Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Dr. wawan hermawan, M. Ag.
Disusun oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kekerasan Seksual Di
Perguruan Tinggi" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama
Islam. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan terkait materi ekonimi dari
sudut pandang islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr, Wawan Hermawan, M. Ag.
Selaku Dosen pengampu mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Pelecehan Seksual
1. Pengertian Pelecehan Seksual
Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan
berulang-ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat
bibir, atau lainnya.
halus, kasar, terbuka, fisik maupun verbal dan bersifat searah. Bentuk umum
dari pelecehan seksual adalah verbal dan godaan secara fisik dimana pelecehan
secara verbal lebih banyak daripada secara fisik. Para ahli tersebut menyebutkan
pelecehan dalam bentuk verbal adalah bujukan seksual yang tidak diharapkan,
gurauan atau pesan seksual yang terus-menerus, mengajak kencan terus menerus
walaupun telah ditolak, pesan yang menghina atau merendahkan, komentar yang
sugestif atau cabul, ungkapan sexist mengenai pakaian, tubuh, pakaian atau
b. Aspek situasional
pelecehan seksual dapat dilakukan dimana saja dan dengan kondisi tertentu.
Perempuan korban pelecehan seksual dapat berasal dari setiap ras, umur,
B. Kontrol Diri
Menurut Chaplin, (1997). Menjelaskan bahwa self control atau kontrol diri
mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakan diri sendiri. Karena itulah
menurutnya, perasaan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh keadaan situasi, tetapi
persepsi kontrol diri terletak pada pribadi orang tersebut, bukan pada situasi.
didasarkan pada aspek kognitif yang menjadikan individu sebagai agen utama
positif. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai perasaan bahwa seseorang dapat
menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain,
tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat yang
diterima.
bahwa kontrol diri adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk selalu
lebih positif.
2. Aspek-aspek Kontrol Diri
Berdasarkan konsep Averill (Ghufron, 2010) terdapat tiga aspek kontrol diri,
yaitu :
komponen, yaitu :
sumber eksternal.
tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu
komponen, yaitu :
berbagai pertimbangan.
memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti
internal yang ikut andil dalam kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia
b. Faktor eksternal
Masih banyaknya kasus kekerasan seksual di kampus hingga saat ini salah satunya
dapat dianalisis melalui pendekatan sosial budaya. Rata-rata kasus kekerasan seksual di
kampus umumnya terjadi karena memanfaatkan relasi kuasa antara pihak pelaku yang
merasa memiliki kekuasaan superior dengan korban yang diposisikan sebagai pihak yang
inferior.
Dosen yang dianggap memiliki kekuasaan dalam pemberian nilai perkuliahan atau
bimbingan skripsi dengan mahasiswa yang menjadi peserta mata kuliah atau
bimbingannya. Bisa juga antara dosen yang memiliki jabatan struktural dengan korban
yang diposisikan bergantung atas kekuasaan yang dimiliki oleh pelaku.
Dalam kasus relasi kuasa dosen dan mahasiswa, yang dibungkus dalam budaya
patriarki dan feodalisme situasi ini dapat dikatakan rentan dimanfaatkan pelaku tindak
kekerasan seksual. Modus pembimbingan skripsi dan penelitian mahasiswa dapat
dijadikan alasan untuk menciptakan situasi yang rawan terhadap tindak kekerasan
seksual.
Mengajak korban untuk melakukan bimbingan ke luar kampus, ke luar kota, atau di
tempat-tempat privat di luar kampus dapat menjadi modus pelaku. Bahkan relasi kuasa
antara dosen dan mahasiswa yang dimanfaatkan untuk melakukan pelecehan seksual, baik
verbal maupun nonverbal, bisa juga terjadi di ruang-ruang tertutup di dalam kampus.
Selain potensi kekerasan yang melibatkan dosen-mahasiswi serta pejabat kampus dan
non pejabat, kekerasan seksual di perguruan tinggi juga berpotensi dilakukan dalam
kerangka relasi kuasa antara senior-junior di kalangan mahasiswa. Baik dalam organisasi
intra maupun ekstra kampus.
Oleh sebab itu, perlu upaya serius dari kampus untuk membatasi pemanfaatan relasi
kuasa yang dapat menimbulkan potensi kekerasan seksual di kampus ini melalui aturan
dan kebijakan soal relasi antar civitas akademika yang lebih setara. Termasuk juga aturan
yang soal tempat bimbingan atau proses pembelajaran akademik yang lebih aman dan
transparan.
Misalnya, pemberlakuan kebijakan untuk pelayanan kemahasiswaan harus dilakukan
di kampus dan tidak diperbolehkan di luar kampus. Termasuk waktu layanan
kemahasiswaan yang ditentukan dengan tegas.
Hal demikian sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek 30 Tahun 2021, pada
pasal 7 soal upaya pencegahan kekerasan seksual yang berpotensi dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Di sini diatur pembatasan pertemuan
dengan mahasiswa secara individu di luar area kampus, di luar jam operasional kampus;
dan/atau untuk kepentingan lain selain proses pembelajaran, tanpa persetujuan
kepala/ketua program studi atau ketua jurusan, atau atasan yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan sebagai upaya pencegahan potensi tindakan kekerasan seksual di lingkungan
perguruan tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mekanisme pencegahan dan mitigasi kekerasan seksual di institusi pendidikan
tinggi sudah ada, namun perlu didukung dengan birokrasi yang efektif dan sumber
daya manusia yang memadai. Sumber daya manusia memainkan peran penting
dalam menciptakan lingkungan kampus yang ramah gender dan bebas dari
kekerasan seksual.
3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak pembaca. Karena
keterbatasan pengetahuan da referensi, penulis sangat menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
akan sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi
dimasa yang akan datang, maka dari itu kami sangat berharap agar Dosen
pengampu mengoreksi dengan baik.