1.Latar Belakang
Pada bagian ini kita akan mendalami sebuah tema, yaitu: Budaya Kekerasan versus Budaya Kasih. Dalam
bagian ini kita diajak untuk memahami bahwa sikap Gereja menolak keras setiap tindakan kekerasan yang
merendahkan martabat manusia. Yesus adalah tokoh teladan yang sempurna yang mengajarkan dan
mempraktik dalam hidup-Nya dengan budaya kasih ketika mengalami kekerasan yang dilakukan oleh
sesamanya sendiri bangsa Yahudi dan penguasa kolonial Romawi.
Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala terkenal sebagai manusia yang ramah-tamah. Karena itu
ada syair lagu mengatakan “tak ada negeri seindah persada nusantara.
Fenomena kekerasan di Indonesia kini menjadi budaya, yaitu budaya kekerasan Menurut Prof. Dawam
Raharjo, istilah “budaya kekerasan” adalah sebuah contradiction in terminis. Agaknya istilah itu semula
berasal dari ucapan menyindir bahwa “kekerasan telah membudaya”. Maksudnya adalah bahwa kekerasan
telah menjadi perilaku umum. Frekuensi pemberitaannya di media massa mempertegas bahwa gejolaknya
sangat nampak dalam masyarakat. Tindak kekerasan yang umum terjadi bisa dilakukan secara individual
maupun secara kolektif atau bersama-sama.
Di dunia ini ada kasih dan kekerasan. Keduanya saling bertentangan satusama lain. Di mana ada kasih, di
sana tidak ada kekerasan, dan sebaliknya. Tuhanberpesan kepada manusia untuk saling mengasihi, baik
mengasihi Tuhan maupunmengasihi sesama manusia. Tuhan tidak menginginkan manusia
menggunakankekerasan, karena Ia adalah pribadi yang lemah lembut dan tidak menyukaikekerasan. Tuhan
menginginkan manusia hidup damai dalam kasih, ironisnyamanusia yang hidup dalam kekerasan dan
pertikaian jauh lebih banyak jumlahnyadibandingkan manusia yang hidup dalam kasih dan damai
sejahtera. Merekaseolah tidak pernah mengenal kasih dan hanya mengenal kekerasan dan konflik.Dewasa
ini, lebih banyak manusia yang lebih mudah memusuhi dan melakukankekerasan terhadap orang lain
dibandingkan dengan manusia yang mengasihisesama dengan tulus. Kasih perlahan mulai hilang dari hati
manusia, digantikanoleh rasa benci, dendam, iri hati, egois yang membuahkan kekerasan. Akibatnyawajah
bangsa Indonesia yang semula ramahdan penuh kelemah lembutantercoreng dengan berbagai macam
tindakan yang bertentangan dengan kasih
BUDAYA KEKERASAN
1. PENGERTIAN
Kekerasan berasal dari bahasa latin yaitu vis dan latus . latus berarti kekerasan,kekuasaan,kehebatan dan
kedahsyatan Sementara itu latus berarti membawa. Kekerasan juga diartikan sebagai tindakan yang
menyalahgunakan kewenangan.Serta setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa
menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan
kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya.
Contohnya : tindak kekerasan fisik, seperti seseorang memukul atau menendang, dan
sebagainya. Sedangkan kekerasan psikis, seperti memaksa orang lain untuk melakukan hal yang tidak
disukainya.
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung adalah kekerasan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok orang pada pihak lain
dengan menggunakan alat kekerasan. Seringkali lebih bersifat fisik dan secara langsung, jelas siapa subjek,
siapa objek, siapa korban, dan siapa pelakunya. Seperti contoh penganiayaan, pembunuhan, dan lain-lain.
Jadi identifikasi paling mendasar tentang kekerasan langsung adalah dengan adanya korban luka maupun
meninggal.
3. Kekerasan psikologis
yaitu kekerasan yang memiliki sasaran padarohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan
menghilangkankemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan, ancaman, dan tekanan.
4. Kekerasan struktural
yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individuatau kelompok dengan menggunakan sistem, hukum,
ekonomi, atau tatakebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali.
Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan,
pendapatan, kepandaian,keadilan, serta wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini
dapatmemengaruhi fisik dan jiwa seseorang. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulitdi suatu daerah akibat
limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah olehwarga Sidoarjo karena lumpur panas Lapindo
Brantas. Secara umum korbankekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem yang
menjadikanmereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
5. Kekerasan Menurut Agama Katolik
3. DAMPAK KEKERASAN
2.Situas ketidaknyaman keadaan di masyarakat, seperti daerah yang kumuh, panas, gersang dan serba
kekurangan serta keadaan dimana pemerintah kurang memberikan respon yang baik terhadap aspirasi
rakyat. Terjadinya kekerasan, menurut Prof Franz Magnis Suseno adalah akibat pengaruh globalisasi dan
modernisasi serta akumulasi kebencian dalam diri masyarakat, karena pemerintah yang dianggap aparatur
penegak damai mengalami disfungsi.
