. Jakarta: Alumni
Evy Trijayanti.2019.Fakor dan Penyebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah
Tangga.
Permata Sari, Intan. 2018. Kekerasan Dalam Hubungan Pacaran di Kalangan Mah
asiswa : Studi Refleksi Pengalaman Perempuan. Jurnal Dimensia. Volume 7 No 1.
Rochmat Wahab. 2010. Jurnal Kesehatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga : Pers
pektif Psikologi dan Edukatif.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). 2016. Kekerasan
Pasangan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT)
World Health Organization, UNFPA, UNHCR. 2019. Managemen Klinis Korban
Pemerkosaan dan Kekerasan Pasangan Intim : mengembangkan protocol untuk
digunakan dalam pengaturan kemanusiaan. Jenewa : WHO. Lisensi : CC BY-NC-
SA 3.0 IGO.
Women's Health. Dating violence and abuse. 13 September 2018.

World Health Organization, World Report on Violence and Health 93 (2002), dap
at diakses melalui www.who.int/violence_injury_prevention/violence/world_repo
rt/en/
World Health Organization. 2003. Adolencent Friendly Health Service, An Agend
a For Change.
World Health Organization. 2017. Global and regional estimates of violence again
st women: prevalence and health effects of intimate partner violence and non-part
ner sexual violence. WHO Library Cataloguing-inPublication Data

Anda mungkin juga menyukai