Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen pengampu : Ratna Setyaningsih, S.kep., Ns. MPH
Oleh :
1. Aprilia Wahyu Utami 21121171
2. Anggun Wulandari 21121172
3. Arfalita Triaisyah 21121173
4. Arfi Meiriana Wisanti 21121174
5. Asti Putri Sholeqah 21121175
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi kekerasan/penganiayaan seksual pada anak menurut Resna dan
Darmawan (dalam Huraerah, 2006:60) diklasifikasi menjadi tiga kategori, antara
lain:
1. Perkosaan biasanya terjadipada saat pelaku terlebih dahulu mengancam dengan
memperlihatkan kekuatannya kepada anak.
2. Incest, diartikan sebagai hubungan seksual atauaktivitas seksual lainnya
antarindividu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan di antara
mereka dilarang, baik oleh hukum, kultur, maupun agama.
3. Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi (Suda, 2006)
Adapun klasifikasi menurut Suda, 2006 yaitu :
1. Pemerkosaan
2. Kekerasan seksual pada anak
3. Kekerasasn seksual pada pasangan
4. Kekerasan fisik : Menampar, memukul, menendang, mendorong,mencambuk,
dll.
5. Kekerasan emosional/ verbal: Mengkritik, membuat pasangan merasabersalah,
membuat permainan pikiran, memaki, menghina, dll.
6. Ketergantungan finansial: Mencegah pasangan untuk mendapat
pekerjaan,membuat pasangan dipecat, membuat pasangan meminta uang, dll.
7. Isolasi sosial: Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan di manabisa
bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll.
8. Kekerasan seksual: Memaksa seks, berselingkuh, sadomasokisme, dll.
9. Pengabaian/penolakan: Mengatakan kekerasan tidak pernah
terjadi,menyalahkan pasangan bila kekerasan terjadi, dll.
10. Koersi, ancaman, intimidasi: Membuat pasangan khawatir,memecahkan benda-
benda, mengancam akan meninggalkan, dll.
Selain klasifikasi kekerasan seksual ada beberapa bentuk identitas pelaku
kekerasan seksual yang terdiri dari :
a. Intrafamiliar abuse merupakan orang yang berada dalam ruang lingkup
keluarga dimana memiliki hubungan daran atau dekat dengan korban, hal ini
bisa disebut dengan inses (incest). Pelakunya antara lain orang tua kandung
atau tiri, saudara kandung atau tiri, paman atau pengasuh. (McNeish & Scott,
2018)
b. Ekstrafamilial abuse merupakan orang asing atau di luar dari keluarga korban
yang sudah kenal atau dekat dengan korban. Pelaku di dalamnya seperti guru,
supir, tetangga, atau orang lain yang tidak di kenal (Bollen, 2000)
11. Ketergantungan finansial: Mencegah pasangan untuk mendapat pekerjaan,
membuat pasangan dipecat, membuat pasangan meminta uang, dll
12. Isolasi sosial: Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan di mana bisa
bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll
13. Kekerasan seksual: Memaksa seks, berselingkuh, sadomasokisme, dll.
14. Pengabaian/penolakan: Mengatakan kekerasan tidak pernah terjadi,
menyalahkan pasangan bila kekerasan terjadi, dll.
15. Koersi, ancaman, intimidasi: Membuat pasangan khawatir, memecahkan
benda-benda, mengancam akan meninggalkan, dll.
C. ETIOLOGI
Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang
dialamioleh subyek adalah sebagai berikut:
1. Faktor kelalaian orang tua
Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuhkembang dan pergaulan
anak yang membuat subyek menjadi korban kekerasanseksual.
2. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku
Moralitas dan mentalitas yangtidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat
pelaku tidak dapat mengontrol nafsuatau perilakunya.
3. Faktor ekomoni
Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskanrencananya dengan
memberikan imingiming kepada korban yang menjadi target dari pelaku.
Dari faktor di atas akan berdampak negative pada psikologis dan fisik anak. Menurut
WHO (2017) mengatakan bahwa terdapat efek fisik dan psikologis yang dapat di
timbulkan dari tindakan kekerasan seksual pada anak, antara lain :
1. Dampak kekerasan seksual pada fisik anak
a. Gangguan system pencernaan seperti infeksi kandung kemih dan nyeri perut
kronis
b. Gangguan pada system reproduksi seperti nyeri panggul kronis, nyeri
menstruasi, dan gangguan pola menstruasi
c. Rentan terkena infeksi menular seksual
d. Kehamilan yang tidak di inginkan
2. Dampak kekerasan seksual pada psikologis anak
a. Depresi : gangguan mood yang terjadi ketika perasaan yangdiasosiasikan
dengan kesedihan dan keputusasaan yang berkelanjutan untuk
jangka waktu yang lama
b. Rape Trauma Syndrom (RTS) : suatu kondisi yang menyebabkankorban
pelecehan seksual mengalami ketakutan yang berlebihan, syok beberapa dari
mereka cenderung merasa kedinginan, pingsan,
disorientasi,gemetar, mual dan muntah
c. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) : suatu sindrom kecemasan, labilitas
autonomik, ketidak rentanan emosional dan kilas balikdari pengalaman yang
amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi melampaui batas
ketahanan orang biasa
d. Disosiasi : reaksi yang terjadi akibat trauma kronis yang diderita oleh korban
di masa lalu yang menyebabkan dia menjadi sering melamun
e. Kecemasan
f. Harga diri rendah
g. Peningkatan kelainan seksual
h. Tidak mampu bersosialisasi
i. Penurunan daya ingat
j. Gangguan citra tubuh
k. Resiko perilaku kekerasasn
l. Kaingin untuk bunuh diri
D. MANIFESTASI KLINIS
WHO (2003) dan National Health Service (2019) menyebutkan tanda dan gejala
anak korban kekerasan seksual yang bisa kita ketahui antara lain:
1. Anak mengalami perubahan tingkah laku yang tidak seperti biasanya. Contohnya
menjadi lebih pemarah, lebih manja, murung, sulit tidur, sering mimpi buruk,
bahkan mengompol.
2. Menghindari seseorang yang bisa jadi merupakan pelakunya. Anak akan menolak
dekat dengan orang tersebut dan tidak mau tinggal sendiri dengan orang tersebut.
3. Anak akan melakukan tindakan seksual dan mengatakan hal-hal seksual yang tidak
pantas.
4. Dalam hal perubahan fisik, anak akan mengalami nyeri saat buang air kecil atau
besar di daerah genital dan anus, mengalami infeksi kelamin, atau bahkan
mereka telah hamil
5. Di sekolah, anak akan mengalami gangguan konsentrasi dalam belajar dan nilainya
mengalami penurunan.
6. Anak akan memberi tanda tentang kejadian kekerasan seksual.
7. Emosi anak tiba-tiba berubah. Ada anak setelah mengalami kekerasan seksual
lmenjadi takut, marah, mengisolasi diri, sedih, merasa bersalah, merasa malu, dan
bingung.
8. Ada anak tiba-tiba merasa takut, cemas, gemetar atau tidak menyukai orang atau
tempat tertentu.
Adapun tanda dan indikasi yang diambil dari Jeanne wess dari buku “ Dinamika
Psikologis Kekerasaan Seksual : Sebuah Studi fenomenologi” yaitu :
1. Pada balita
a. Tanda fisik : memar pada alat kelamain atau mulut, iritasi kencing, penyakit
kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas bisa merupakan
indikasi seks oral
b. Tanda emosional dan social : takut pada siapa saja, takut pada tempat tertentu
atau orang tertentu, perubahan kelakukan tiba-tiba, gangguan tidur, menarik
diri atau depresi, perkembangan terhamabat
2. Anak usia prasekolah
a. Tanda fisik : prilaku regresif seperti menghisap jempol, hiperaktif, keluhan
somatic seperti sakit kepala terus menurus, sakit perut, sembelit
b. Tanda perilaku emosional dan social : kelakukan yang tiba- tiba berubah, anak
mengeluh sakit karena perlakukuan seksual
c. Tanda perilaku seksual : masturbasi berlebihan, mencium secara seksual,
mendesakan tubuh, melakukan aktifitas seksual terang-terangan pada saudara
atau teman sebaya, tahu banyak tenytang aktifitas seksual, dan rasa ingin tahu
berlabihan tentang masalah seksual
3. Anak usia sekolah
a. Perubahan kempuan belajar seperti susah konsentrasi, nilai turun, telat atau
bolos, hubungan dengan teman terganggu, tidak percaya pada orang dewasa,
depresi, menarik diri, sedih, lesu, gangguan tidur, tak suka di sentuh,
menghindari hal-hal sekitar buka pakaian
4. Pada remaja
a. kelakuan yang merusak diri sendiri,pikiran bunuh diri, gangguan makan,
melarikan diri, berbagai kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang atau
alkohol, kehamilan dini, melacur,seks di luar nikah, atau kelakuan seksual
lain yang tak biasa.
