Anda di halaman 1dari 7

BENTUK-BENTUK KEKERASAN

Menurut Johan Gaitung, terdapat tiga dimensi kekerasan, yaitu kekerasan


kultural, kekerasan struktural, dan kekerasan langsung.
1. Kekerasan Kultural
Kekerasan kultural adalah aspek-aspek dari kebudayaan, ruang
simbolis dari keberadaan masyarakat manusia (dicontohkan oleh agama dan
ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan empiris dan formal) yang
bisa digunakan untuk melegitimasi atau membenarkan kekerasan struktural
dan langsung. Kekerasan kultural adalah hasil konstruksi masyarakat. Satu
etnis membenci etnis lain karena adanya prasangka atau asumsi negatif
tertentu yang dikonstruksikan secara sosial oleh etnis itu sendiri. Misalnya
etnis asumsikan sebagai etnis yang serakah, dominan serta munafik. Asumsi
ini lantas dijadikan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap warga
etnis A.
2. Kekerasan Struktural
Galtung berpendapat bahwa ketidakadilan yang diciptakan oleh suatu
sistem hingga menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar (basic needs) merupakan konsep kekerasan struktural. Kekerasan ini
dapat berwujud sebagai rasa tidak aman karena tekanan lembaga-lembaga
militer yang dilandasi oleh kebijakan politik otoriter, pengangguran akibat
sistem ekonomi yang tidak berfungsi dengan baik dan kurang mampu
menyerap sumber daya manusia di lingkungannya.
Contoh lain kekerasan struktural adalah adanya diskriminasi ras atau
agama oleh struktur sosial dan politik, hingga ketiadaan hak untuk mengakses
sarana pendidikan maupun kesehatan secara bebas dan adil. Banyaknya anak-
anak yang kelaparan, menderita busung lapar, bahkan meninggal karena gizi
buruk juga merupakan konsep kekerasan struktural.

1
3. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung dapat berwujud tindakan intimidasi hingga
menyebabkan ketakutan dan trauma psikis, mencederai atau melukai hingga
mengakibatkan kematian pihak lain. Kekerasan langsung dapat dilakukan
oleh satu individu pada individu lain, kelompok terhadap kelompok lain, atau
kelompok terhadap individu
Menurut Rober F. Litke, kekerasan dapat dibedakan menjadi dua bentuk,
sebagai berikut :
1. Kekerasan Personal
Kekerasan personal adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu (pribadi)
dan berwujud dalam dimensi fisik maupun psikologis. Kekerasan fisik dapat
berupa tindakan mencederai atau melukai. Kekerasan psikologis bisa muncul
dalam bentuk ancaman atau pembunuhan karakter.
2. Kekerasan Institusional
Kekerasan institusional adalah kekerasan yang terlembaga atau dilakukan
oleh lembaga tertentu. Aksi fisik dapat muncul dalam bentuk kerusuhan,
terorisme, dan perang. Adapun aksi psikologis muncul berbentuk perbudakan,
rasisme, serta seksisme.
Para ahli sosial berusaha mengklasifikasikan bentuk dan jenis kekerasan
menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :
1. Berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan dirasakan
oleh tubuh, wujud kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau
kemampuan normal tubuh, sampai pada penghilangan nyawa seseorang.
Contoh : penganiayaan, pemukulan, pembunuhan dan lain-lain.
b. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani
atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan
normal jiwa. Contoh : kebohongan, indoktrinasi, ancaman dan tekanan.
c. Kekerasan struktural, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok dengan menggunakan sistem, hukum, ekonomi, atau tata
kebiasaan yang ada di masyarakat.

2
Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan ketimpangan-
ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian,
keadilan, serta wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat
mempengaruhi fisik dan jiwa seseorang. Biasanya negaralah yang
bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural karena hanya negara
yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong
pembentukan atau perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya,
terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat limbah pabrik di
sekitarnya. Secara umum, korban kekerasan struktural tidak menyadarinya
karena sistem yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
2. Berdasarkan pelakunya, kekerasan dapat digolongkan menjadi dua bentuk,
yaitu :
a. Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu
kepada satu atau lebih individu. Contoh : pencurian, pemukulan,
penganiayaan, dan lain-lain.
b. Kekerasan kolektif, adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak
individu atau massa, contoh : tawuran pelajar, bentrokan antardesa dan
lain-lain
3. Berdasarkan sifatnya, kekerasan dibagi menjadi empat bentuk, yaitu sebagai
berikut :
a. Kekerasan terbuka atau kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian.
b. Kekerasan tertutup atau kekerasan tersembunyi atau secara tidak langsung
dilakukan seperti pengancaman terhadap seseorang
c. Kekerasan agresif atau kekerasan untuk mendapatkan sesuatu, seperti
penjambretan, perampokan dan sebagainya.
d. Kekerasan defensive, yaitu kekerasan untuk melindungi diri, seperti
seseorang yang melakukan perlawanan saat dirampok
Kekerasan hanya merupakan salah satu indikator kerusuhan dalam menilai
intensitas konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi di masyarakat.
Charles Lewis Taylor dan Michael C. Hudson membuat beberapa indikator dalam

3
menggambarkan intensitas konflik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia.
Indikator-indikator yang dimaksud sebagai berikut :
1. Demonstrasi (Protest Demonstration)
Demonstrasi adalah sejumlah orang yang tidak menggunakan
kekerasan, kemudian mengorganisasi diri untuk melakukan protes terhadap
suatu rezim, pemerintah, atau pimpinan dari rezim atau pemerintah tersebut;
atau terhadap ideologi, kebijaksanaan, dan tindakan, baik yang sedang
direncanakan maupun yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak
yang sedang berkuasa contoh gerakan suatu masyarakat yang menggelar
demonstrasi di gedung MPR/DPR.
2. Kerusuhan
Kerusuhan pada dasarnya sama dengan demonstrasi. Hal yang
membedakannya adalah kerusuhan mengandung penggunaan kekerasan fisik
yang diikuti dengan perusakan fasilitas umum, pemukulan oleh aparat
keamanan atas pelaku-pelaku kerusuhan, penggunaan alat-alat pengendalian
kerusuhan oleh aparat keamanan, dan penggunaan berbagai macam senjata
atau alat pemukul oleh pelaku kerusuhan. Kerusuhan biasanya dilakukan
dengan spontanitas sebagai akibat dari suatu insiden dan perilaku kelompok
yang kacau.
3. Korban Jiwa akibat kekerasan politik
Setiap konflik yang terjadi dimasyarakat pasti menimbulkan korban
dan kerugian. Korban dan kerugian tidak hanya diderita oleh pihak yang
berkonflik,. Akan tetapi juga masyarakat sekitarnya, semakin banyak korban
jiwa, baik akibat demonstrasi, kerusuhan, maupun serangan bersenjata, berarti
semakin besar konflik yang terjadi.
4. Serangan bersenjata (armed attack)
Serangan bersenjata adalah tindakan kekerasan yang dilakukan untuk
kepentingan suatu kelompok tertentu dengan tujuan melemahkan atau bahkan
menghancurkan kekuasaan dari kelompok lain. Indikator ini ditandai oleh
terjadinya pertumpahan daerah, pergulatan fisik, atau perusakan fasilitas
umum.

4
Selain empat indikator di atas, masih ada beberapa indikator yang menandai
terjadinya konflik di masyarakat. Menurut Ivo. V. Feierabend dan Rosalnd L.
Feierabend, indikator yang menandai terjadinya konflik di masyarakat sebagai
berikut:
1. Adanya pemilihan umum
2. Pergantian kabinet
3. Demonstrasi
4. Penindakan terhadap tokoh-tokoh politik
5. Penahanan massal
6. Kudeta
7. Perang saudara

5
KONFLIK DAN KEKERASAN

Konflik di masyarakat berkaitan erat dengan adanya kekerasan. Selama


ini, konflik banyak disamakan dengan kekerasan. Sebenarnya, konflik berbeda
dengan kekerasan. Tidak semua konflik yang terjadi harus diakhiri dengan
tindakan kekerasan. Kekerasan merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu
efek dari adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan dan
perkelahian antarindividu atau antarkelompok yang menyebabkan cidera atau
matinya orang lain atau kerusakan fisik atau barang orang lain.
Sering kali tindakan kekerasan muncul secara spontan pada masyarakat.
Tindakan kekerasan spontan ini tujuannya tidak jelas, kadang kala ditumpangi
oleh kepentingan pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menciptakan kekacauan.
Konflik dapat berubah menjadi kekerasan apabila upaya-upaya yang
berkaitan dengan tuntutan tidak terpenuhi sehingga akan timbul gerakan yang
mengarah pada kekerasan. Ini yang sering terjadi di Indonesia. Berbagai konflik
yang pernah terjadi di Indonesia mengarah pada suatu bentuk kekerasan yang
mengakibatkan banyak kerugian, baik material maupun nonmaterial, perbedaan
antara konlik dan kekerasan dapat dilihat pada tabel berikut :
Konflik Sosial Kekerasan
1. Proses terjadinya konflik diketahui 1. Proses terjadinya terkadang tidak
oleh kedua belah pihak yang diketahui oleh pihak yang lemah.
bertikai
2. Cara penyelesaiannya dapat 2. Cara penyelesaiannya harus
dilakukan dengan akomodasi dan dilakukan melalui peradilan
peradilan
3. Semata-mata bukan merupakan 3. Merupakan bentuk pelanggaran
pelanggaran hukum hukum
4. Terjadi dalam waktu yang relatif 4. Terjadi dalam waktu yang relatif
panjang singkat
Selain perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan di atas, terdapat
persamaan antara konflik sosial dengan kekerasan, yaitu :

6
1. Keduanya terdapat unsur benturan fisik yang dapat mengakibatkan korban
jiwa, luka-luka, ataupun kerusakan harta benda
2. Konflik dan kekerasan merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang bersifat
disosiatif yang mengarah pada terjadinya disintegrasi dalam masyarakat.

UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KEKERASAN


Tindakan kekerasan sekarang ini menjadi tindakan alternatif ketika
keinginan atau kepentingan seorang individu atau kelompok tidak dapat tercapai.
Meskipun tindakan kekerasan membawa kerugian yang besar bagi semua pihak,
namun angka terjadinya upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah maraknya
tindakan kekerasan yang terjadi dimasyarakat, di antaranya sebagai berikut :
1. Kampanye antikekerasan
2. Mengajak masyarakat untuk menyelesaikan masalah sosial dengan cara pihak
3. Penegakan hukum secara adil dan bersih
4. Menciptakan pemerintahan yang baik

Anda mungkin juga menyukai