Anda di halaman 1dari 14

DUKUNGAN TERHADAP

PENGINTAS KEKERASAN SEKSUAL


OLEH PEER COUNSELOR
PENGERTIAN KEKERASAN
SEKSUAL
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan


Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,


melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi
seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat
atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang
mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan
melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN
SEKSUAL
Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual mengkualifikasi jenis tindak pidana seksual menjadi 9 yakni:

1. Pelecehan seksual nonfisik


2. Pelecehan seksual fisik
3. Pemaksaan kontrasepsi
4. Pemaksaan sterilisasi
5. Pemaksaan perkawinan
6. Penyiksaan seksual
7. Eksploitasi seksual
8. Perbudakan seksual, dan
9. Kekerasan seksual berbasis elektronik.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN
SEKSUAL
Bentuk kekerasan seksual yang dikategorikan tindak pidana kekerasan seksual dalam peraturan perundang-
undangan lain, meliputi:

1. Perkosaan
2. Perbuatan cabul
3. Persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak
4. Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban
5. Pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi
seksual
6. Pemaksaan pelacuran
7. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual
8. Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga
9. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual,
dan
10. Tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENYEBAB KEKERASAN SEKSUAL MARAK
TERJADI

Mudahnya mengakses konren pornografiatau semacamnya


Kurangnya sex edukasi pada anak anak
Venomena gunung es
Stigma dan mitos di masyarakat
Tidak ada hukum yang benar-benar membuat jera
Potensi korban menjadi predator seksual
DAMPAK
DARI KEKERASAN SEKSUAL
 Emosi/psikologi :
Malu, menyalahkan diri sendiri, rendah diri, marah, tersinggung,
Cemas, Depresi, PTSD, rendah diri
 Personal :
Mengasingkan diri, takut bertemu orang lain, sulit percaya dengan
orang lain
 Lingkungan : Stigma negatif
 Fisik : IMS, luka, lebam, kehamilan tidak diinginkan
KONDISI SAAT KEKERASAN
SEKSUAL TERJADI

1. Flight: Melarikan diri, atau pergi sejauh-jauhnya


2. Fight : Melawan
3. Frezee : Terdiam dan kaku
SIKLUS PENERIMAAN PENGINTAS
KEKERASAN SEKSUAL
(Kubler-Ross)

Denial Anger Bargaining Depression Acceptance


DUKUNGAN PSIKOLOGI YANG DAPAT
DILAKUKAN
Menurut (sarafino, 2011) dukungan sosial berhubungan dengan kenyamanan, rasa aman,
kepedulian, atau bantuan yang diterima seseorang dari orang lain.
Sementara itu, sarafino membagi dukungan sosial ke dalam 4 aspek yaitu :
1. Dukungan emosional : dukungan ini merujuk pada rasa empati dan kepedulian
terhadap seseorang, sehingga orang yang bersangkutan merasa disayangi secara
emosional
2. Dukungan penghargaan : dukungan ini merujuk pada ungkapan ungkapan positif
kepada orang lain, atau sebuah dorongan untuk maju
3. Dukungan instrumental : dukungan yang bersifat bantuan langsung seperti materi,
uang ataupun barang
4. Dukungan informasi : dukungan ini berfokus pada pemberian nasihat, saran,
informasi, serta feedback yang memmbangun
PRINSIP PSYCHOLOGICAL FIRST AID DAN
MIKRO SKILL KONSELING
Look/melihat : Mengamati keadaan dan kondisi lingkungan pengintas
Listen/mendengar : Mendengarkan aktif
Empati : Memahami dan memberikan rasa aman dan nyaman
kepada pengintas
Link : Menghubungkan kepada pihak-pihak terkait seperti
psikolog, dokter, ataupun bidang hukum
DO AND DONT KETIKA MELAKUKAN PENDAMPINGAN
KEPADA PENGINTAS KEKERASAN SEKSUAL
 Do :
1. Validasi emosi
2. Menyiapkan dan melakukan konseling sesuai dengan prinsip PFA
3. Mengkomunikasikan kepada pengintas untuk mau dirujuk kepada pihak terkait
X Don’t :
4. Memberikan saran yang membuat pengintas terpuruk atau memperkuat stigma
5. Memutuskan sepihak atau memberikan harapan palsu
6. Mempertanyakan kronologi kejadian atau memeriksa keadaan korban
7. Menganggap kebutuhan pengintas sama
8. Judgement atau leading
DISKUSI DAN STUDI KASUS
STUDI KASUS 1 : Terdapat klien yang mengalami kekerasan seksual di keluarganya. Seseorang
yang melakukan kekerasan tersebut ialah ayah tirinya. Klien takut untuk melaporkan kejadian
tersebut, karena khawatir nama keluarganya jelek dan terdapat ancaman dari ayah tirinya.
Dari kebingungannya klien memutuskan untuk melakukan konseling untuk mendapatkan
ketenangan.

STUDI KASUS 2 : Klien mendapatkan pelecehan seksual dari atasan tempat kerjanya. Atasan
yang melakukan perbuatan ini ialah teman dari ibunya. Karena tidak kuat dengan segala
tekanan yang datang padanya, klien ini memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada
ibunya. Namun ibu klien tidak mempercayai ceritanya, dan menganggap klien telah
berhalusinasi.

STUDI KASUS 3 : Klien mempunyai keluarga yang bercerai. Semenjak perceraian orang tuanya,
ibu klien sering melakukan hubungan seksual dengan pria seusianya. Hal itu membuat klien
kecewa dengan perilaku orang tuanya. Bahkan klien juga sempat diajak untuk melakukan hal
yang sama dengan ibunya tersebut. Bagaimanakah cara konselor untuk menangani kasus
tersebut
SHARING SESSION DAN KESIMPULAN

Memahami pengintas kekerasan seksual bersumber dari empati


tentang kondisi dan apa yang dirasakannya. Bukan berdasarkan amarah
yang nantinya berpotensi menyakiti atau menyalahkan korban secara tidak
langsung. Perhatikan pandangan kita terhadap kasus kekerasan seksual,
jangan sampai bias dengan stigma masyarakat Semakin banyak yang peduli
dan tertangani, semakin banyak pula para pengintas mendapatkan
keadilan dan ketenangan. Kedepannya angka kejahatan terhadap seksual
bisa kita tekan bersama-sama
Referensi

An-nisa, W. (2021). Gambaran Psikososial pada Remaja Korban Kekerasan Seksual. Socio Humanus,
3(1), 162-169.
Novianty, L., Suryani, S., & Sriati, A. (2015). Analisis dukungan psikososial yang dibutuhkan keluarga
dengan anak yang mengalami kekerasan seksual. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 3(3).
MNRini, R. (2020). Dampak Psikologis Jangka Panjang Kekerasan Seksual Anak (Komparasi Faktor:
Pelaku, Tipe, Cara, Keterbukaan Dan Dukungan Sosial). IKRA-ITH HUMANIORA: Jurnal Sosial
Dan Humaniora, 4(3), 1-12.
Santrock, J. W. (2002). Life-span Development jilid 2. Jakarta: Erlangga.Santrock, J. W. (2012).
Perkembangan masa hidup: edisi ketigabelas, jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2014). Health psychology: Biopsychosocial interactions.
John Wiley & Sons. Sarafino, E. P. (2006). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth
Edition.
Taylor, Shelley E. (2012). Health psychology. 8th. ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai