Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERILAKU DAN PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL PADA


ANAK REMAJA

Disusun oleh :
1. Ainur Rizqi (18.1414.S)
2. Fisa Martha Lawamena Jayanti (18.1442.S)
3. Friskila Dytha Fandani (18.1444.S)
4. Ika Ayu Lestari (18.1451.S)
5. Nur Lutfiyani (18.1488.S)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN (UMPP)
TAHUN 2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PERILAKU DAN PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL PADA
ANAK REMAJA

Pokok Bahasan    : KEKERASAN SEKSUAL PADA REMAJA


Sub Pokok Bahasan : PERILAKU DAN PENCEGAHAN KEKERASAN
SEKSUAL PADA REMAJA
Sasaran                 : Anak-anak remaja
Waktu                  : 30 menit
Hari/Tanggal :
Tempat :
Penyuluh/Pembicara : Ika Ayu Lestari

A. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )
Setelah mendapatkan penyuluhan, diharapkan anak-anak remaja dapat
mengetahui macam-macam perilaku kekerasan seksual pada remaja dan
pencegahan kekerasan seksual pada remaja..

2. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )


a. Menjelaskan definisi kekerasan seksual pada anak remaja.
b. Menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan seksual.
c. Menjelaskan faktor pendukung terjadinya kekerasan seksual.
d. Menjelaskani dampak kekerasan seksual pada anak remaja.
e. Mengetahui penanggulangan dan pencegahan kekerasan seksual pada anak
remaja.

B. Materi
1. Definisi kekerasan seksual pada anak remaja.
2. Bentuk-bentuk kekerasan seksual.
3. Faktor pendukung terjadinya kekerasan seksual.
4. Dampak kekerasan seksual pada anak remaja.
5. Penanggulangan dan pencegahan kekerasan seksual pada anak remaja.

C. Media
1. Leaflet
2. Role Play

D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

E. Pelaksanaan

No Kegiatan Respon Ibu Hamil Waktu


1. Pendahuluan :
 Memberi salam pembuka  Membalas salam 5 Menit
dan perkenalan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan  Memberi respon
 Kontrak waktu

2. Penjelasan :
a. Menjelaskan definisi Mendengarkan dengan 15 Menit
kekerasan seksual pada anak penuh perhatian
remaja.
b. Menjelaskan bentuk-bentuk
kekerasan seksual.
c. Menjelaskan faktor
pendukung terjadinya
kekerasan seksual.
d. Menjelaskan dampak
kekerasan seksual pada anak
remaja.
e. Mengetahui penanggulangan
dan pencegahan kekerasan
seksual pada anak remaja.

3. Diskusi dan tanya jawab


 Memberikan kesempatan  Mengajukan pertanyaan 5 menit
kepada peserta untuk  Memberi pendapat
bertanya jika terdapat hal-hal
yang belum jelas.

4. Penutup :
 Menanyakan hal yang  Aktif bersama 5 Menit
belum jelas menyimpulkan
 Menyimpulkan hasil  Membalas salam
penyuluhan
 Memberikan salam
penutup
Materi Penyuluhan

PERILAKU DAN PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL


PADA REMAJA

A. Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.
Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi masa depan
mereka selanjutnya. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar,
yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta
jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Jumlah remaja di Indonesia tahun 2011 menurut
BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dan PKBI
(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) adalah 63 juta jiwa dan akan meningkat
menjadi 80-90 juta jiwa pada 2020.
Data dari Komnas Perlindungan Anak tahun 2013 ada 925 kasus pelecehan
seksual pada anak remaja di seluruh Indonesia. Kasus kekerasan seksual di wilayah DKI
Jakarta terdapat 576 kasus kekerasan seksual. Data Komnas Perempuan (2014)
menunjukkan kekerasan seksual terjadi pada semua ranah, yaitu: personal, publik, dan
negara

B. Definisi Kekerasan Seksual Pada Anak Remaja.


Menurut UNESCO (2012), kekerasan seksual adalah segala macam bentuk
perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara
sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan
reaksi negative, seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri
individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Rentang pelecehan seksual ini sangat
luas, yakni meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender,
humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan
tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau
ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan.
Kekerasan seksual pada remaja merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam konteks seksual yang dialami oleh seorang remaja. Remaja sangat
retan mengalami kekerasan seksual, karena pada masa ini, merupakan masa peralihan
dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut WHO(2014), usia anak berkisar
antara 0-18 tahun. Sedangkan batasan usia remaja antara 10-24 tahun (IPPF, 2014).

C. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pada Remaja


a. Perkosaan
Perkosaan adalah serangan yang diarahkan pada bagian seksual dan seksualitas
seseorang dengan menggunakan organ seksual (penis) ke organ seksual (vagina),
anus atau mulut, atau dengan menggunakan bagian tubuh lainnya yang bukan organ
seksual atau pun benda-benda lainnya. Serangan itu dilakukan dengan kekerasan,
dengan ancaman kekerasan ataupun dengan pemaksaan sehingga mengakibatkan
rasa takut akan kekerasan, dibawah paksaan, penahanan, tekanan psikologis atau
penyalahgunaan kekuasaan atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan
yang koersif, atau serangan atas seseorang yang tidak mampu memberikan
persetujuan yang sesungguhnya.
b. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
Perdagangan perempuan adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara
maupun antar negara, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.
c. Pelecehan seksual
Merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik
maupun non fisik yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas
seseorang, termasuk dengan menggunakan siulan, main mata, komentar atau
ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi-materi pornografi dan keinginan
seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat
seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung merasa
direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan
dan keselamatan.
d. Penyiksaan seksual
Penyiksaan seksual adalah perbuatan yang secara khusus menyerang organ dan
seksualitas perempuan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual, pada
seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang
ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah
dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga, untuk mengancam atau memaksanya
atau orang ketiga, dan untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi atas
alasan apapun, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas
hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik.
e. Eksploitasi seksual
Merujuk pada aksi atau percobaan penyalahgunaan kekuatan yang berbeda atau
kepercayaan, untuk tujuan seksual tapi tidak terbatas pada memperoleh keuntungan
dalam bentuk uang, sosial maupun politik dari eksploitasi seksual terhadap orang
lain. Termasuk di dalamnya adalah tindakan mengiming-imingi perkawinan untuk
memperoleh layanan seksual dari perempuan, yang kerap disebut oleh lembaga
pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan sebagai kasus “ingkar janji”.
Iming-iming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat yang mengaitkan posisi
perempuan dengan status perkawinannya sehingga perempuan merasa tidak
memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak pelaku, agar ia dinikahi.
f. Perbudakan seksual
Perbudakan seksual adalah sebuah tindakan penggunaan sebagian atau segenap
kekuasaan yang melekat pada “hak kepemilikan” terhadap seseorang, termasuk
akses seksual melalui pemerkosaan atau bentuk-bentuk lain kekerasan
seksual.Perbudakan seksual juga mencakup situasi-situasi dimana perempuan
dewasa dan anak-anak dipaksa untuk menikah, memberikan pelayanan rumah
tangga atau bentuk kerja paksa yang pada akhirnya melibatkan kegiatan seksual
paksa termasuk perkosaan oleh penyekapnya.
g. Intimidasi/ serangan bernuansa seksual
Itimidasi bernuansa seksual adalah tindakan yang menyerang seksualitas untuk
menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis pada perempuan. Serangan dan
intimidasi seksual disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui
surat, sms, email, dan lain-lain.
h. Kontrol seksual
Kotrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat
aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama mencakup berbagai tindak
kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak hanya melalui kontak
fisik, yang dilakukan untuk mengancam atau memaksakan perempuan mengenakan
busana tertentu atau dinyatakan melanggar hukum karena cara ia berbusana atau
berelasi sosial dengan lawan jenisnya. Termasuk di dalamnya adalah kekerasan
yang timbul akibat aturan tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada
persoalan moralitas daripada kekerasan seksual.
i. Pemaksaan abors
Pemaksaan aborsi adalah pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya
tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
j. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
Penguhukuman tidak manusia dan bernuansa seksual adalah cara menghukum yang
menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa
yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Termasuk dalam penghukuman
tidak manusiawi adalah hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang
merendahkan martabat manusia yang ditujukan bagi mereka yang dituduh
melanggar norma-norma kesusilaan.
k. Pemaksaan perkawinan
Pemaksaan perkawinan adalah situasi dimana perempuan terikat perkawinan di luar
kehendaknya sendiri, termasuk di dalamnya situasi dimana perempuan merasa tidak
memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orang tuanya agar ia menikah,
sekalipun bukan dengan orang yang ia inginkan atau dengan orang yang tidak ia
kenali, untuk tujuan mengurangi beban ekonomi keluarga maupun tujuan lainnya
D. Faktor pendukung terjadinya kekerasan seksual.
Faktor Internal
Dalam hal ini anak mengalami cacat mental atau mengalami suatu penyakit
disfungsi penginderaan yang menyebabkan anak menjadi gampang untuk dilecehkan.
Faktor Eksternal
1. Berupa faktor lingkungan, usia anak, dan keluarga.
2. Pewarisan kekerasan antar generasi (Intergenerational transmission ofviolance).
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh
menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya..
3. Stres sosial (social stress). Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial
meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Isolasi sosial dan
keterlibatan masyarakat bawah
4. Struktur keluarga. Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk
melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua
tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
dibandingkan dengan orangtua utuh.
5. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang dan pergaulan
anak yang membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual.
6. Rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku.

E. Dampak kekerasan seksual pada anak remaja.


1. Dampak Fisik
Dampak fisik dari perlakuan kekerasan seksual pada remaja merupakan hal
yang sepele dan mudah dilihat.Jika kita melihat telah terjadi kerusakan fisik, baik
luka-luka, memar, atau mutilasi, lebih mudah bagi kita untuk memperhatikan luka-
luka tersebut dan mengambil tindakan medis yang diperlukan.(Purnianti, 2003).
Berapapun, dalam kasus kekerasan seksual memang sering kali terjadi
kekerasan fisik, dari yang sepele hingga yang parah. Saat penis seorang pria dewasa
dipaksakan masuk ke dalam vagina, atau mulut, atau anus seorang anak (pada
umumnya wanita), anak tersebut mungkin akan mengalami perobekan keperawanan,
pendarahan, serta bekas luka yang permanen. Pengalaman hubungan oral seks yang
dilakukan secara paksa dapat mengembangkan respons penolakan spontan dari
seorang anak. Dalam banyak kasus, luka-luka fisik akibat kekerasan seksual sering
kali tersembunyi karena organ kelamin yang terluka tersebut pada tempat- tempat
yang tertutup/
2. Dampak Psikologis

Dampak psikologis dari perlakuan kekerasan seksual pada remaja merupakan


persoalan yag lebih serius dibanding fisik, karena dampak yang ditimbulkannya akan
berefek jangka panjang. Pengalaman kekerasan seksual ini mengikis harga diri dan
menempatkan remaja tersebut pada resiko yang lebih besar untuk mengalami
berbagai macam masalah kesehatan mental. (Purnianti, 2003)
Depresi merupakan dampak psikologis yang sering dialami oleh remaja yang
mengalami kekerasan. (Heise et al, 1999 : 262 – 280 ), Koss (1990). Gejala yang
timbul dari depresi bermacam-macam. Menurut Sartorius (1990) dan Marsela (1995)
dalam Fishbach (1997: 1169) menyebutkan bahwa tanda-tanda orang mengalami
depresi meliputi kesedihan, kecemasan, lemah, menurunnya kesenangan,
menurunnya konsentrasi, merasa tidak berharga dan adanya ide untuk melakukan
bunuh diri.
3. Dampak Sosial

Remaja yang mengalami kekerasan seksual bisa kehilangan keluarga dan teman
sebagai akibat dari kekerasan. Dimulai dengan pengisolasian yang dilakukan oleh
penganiaya terhadapnya, kemudian si remaja yang merasa malu akan kekerasan yang
terjadi pada dirinya menjauhkan diri dari keluarga dan teman (Bradley, 1990: 20;
Heise, 1999: 20; Davies, 1994: 14).
Selain itu remaja akan mengalami penurunan prestasi belajar dan terisiolasinya
dari keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar. Lalu pada saat dewasa nanti si anak
akan mengulang perilaku yang dilakukan oleh pelaku terhadapnya.

F. Penanggulangan dan pencegahan kekerasan seksual pada anak remaja.


1. Strategi dan Kebijakan
Perhatian terhadap permasalahan perlindungan anak sebagai objek kejahatan telah
dibahas dalam beberapa pertemuan berskala internasional yang antara lain Deklarasi
Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam UniversalDeclaration of
Human Rights tahun 1948. Kemudian pada tanggal 20 November1958, Majelis Umum
PBB mengesahkan Declaration of the Rights of the Child (Deklarasi Hak-Hak Anak).
Kemudian instrumen internasional dalam perlindungan anak yang termasuk dalam
instrumen HAM yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah UN Rules for The
Protection of JuvenilesDesprived of Their Liberty, UN Standard MinimumRules for
Non-Custodial Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The Prevention of Juvenile
Delinquency (The Riyadh Guidelines).
Ada beberapa instrumen (perangkat) hukum yang terkait dengan hak seksual dan
hak reproduksi:
a. Konvensi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
(CEDAW).
b. Konferensi Internasional dan Pembangunan (ICPD) PBB pada tahun 1994
di Cairo, Mesir.
c. Konferensi Dunia ke 4 tentang perempuan (FWCW) tahun 1995 di Beijing,
Cina.
d. Konvensi Hak- hak Sipil dan Politik (ICCPR)
e. Hak atas Kebebasan pribadi ( Pasal 17).
f. Hak persamaan (Pasal 26).
g. Hak Kebebasan dari diskriminasi (Pasal 2; 1)
h. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, Undang-undang No. 23
Tahun 1992 tentang kesehatan, UU No 23 Tahun 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
i. Strategi dan Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja Nasional (BKKBN).

Terdapat 12 hak-hak reproduksi yang dirumuskan oleh International


PlannedParenthood Federation (IPPF) pada tahun 1996 yaitu :
1. Hak untuk hidup, Setiap perempuan mempunyai hak untuk bebas dari
risiko kematian karena kehamilan.
2. Hak atas kemerdekaan dan keamanan, Setiap individu berhak untuk
menikmati dan mengatur kehidupan seksual dan reproduksinya dan tak
seorang pun dapat dipaksa untuk hamil, menjalani sterilisasi dan aborsi.
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi, Setiap
individu mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi
termasuk kehidupan seksual dan reproduksinya.
4. Hak atas kerahasiaan pribadi, Setiap individu mempunyai hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi dengan
menghormati kerahasiaan pribadi. Setiap perempuan mempunyai hak
untuk menentukan sendiri pilihan reproduksinya.
5. Hak atas kebebasan berpikir, Setiap individu bebas dari penafsiran ajaran
agama yang sempit, kepercayaan, filosofi dan tradisi yang membatasi
kemerdekaan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual.
6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan, Setiap individu mempunyai
hak atas informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi dan seksual termasuk jaminan kesehatan dan kesejahteraan
perorangan maupun keluarga.
7. Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan
merencanakan keluarga.
8. Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan mempunyai
anak.
9. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan, Setiap individu
mempunyai hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan,
kerahasiaan, kepercayaan, harga diri, kenyamanan, dan kesinambungan
pelayanan.
10. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan
Setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi
dengan teknologi mutakhir yang aman dan dapat diterima.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik
Setiap individu mempunyai hak untuk mendesak pemerintah agar memprioritaskan
kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi.
12. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk
Termasuk hak-hak perlindungan anak dari eksploitasi dan penganiayaan
seksual.Setiap individu mempunyai hak untuk dilindungi dari perkosaan,
kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.
2. Pencegahan
Program prevensi dini merupakan fungsi yang paling penting bagi sistem
penyelesaian masalah.Menurut perspektif para ahli, program prevensi dini tergantung
definisi dan sistem keluhan terhadap kekerasan seksual.Beberapa prevensi memusatkan
pada hukum, ketidaksadaran atau sensitivitas juga pembentukan kelompok dengan ras
dan jenis kelamin yang berbeda.Program prevensi yang dilakukan melalui lokakarya,
seminar, pelatihan, diskusi kelompok, pemutaran film, poster, maupun sarana
tradisional dipandang tidak membosankan.Pelaksanaan program prevensi dapat di area
terbuka, alam bebas atau kelompok temu. (Stockdale,1996).
Menurut seorang dokter anak, yang juga berkecimpung di bagian penanganan
anak korban kekerasan seksual di RS Sardjito, saat ini ada tren yang berbeda dari
sebagian masyarakat korban kekerasan seksual. Saat ini sudah mulai ada keberanian
masyarakat untuk melaporkan kejadian kekerasan seksual yang terjadi pada keluarganya
Dengan demikian kesadaran masyarakat untuk berani melaporkan kejadian
tersebut merupakan lampu hijau bagi promosi kesehatan artinya masyarakat dapat
berperan serta dalam program prevensi dini.
Masyarakat bersama pemerintah (Depkes dan Diknas) merancang strategi untuk
mereduksi faktor risiko dan memperkuat faktor perlindungan.Meskipun pengetahuan
ilmiah tentang efektivitas beberapa strategi berasal dari negara berpenghasilan tinggi,
pemahaman bagaimana intervensi bertentangan dengan penyebab dan faktor risiko
dapat membantu dalam merancang intervensi untuk negara berpenghasilan rendah dan
negara berpenghasilan menengah (WHO, 2006).
SUMBER REFERENSI

Adawiyah, Putri Rabiatul;, 2015. Perlindungan Hukum Terhadap Anak


KorbanKekerasan Seksual Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam,
Mataram:Universitas Mataram.

Fuadi, M. Anwar;, 2011. Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi


Fenomenologi. PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI), 8(2), pp. 191-
208.

Kayowuan, K., 2012. Kekerasan Seksual Terhadap Anak dalam Perspektif Hukum
Perlindungan Anak.Bina Widya, 23(5), pp. 271-278.

Komnas Perempuan, 2014. 15 Bentuk Kekerasan Seksual, Jakarta: Komnas Perempuan.

Luhulima, Achie Sudiarti;, 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak


KekerasanTerhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya.Jakarta: PT.
Alumni.

Paramastri, I., Supriyati & Priyanto, M. A., 2010. Early Prevention Toward
SexualAbuse on Children. Jurnal Psikologi, 37(1), pp. 1-12.
http://pkbi-diy.info/?page_id=3495 [diakses 23 Februari 2020].

http://eprints.undip.ac.id/46263/3/Etna_Irianti_Putri_22010111110154_Lap.KTI_B
ab2.pdf[diakses 23 Februari 2020].

http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-bentuk-kekerasan.html[diakses 23
Februari 2020].

Anda mungkin juga menyukai