Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BANGUNLAH JIWA DAN RAGA

Ketua :Devito Pramesta Emawan


Anggota:
-Sahid Widjaja Bardono -Filza fazia
-M.Ahlam Hustriansyah -Azza Humairoh
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................1
BAB I.............................................................................2
1.LATAR BELAKANG.......................................................2
2.RUMUS MASALAH......................................................2
3.TUJUAN.......................................................................2
BAB II............................................................................3
1.PENGERTIAN...............................................................3
2. CARA DAN MEMECAHKAN MASALAH DARI PRILAKU
PELECEHAN SEKSUAL.....................................................4
3. BENTUK-BENTUK PELECEHAN SEKSUAL.....................4
4.PENGERTIAN MENGONTROL DIRI...............................6
BAB III...........................................................................9
1.KESIMPULAN..............................................................9
2.SARAN.......................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................12

x
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR.WB
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan projek dengan tema "bangunlah jiwa dan raga ".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa
penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

1
BAB I
1.LATAR BELAKANG
Latar belakang dari tindakan pelecehan seksual diawali dengan
bentuk kekerasan yang berakar dari ketidak setaraan gender.
Perempuan dianggap pantas untuk dikorbankan dan diperlakukan
sebagai objek pemuas kepentingan laki – laki termasuk
membolehkan tindak kekerasan (Wahid & Irfan, 2001).

2.RUMUS MASALAH
Pelecehan adalah berbagai perilaku yang bersifat ofensif. Umumnya
dipahami sebagai perilaku yang merendahkan, menghina, atau
mempermalukan seseorang, dan diidentifikasi sebagai hal yang tidak
patut dalam norma sosial dan moral.
Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam
bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara
sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat
berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang
berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual bisa dianggap
pelecehan seksual jika mengandung unsur-unsur sebagai berikut,
yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku,
kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku,kejadian tidak diinginkan
korban, dan mengakibatkan penderitaan pada korban.
3.Tujuan
Mengetahui cara menghindari prilaku pelecehan seksual
Mengetahui cara menghindari nya
Mengetahui pelecehan seksual

2
BAB II
1.Pengertian
Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam
bentukperilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara
sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya.
Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol,isyarat dan
tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi
seksualbisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur-
unsur sebagai berikut ,yaitu adanya pemaksaan kehendak secara
sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi
pelaku,kejadian tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan
penderitaan pada korban.
Menurut Collier (1998), pengertian pelecehan seksual disini
merupakan segala bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak
diinginkan oleh yang mendapat perlakuan tersebut, dan pelecehan
seksual yang dapat terjadi atau dialami oleh semua perempuan.
Sedangkan menurut Rubenstein (dalam Collier,1998) pelecehan
seksual sebagai sifat perilaku seksual yang tidak diinginkan atau
tindakan yang didasarkan pada seks yang menyinggung penerima.
Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat
seksual yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki dan berakibat
mengganggu diri penerima pelecehan.
Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada bayaran
seksual bila ia menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan
seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual atau
seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai
pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual, semua dapat
digolongkan menjadi pelecehan seksual.
3
Dari beberapa definisi pelecehan seksual diatas dapat disimpulkan
bahwa pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang
mengganggu, menjengkelkan, dan tidak diundang yang dilakukan
oleh seseorang terhadap orang lain dalam bentuk perilaku yang
berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
dikehendaki oleh korbannya.

2.Cara dan memecahkan masalah dari prilaku


pelecehan seksual
Kekerasan seksual menjadi permasalahan yang menghantui
remaja, baik laki-laki maupun perempuan tanpa pandang
bulu. Masalah ini bisa terjadi di mana pun, seperti lingkungan
masyarakat, sekolah, bahkan dalam lingkup keluarga sekali
pun.
Dampak yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual tidak bisa
dianggap remeh, justru perlu menjadi perhatian serius. Sebut
saja depresi, trauma, gangguan kesehatan, melakukan
penyimpangan seksual, hingga menjadi pelaku kekerasan
seksual.
Kita tidak tahu kapan dan di mana kekerasan seksual bisa
terjadi. Kekerasan seksual bisa menimpa orang lain ataupun
diri sendiri. Lantas, apa yang harus dilakukan jika mengalami
kekerasan seksual? Di bawah ini akan dijelaskan langkah-
langkah yang perlu dilakukan jika Sobat SMP mengalami
kekerasan seksual:

4
Pahami bahwa kekerasan terjadi bukan salah korban
Masih banyak ditemukan orang kerap menyalahkan korban.
Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang terkadang justru
membuat korban merasa dirinya menerima kekerasan
seksual akibat ulahnya juga. perlu diingat bahwa tidak ada
satu orang pun yang berhak mendapat kekerasan, apapun
alasannya. Korban adalah orang yang paling dirugikan, tidak
seharusnya korban merasa bersalah.
Pastikan keamanan dan keselamatan
Ketika Sobat SMP mengalami kekerasan seksual, hal yang
harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu
keamanan dan keselamatan diri. Segera jauhi tempat
kejadian kekerasan seksual dan minta bantuan pertolongan.
Jika kekerasan terjadi di rumah, cobalah mencari
perlindungan di rumah keluarga lainnya. Bila kasus kekerasan
seksual terjadi di lingkungan sekolah, segera melarikan diri
dari tempat kejadian dan meminta pertolongan kepada guru.
Simpan bukti-bukti
Setelah merasa aman, segera simpan seluruh bukti-bukti
kekerasan seksual. Misalnya seperti pakaian, foto, video,
rekaman percakapan, atau bisa juga saksi-saksi yang melihat
kekerasan seksual. Bukti-bukti tersebut sangat membantu
dalam proses penanganan kasus. Namun, hindari
menyebarluaskan bukti di media sosial karena berpotensi
terjerat Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi
Elektronik).
5
3.Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual
Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu :
a. Pelecehan fisik, yaitu :
Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan
seksual seperti mencium, menepuk, memeluk, mencubit,
mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh atau
sentuhan fisik lainnya.
b. Pelecehan lisan, yaitu :
Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang
kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan
seseorang, termasuk lelucon dan komentar bermuatan
seksual.
c. Pelecehan non-verbal/isyarat, yaitu :
Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual,
kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, menatap tubuh
penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat bibir, atau
lainnya.
d. Pelecehan visual, yaitu :
Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster,
gambar kartun, screensaver atau lainnya, atau pelecehan
melalui e-mail, SMS dan media lainnya.
e. Pelecehan psikologis/emosional, yaitu :

6
Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus
menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak
diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
Pelecehan seksual yang dihadapi laki-laki maupun
perempuan dalam berbagai bentuknya, mulai dari komentar
yang berkonotasi seksual dan kontak fisik secara tersembunyi
ajakan yang dilakukan secara terang-terangan dan serangan
seksual (Santrock,
2007). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk pelecehan seksual adalah pelecehan fisik,
pelecehan lisan, pelecehan non-verbal/isyarat, pelecehan
visual, dan pelecehan psikologis/emosional.
4. Pengertian Kontrol Diri
Calhoun dan Acocella, (1990). Mengatakan kontrol diri
sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan
perilaku seseorang, dengan arti lain serangkaian proses
yang membentuk kemampuan individu untuk
menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan
bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah
konsekuensi positif.
Menurut Chaplin, (1997). Menjelaskan bahwa self
control atau kontrol diri adalah kemampuan untuk
membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk
menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsif.

7
Thompson mengartikan kontrol diri sebagai suatu
keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil
yang diinginkan lewat tindakan diri sendiri. Karena
itulah menurutnya, perasaan dan kontrol dapat
dipengaruhi oleh keadaan situasi, tetapi persepsi
kontrol diri terletak pada pribadi orang tersebut, bukan
pada situasi. Lazarus (1976) mendefinisikan kontrol diri
sebagai suatu proses yang didasarkan pada aspek
kognitif yang menjadikan individu sebagai agen utama
dalam menyusun, membimbing, mengatur, dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa
individu pada konsekuensi positif.
Menurut Goldfiled dan Merbaum (Muharsih, 2008),
kontrol diri diartikan sebagai kemampuan individu
untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa
individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga
dapat diartikan sebagai perasaan bahwa seseorang
dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan
yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan
dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. Menurut
Ghufron (dalam Widyari,R.2008) kontrol diri
merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan
membaca situasi diri dan lingkungannya, selain itu juga
kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-
fakto
8
BAB III
1.KESIMPULAN
Masalah pelecehan seksual seakan tak ada habisnya, ditambah
dengan segala pro kontra di dalamnya.
Pelecehan seksual memang kerap terjadi pada perempuan, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa lelaki juga ada yang mengalami
pelecehan seksual.
Beberapa dari korban pelecehan seksual telah ada yang sadar untuk
datang ke psikolog. Namun, banyak kasus pelecehan seksual yang
tidak terdeteksi karena korbannya terlanjur malu untuk
menceritakan hal tersebut kepada orang lain dan harus menanggung
bebannya sendiri.
Faktor lain yang menyebabkan korban enggan untuk berkonsultasi
adalah takut untuk mengungkapkan cerita pada orang asing, biaya,
waktu, atau tempat yang jauh dari jangkauan.
Buku “Lerem” hadir dengan tujuan agar korban tidak merasa
terkucilkan dan sendirian serta agar berani menjalani hidup. Setelah
membaca buku ini diharapkan dapat meringankan beban psikis
sehingga dapat melakukan rutinitas seperti sedia kala.
Dalam buku “Lerem” terdapat puisi yang merupakan hasil olah
penuturan kisah nyata oleh psikolog yang menangani para korban
pelecehan seksual.
Proses pengolahan dari teks puisi menjadi ilustrasi menggunakan
pendekatanpendekatan kiasan. Dihadirkannya ilustrasi, karena
ilustrasi dengan pendekatan kiasan mampu menggambarkan
keadaan yang nyata secara simbolik agar tidak mengingatkan korban
akan traumanya.
9
Teknik yang dipilih adalah clay dan kolase. Healing, clay, dan kolase
mempunyai benang merah yaitu untuk membentuk hal yang lebih
baik dari hasil memilah sesuatu yang pernah ada atau terjadi, seperti
membuat hal baru yang lebih bermakna. Pembentukan juga
diperlihatkan dalam pergantian tiap bab dalam buku ini, dari bab
“Titik Tanpa Kembali” hingga “Lerem”. Bab awal didominasi
menggunakan cat air dan kolase yang tampak permukaanya datar
seperti dalam komik “Buku Harian”, di pertengahan mulai muncul
dari permukaan contohnya pada puisi “Menghitung Domba”, sampai
di bab-bab akhir seperti pada puisi “Menyambut Pergi” penggunaan
clay untuk mempertegas apa yang telah dipilah akan membentuk
suatu yang baru yang lebih kokoh dan nyata.
Dari sisi perancang kapasitas yang diperlukan oleh seorang desainer
dalam merancang buku dengan tema healing akibat pelecehan
seksual salah satunya yaitu kesiapan mental untuk mendengarkan,
mengolah informasi, serta dapat melihat serta memahami persoalan
dari berbagai sisi. Kemampuan dalam melihat serta memahami
persoalan dari berbagai sisi memengaruhi eksplorasi, serta karya
yang dikhawatirkan tidak terasa dekat dengan korban.
Buku “Lerem” sebagai pendamping konseling untuk remaja korban
pelecehan seksual diharap dapat menjadi media yang efektif dalam
meringankan beban psikis korban serta membantu mempermudah
proses korban untuk berdaya atas dirinya sendiri.
Setelah proses pengkaryaan buku selesai, karya dibaca oleh psikolog
baik yang menangani korban perempuan dan lelaki. Karya dirasa
cocok untuk perempuan atau lelaki karena pemilihan warna yang
cenderung ke warna hangat coklat dan isi puisi yang bisa dimaknai
untuk laki-laki atau perempuan. Ukuran buku yang relatif kecil 11 cm
x 16 cm agar tak terlalu mencolok ketika dibaca di tempat umum,
karena tidak semua korban pelecehan seksual mau orang lain tahu
kalau dia pernah menjadi korban ketika membaca buku dengan tema
yang sensitif.
10
Sampul hardcover dirasa tepat untuk menjaga isi di dalamnya, kesan
yang ingin diberikan oleh buku ini memang kecil, namun kuat.
Penggunaan jaket buku dikarenakan tidak semua korban pelecehan
seksual ingin diketahui dirinya sebagai korban oleh sebab itu jaket
buku ini dirasa lebih fleksibel agar dapat dipakai atau dilepasnya
terserah pada pembaca. Karya juga bisa dijadikan bacaan agar tak
merasa sendiri. Bagi mereka yang sudah berdaya buku ini dapat
berfungsi sebagai monitoring antara psikolog dan kliennya.
2.SARAN
Dalam proses perancangannya terdapat kendala yaitu agak
timpangnya materi puisi untuk lelaki, namun setelah berbincang
dengan psikolog dan membaca beberapa pengakuan dari korban
lelaki dan percaya bahwa pelecehan seksual dapat terjadi oleh siapa
saja baik perempuan maupun lelaki. Dari hal itu secara
bertahapmasalah mulai teratasi dan dapat mengolah materi puisi
serta ilustrasi yang digunakan agar dapat dinikmati tidak hanya
korban perempuan saja.
Ke depannya tema ini lebih dapat digali lagi seperti tema yang lebih
diklasifikasikan pelecehan seksual verbal, fisik, atau media untuk
korban berkebutuhan khusus agar dapat dikembangkan. Trauma
setelah kejadian juga harus diperhatikan sungguh-sungguh, untuk itu
perlu diperbanyak media selain untuk mengedukasi pencegahan
pelecehan seksual juga media untuk meringankan trauma atau
beban psikis apabila pelecehan seksual yang tak terhindarkan terjadi.
Adanya media-media tersebut sangatlah membantu para korban
dengan berbagai macam trauma dan keadaan, sehingga makin
banyak juga korban yang berdaya melalui berbagai pilihan media
yang ada.

11
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dixon, David N & John A. 1984. Counseling: A Problem-Solving
Approach. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Kaplan, Harold & Benjamin J. Sadock. 1988. Ilmu Kedokteran Jiwa
Darurat. Jakarta: Widya Medika.
Lawrence, Zeegen. 2009. What is Illustration. United Kingdom: Roto
Vision SA Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-Dasar Konseling:
Tinjauan Teori dan Praktik.
Bandung: Citapustaka Media Perintis. Maharsi, Indiria. 2016.
Ilustrasi. Yogyakarta: ISI Yogyakarta.
Rustan, Surianto. 2014. LAYOUT, Dasar dan Penerapannya. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka. Surya, Moh. 1988. Dasar-Dasar Konseling
Pendidikan (Konsep dan Teori).
Yogyakarta: Kota Kembang. Suryaman, Maman & Wiyatmi. 2012.
Puisi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Supardi, S.& Sadarjoen.
2006. Dampak Psikologis Pelecehan Seksual pada Anak Perempuan.
Wibowo, Iyan. 2007. Anatomi Buku. Bandung: Kolbu. Wicaksono,
Andi dkk. 2018. Tentang Sastra: Orkestrasi Teori dan
Pembelajarannya.
Yogyakarta: Garudhawaca. Yulita, Christina dkk. 2012. Buku Saku A-Z
Pelecehan Seksual: Lawan dan Laporkan!.
Jakarta: Komite Nasional Perempuan Mahardhika.

Jurnal
Wardhani, Yurika Fauzia & Weny Lestari. Gangguan Stress Pasca
Trauma pada Korban
12
Pelecehan Seksual dan Perkosaan. Surabaya: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan.
Solikin, Asep. 2015. Bibliotherapy Sebagai Sebuah Teknik Dalam
Layanan Bimbingan Konseling. Palangkaraya: Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya

Website
https://komnasperempuan.go.id/read-news-kekerasan-seksual-
kenali-dan-tangani-15-
bentuk-kekerasan-seksual. (Diakses 7 Mei 2023,pukul 14.33)
https://www.komnasperempuan.go.id/reads-catatan-tahunan-
kekerasan-terhadapperempuan-2018. (Diakses 8 Mei 2023, pukul
13.15)
pijarpsikologi.org/self-healing-sebuah-perjalanan-menyembuhkan-
diri/. (Diakses pada 8 Mei 2023, pukul 14.00)

13

Anda mungkin juga menyukai