3.Rendahnya kesadaran diri dan kesadaran kolektif serta dehumanisasi (tidak memanusiakan manusia)
dalam setiap diri masyarakat serta pemerintah sendiri.
4.Sumber daya manusia dimanapun ia berada memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, jika
sumber daya yang ada memadai, maka ia akan merasa tercukupi, namun jika tidak maka ia akan mencari
dan mengambilnya dengan paksa, sehingga terjadilah kekerasan tersebut.
5.Media massa dalan hal ini televisi, radio ataupun koran. Penelitian menunjukkan bahwa tayangan
kekerasan yang terjadi di masyarakat (anak-anak dsb) khususnya melalui televisi memberikan
inspirasi/contoh yang tidak baik bagi masyarakat lainnya.
6.Kebudayaan adanya tindak kekerasan yang kerap terjadi menjadi tak lagi aneh dan telah familiar di
telinga dan kehidupan, sehingga jika terjadi maka telah dianggap biasa sebab telah membudaya.
7.Kekerasan individu dan kelompok yang terjadi di masyarakat merupakan imbas dari ekspresi kultural
yang tersumbat.
BAB II
BUDAYA KASIH.
1.PENERTIAN
Budaya kasih adalah kebiasaan menghargai martabat manusia. Budaya kasih adalah kebiasaan bersama
saling perhatian akan kesejahteraan bersama. Budaya kasih tidak kuat tanpa kebiasaan sadar akan Kasih
Tuhan yang selalu mengundang memanggil manusia dengan konsekwen memberi kita sarana prasarana
hidup di alam bumi Indonesia ini. Dan budaya kasih akan juga didorong untuk memiliki perhatian kepada
kesejahteraan bersama. Dan disana karena keterbatasan budaya kasih masih harus ngejawantah dengan
sikap peduli dan rela berbagi kepada penyandang kekurangan dan kemalangan hidup berupa kemiskinan,
penyakit, difabel dan cacat tubuh atau mental.
Budaya Kasih.
Konflik dan kekerasan yang sering terjadi karena adanya perbedaan kepentingan. Untuk mengatasi konflik
dan kekerasan, kita dapat mencoba usaha-usaha preventif dan usaha-usaha mengelola konflik dan
kekerasan, jika konflik dan kekerasan sudah terjadi.seperti apa bentuk budaya kasih itu? Jawaban atas
pertanyaan ini termuat dalam Injil Matius 26: 47-56. Dalam Injil ini, Yesus bukan saja mengajak semua
orang untuk tidak menggunakan kekerasan menghadapi musuh. Tetapi malah Yesus tetap menunjukkan
sikap cinta dan kasih kepada musuh.Apa yang dilakukan Yesus ini memang sangat radikal dan bertolak
belakang dengan kebiasaan dan keyakinan "gigi ganti gigi atau mata ganti mata". Ini hanya mau
menunjukkan bahwa kasih kristiani melampaui kasih manusiawi, kasih kristiani menjangkau semua orang
bahkan musuh sekali pun.Pijakan utama dari kasih ini adalah keyakinan bahwa semua orang adalah putera
dan puteri Allah, Bapa di Surga. Untuk mengembangkan budaya kasih ini sangatlah sulit. Dalam kehidupan
tidaklah mudah mencintai atau berbuat baik kepada orang yang sudah melukai kita.Namun apabila
sungguh hidup di dalam Kristus maka sesungguhnya kita akan menjadi pembawa damai dan hidup tanpa
memperhitungkan kesalahan yang sudah orang lain lakukan terhadap kita. Iman akan Yesus ini menjadikan
kita menjadi sebagai pembawa damai dalam semua bentuk perselisihan.
Hendaklah kita mengasihi musuh kita dan berbuat baik kepada orang yang membenci kita. Maka upah kita
akan besar dan kita akan menjadi anak-anak Allah yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang
yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
Ø Perlunya keberanian dalam diri manusia untuk mengakhiri balas dendam dengan kasih :
Pada awalnya, diawali dengan sikap keberanian untuk saling memaafkan, mendoakan agar terciptanya
kehidupan yang harmonis antar sesama dan tidak ada pertikaian untuk tekanan batin dalam diri masing-
masing orang.
.
BAB III