DISUSUN OLEH:
2210812010
DOSEN PENGAMPU:
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
A. PENGERTIAN
Tindak kekerasan dipandang sebagai tindak kriminal yang dilakukan tanpa
dikehendaki oleh korban yang menimbulkan dampak fisik, psikologis, sosial, serta
spiritual bagi korban dan juga memengaruhi sistem keluarga serta masyarakat secara
menyeluruh.
Kekerasan fisik ini bisa juga disebut dengan kekerasan langsung karena bisa langsung
menyebabkan luka pada korbannya. Kekerasan fisik ini bukan hanya terjadi di
lingkungan luar rumah saja, tetapi bisa juga terjadi di lingkungan keluarga, seperti
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Adanya perubahan sosial ini menghadirkan tingkat ekonomi yang berbeda juga.
Bahkan, seseorang yang sulit menghadapi perubahan sosial bisa memicu dirinya
untuk melakukan tindak kekerasan terutama ketika menghadapi tingkat ekonomi
yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena seseorang sudah kehilangan akan sehat
agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga berani untuk melakukan
kekerasan, seperti merampok, menjambret, dan sebagainya.
Degrasi
Ucapan dilontarkan agar seseorang merasa bersalah terhadap dirinya sendiri dan
menganggap dirinya tidak berguna. Misalnya “kamu tidak akan bisa jadi apa-apa
kalau bukan karena bantuan saya”.
Manipulasi
Kata-kata yang diucapkan dengan tujuan memerintah, tapi tidak dengan kalimat
imperatif. Misalnya, “kalau Kamu memang mempunyai keperdulian dengan
target dari organisasi kita, kamu tidak akan melakukan hal itu”.
Menyalahkan
Semua orang tentunya pernah berbuat salah dan hak tersebut merupakan hal yang
manusiawi. Namun, orang yang melakukan kekerasan verbal akan menjadikan
kesalahan tersebut sebagai pembenaran atas tindakan mereka, misalnya dengan
berkata “saya harus memarahi /menegur kamu karena perbuatan kamu sangat
tidak bisa ditolerir”.
Merendahkan
Ucapan ini akan keluar ketika si pelaku kekerasan verbal berniat mengerdilkan
lawan bicaranya dan di saat yang bersamaan membuat dirinya lebih superior.
Misalnya “mungkin pendapat kamu benar, tapi lebih bagus lagi kalau kamu tidak
usah berpendapat”.
Kritik Berkelanjutan
Kritik adalah adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu
memperbaiki pekerjaan. Namun dalam kekerasan verbal, kritik tersebut
dilakukan dengan cara yang kasar dan dilakukan terus-menerus sehingga
korbannya akan menjadi rendah diri.
4. Tindakan Seksual
Kekerasan seksual menurut PBB adalah: “Any sexual act, attempt to abtain a sexual
act, unwanted sexual comments or advances, or act to traffic, or otherwise directed,
against a person’s sexuality using coercion, by any person regardless of their
relationship to the victim, in any setting, including but not limited to home and work”
(Krug, wt al. 2002: 149).
Artinya setiap tindakan yang mengarah pada tindakan seksual baik dalam bentuk
verbal seperti kata-kata, komentar atau rayuan, maupun dalam bentuk nonverbal
seperti tatapan mata dan lain sebagainya yang tidak diinginkan oleh seseorang dalam
situasi apapun dan dimanapun merupakan bagian yang tergolong dalam kekerasan
seksual.
B. DIMENSI
Johan Galtung mengungkapkan terdapat tiga dimensi kekerasan yaitu kekerasan
structural, kekerasan kultural, dan kekerasan langsung (Ningrum).
Kekerasan Struktural
Rasa ketidakadilan yang diciptakan pada suatu system yang menyebabkan
individu tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (human needs).
Kekerasan Kultural
Merupakan motor dari kekerasan struktural dan langsung. Kekerasan budaya
dapat menggunakan dua jenis kekerasan tersebut didalamnya. Kekerasan budaya
muncul dari konflik yang memicu terjadinya produksi kebencian, ketakutan dan
kecurigaan. Kekerasan budaya merupakan hasil dari konstruksi masyarakat.