Sedangkan menurut Townsend (1998) simtomatologi daripenganiayaan/kekerasan
seksual pada anak (sexual abuse) antara lain :
1. Infeksi saluran kemih yang sering
2. Kesulitan atau nyeri saat berjalan atau duduk
3. Kemerahan atau gatal pada daerah genital, menggaruk daerah tersebut secara
sering atau gelisah saat duduk
4. Sering muntah
5. Perilaku menggairahkan, dorongan masturbasi, bermain seks dewasa sebelum
waktunya
6. Ansietas berlebihan dan tidak percaya kepada orang lain
7. Penganiyaan seksual pada anak yang lain
E. PATOFISIOLOGI
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat
terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun
berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa apa
yang di lakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi
tubuh anak akan kasih sayang dan perhatian, penerimaan dari orang lain, atau
mencoba menyamakannya dengan permainan dan menjanjikan imbalan material
yang menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi secara halus ataupun bersikap
memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya berupa
mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasa anak untuk
melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku mengancam
korban agar merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan
pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan
pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada orang yang
mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman. Pelaku
"mencobai" korban sedikit demi sedikit,mulai dari :
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan
bagian lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimulasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah
anak-anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang
yang lebih dewasa, terutama ibu. Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan
emosional antara ibu dan anak pun merupakan faktor yang penting (Maria,
2008).Menurut Maria (2008) dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai
berikut :
1. Stress: akut, traumatic PTSD (post traumatik stress disorder)
2. Agresif, menjadi pelaku kekerasan, tidak percaya diri
3. Rasa takut, cemas
4. Perilaku seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya
Tidak diragukan lagi bahwa kekerasan seksual dapat memberikan dampak
jangka pendek maupun jangka panjang bagi korbannya. Pada anak lainnya, ada
kemungkinan gangguan tersebut di 'tekan' sehingga tidak teramati dari luar sampai ada
pemicu yang menampilkan gejolak emosi mereka, misalnya saat anak memasuki usia
remaja dan mulai dekat dengan lawan jenis, atau pada saat mereka akan menikah.
selain itu, sangat mungkin anak yang menjadi korban kekerasan seksual kemudian
justru malah menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak lain (Maria, 2008).
Menghadapi anak yang mengalami kekerasan seksual, kata Maria, hendaknya
tetap mempertimbangkan faktor psikologis.Tidak hanya pada posisi anak sebagai
korban,yang tentunya berisiko mengalami stres bahkan trauma, tapi juga perlu
penanganan yang baik pada anak sebagai pelaku kekerasan. Anak sebagai pelaku
kekerasan seksual,sangat mungkin sebelumnya adalah korban dari kekerasan seksual
yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan motif kekerasan yang dilakukannya
adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa ingin tahu, atau menirukan kejadian yang
dialami sebelumnya, baik dari perlakuan langsung maupun dari media yang
dilihatnya.Dengan adanya azas praduga tak bersalah, hendaknya ditelusuri dengan
mendalam faktor yang mendorong anak menjadi pelaku kekerasan seksual, agar anak
tidak dua kali menjadi korban (Maria,2008).
Berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak, khususnya anak perempuan
di masyarakat, selalu diwarnai kekerasan fisik atau psikologis.Jika meminjam gagasan
Giddens (2004) tentang kekerasan laki-laki dalam menyalurkan libidonya, tindakan
tersebut berkaitan dengan label yang diberikan masyarakat kepada laki-laki. Laki-laki
harus jantan menangani sektor publik dan urusan seksual. Di sisi lain, meluasnya
system ekonomi kapitalisme global mengakibatkan banyak orang termarjinal, bahkan
terhimpit, baik secara ekonomi maupun psikologis. Akibatnya, harga diri mereka
dalam keluarga dan masyarakat mengalami goncangan. Begitu pula hubungan seksual
mereka dengan istrinya bisa terganggu. Kondisi ini bisa di perparah lagi karena usia
tua, impotensi, ejakulasi dini, kekhawatiran ukuran dan fungsi penis, dan lainnya. Ini
menimbulkan rasa tidak aman dan kekawatiran yang mendalam (Suda, 2006).
Berikut ini jenis-jenis kekerasan seksual berdasarkan pelakunya (Tower, 2002
dalamMaria, 2008) :
1. Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Dilakukan oleh ayah, ibu atau
saudara kandung. Selain itu, kekerasan seksual mungkin pula dilakukan oleh orang
tua angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal serumah dengan korban.
2. Kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar anggota keluarga Kekerasan
seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak dibatasi perbedaan jenis kelamin,
suku, agama, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Sebagian besar pelaku
adalah pria dan orang yang melakukan orang yang cukup dikenal oleh korban,
misalnya tetangga, guru, sopir, baby-sittter. Pelaku bisa saja mengalami kelainan
seperti paedophilia, pecandu seks, atau sangat mungkin teman sebaya.
Kemungkinan pelaku penah menjadi korban kekerasan seksual sebelumnya,atau
menirukan perilaku orang lain. salah satu penyebabnya adalah untuk mengatasi
trauma akibat kekesaran seksual yang dialaminya, atau sekedar
memenuhi rasa ingin tahu.
F. PATHWAY
G.
Kelainan Gangguan Genetika
H. Pengalaman
psikologis perkembangan
( skizofrenia ) masa lalu
seksual
Anak Phedofilia
G. PEMERIKSAN PENUNJANG
Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada
anak dengan sexual abuse bergantung pada situasi dan kebutuhan individu. Uji skrining
(misalnya Daftar Periksa Perilaku Anak), peningkatan nilai pada skala internalisasi
yang menggambarkan perilaku antara lain ketakutan, segan, depresi, pengendalian
berlebihan atau di bawah pengendalian, agresif dan antisosial.
H. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan jurnal“play therapy dalam identifikasi kasus kekerasanseksual terhadap
anak-anak, terapi sexual abuse adalah :
1. Cholidah (2005) menyatakan bahwa diantara tujuan terapi bermain adalah
mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan perilaku, fisik, psikis,social,
sensori dan komunikasi dan mengembangkan kemampuan yang masih dimiliki
secara optimal.
2. Terkait dengan kasus kekerasan seksual pada anak,Jongsma, Peterson dan Mclnnis
(2000) menyatakan bahwa terapi bermain (playtherapy) merupakan salah satu
metode untuk mengidentifikasi dan menggalikan perasaan anak korban kekerasan
seksual. Melalui terapi bermain selain kasus dapat di identifikasi apa yang terjadi
pada diri anak, anak juga dapat mengekpresikan perasaan atas kasus yang
terjadi pada dirinya
Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang
dapatdiberikan kepada anak yang mengalami sexual abuse, yaitu :
1. The dynamics of sexual abuse Artinya, terapi difokuskan pada pengambangan
konsepsi. Pada kasus tersebut kesalahan dan tanggung jawa berada pada pelaku
bukan pada korban. Anak dijamin tidak disalahkan meskipun telah terjadi kontak
seksual.