Kekerasan Langsung
Jenis kekerasan ini seringklai terjadi seperti kasus menyakiti orang lain di
tubuhnya sehingga meninggalkan bekas luka pada tubuhnya seperti memar di
wajah seseorang yang menunjukan bahwa orang tersebut tekah mengalami
pemukulan atau ditampar oleh orang lain.
C. ASUMSI
Asumsi mengenai tindak kekerasan adalah anggapan atau pendapat yang tidak
berdasarkan fakta atau bukti yang kuat. Asumsi-asumsi ini sering kali muncul di
masyarakat dan dapat berdampak pada cara kita memandang tindak kekerasan.
Berikut adalah beberapa asumsi mengenai tindak kekerasan yang sering muncul di
masyarakat:
1. Kekerasan hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak waras atau jahat. Asumsi ini
tidak sepenuhnya benar. Faktanya, orang-orang yang melakukan kekerasan bisa saja
orang-orang yang waras dan baik. Kekerasan bisa terjadi karena berbagai faktor,
seperti faktor psikologis, sosial, dan ekonomi.
2. Korban kekerasan selalu bersalah. Asumsi ini juga tidak sepenuhnya benar. Faktanya,
korban kekerasan tidak selalu bersalah atas apa yang terjadi. Mereka bisa saja menjadi
korban karena faktor kebetulan, atau karena mereka berada di tempat yang salah pada
waktu yang salah.
3. Kekerasan hanya terjadi di tempat-tempat yang kumuh atau berbahaya. Asumsi ini
juga tidak sepenuhnya benar. Faktanya, kekerasan bisa terjadi di mana saja, termasuk
di tempat-tempat yang dianggap aman.
4. Kekerasan hanya terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki pendidikan. Asumsi
ini juga tidak sepenuhnya benar. Faktanya, kekerasan bisa terjadi pada orang-orang
dari berbagai latar belakang pendidikan.
Asumsi-asumsi ini dapat berdampak negatif pada cara kita memandang tindak
kekerasan. Asumsi-asumsi ini dapat membuat kita memandang korban kekerasan sebagai
orang yang tidak layak dibantu, atau membuat kita menganggap bahwa tindak kekerasan
adalah hal yang biasa terjadi.
Oleh karena itu, penting untuk kita menyadari bahwa asumsi-asumsi mengenai tindak
kekerasan tidak selalu benar. Kita perlu memahami fakta-fakta tentang tindak kekerasan
agar kita dapat memberikan dukungan yang tepat kepada korban dan mencegah terjadinya
tindak kekerasan di masa depan.
D. TAHAP ANALISIS
Analisis tindak kekerasan adalah proses pengumpulan, pengolahan, dan interpretasi
data untuk memahami penyebab, pola, dan dampak tindak kekerasan. Analisis ini dapat
dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti:
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan pada tahap ini dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif.
Data kuantitatif adalah data yang dapat dikuantifikasi, seperti jumlah kasus
kekerasan, jenis kekerasan, dan korban kekerasan. Data kualitatif adalah data yang
tidak dapat dikuantifikasi, seperti pengalaman korban kekerasan, motivasi pelaku
kekerasan, dan faktor-faktor yang melatarbelakangi tindak kekerasan.
2. Pengelolaan data
Tahap ini dilakukan untuk mengorganisasikan dan mengolah data yang telah
dikumpulkan. Data dapat diolah dengan berbagai cara, seperti dengan menggunakan
tabel, grafik, atau analisis statistik.
Oleh karena itu, pada tahap ini diperlukan keahlian dalam pengolahan data, baik data
kuantitatif maupun kualitatif.
3. Analisis data
Tahap ini dilakukan untuk menganalisis data yang telah dikelola. Analisis data dapat
dilakukan dengan berbagai metode, seperti analisis deskriptif, analisis komparatif,
atau analisis kausal.
E. PERSPEKTIF TEORI
1. Perspektif teori fungsional struktural memandang masyarakat sebagai suatu sistem
yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait dan saling bergantung. Setiap
elemen dalam sistem tersebut memiliki fungsinya masing-masing untuk menjaga
keseimbangan dan keteraturan masyarakat.
Oleh karena itu, teori fungsional struktural memandang perlunya upaya untuk
mencegah dan menangani tindak kekerasan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti melalui pendidikan, penegakan hukum, dan pemberdayaan
masyarakat.
Teori perilaku menyimpang dapat digunakan untuk menjelaskan penyebab, pola, dan
dampak dari tindak kekerasan.
F. PENDEKATAN
Pendekatan Personal Blame Approach
Pendekatan personal blame approach menilai tindak kekerasan dengan fokus pada
pelaku kekerasan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pelaku kekerasan adalah
individu yang bertanggung jawab atas tindakannya, dan bahwa kekerasan adalah
hasil dari pilihan pribadi pelaku.
Pendekatan personal blame approach sering digunakan dalam sistem hukum pidana.
Dalam sistem ini, pelaku kekerasan dianggap bersalah dan harus dihukum.
Hukuman bertujuan untuk menghukum pelaku, mencegah mereka melakukan
kekerasan lagi, dan melindungi masyarakat dari kekerasan.
Pendekatan personal blame approach juga sering digunakan dalam media massa.
Media massa sering menyoroti pelaku kekerasan sebagai individu yang jahat dan
berbahaya. Sorotan ini dapat memunculkan stigma dan diskriminasi terhadap pelaku
kekerasan, serta dapat menyebabkan kekerasan semakin dinormalisasi.
G. SUMBER MASALAH
Sumber masalah dari tindak kekerasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti:
1. Ketidakstabilan emosi: Individu yang memiliki emosi yang tidak stabil lebih
cenderung untuk melakukan kekerasan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
2. Perilaku agresif: Individu yang memiliki perilaku agresif sejak kecil lebih cenderung
untuk melakukan kekerasan di masa dewasa.
3. Gangguan mental: Individu yang mengalami gangguan mental, seperti gangguan
kepribadian antisosial, lebih cenderung untuk melakukan kekerasan.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu, seperti:
1. Lingkungan keluarga: Keluarga yang tidak harmonis, sering terjadi konflik, atau terjadi
kekerasan dalam rumah tangga, dapat meningkatkan risiko anak untuk melakukan
kekerasan di masa dewasa.
2. Lingkungan sosial: Lingkungan sosial yang permisif terhadap kekerasan, seperti
lingkungan yang sering terjadi tawuran atau perkelahian, dapat meningkatkan risiko
terjadinya kekerasan.
3. Media massa: Tayangan kekerasan di media massa, seperti film, televisi, atau video
game, dapat memicu terjadinya kekerasan.
Selain faktor-faktor tersebut, tindak kekerasan juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor
lain, seperti:
H. KASUS
Kasus Perundungan di MTS Negeri 1 Kotamobagu Berujung Kematian
Kasus kekerasan menimpa seorang siswa MTS Negeri 1 Kotamobagu berinisial ‘BT’ (13) yang
tewas akibat perundungan dan penganiayaan yang dilakukan oleh teman sekolahnya. Tindakan
penganiayaan tersebut diduga terjadi pada Rabu (8/6/2022). Saat itu, korban yang hendak
melaksanakan salat Zuhur dirundung oleh teman sebayanya dengan cara menutupi kepala korban
menggunakan sajadah lalu dianiaya.
‘BT’ yang mengeluh kesakitan di bagian perut pun melaporkan hal tersebut ke orang tuanya
seusai pulang sekolah. Walaupun orang tua ‘BT’ telah membawanya ke rumah sakit dan mendapat
perawatan medis, nyawa siswa MTS Negeri 1 Kotamobagu itu tidak tertolong dan dinyatakan
meninggal pada Minggu (12/6/2022).
Kasus tersebut sudah ditindaklanjuti oleh penyidik dari Polres Kotamobagu. Dari
beberapa pelajar yang menjalani pemeriksaan, polisi telah menetapkan beberapa terduga
pelaku. Para pelaku yang masih di bawah umur tersebut terancam pidana penjara paling
lama 15 tahun dan atau denda paling banyak tiga miliar rupiah.