2. Protective behaviors counseling Artinya, anak-anak dilatih menguasai keterampilan
mengurangi kerentannya sesuai dengan usia. Pelatihan anak prasekolah dapat
dibatasi; berkata tidak terhadap sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan; menjauh
secepatnya dari orang yang kelihatan sebagai abusive person; melaporkan pada
orangtua atau orang dewasa yang dipercaya dapat membantu menghentikan
perlakuan salah.
3. Survivor/ self-esteem counseling Artinya, menyadarkan anak-anak yang menjadi
korban bahwa mereka sebenarnya bukanlah korban, melainkan orang yang mampu
bertahan (survivor) dalam menghadapi masalah sexual abuse.
4. Feeling counseling. Artinya, terlebih dahulu harus diidentifikasi kemampuan anak
yang mengalami sexual abuse untuk mengenali berbagai perasaan. Kemudian
mereka didorong untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya yang tidak
menyenangkan, baik pada saat mengalami sexual abuse maupun sesudahnya.
Selanjutnya mereka diberi kesempatan untuk secara tepat memfokuskan perasaan
marahnya terhadap pelaku yang telah menyakitinya, atau kepada orang tua, polisi,
pekerja sosial, atau lembaga peradilan yang tidak dapat melindungi mereka.
5. Cognitif terapy Artinya, konsep dasar dalam Teknik ini adalah perasaan-perasaan
seseorang mengenai beragam jenis dalam kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran-
pikiran mengenai kejadian tersebut secara berulang- ulang.
I. PENGKAJIAN
Ada beberapa hal penting dalam mengkaji masalah kekerasan seksual pada anak yaitu
terdiri dari :
1. Aktivitas atau istirahat
a. Masalah tidur (misalnya tidak padat tiduratau tidurberlebihan, mimpi buruk,
berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,keletihan.
2. Integritas egoa.
a. Pencapaian diri negatif,
b. menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena tindakannya terhadap orang
tua.
c. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat.)
d. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya
e. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme pertahanan yang
paling dominan/menonjol)
f. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap menunduk,
takut (terutama jika ada pelaku)
g. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan finansial,
pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
h. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain
3. Eliminasia.
a. Enuresisi
b. enkopresis.
c. Infeksi saluran kemih yang berulang
d. Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum
a. Muntah
b. perubahan selera makan (anoreksia)
c. makan berlebihan
d. perubahan berat badan
e. kegagalan memperoleh berat badan yang sesuai
5. Higienea.
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca ( penganiayaan
seksual ) atau tidak adekuat memberi perlindungan
b. Mandi berlebihan/ansietas ( penganiayaan seksual ), penampilan kotor/tidak
terpelihara.
6. Neurosensoria.
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau
pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, laporan adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi /
membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat waspada, cemas dan
depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan penyesalan
yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan koping
terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
e. Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah (korban
selamat).
f. Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian ganda
(penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koebaninses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanana.
a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis,spastik
kolon, sakit kepala)
8. Keamanana.
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas,rokok)
ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar,ruam/gatal di
area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan
tonus sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam
aktivitasdengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat menghindari
bahaya di dalam rumah
9. Seksualitasa.
a. Perubahan kewaspadaan / aktivitas seksual, meliputi masturbasi
kompulsif ,permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan
mengulang atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang
berlebihan tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).
10. Interaksi social
a. Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang
responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan kritik,
penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian
restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.
Almaidah. 2021. Skripsi. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Orang Tua
Tentang Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota
Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar
Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan
keperawatan Psikiatri (tersemahan).Edisi 3.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Gunawan, A. 2015. Asuhan Keperawatan Sexual Abuse. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan
Jeanne Wess, and Videbeck. (2008).Metode Penelitian Pengetahuan Sosial. Alih
bahasa : Sulistia, Mujianto, Sofwan, Ahmad, dan Suhardjito. Semarang : IKIP
Semarang Press
Saidah, D. dkk. 2022. Asuhan Keperawatan Sexual Abuse pada Anak. Program Studi
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja
Townsend, M.C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri pedoman Untuk Pembuatan rencana Perawatan (terjemahan). Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC